Anda di halaman 1dari 19

TEKNIK WAWANCARA 2

PENDAHULUAN

Bagian ini merupakan lanjutan dari pembahasan bagian sebelumnya, yang


berjudul Teknik Wawancara I. Kita akan melanjutkan pembahasan pada
pendalaman mengenai teknik melakukan wawancara. Modul ini menggunakan
contoh wawancara riset dan wawancara seleksi.

Pada bagian akhir materi kita juga akan membahas mengenai teknik
mengajukan pertanyaan dan teknik menggali informasi (probing).

Pembahasan kita selanjutnya adalah mengenai bagaimana melakukan


wawancara riset dalam rangka pengumpulan data, serta melakukan wawancara
seleksi. Sebagai pegawai BPS (Koordinator Statistik Kecamatan) Anda tidak akan
pernah lepas dari dua kegiatan ini: mengumpulkan data, merekrut Mitra untuk
membantu melakukan pengumpulan data.

Wawancara pengumpulan data adalah pekerjaan sehari-hari Anda,


sementara Wawancara seleksi akan Anda temui saat harus merekrut petugas
sensus atau survei. Mari kita mulai membahasnya pada bagian berikut.

MELAKUKAN WAWANCARA RISET (PENGUMPULAN DATA)

Perlu diketahui bahwa wawancara dalam rangka riset atau pengumpulan data
yang kita bahas merupakan face to face interview, yaitu sebuah cara untuk
menguji tanggapan responden dengan bertemu muka atau berhadapan langsung.
Kelebihan dari teknik ini adalah:

a. Fleksibel
b. Respon rate baik
c. Memungkinkan pencatatan perilaku non verbal
d. Dapat mengontrol lingkungan sewaktu menjawab,
e. kemampuan untuk mengikuti urutan pertanyaan dan pencatatan jawaban
secara spontan,
f. responden tidak bisa curang dan harus menjawab sendiri,
g. terjaminnya kelengkapan jawaban dan pertanyaan yang dijawab,
h. Dapat mengontrol waktu menjawab pertanyaan,
i. Dapat digunakan untuk kuesioner yang kompleks.

Meskipun demikian teknik ini pun ada beberapa kelemahannya, yaitu:

a. Biayanya relatif mahal,


b. Perlu waktu yang dibutuhkan untuk bertanya dan berkunjung ke lokasi,
c. Peluang adanya bias pewawancara,
d. Tidak ada kesempatan bagi responden untuk mengecek fakta
e. “Mengganggu” responden
f. Kurang menjamin kerahasiaan,
g. Kurangnya keseragaman pertanyaan (apabila dilakukan secara tidak
terstruktur)
h. Kurang bisa diandalkan untuk mencapai banyak responden

Estenberg dalam Sugiyono (2010: 233) membagi wawancara menjadi tiga


jenis dilihat dari cara mengajukan pertanyaan, yaitu wawancara terstruktur,
semistruktur, dan tidak terstruktur.

Wawancara terstruktur (structured interview) digunakan sebagai teknik


pengumpulan data bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi
apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara
pewawancara telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-
pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan
wawancara terstruktur ini, setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan
pengumpul data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini pula, peneliti
dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. Tentunya,
pengumpul data tersebut harus diberi training agar mempunyai kemampuan yang
sama.

Wawancara semistruktur (semistructure interview) sudah termasuk dalam


kategori in-depth interview yang pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan pihak yang diajak wawancara
diminta pendapatnya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan
secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.

Wawancara tidak berstruktur (unstructured interview) merupakan


wawancara yang bebas dan peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan.

Wawancara tidak berstruktur atau terbuka sering digunakan dalam


penelitian pendahuluan atau malahan untuk penelitian yang lebih mendalam
tentang subjek yang diteliti. Pada penelitian pendahuluan, peneliti berusaha
memperoleh informasi awal tentang berbagai isu atau permasalahan yang ada,
sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan atau variabel apa
yang harus diteliti.
Sementara itu Neuman menyebutkan perbedaan antara percakapan biasa
dengan wawancara survey terstruktur (Neuman, 2011: 344), sebagaimana table
berikut ini:

Percakapan biasa (Ordinary Wawancara Survey


Conversation)
1. Pertanyaan dan jawaban dari masing- Interviewer bertanya sementara responden
masing partisipan biasanya relatif menjawab
seimbang
2. Terdapat pertukaran perasaan dan opini Hanya responden yang mengungkap apa
yang dirasakan serta opini nya
3. Penilaian dinyatakan secara terbuka dan Interviewer tharus netral dan tidak boleh
memungkinkan apabila ada usaha untuk mencoba merubah opini responden atau
membujuk pihak lainnya kepada sudut keyakinannya
pandang tertentu
4. Individu dapat mengungkap perasaan Interviewer berusaha memperoleh
terdalam untuk mendapatkan simpati atau jawaban langsung atas pertayaan spesifik.
sebagai terapi
5. Respon ritual diperbolehka (contohnya: Interviewer menghindari membuat respon
Aha, menganggukkan kepala). ritual yang mungkin memengaruhi
jawaban responden, ia mencoba
mendapatkan jawaban yang murni dari
responden.
6. Partisipan saling bertukar informasi dan Responden sebagai satu-satunya penyedia
boleh saja membetulkan kesalahan faktual informasi. Interviewer tidak boleh
yang disadari. membetulkan kesalahan faktual
responden.
7. Topik bisa berkembang atau sebaliknya, Interviewer mengontrol topik, arah, dan
setiap orang bisa memunculkan topik langkah. Menjaga responden tetap pada
baru. Fokus pembicaraan bisa beralih. jalurnya, dari konten yang tidak relevan.
8. Suasana emosional bisa cepat beralih dari Interviewer mencoba menjaga kehangatan
humor, bahagia, sedih, marah, dan namun tetap serius dan objektif
seterusnya.
9. Seseorang bisa menghindari atau Responden tidak boleh menghindari
mengabaikan pertanyaan dan memberi pertanyaan, dan harus memberi jawaban
jawaban asal-asalan atau jawaban datar. yang sejujurnya.
Error dan Bias Wawancara

Kesalahan, eror atau bias dalam wawancara sangat mungkin terjadi.


Neuman (2011) menyebutkan enam kategori kemungkinan bias yang terjadi saat
wawancara, yaitu:

a. Kesalahan oleh responden, misalnya karena lupa, embarrasement,


kesalahpahaman, atau berbohong akibat kehadiran orang lain.
b. Kesalahan pewawancara yang tak disengaja (interviewer sloppiness), masuk
kategori ini misalnya menghubungi responden yang salah, salah membaca
pertanyaan, omitting question, menanyakan pertanyaan dalam urutan yang
salah, salah mencatat jawaban atas pertanyaan, atau salah memahami
respoden.
c. Kesalahan yang disengaja oleh pewawancara. Akibat perubahan yang
disengaja oleh pewawancara, misalnya merubah pertanyaan, atau merubah
pilihan jawaban responden.
d. Bias akibat pengaruh harapan interviewer mengenai jawaban responden
berdasarkan penampilan responden, situasi tempat tinggal, atau yang lainnya.
e. Kegagalan interviewer dalam menggali jawaban, atau mengali dengan tepat.
f. Pengaruh pada jawaban, akibat penampilan interviewer, pembawaan, sikap,
cara bereaksi interviewer terhadap jawaban, atau komentar yang dibuat diluar
konteks wawancara.

Proses Wawancara Pengumpulan Data

Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2010: 235) mengemukakan tujuh


langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan data dalam
penelitian kualitatif, yaitu:

1) Menetapkan kepada siapa wawancara itu dilakukan;


2) Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan;
3) Mengawali atau membuka alur wawancara;
4) Melangsungkan alur wawancara;
5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya;
6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan;
7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang diperoleh.

Sementara itu ada delapan prinsip mempersiapkan wawancara menurut


Mcnamara, 2009.

1) Pilih tempat yang paling sedikit gangguan;

2) Jelaskan tujuan wawancara;

3) Nyatakan kerahasiaan wawancara;

4) Jelaskan format wawancara;

5) Indikasikan berapa lama wawancara biasanya berlangsung;

6) Beritahukan bagaimana cara mereka bisa menghubungi anda jika


membutuhkan;

7) Tanyakan apakah mereka ada pertanyaan sebelum anda memulai wawancara

8) Jangan andalkan ingatan anda, catatlah dengan segera.

Jenis-jenis Pertanyaan Wawancara

Ketika menanyakan suatu pertanyaan, pewawancara menggunakan


berbagai teknik komunikasi dan cara bertanya. Patton dalam Fraenkel dan Wallen
(2008: 448-449) telah mengidentifikasi enam jenis pertanyaan dasar yang dapat
ditanyakan orang. Beberapa atau semua pertanyaan ini boleh ditanyakan selama
wawancara. Enam jenis pertanyaan tersebut adalah: (1) pertanyaan latar belakang
atau demografis; (2) pertanyaan pengetahuan; (3) pertanyaan pengalaman atau
perilaku; (4) pertanyaan opini atau nilai; (5) pertanyaan perasaan; dan (6)
pertanyaan sensori.

Pertanyaan latar belakang atau demografis adalah jenis pertanyaan rutin


tentang karakteristik latar belakang responden. Diantaranya termasuk pertanyaan
tentang pendidikan, jabatan sebelumnya, umur, pendapatan, dan semacamnya.
Pertanyaan pengetahuan adalah pertanyaan peneliti untuk menemukan
informasi faktual (seperti dibandingkan dengan opini mereka, kepercayaan, dan
sikap) yang dimiliki responden. Pertanyaan pengetahuan tentang suatu sekolah,
misalnya, mungkin termasuk pertanyaan tentang macam-macam mata pelajaran
yang bisa diambil oleh siswa, prasyarat mata pelajaran, jenis aktivitas
ekstrakurikuler yang disediakan, aturan sekolah, kebijakan pendaftaran, dan
sejenisnya. Dari perspektif kualitatif, apa yang ingin peneliti temukan adalah apa
yang responden pertimbangkan menjadi informasi faktual (yang bertentangan
dengan kepercayaan atau tingkah laku).

Pertanyaan pengalaman atau perilaku adalah pertanyaan seorang peneliti


untuk menemukan apa yang sedang dilakukan responden sekarang atau telah
dilakukan di masa lalu. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan pengalaman,
perilaku, atau aktivitas yang dapat diamati atau pun tidak (untuk alasan seperti
saat peneliti tidak ada). Contoh pertanyaannya "Seandainya saya berada di kelas
Anda pada semester lalu, apa yang saya akan lakukan saat itu?" atau "Seandainya
saya bersama Anda di sekolah Anda pada waktu yang lalu, pengalaman apa yang
dapat saya alami seperti yang Anda miliki?"

Pertanyaan opini atau nilai adalah pertanyaan peneliti untuk menemukan


apa yang dipikirkan orang mengenai beberapa topik atau isu. Jawaban atas
pertanyaan tersebut mengacu pada tujuan, kepercayaan, perilaku, atau nilai
responden.

Pertanyaan perasaan adalah pertanyaan seorang peneliti untuk menemukan


bagaimana responden merasakan sesuatu. Pertanyaan perasaan diarahkan pada
tanggapan emosional orang-orang mengenai pengalaman mereka. Misalnya
termasuk pertanyaan seperti "Bagaimana perasaan Anda tentang perilaku siswa di
sekolah ini?" atau "Seberapa besar ketertarikan Anda mengikuti kelas senam?"

Pertanyaan perasaan dan pertanyaan opini sering membingungkan. Sangat


penting bagi seseorang yang ingin menjadi pewawancara mampu membedakan
antara dua jenis pertanyaan tersebut dan mengetahui kapan menggunakannya
masing-masing. Untuk menemukan bagaimana seseorang merasakan suatu isu
tidaklah sama dengan menemukan opininya tentang isu itu. Pertanyaan,
"Bagaimana menurut Anda (apa opini Anda) tentang kebijakan pekerjaan rumah
guru Anda?" meminta opini responden – Apa yang responden pikirkan - tentang
kebijakan itu. Pertanyaan, "Bagaimana perasaan Anda (apa yang Anda sukai atau
tidak Anda sukai) tentang kebijakan guru Anda mengenai pekerjaan rumah?"
menanyakan bagaimana perasaan responden (sikapnya) terhadap kebijakan itu.
Keduanya walaupun tampak mirip jelas meminta informasi yang berbeda.

Pertanyaan sensori adalah pertanyaan seorang peneliti untuk menemukan


apa yang telah dilihat, didengar, dirasa, dibaui, atau disentuh responden. Contoh
pertanyaan, "Ketika Anda masuk kelas, apa yang Anda lihat?" atau "Apa yang
sering ditanyakan guru Anda kepada Anda di kelas?" Walaupun pertanyaan jenis
ini bisa diperlakukan sebagai suatu bentuk pertanyaan perilaku atau pengalaman,
hal ini sering dilewatkan oleh peneliti selama melakukan wawancara.

Perilaku Wawancara

Ada sejumlah harapan untuk semua wawancara. Fetterman dalam Fraenkel


dan Wallen (2008: 449-451) mengemukakan beerapa hal yang penting dilakukan
dalam melakukan wawancara, yaitu:

a. menghormati kultur kelompok yang sedang diteliti;


b. menghormati individu yang sedang diwawancarai;
c. Bersikap alami;
d. megembangkan hubungan yang sesuai dengan peserta;
e. menanyakan pertanyaan yang sama dengan cara yang berbeda selama
wawancara;
f. meminta orang yang diwawancarai untuk mengulangi jawaban atau
pernyataant ketika terdapat beberapa keraguan tentang suatu komentar;
g. mengubah siapa yang mengendalikan arus komunikasi;
h. menghindari pertanyaan membimbing;
i. jangan menanyakan pertanyaan yang menjawab ya atau tidak;
j. hanya menanyakan satu pertanyaan pada satu waktu;
k. jangan menyela.
Alat-alat Wawancara

Wawancara membutuhkan alat-alat wawancara yang tepat agar hasil wawancara


dapat terekam dengan baik dan peneliti memiliki bukti telah melakukan
wawancara kepada informan. Menurut Sugiyono (2010: 239) alat-alat yang
diperlukan dalam wawancara adalah:

a. buku catatan berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan informan.


b. tape recorder berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan.
c. Kamera berfungsi untuk memotret peneliti pada saat melakukan wawancara
sehingga dapat dimafaatkan sebagai bukti penelitian.

MELAKUKAN WAWANCARA SELEKSI

Wawancara seleksi adalah percakapan formal dan mendalam yang


dilakukan untuk mengevaluasi diterimanya atau tidak seorang pelamar. Dengan
percakapan langsung, pewawancara yang berpangalaman dan jeli akan dapat
menggali kemampuan seorang pelamar. Dengan wawancara ini pula akan
diperoleh informasi dari setiap pelamar, kemudian dibandingkan satu persatu
siapa yang paling tinggi kemampuannya untuk melakukan pekerjaan itu.

Wawancara mempunyai tingkah fleksibilitas tinggi, karena dapat


diterapkan baik terhadap para calon karyawan manajerial atau operasional,
berketerampilan tinggi atau rendah, maupun staf. Teknik ini juga memungkinkan
pertukaran informasi dua arah : pewawancara mempelajari pelamar, dan
sebaliknya pelamar mempelajari perusahaan.

Wawancara seleksi mempunyai dua kelemahan utama : reliabilitas dan


validitas. Bagaimanapun juga teknik wawancara penting dilakukan dalam proses
seleksi karena efektivitasnya dapat dipercaya dan mempunyai fleksibilitas.

Dalam seleksi (recruitment), penggalian data kandidat sangat penting


digunakan untuk mengukur aspek perilaku tertentu dari seorang individu yang
menunjang kesiapan mengikuti kegiatan atau pekerjaan tertentu. Penggalian data
ini salah satunya dengan jalan wawancara. Namun demikian wawancara bukanlah
satu-satunya cara memperoleh data, karena masih ada cara yang lain seperti tek
potensi akademik, psikotes, atau yang lain.

Contoh: Wawancara seleksi STIS, Wawancara seleksi CPNS BPS

Pewawancara yang baik harus mampu menilai seseorang pelamar tidak


hanya dari benar atau salahnya jawaban pelamar tetapi juga dari factor-faktor
lainnya. Terkadang justru beberapa jawaban tidak dipersoalkan apakah benar atau
salah.

Jenis Wawancara Seleksi

Dua teknik wawancara yang biasa dipergunakan perusahaan dalam melakukan


wawancara seleksi kerja adalah wawancara kerja tradisional (non directive) dan
wawancara kerja behavioral. Dalam prakteknya perusahaan seringkali
mengkombinasikan kedua teknik ini untuk memperoleh data yang lebih akurat.

a. Wawancara Non directive


Teknik ini menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka seperti “mengapa
anda ingin bekerja di perusahaan ini”, dan “apa kelebihan dan kekurangan
anda”. Kesuksesan atau kegagalan dalam wawancara tradisional akan sangat
tergantung pada kemampuan si pelamar dalam berkomunikasi menjawab
pertanyaan-pertanyaan, daripada kebenaran atau isi dari jawaban yang
diberikan. Selain itu pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih banyak
bersifat mengklarifikasikan apa yang ditulis dalam surat lamaran dan CV
pelamar. Dalam wawancara kerja tradisional, recruiter biasanya ingin
menemukan jawaban atas 3 (tiga) pertanyaan:

▪ Apakah si pelamar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan


untuk melakukan pekerjaan?
▪ Apakah si pelamar memiliki antusias dan etika kerja yang sesuai dengan
harapan recruiter?
▪ Apakah si pelamar akan bisa bekerja dalam team dan memiliki
kepribadian yang sesuai dengan budaya perusahaan?
b. Wawancara kerja behavioral
Wawancara ini didasarkan pada teori bahwa “performance” (kinerja) di masa
lalu merupakan indikator terbaik untuk meramalkan perilaku pelamar di masa
mendatang. Wawancara kerja dengan teknik ini sangat sering digunakan untuk
merekrut karyawan pada level managerial atau oleh perusahaan yang dalam
operasionalnya sangat mengutamakan masalah-masalah kepribadian,
dimaksudkan untuk mengetahui respon pelamar terhadap suatu kondisi atau
situasi tertentu sehingga pewawancara dapat melihat bagaimana pelamar
memandang suatu tantangan/permasalahan dan menemukan solusinya.
Pertanyaan-pertanyaan yang biasanya diajukan antara lain: “coba anda
ceritakan pengalaman anda ketika gagal mencapai target yang ditetapkan”,
dan “berikan beberapa contoh tentang hal-hal apa yang anda lakukan ketika
anda dipercaya menangani beberapa proyek sekaligus”.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut si pelamar perlu
mempersiapkan diri untuk mengingat kembali situasi, tindakan dan hasil yang
terjadi pada saat yang lalu. Selain itu, sangat penting bagi pelamar untuk
memancing pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut dari pewawancara agar dapat
menjelaskan secara rinci gambaran situasi yang dihadapinya. Untuk itu
diperlukan ketrampilan berkomunikasi yang baik dari si pelamar.
Keberhasilan atau kegagalan dalam wawancara ini sangat tergantung pada
kemampuan pelamar dalam menggambarkan situasi yang berhubungan dengan
pertanyaan pewawancara secara rinci dan terfokus. Dalam wawancara kerja
behavioral, si pelamar harus dapat menyusun jawaban yang mencakup 4
(empat) hal:

▪ menggambarkan situasi yang terjadi saat itu,


▪ menjelaskan tindakan-tindakan yang diambil untuk merespon situasi
yang terjadi
▪ menceritakan hasil yang dicapai, dan
▪ apa hikmah yang dipetik dari kejadian tersebut (apa yang dipelajari).
Dalam wawancara behavioral ini teknik yang paling sering dipergunakan
adalah yang disebut S-T-A-R atau S-A-R atau P-A-R.
Situation/Problem/Task
Pelamar diminta untuk menggambarkan situasi yang terjadi atau tugas-tugas
yang harus dilaksanakannya pada masa lalu. Pelamar harus menggambarkan
situasi atau tugas tersebut secara spesifik, rinci dan mudah dipahami oleh
pewawancara. Situasi atau tugas yang digambarkan > dapat berasal dari
pekerjaan sebelumnya, pengalaman semasa sekolah, > pengalaman tertentu,
atau berbagai kejadian yang relevan dengan > pertanyaan si pewawancara
Action
Pelamar diminta untuk menggambarkan tindakan-tindakan yang diambil
dalam menghadapi situasi / masalah / tugas di atas. Dalam hal ini pelamar
harus bisa memfokuskan pada permasalahan. Meskipun mungkin
permasalahan yang ada ditangani oleh beberapa orang atau team, pelamar
harus memberikan penjelasan tentang apa saja peranannya dalam team
tersebut – jangan mengatakan apa yang telah dilakukan oleh team tetapi apa
yang telah dilakukan pelamar sebagai bagian dari team.
Results
Pelamar diminta menjelaskan hasil-hasil apa saja yang dicapai. Apa saja
hambatan yang terjadi jika hasil tidak tercapai. Apa yang terjadi kemudian
setelah permasalahan tersebut selesai dikerjakan. Lalu apa pelajaran yang
dapat dipetik oleh pelamar dari kejadian tersebut.

Dalam wawancara yang menggunakan teknik wawancara kerja behavioral,


maka pertanyaan-pertanyaan di atas seringkali ditambahkan dengan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

▪ Ceritakan pada saya/kami kapan anda mengalami suatu situasi yang


sangat tidak menyenangkan dan bagaimana anda berhasil keluar dari
situasi tersebut.
▪ Ceritakan pada saya/kami bagaimana anda meyakinkan klien anda ketika
anda melakukan presentasi.
▪ Coba anda ceritakan bagaimana anda mengatasi situasi dimana anda
harus melakukan banyak tugas dan anda harus membuat prioritas tugas
mana yang harus didahulukan.
▪ Bisakah anda ceritakan keputusan apa yang paling sulit anda buat dalam
setahun terakhir ini? Mengapa demikian?
▪ Ceritakan mengapa team anda gagal mencapai target pada tahun
sebelumnya dan bagaimana anda memotivasi team tersebut sehingga
dapat meraih sukses di tahunberikutnya.
▪ Bagaimana cara anda menyelesaikan konflik? Bisa beri contoh?
▪ Bisakah anda ceritakan suatu kejadian dimana anda mencoba untuk
menyelesaikan suatu tugas dan ternyata gagal?
▪ Ceritakan apa yang anda lakukan ketika dipaksa membuat suatu aturan
yang tidak menyenangkan bagi karyawan tetapi menguntungkan bagi
perusahaan.

Sebagai suatu proses yang melibatkan interaksi antara kedua belah pihak,
dalam wawancara kerja si pelamar juga biasanya diberikan kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan.

Proses Wawancara Seleksi

Tahap-tahap proses wawancara meliputi persiapan pewawancara, tahap


penciptaan hubungan, pertukaran informasi, terminasi dan evaluasi. Setiap tahap
harus dijalani dengan baik agar wawancara berhasil.

a. Tahap Persiapan pewawancara.


Kegiatan persiapan ini mencakup penentuan sasaran wawancara,
pengembangan berbagai pertanyaan spesifik yang akan diajukan dalam proses
wawancara, penetapan tipe wawancara dan format pertanyaan, serta
pengenalan awal tentang pelamar dengan mempelajari blanko lamaran.
Disamping itu, pewawancara harus mampu menjelaskan tugas-tugas
pekerjaan, standar prestasi, upah dan tunjangan-tunjangan lain, dan bidang-
bidang pekerjaan lainnya.
Sebagai orang yang akan memimpin jalannya wawancara, pewawancara harus
memiliki bekal, seperti:
▪ Tahu tujuan wawancara, lebih jauh lagi pewawancara harus tahu apa yang
akan dicari dan apa yang akan digali.
▪ Kesiapan wawancara (fisik, tempat, waktu)
▪ Menyiapkan perhatian (atensi), seperti konsentrasi, kemampuan
mendengarkan, dan lain-lain. Hal ini bisa dilakukan melalui
Pengkondisian Diri (state management), yaitu teknik mengelola diri
sendiri, menjadi sahabat bagi pikiran bawah sadar kita. Outputnya adalah
mampu mengelola rasa percara diri, rasa penuh dengan sumber daya,
memiliki motivasi tinggi, dan lainnya. Salah satu tekniknya adalah dengan
memadukan lingusitik dengan imajinasi untuk mengelola kondisi diri. Hal
ini dilakukan dengan salah satu teknik yang disebut Circle of Excellence.
▪ Memiliki Panduan Wawancara (bagian pembukaan, bagian utama, bagian
penutup).
▪ Pewawancara harus tahu bagaimana cara bertanya, dan lebih dalam lagi
bagaimana cara melakukan probing.

b. Penciptaan hubungan (building rapport)

Setelah wawancara dimulai, pewawancara perlu menciptakan hubungan yang


relaks dengan pelamar dan suasana yang “nyaman”. Tanda kondisi ini
pewawancara mungkin tidak memperoleh gambaran yang sebenarnya, lengkap
dan jelas tentang potensi pelamar.

Kemampuan membangun keakraban diperlukan agar orang lain merasa


nyaman, senang dan percaya saat berkomunikasi. Orang cepat percaya pada
orang lain yang menurutnya memiliki kesamaan-kesamaan tertentu dengan
dirinya. Rapport (hubungan) yang terbentuk dengan baik akan membuka filter
komunikasi dan terbukanya informasi.
Langkah yang paling mudah membangun rapport adalah dengan mencari
kesamaan-kesamaan. Secara mudah bisa kita lakukan dengan menggunakan
kata-kata verbal, seperti “Iya/ya, Bagus, Oke”
▪ Mengatakan istilah/jargon/kata yang sama seperti digunakan lawan
bicara.
▪ Menyatakan kesamaan latar belakang atau minat.
▪ Memuji dan membuat lawan bicara merasa penting (elevate).
▪ Mengawali pembicaraan dengan hal-hal yang cenderung disetujui teman
bicara

Juga bisa dilakukan secara Non Verbal, yaitu dengan:

▪ Menyamakan gerakan dan posisi tangan (gesture)


▪ Menyamakan Gerakan kepala
▪ Menyamakan Tinggi rendah suara, kecepatan berbicara dan Irama nafas
(Paralanguage)

Yang tidak boleh dilakukan saat membangun kedekatan adalah melakukan


mismatch. Mismatch adalah memunculkan sesuatu yang berbeda, yang
bertolak belakang dengan prinsip membangun kesamaan. Hindari melakukan
hal tersebut karena proses membangun kedekatan akan rusak sehingga
membuyarkan rapport. Ini lah yang tidak disadari banyak pewawancara.
Mismatch misalkan terjadi saat:

▪ Mengatakan “Tidak/Nggak”, “Tetapi/Namun”.


▪ Memunculkan bahasa non-verbal berlawanan, seperti mengernyitkan
dahi
▪ Terlalu mendominasi (agresif) atau sebaliknya terlalu pasif

c. Tahap Pertukaran Informasi.

Inti proses wawancara adalah pertukaran informasi. Untuk membantu


menciptakan hubungan, banyak pewawancara mulai dengan bertanya kepada
pelamar bila ada pertanyaan-pertanyaan yang ingin diajukan. Ini menimbulkan
komunikasi dua arah dan memungkinkan pewawancara mulai untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pelamar.

Hal-hal yang harus diperhatikan atau diobservasi dengan teliti pewawancara,


antara lain:

1. Cara pelamar menjawab pertanyaan


Aspek ini menunjukkan cara dan kemampuannya berkomunikasi secara
lisan, khususnya kemampuan menyampaikan buah pikirannya.
2. Suara, Tata Bahasa, dan Bahasa Tubuh
Bagaimanapun suara seseorang dapat mempengaruhi keberhasilannya
dalam pekerjaan-pekerjaan tertentu. Tata bahasa yang digunakan akan
mencerminkan tingkat pendidikan dan intelektualnya. Bahasa tubuh juga
menunjukkan kemampuan pengendalian dirinya.
3. Isi Jawaban
Kebenaran. Ketepatan (relevansi dengan pertanyaan), kejelasan, mutu
jawaban, sikap pelamar selama wawancara, semua aspek tersebut akan
mencerminkan kedalam pengetahuan dan/atau kejujurannya seandainya ia
tidak mengetahui jawaban untuk pertanyaan kita.
4. Sikap Pelamar Selama Wawancara
Apakah pelamar terlihat penuh minat. Antusiasme, tegang, serius, santai,
memberi kesan angkuh, gugup, atau tidak percaya diri. Aspek-aspek
tersebut dapat menunjukkan konsep diri, kedewasaan emosi, dan tingkat
rasa percaya diri pelamar.
5. Penampilan Fisik Pelamar
Yaitu ketapatan, kesesuaian dan kerapihan dalam berpakaian, penataan
rambut, muka dan lainnya.
6. Disiplin/Ketepatan Pelamar atas Waktu
Yaitu ketepatan dan kesesuaian pelamar akan waktu yang sudah
ditentukan.

d. Tahap Terminasi.
Bila waktu wawancara yang tersedia habis, pewawancara perlu memberi
isyarat bahwa wawancara akan segera diakhiri, dalam hal ini sekali lagi
komunikasi non verbal sangat berguna.

e. Tahap Evaluasi.

Segera setelah wawacara berakhir, pewawancara harus mencatat jawaban-


jawaban tertentu dan kesan-kesan umum mengenai pelamar. Penilaian ini
dapat menggunakan catatan yang telah disiapkan secara standar. Penggunaan
catatan atau daftar standar akan meningkatkan reliabilitas wawancara sebagai
teknik seleksi.

Kesalahan Umum Pewawancara

Ada berbagai penyebab kesalahan atau perangkap dalam proses wawancara.


Kegagalan untuk mengatasi penyebab-penyebab kesalahan wawancara akan
menurunkan efektivitas wawancara. Berbagai bentuk kesalahan wawancara secara
terinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Hallo Effect:
Kesalahan ini terjadi bila pewawancara menggunakan informasi terbatas
tentang pelamar, mengambil kesimpulan hanya beradasarkan informasi yang
terbatas, tanpa memandang berbagai karakteristik lainnya dari orang tersebut.
Contoh, seorang pelamar yang mempunyai senyuman menarik (apalagi kalau
cantik atau ganteng) dan simpatik diperlakukan sebagai calon unggul sebelum
wawancara dimulai.
2. Pertanyaan Mengarahkan (Leading Questions): Kecenderungan mendikte
orang yang diwawancara (pelamar) agar memberikan jawaban tertentu.
Misalnya:
“Apakah anda suka…?”
“Apakah menurut anda..itu penting?”
“Apakah saudara setuju bahwa laba adalah penting?”
“Apakah saudara akan menyenangi pekerjaan ini?”
3. Bias Pribadi (Personal Biases): Pewawancara mendasarkan penilaiannya pada
prasangka pribadi terhadap kelompok tertentu. Misalnya menganggap seorang
mahasiswa yang baik harus berpostur tinggi atau menganggap pekerjaan
tertentu lebih cocok untuk pria dan pekerjaan lainnya untuk wanita.
4. Dominasi Pewawancara: Pewawancara lebih banyak berbicara tentang
kelebihan dirinya sendiri atau mengajak pelamar berbincang-bincang
mengenai sesuatu yang tidak relevan.
Contoh, penggunaan waktu wawancara untuk menceritakan rencana-rencana
perusahaan, penggunaan waktu wawancara untuk memberitahukan bagaimana
pentingnya pekerjaan pewawancara.
5. Kurang Fokus: Akibat terlalu banyak aspek yang ingin digali.

TIPS!
SIKAP PEWAWANCARA

DOs DON’Ts

Mendengarkan Mendominasi
Mengklarifikasi Memojokkan
Menggali Mengarahkan
Menunjukan Minat Mengecam
Membatasi
Berteka-Teki

PRAKTIKUM

Suatu saat anda harus merekrut beberapa orang Mitra untuk membantu Anda
melakukan pengambilan data Sensus Penduduk. Apa yang akan Anda lakukan?
Hal-hal apa yang akan anda persiapkan? Buatlah rancangannya, dan jelaskan!
PENUTUP

Setelah mempelajari materi ini kami berharap Anda dapat lebih memahami jenis-
jenis wawancara dan memperoleh keterampilan untuk melakukan wawancara, dan
berkomunikasi efektif dalam situasi wawancara.

Ada banyak jenis wawancara. Namun karena keterbatasan ruang dan waktu, maka
yang dibahas hanyalah dua jenis wawancara, wawancara pengumpulan data dan
wawancara seleksi. Dua wawancara ini yang kemungkinan besar sering Anda
temui dalam berkaryadi BPS. Selamat melakukan wawancara.

Anda mungkin juga menyukai