Untitled Document
Resensi
Buku
Oleh: Moh Yasin*
Tidak salah jika kemudian di dunia keilmuan muncul Distorsi oleh epistimologi
Barat terhadap epistemologi Islam, dalam penggunaan kata science yang dibedakan
dengan knowledge mislanya, telah melahirkan perbedaan yang fundamental antara
teori pengetahuan Barat dengan teori pengetahuan Islam. Sehingga diperlukan
suatu kejelasan dalam perbedaan yang fundamen tersebut karena jika tidak bisa
menimbulkan kekaburan dan kesalahpahaman yang mendalam terhadap keduanya.
Istilah ilmu pengetahuan terkadang juga dipakai untuk merujuk sains yang dibedakan
dengan pengetahuan (knowledge). Menurut Mulyadhi istilah ilmu dalam epistemologi
Islam memiliki kemiripan dengan istilah science dalam epistemologi Barat. Sebagaimana
sains dalam epistemologi Barat dibedakan dengan knowledge, ilmu dalam epistemologi
Islam dibedakan dengan opini (ra'y) sementara sains dipandang sebagai any organized
knowledge, ilmu didefinisikan sebagai "pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana
adanya"(hal. 1).
Paling tidak ada dua pertanyaan yang tidak bisa ditinggalkan dalam setiap sistem
epistemologi manapun: pertama, apa yang dapat kita ketahui? Kedua, bagaimana
mengetahuinya? Dimana yang pertama mengacu pada teori dan isi ilmu, sementara
yang kedua pada metodologi.
Pertanyaan apa yang dapat kita ketahui? Epistemologi Barat memberikan jawaban
bahwa yang dapat kita ketahui adalah segala sesuatu sejauh ia dapat diobservasi
secara indrawi. Hal-hal lain yang bersifat nonindrawi, nonfisik dan metafisik
tidak termasuk ke dalam objek yang dapat diketahui secara ilmiah. Sedanngkan
dalam epistemologi Islam kita bisa mengetahui tidak sebatas pada obyek-obyek
fisik namun juga nonfisik. Sehingga dalam menentukan keberadaan sesuatu atau
status ontologis sesuatu Barat hanya percaya pada benda-benda yang dapat dicerap
oleh indra dan cenderung menolak status ontologis dari entitas-entitas nonfisik
seperti ide-ide matematika, konsep-konsep mental dan entitas-entitas imajinal
dan spiritual. Berbeda dengan Barat, Islam mengakui status ontologis tidak terbatas
pada obyek-obyek indrawi melainkan juga obyek-obyek nonindrawi.
Untuk pertanyaan kedua, berkaitan dengan jawaban dari pertanyaan yang pertama
metode ilmiah yang dikembangkan oleh para pemikir dan filosuf Barat hanya menggunakan
satu metode yaitu metode observasi. Sementara Islam menggunakan tiga macam metode
sesuai dengan tingkat atau hierarki obyek-obyeknya, yaitu (1)metode observasi,
(2)metode logis atau demonstratif (burhani) (3)metode intuitif ('irfan) yang
masing-masing bersumber pada indra akal dan hati. Setiap cabang ilmu yang dihasilkan
oleh epistemologi tidak akan pernah mencapai status ilmiah yang pas kecuali
status ontologis obyeknya jelas dan dapat diakui.
Berdasarkan uraian di atas jelas klasisfikasi ilmu yang ada di Barat akan selalu
didasarkan pada satu hal yaitu empiris-observatif ditambah dengan bidang ilmu
matematika, tapi secara tegas menolak bidang metafisika yang obyek-obyeknya
sering dipandang tidak riil dan ilusif. Sedangkan dalam Islam yang mengakui
adanya status ontologis yang tidak terbatas pada fisik-empiris melainkan juga
yang nonempiris atau metafisis, dalam teori pengetahuan Islam ilmu dibagi menjadi
tiga klasifikasi yaitu: ilmu-ilmu metafisika, ilmu-ilmu matematika, dan ilmu-ilmu
alam atau fisik.
Selain beberapa hal yang telah dijelaskan diatas tentang sumber pengetahuan
dalam epistemologi Islam, pengalaman mistik, penalaran rasional dan filsafat
kenabian dalam teori pengetahuan Islam juga termasuk sumber pengetahuan. Bukan
bermaksud membenci atau anti sains Barat, begitulah pembelaan yang diungkapkan
Mulyadhi dalam kajian buku pengantar epistemologi ini, dan baginya tidak lain
hanya mencoba bersikap kritis dan apresiatifnya terhadap sains Barat.
Dengan jalan membandingkannya dengan epistemologi lain yang dalam hal ini adalah
epistemologi Islam yang diharapkan mampu melahirkan teori pengetahuan yang lebih
baik atau sering kita harapkan yaitu munculnya epistemologi alternatif. Buku
pengantar yang ditulis atas hasil perkuliahan penulis bersama para mahasiswanya
di Pasca Sarjana IAIN SU-KA ini paling tidak menjadi terobosan awal dalam kajian
epistemologi (teori pengetahuan) yang di negeri ini masih sangat minim dan belum
mapan. Dimana dengan mengkaji teori pengetahuan secara kritis dan komprehensif
serta komparatif nantinya diharapkan mampu melahirkan teori pengetahuan alternatif
yang lebih baik.