Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ISU DAN TANTANGAN LKMS”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah LKMS

Dosen Pembimbing :

Ice Suci Sri Rahayu, S.Pd, M.Pd.E

Oleh : Kelompok 11 Kelas Ei.4A

Mayza Nika Nim 3218004

Al Fikri Abrar Nim 3218035

JURUSAN EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAIN)BUKITTINGGI

TA. 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat
serta para pengikutnya hingga akhir zaman nanti.

Adapun judul dari makalah ini adalah “Isu dan Tantangan LKMS”.Dalam
menyelesaikan makalah ini, penulis mendapatkan bimbingan dari berbagai
pihak.Oleh karena itu, pemakalah sangat berterima kasih kepada ibuk Ice Suci Sri
Rahayu selaku dosen pembimbing.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga, teman-teman


serta pihak-pihak yang telah membantu kelancaran pembuatan makalah ini hingga
dapat terselesaikan dengan baik.Semoga dengan adanya makalah ini, dapat membantu
para pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini memang jauh dari kata sempurna dan
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan
dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Bukittinggi, Mei 2020

Penulis
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………....................................................................... i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah………………………………………………………….. 1
C. Tujuan Penulisan..........……………………………………………………... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Memahami Isu dan Tantangan LKMS..............................................................2


B. Mendeskripsikan Isu dan Tantangan LKMS.....................................................
C. Memberikan Pendapat Terkait Isu dan Tantangan LKMS................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………….. 12
B. Saran ……………………………………………………………………… 12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro, definisi Lembaga Keuangan Mikro yang
selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk
memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui
pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang
tidak semata-mata mencari keuntungan. Dari pengertian tersebut, apabila dikaitkan
dengan kata „syariah” dapat dipahami bahwa lembaga keuangan mikro syariah adalah
lembaga keuangan yang melakukan kegiatan-kegiatan di bidang keuangan dengan
menarik uang dari masyarakat dan menyalurkan uang tersebut kembali kepada
masyarakat dengan menggunakan prinsip syariah Islam.
Kata “mikro” pada istilah Lembaga Keuangan Mikro Syariah, memberikan
pengertian lebih tertuju kepada tataran ruang lingkup / cakupan yang lebih kecil.
Dengan asumsi perbandingan lembaga keuangan besar salah satunya berbentuk bank
dengan modal berskala besar. Maka lembaga keuangan mikro adalah bentuk lain dari
bank atau sejenisnya yang mempunyai capital kecil dan ditujukan juga untuk sektor
usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dalam pengertian ini lembaga keuangan
mikro syariah terdiri dari BMT dan Koperasi Syariah.
B. Rumusan Masalah
1. Memahami Isu dan Tantangan LKMS
2. Mendeskripsikan Isu dan Tantangan LKMS
3. Memberikan Pendapat Terkait Isu dan Tantangan LKMS
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami Isu dan Tantangan LKMS
2. Untuk Mendeskripsikan Isu dan Tantangan LKMS
3. Untuk Memberikan Pendapat Terkait Isu dan Tantangan LKMS
4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Memahami Isu dan Tantangan LKMS


1. Isu LKMS
Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi
atau tidak terjadinya pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter,
sosial, politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat,
kematian, ataupun tentang krisis. ide untuk mendirikan perbankan Syari’ah sudah
mulai dikemukakan dan diperjuangkan sejak dari zaman sebelum kemerdekaan.
Namun, terdapat isu-isu yang menghalangi usaha pendirian tersebut. Isu pertama
adalah isu agama yaitu masalah halal haram bunga riba, kedua isu legal, ketiga isu
politik, sosial masyarakat dan terakhir isu sumber keuangan (modal).
a. Pertama Isu halal haram.
yaitu umat Islam dan para ulama terlalu lama terpaku dan sibuk
berdebat sesama sendiri dengan isu halal-haram bunga bank konvensional.
Kebanyakan perdebatan itu terjadi sesama Muslim yang berpotensi
menimbulkan konflik diantara golongan sosialis, nasionalis sekuler dan ulama
atau kelompok Islam yang kemudiannya menghendaki sebuah kompromi
ideologi. Situasi ini sentiasa terjadi dan menghasilkan kompromi yang
akhirnya membentuk “grey area” ataupun memberikan definisi yang
mengelirukan terhadap Indonesia yaitu Indonesia bukan negara sekuler, tetapi
juga bukan negara Islam.1
b. Kedua, adalah isu undang-undang.
Ketiadaan undang-undang yang menjadi asas yang membolehkan
beroperasinya perbankan Syari’ah di Indonesia menyukarkan wujudnya
perbankan Syari’ah. Hal ini dikarenakan konsep perbankan Syari’ah tidak
sesuai dengan undang-undang perbankan yang berlaku pada masa itu.
Undang-undang yang dimaksud adalah undang-undang pokok perbankan No
14 tahun 1967. Antaranya dalam Bab 1, yang mengharuskan setiap transaksi
pembiayaan atau kredit disertai bunga.
5

1
Sari Mutiara Dwi, dkk. Isu-isu dibalik Pendirian Bank Syariah di Indonesia:Suatu Tinjauan Sejarah
(Jurnal : Aplikasi Bisnis Vol. 7 No.1, 2016) hlm. 51
c. Isu ketiga adalah isu politik.
Keinginan yang kuat daripada satu pihak atau kelompok masyarakat
saja belum mencukupi bila pemerintah tidak bersikap sama. Apalagi pihak
dalam masyarakat elit santri tersebut hanyalah sekolompok masyarakat kecil
saja. Pengalaman bank-bank Islam yang sukses didirikan di negara lain
menunjukkan perlunya komitmen kuat masyarakat Islam umumnya dengan
tertanamnya keyakinan, kewajiban menjalankan kehidupan dengan cara Islam,
termasuk dalam berekonomi. Seterusnya, selain dukungan masyarakat,
dukungan kuat pemerintah juga diperlukan. Pemerintah Indonesia yang
berpegang kepada ideologi sekuler dan melihat Islam pada masa itu sebagai
sesuatu yang berpotensi memberikan ancaman kepada pemerintah menjadikan
keadaan agak sukar. Hingga saat ini pun penggunaan istilah perbankan
“Islam” masih belum dibenarkan. Oleh itu Indonesia menjadi satu-satunya
negara di dunia yang menggunakan istilah perbankan Syari’ah.2
d. Keempat adalah isu sosial masyarakat.
Mohamed Ariff (1998) membuat kesimpulan tentang masyarakat
Muslim Indonesia yaitu penduduk Muslim mempunyai pengaruh politik yang
kuat hanya disebabkan oleh populasinya (kuantiti), namun kekurangan tekad
untuk membawa perubahan institusi menurut garis Islam. Pengaruh sosial ini
meliputi antara lain kepercayaan nilai yang dianut, sikap dan pendirian
masyarakat (Muhammad, 2005). Termasuklah kebiasaan masyarakat yang
menggunakan perkhidmatan perbankan konvensional. Sebagai pengetahuan,
bank pertama di Indonesia de Javasche bank yang ditubuhkan pada tahun 1972
murni menjalankan prinsip konvensional dalam operasinya. Akibatnya
menurut Heri Sudarsono (2005) masyarakat menjadi sangat terbiasa dengan
sistem bunga bank, tidak terkecuali umat Islam. Mereka menerimanya sebagai
suatu sistem ekonomi yang wajar dilakukan. Justru, dengan menggunakan
perkhidmatan Perbankan Syari’ah tanpa bunga, mereka kurang yakin dan
kurang tertarik.

e. Isu terakhir yaitu isu keuangan atau dana modal untuk menubuhkan perbankan
Syari’ah.
2
Ibid. hlm. 52
Sebagai contoh kurangnya dukungan pemerintah dan undang-undang
perbankan Indonesia yang berlaku pada masa itu menyebabkan terhadnya
bank-bank asing yang ingin membuka cabangnya di Indonesia. Situasi ini
turut mengakibatkan terbatasnya aliran masuk dana dari luar negeri. Sehingga
menimbulkan masalah ekonomi (modal) yaitu menyukarkan pengumpulan
aliran dana yang besar yang sangat di perlukan bagi pendirian sebuah bank.
Padahal pada masa itu banyak tawaran dari pada bank-bank di Timur Tengah
yang ingin membuka cabang perbankan Syari’ah mereka dan menunjukkan
minat menanamkan modal dalam bidang keuangan Islam di Indonesia.

2. Tantangan LKMS
Suatu lembaga keuangan yang berbasis syariah, pengukuran yang jelas
serta transparansi merupakan suatu hal yang sangat penting dan diutamakan,
mengaplikasikan prinsip-prinsip ekonomi Islam khususnya dalam menjalankan
usaha di bidang jasa keuangan yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
Dalam menjalankan suatu usaha pasti ditemui beberapa tantangan yang akan
dihadapi. Tidak semua perencanaan dalam suatu usaha akan terealisasikan
semuanya sesuai dengan yang direncanakan. Dengan adanya tantangan ini, bisa
dijadikan sebagai bahan untuk evaluasi perubahan lebih baik kedepannya.
Perbankan syariah di Indonesia telah memasuki usia ke dua puluh tahun,
namun dari sisi pangsa pasar masih relative kecil (kurang dari 5%). Kondisi ini
tentu kontradiktif, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk
Islam. Sebagai perbandingan saja nasabah bank syariah di Singapura mencapai
50% dari golongan non muslim. Lambannya bank syariah meningkatkan pangsa
pasar tidak dapat dilepaskan dari beberapa hal:
a. Pertama, rasionalitas pemeluk Islam dalam berekonomi, dimana pengejaran
keuntungan materi tidak terlalu mempertimbangkan persoalan halal haramnya
riba. 3
b. Kedua, pemahaman masyarakat akan bank syariah masih rendah.
c. Ketiga, belum adanya dukungan bulat dari institusi keagamaan seperti
Nahdatul Ulama 7dan Muhammadiyah tentang haramnya bunga sebagai riba.

3
Fasa Iqbal Muhammad, Tantangan dan Strategi Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
(Jurnal : Ekonomi Islam Vol.2 No.1, 2013) hlm. 30
d. Keempat, bank syariah di Indonesia, menghadapi tantangan dimana bank
beroperasi dalam sistem ekonomi campuran yang kurang di dukung regulasi
karena pengawasannya masih menyatu dengan bank konvensional. Sehingga
diperlukan strategi pengembangan perbankan syariah dalam menghadapi
persaingan perbankan konvensional.
Arah dan Tantangan Perkembangan Perbankan Syariah memerlukan kebijakan
dalam mengembangkan perbankan syariah kedepan. Berikut merupakan
kebijaka perbankan syariah:
a. Mendorong produksi.
b. Mengurangi gap antara sektor riil dengan sektor keuangan.
c. Meminimalkan money concentration.
d. Mendorong governance dan menurunkan moral hazard.
e. Pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan, industri
pembiayaan syariah memilik sejumlah keuntungan dibandingkan pembiayaan
konvensional. Pertama, skema pembiayaan syariah dapat mengurangi potensi
kerentanan serta gelembung (bubble) yang menyebabkan krisis ekonomi.
Sistem bagi hasil membuat tidak ada jarak antara sistem keuangan dan sektor
riil. Kedua, memperluas financial inclusion, terutama dalam pembiayaan
kepada sektor usaha kecil dan menengah (UMKM). Selain itu, pembiayaan
syariah berupa zakat, infak, dan sedekah dapat melengkapi pengamanan sosial
(social protection). Ketiga, perbankan syariah dapat berperan besar dalam
pembiayaan infrastruktur dalam program Masterplan Percepatan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia. Adapun Prospek dan Tantangan Perbankan
Syariah adalah sebagai beriku:4
a. Menyongsong terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun
2015.
b. Mendorong inovasi produk perbankan syariah yang kreatif dan efisien.
c. Penyiapan SDM dalam kuantitas dan kualitas yang memadai.
d. Perbaikan kualitas layanan prima bagi nasabah agar kompetitif dengan
perbankan lainnya.
8

e. Pemanfaatan IT secara optimal untuk mendorong penciptaan produk-


produk unggulan.
4
Ibid. hlm. 31
f. Pelayanan pembiayaan sektor UMKM dan sektor produktif lainnya guna
mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
g. Sosialisasi, edukasi dan diseminasi gagasan ekonomi kepada masyarakat
secara lebih intensif dan massif.
h. Peningkatan jumlah penyertaan modal sendiri untuk memenuhi ketentuan
aturan dari Bank Indonesia. Melihat prospek dan tantangan perbankan
syariah saat ini, diperlukan arah dan kebijakan dalam mengembangkan
perbankan syariah.
Berikut merupakan arah kebijakan pengembangan perbankan
syariah tahun 2013.
1. Pembiayaan Perbankan Syariah yang Lebih Mengarah kepada Sektor
Ekonomi Produktif dan Masyarakat yang Lebih Luas.
a. Memanfaatkan momentum melambatnya pangsa pertumbuhan
konsumsi.
b. Pengembangan kemampuan SDM dalam pembiayaan maupun
memasarkan produk-produk syariah yang tepat untuk sektor
produktif workshop, seminar.
c. kajian model bisnis dan finalisasi indeks sektor riil yang
menghasilkan informasi yg lebih mencerminkan hasil usaha sektor
riil yg dapat dibiayai perbankan syariah.
d. Aturan pembiayaan minimal ke UMKM5
2. Pengembangan Produk yang Lebih Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
& Sektor Produktif.
a. Dukungan BI bagi pengembangan produk terkait sektor produktif
dan dapat lebih memenuhi kebutuhan masyarakat yang lebih luas
(insentif produktif & disinsentif produk konsumsi).
b. Kajian efisiensi & cost structure perbankan syariah guna
mendukung pembiayaan produktif yg diharapkan memiliki pricing
lebih kompetitif serta kajian Islamic microfinance yg menyasar
sebagian besar masyarakat Indonesia.
3. Transisi 9 Pengawasan yg Tetap Menjaga Kesinambungan
Pengembangan Perbankan Syariah.

5
Ibid. hlm. 32
a. Proses harmonisasi kebijakan mikroprudential (OJK) dan
makroprudential (BI).
b. Penyesuaian infrastruktur lembaga terkait sesuai peranan yg baru
serta mekanisme koordinasi antar lembaga dlm pengembangan
perbankan syariah masih perlu kerjasama lembaga lain.
c. Arsitektur keuangan syariah Indonesia & revisited cetak biru
perbankan syariah sbg framework kerjasama berbagai lembaga utk
pengembangan perbankan syariah.
4. Revitalisasi Peningkatan Sinergi dgn Bank Induk.
a. Adanya peningkatan BUS/UUS yg punya share atas induk > 6%
(thn lalu 1 bank 3 BUS/UUS).
b. Peningkatan koordinasi pengawasan bank konvensional dan bank
syariah agar penerapan sinergi bank induk dengan bank syariah
naik.
c. Opsi regulatory incentives, kelembagaan maupun peningkatan
penyediaan fasilitas layanan syariah dalam jaringan bank induknya
(leveraging).
d. Peningkatan Edukasi dan Komunikasi dgn Terus Mendorong
Peningkatan Kapasitas Perbankan Syariah pada Sektor Produktif
serta Komunikasi “parity” dan “distinctiveness” revitalisasi forum
komunikasi ekonomi syariah.6
B. Mendeskripsikan Isu dan Tantangan LKMS

BMT secara formal dapat berbadan hukum dengan berlandaskan azas koperasi
syariah. Operasionalisasi BMT sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
systemoperasional bank syariah, baik dari segi prinsip maupun fungsinya. Jika bank
syariah berlandaskan hokum UU Perbankan Syariah, Fatwa DSN MUI dan peraturan
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, maka BMT berlandaskan hukum berdasarkan
UU koperasi, seperti UU No. 20 Tahun 2008, UU No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian dan Kemenkop No. 91 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi
10 Jasa Keuangan Syariah. Sesuai perkembangan, BMT

sejatinya lebih mudah dan fleksibel dalam mengembangkan produknya, karena tidak

6
Ibid. hlm. 33
terikat peraturan perbankan yang sulit dan sesuai dengan system perekonomian dan
akar budaya masyarakat Indonesia.7
Jika dilihat dari segi kondisi perekonomian Indonesia saat ini, maka sangat
perlu perhatian khusus untuk mengembangkan Baitul Mal wat Tamwil (BMT).
Karena masih banyak persoalan yang terjadi tentang ketidakadilan dalam
pendistribusian pendapatan dan ketidakseimbangan dalam pertumbuhan usaha antara
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan usaha perusahaan besar. Usaha Kecil
Mikro Menengah selalu mengalami kesulitan dalam hal permodalan, padahal UMKM
memiliki potensi besar untuk bersaing tinggi dengan perusahaan besar. Sedangkan di
Indonesia didominasi oleh sektor usaha kecil mikro. Tetapi perkembangannya
terhalang oleh beberapa permasalahan yang salah satunya adalah masalah kekurangan
modal. Maka dari itu diperlukan peran BMT untuk mengatasi permasalahan tersebut
dalam upaya mengembangkan Usaha Mikro Kecil Menengah.
Adapun peran dari Baitul Mal wat Tawil (BMT) dalam memberdayakan
ekonomi masyarakat dan mensosialisasikan system syariah secara bersama-sama
yaitu:
1. Sektor finansial, yaitu dengan cara BMT memberikan bantuan fasilitas kepada
pengusaha kecil dalam bentuk pembiayaan dengan konsep syariah, serta
mengaktifkan nasabah yang ingin menabung.
2. Sektor riil, yaitu dengan melakukan pembinaan terhadap pengusaha kecil tentang
manajemen, teknis pemasaran dan teknik-teknik lain untuk meningkatkan
profesionalisme dan produktivitas, sehingga pelaku ekonomi mampu memberikan
peran atau kontribusi laba yang proporsional untuk ukuran bisnis.
3. Sektor religious, yaitu dengan memberikan ajakan dan himbauan pada umat islam
untuk aktif dalam membayar zakat dan juga mengamalkan infaq juga shadaqoh
kepada BMT kemudian akan disalurkan kepada ZIS untuk diberikan kepada orang
yang membutuhkan dengan prinsip pembiayaan Qardul Hasan (pinjaman tanpa
beban biaya).8
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa peran strategis BMT ditunjukkan
sebagai alternative wadah simpan pinjam dan telah terbukti mampu memberikan
respon positif baik secara
11 moral maupun material. Kepercayaan yang diberikan dapat

7
Ngafiatul Ngulfa, Tantangan BMT Dalam Mengembangkan Usaha Mikro Kecil Menengah, Jurnal
pdf, hlm.4
8
Ibid, hlm. 5
dibuktikan dengan realitas dana yang dipercayakan BMT kepada para pengusaha kecil
seperti Usaha Mikro Kecil Menengah untuk dapat dikelola dengan tujuan membantu
dan meningkatkan produktivitas para pemilik usaha mikro tersebut.
Dilihat dari keberhasilan BMT dalam memberdayakan perekonomian
masyarakat terutam pengusaha kecil, maka BMT perlu diperhitungkan dan
dipertimbangkan untuk membantu meningkatkan ekonomi rakyat. Selepas dari itu,
BMT selaku lembaga keuangan syariah terpercaya, pasti memiliki kendala ataupun
tantangan dalam kontribusinya memajukan Usaha Mikro Kecil Menengah.
Berikut tantangan-tantangan yang dihadapi oleh BMT dalam mengembangkan Usaha
Mikro Kecil Menengah:9
1. Ditinjau dari segi Pesaing
Semakin banyaknya lembaga keuangan syariah maupun konven yang
terjun dalam dunia perbankan untuk memberikan kredit pembiayaan kepada
UMKM dengan persyaratan-persyaratan yang lebih mudah dan murah, maka itu
menjadi salah satu tantangan bagi BMT untuk mengembangkan lembaganya pada
sektor UMKM. Maka perlu dilakukan pengenalan Baitul Mal wat Tamwil kepada
masyarakat secara luas. Mengingat banyaknya lembaga keuangan syariah lainya
dan tingkat pemahaman masyarakat yang masih kurang terhadap peran dan
kegunaan BMT. Oleh karena itu sangat diperlukan sosialisasi terhadap masyarakat
tentang Baitul Mal wat Tamwil dan apa saja produk-produk yang disediakan oleh
BMT untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
2. Ditinjau dari segi perekonomian
Baitul Mal wat Tamwil merupakan Lembaga Keuangan Syariah sehingga
dalam oprasionalnya tidak menerapkan system bunga, sehingga aman dan tidak
terpengaruh jika terjadi krisis ekonomi. Baitul Mal wat Tamwil tidak bergantung
pada suku bunga yang tetapakan oleh Bank Indonesia. Baitul Mal wat Tamwil
bergantung pada usaha dan bagi hasil antara pengusaha sebagai nasabah dengan
pihak BMT sebagai penyedia dana modal.
3. Ditinjau dari oprasional
a. Menargetkan nasabah yang termasuk dalam kelompok usaha mikro.
Strategi inilah
12 yang sesuai dengan prinsip dari BMT, dan harus
memilih medan tempur yang tepat. Dengan memiliki karakteristik sumber
daya tersendiri, maka BMT tidak harus melawan bank-bank umum yang juga
9
Ibid, hlm. 6
memiliki karakteristik tersendiri, dengan karakteristik yang dimiliki, yaitu
kecil dan sederhana justru lebih cocok dengan usaha-usaha mikro kecil yang
tidak membutuhkan permodalan sangat besar, bahkan dapat memberikan
persyarata yang mudah untuk mendapatkan pendanaan modal.
b. Melakukan pemasaran yang lebih gencar lagi.
Selain perlu melakukan edukasi atau pembelajaran pada calon nasabah
tentang peran dan pentingnya BMT, maka perlu dilakukan strategi jemput bola
pada nasabah yang mempunyai target waktu tertentu. Dalam hal ini, maka
diperlukan sales force yang dapat diberikan tugas untuk memasarkan produk-
produk pembiayaan, maupun produk tabungan dari BMT guna meningkatkan
modal pembiayaan.
c. Memperbanyak/memperluas spread dan jumlah nasabah.
Strategi ini didasarkan atas kekuatan perusahaan dalam pengurusan
yang tidak berbelit dan mudah, serta di sisi lain peluang pembiayaan untuk
indutri mikro sangat besar mencapai 40 jutaan unit usaha di seluruh Indonesia.
Selama ini potensi kredit mikro belum digarap dengan baik oleh bank umum,
sehingga potensi yang besar tersebut masih merupakan lahan ”pasar baru”
yang dapat dioptimalkan untuk dapat menyerap dana yang dipunyai BMT.
Potensi yang besar ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang dimata rakyat
kecil masih punya kepercayaan yang kuat, sehingga rakyat akan tertarik
menjadi nasabah. 10
d. Melakukan positioning sebagai LKS yang mengutamakan pelayanan
BMT selama ini sudah dikenal dengan pelayanan yang ramah dan
hangat kepada nasabahnya, dan hal ini yang tidak dipunyai oleh bank umum
yang sangat sibuk dengan nasabah yang hilir mudik, sehingga aspek
kekeluargaan menjadi terbengkalai.
e. Menjual program pemberdayaan masyarakat
Dengan misi utama untuk pengurangan pengangguran, maka peluang untuk
terus tumbuh di kalangan masyarakat industri mikro semakin besar. Pembiayaan
yang dilakukan perlu difokuskan pada pemberdayaan masyarakat dengan bentuk
optimasi terhadap potensi
13
riil.

10
Ibid, hlm. 7
Sedangkan isu yang terjadi di BMT dalam mengembangkan Usaha Mikro
Kecil Menengah, yaitu:11
a. Pemikiran yang disebut dengan limiting belive, ini merupakan istilah dalam
sebuah pemikiran yang berkecenderungan negative yang bentuk oleh belenggu
keyakinan yang keliru. Keyakinan yang keliriu ini kerap mematasi badan
uasaha sulit untuk berkembang meskipun peluang kearah perkembangan
sudaah terbka lebar, banyak orang yang tidak percaya bahwa BMT dapa
berkembang menjadi persahaan yang mampu menjamin kesejahteraan anggota
BMT.
b. Dari sisi syariah sendiri, permsalahannya ada pada tenaga-tenaga BMT yang
langsung terjun kelapangan belum mengerti secara dalam mengenai produk
fiqh. Jadi mereka hanya mampu menerangkan apa yang sudah ada saja, tidak
bisa menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh masyarakat serta tidak
mampu menawarkan produk yang cocok sesuai kebutuhan masyarakat.
c. Kejujuran dan trasparans amanah berengaruh terhadap kredibilias lembaga.
Berdasarkan survey dilapangan banyak dana-dana zakat yan dikumpulkan oleh
BMT malah digunakan untuk menutupi kredit macet.
d. BMT masih kurang dalam memanajemen likuiditas, jadi hanya cenderung
mengmpulkan dana tapi tidak disalurkan.

C. Memberikan Pendapat Terkait Isu dan Tantangan LKMS


Industri perbankan syariah memiliki peluang yang besar karena terbukti tahan
terhadap krisis. Bahkan setelah kegagalan sistem ekonomi kapitalis, system syariah
dipandang sebagai sebuah alternatif dan solusi untuk menyelesaikan permasalahan
ekonomi dunia. Menjamurnya lembaga-lembaga keuangan syariah merupakan sebuah
bukti bahwa sistem ini memiliki ketahanan terhadap krisis. Hal ini pun telah
dibuktikan ketika Krisis Ekonomi 1998, di saat bank konvensional mengalami
negative spread, namun bank Syariah tampil sebagai perbankan yang sehat dan tahan
terhadap krisis dan memperlihatkan eksistensinya hingga sekarang. Pertama, bank
syariah memberikan dampak yang lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi karena lebih dekat
14 dengan sektor riil. Kedua, tidak terdapat produk-produk
yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji
11
M Ruly Al Munawary, Peran dan Kendala BMT, http://www.kompasiana.com/ruly-
almunawary/5592c78d6823bdcd048b456a/peran-dan-kendala-bmt, dikutip tanggal 11 Mei 2020 pukul 18.09
WIB.
ketangguhannya dari krisis keuangan global. Ketiga, sistem bagi hasil (profi t-loss
sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah yang akan membawa manfaat yang
lebih adil bagi semua pihak.12
Dari beberapa hal di atas, terdapat beberapa tantangan yang harus menjadi
perhatian dalam pengembangan industri jasa keuangan syariah Indonesia.
1. Tingkat market share dan profi - tabilitas industri keuangan syariah masih relatif
rendah disbanding yang konvensional.
2. Masih rendahnya literasi keuangan masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan
yang ditawarkan lembaga keuangan syariah.
3. Masih terbatasnya ahli-ahli produk dan jasa keuangan syariah, terutama untuk
mendukung inovasi produk/jasa keuangan syariah dan mengevaluasi kelayakan
pembiayaan proyek-proyek strategis.
4. Masih belum optimalnya pembiayaan bagi proyek-proyek strategis seperti proyek-
proyek infrastruktur pemerintah, energi dan eksploitasi sumber daya alam, serta
transportasi dan komunikasi.

Tantangan lainnya yang perlu mendapat perhatian serius adalah upaya untuk
memenuhi gap Sumber Daya Insani (SDI) dari tenaga kerja domestik agar tidak diisi
oleh tenaga kerja asing. Jika kita jadikan GDP sebagai tolak ukur atas kualitas skilled
labours Indonesia dalam mengendalikan barang, jasa, dan modal maka dapat kita
katakan bahwa kualitas skilled labours Indonesia masih jauh dari negara Singapura,
Malaysia dan Thailand. Inilah tantangan yang hadapi saat ini. Para sarjana ekonomi
Islam yang merupakan mesin penggerak ekonomi yang berbasiskan syariah itu masih
tergolong gagal dalam mengambil hati pasar domestik. Rakyat Indonesia saat ini
masih cenderung menyukai transaksi secara konvensional yang cenderung liberal dan
kapitalis. Para pelaku ekonomi di tanah air ini masih menjadikan transaksi syariah
sebagai pilihan kedua atau bahkan lebih rendah daripada itu. Inilah bukti bahwa peran
dari para sarjana ekonomi Islam terhadap perekonomian Indonesia masih terbilang
belum optimal.
Langkah yang dapat diambil adalah pelaku industri perbankan syariah dapat
bekerjasama mendirikan ‘pusat pendidikan dan pelatihan perbankan syariah’ untuk
15
mencetak tenaga ahli guna memenuhi gap tersebut daripada saling bersaing dan
melakukan ‘pembajakan pegawai’. Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) tentunya dapat
12
Budi Kolistiawan, Tantangan Lembaga Keuangan Syariah dalam Mengahadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN, 2017, Jurnal pdf. Hlm. 13
berperan dalam menyediakan tenaga ahli untuk mengajar di pusat pendidikan dan
pelatihan tersebut. Agar lebih terarah dan tepatguna, IAEI juga dapat membantu
melakukan penelitian untuk mengidentifi kasi jenis-jenis keahlian yang dibutuhkan
oleh industri perbankan syariah sehingga strategi ‘link and match’ dapat dijalankan.13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

16

13
Ibid, hlm . 14
DAFTAR PUSTAKA
Fasa Iqbal Muhammad, 2013. Tantangan dan Strategi Perkembangan Perbankan
Syariah di Indonesia (Jurnal : Ekonomi Islam Vol.2 No.1).
Kolistiawan, Budi. 2017. Tantangan Lembaga Keuangan Syariah dalam
Mengahadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. (Jurnal Ekonomi).
Ngulfa Ngafiatul. Tantangan BMT Dalam Mengembangkan Usaha Mikro Kecil
Menengah,( Jurnal pdf)
17
M Ruly Al Munawary, Peran dan Kendala BMT, http://www.kompasiana.com/ruly-
almunawary/5592c78d6823bdcd048b456a/peran-dan-kendala-bmt,
Sari Mutiara Dwi, dkk. 2016. Isu-isu dibalik Pendirian Bank Syariah di
Indonesia:Suatu Tinjauan Sejarah (Jurnal : Aplikasi Bisnis Vol. 7 No.1).

18

Anda mungkin juga menyukai