Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Kelas 3 A
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti- natikan syafa'atnya di
akhirat nanti. Penulis juga ingin berterimakasih kepada Dr. Nurul Ichsan.M.Ag
selaku dosen pengampu mata kuliah Etika Bisnis Islam yang telah membimbing
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari dosen pengampu mata kuliah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB II .................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
PENUTUP ............................................................................................................ 26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Etika
Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani yang dalam
Bentuk tunggalnya adalah etos dan jamaknya adalah ta etha. "Ethos" berarti
sikap, cara berpikir, karakter moral atau kebiasaan. Kata ini identik dengan
kata moralitas, yang berasal dari kata Latin "mos" dalam bentuk jamak
mores, yang juga berarti adat atau kebiasaan Gaya hidup Etika dan moralitas
memiliki arti yang sama, tetapi memiliki makna yang dalam Dalam
penggunaan sehari- hari ada sedikit perbedaan di mana moralitas digunakan
untuk tindakan yang akan dievaluasi / dieksploitasi ketika etika digunakan
mengevaluasi sistem nilai yang ada pada suatu kelompok atau masyarakat
aman .1
1
Ni Luh Kardini, etika bisnis dalam dunia modern, Padang, global eksekutif teknologi, 2023, hal
14-16.
2
dilakukan secara kritis. Etika tidak akan memberikan suatu ajaran,
melainkan akan memeriksa suatu kebiasaan, nilai, norma dan pandangan
moral secara kritis. Etika menuntut dan mempertanggung jawabankan juga
mau menyingkapkan dari kerancuan. Moral adalah suatu aturan yang
mengenai sikap dari perilaku juga tindakan yang dilakukan manusia yang
ada di masyarakat. Etika merupakan suatu perangkat yang mempunyai
prinsip moral yang dapat membedakan diantara baik dan buruk. Didalam
masyarakat tidak akan hidup sendiri harus mematuhi aturan yang telah
dilaksanakan pada setiap orang dalam hal ini agar kehidupan bermasyarakat
dapat berjalan aman, nikmat, dan juga harmonis. Tanpa ada aturan
kehidupan dapat bisa kaya contohnya neraka, ataupun juga seperti berada
dirimba yang kuat akan bisa menang tidak akan tertindas dan yang lemah
akan tertindas. Keadaan hal ini memang yang tidak di inginkan oleh semua
pihak. Jika pelaku profesi akuntan dapat ingin bertahan harus dapat
meningkatkan aspek etika dan juga penegakan akan kode etik profesi
kurikulum agar bisa menjalankan sesuai dengan profesinya.
Etika bisnis juga tidak yang merupakan etika berbeda dari etika
umum nya dan etika bisnis bukan juga merupakan suatu etika yang dapat
berlaku di bisnis saja. Contoh jika ada ketidak jujuran juga dapat dipandang
perilaku yang etis juga tidak mempunyai moral, maka siapa pun juga yang
berada didalam suatu kegiatan usaha tidak jujur, maka dipandang telah
melakukan hal tindakan tidak bermoral. Pada pelaksanaan etika masyarakat
sangat dibutuhkan semua orang. Namun hal ini juga banyak orang yang
3
tidak menginginkan melaksanakan etika secara murni. Mereka juga masih
berusaha melakukan pelanggaran perjanjian, dan memanipulasi segala
tindakan,mereka juga cenderung melakukan kecurangan. Pelanggaran etika
juga bisa diabaikan oleh perilaku yang tidak etis dapat dijumpai di berbagai
bidang profesi diantaranya profesi sebagai berikut:
Pengertian etika bisnis menurut para ahli, etika bisnis membahas secara
komprehensif teori dan praktek etika dalam dunia bisnis. Menurut para ahli,
pengertian ini mendasari definisi etika bisnis. Definisi etika bisnis menurut
para ahli di bidangnya yang dikutip dari catatan Sumarsid dan Winarso
dalam buku Pengenalan Bisnis (2020) sebagai berikut:
2
Desi Kristanti, konsep dasar etika bisnis, padang, global eksekutif teknologi, 2023, hal 1-2
4
atau refleksi moral dalam bisnis dan ekonomi.
6. Thomas W. Zimmerer Zimmerer memahami etika bisnis sebagai pedoman
etis yang didasarkan pada nilai-nilai moral dan standar pengusaha dan
digunakan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
7. Charles Hill dan Gareth Jones Hill dan Jones berpendapat bahwa etika bisnis
adalah studi tentang benar dan salah untuk membantu setiap pemimpin
bisnis ketika mempertimbangkan untuk membuat keputusan strategis yang
melibatkan masalah moral yang kompleks.
8. Richard T. De George De George adalah seorang filsuf Amerika dan tokoh
terkenal di bidang etika bisnis. Menurut De George, etika bisnis meliputi
empat hal, yaitu:
a. Etika bisnis menekankan dan menilai apakah suatu keputusan/tindakan
dalam dunia bisnis dapat dibenarkan secara moral atau tidak.
b. Etika bisnis mengkaji apakah perilaku individu yang dianggap etis juga
dapat diterapkan pada organisasi atau perusahaan bisnis. Selain itu, etika
bisnis juga menekankan tanggung jawab sosial perusahaan.
c. Etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi secara umum dan
khususnya. Beberapa contoh khusus untuk sistem ekonomi adalah
keadilan sosial, hak milik, dan persaingan.
d. Etika bisnis sangat penting untuk sektor makro, seperti manajemen
perusahaan multinasional, jaringan multisektor internasional, dan lain-
lain3
B. Hakekat Etika
Secara etimologis, kata etika berasal dari kata Yunani ethos (tunggal)
yang berarti adat, kebiasaan, watak, akhlak, sikap, perasaan, dan cara
berpikir. Bentuk jamaknya ta etha. Sebagai bentuk jamak dari ethos, ta etha
berarti adat-kebiasaan atau pola pikir yang dianut oleh suatu kelompok
orang yang disebut masyarakat atau pola tindakan yang dijunjung tinggi dan
3
Ni Luh Kardini, etika bisnis dalam dunia modern, Padang, global eksekutif teknologi, 2023, hal
14-16
5
dipertahankan oleh masyarakat tersebut. Bentuk jamak inilah yang men-
jadi acuan dengannya istilah etika yang dipakai dalam sejarah peradaban
manusia hingga saat ini tercipta. Etika adalah ta etha atau adat-kebiasan
yang baik yang dipertahankan, dijunjung tinggi, dan diwariskan secara
turun-temurun.
Jikalau etika berasal dari kata Yunani ta etha (jamak), moral atau
moralitas justru diasalkan dari kata Latin mos (jamak: mores) yang per- sis
sama artinya dengan kata Yunani ta etha (adat-kebiasaan yang baik).
Bahasa-bahasa lain, seperti: bahasa Inggris, Jerman, bahkan bahasa Indo-
nesia sekalipun mengadopsi kata moral dengan pengertian yang persis sama
dengan bahasa Latin (dimuat pertama kali dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tahun 1988). Persoalannya, siapakah yang mengalih- bahasakan
istilah ta etha (Yunani) ke dalam istilah Latin moral Adalah Cicero (106-
93sM) yang pertama kali menerjemahkan istilah ta etha ke dalam bahasa
Latin moral sekaligus memasukkannya ke dalam kosa kata filsafat. Bagi
Cicero, kata moral ekuivalen dengan kata ethikos yang pertama kali
diangkat oleh Aristoteles dalam filsafat moralnya. Kedua isti- lah tersebut
(ethikos dan moral) menyiratkan adanya hubungan dengan kegiatan-
kegiatan praktis. Atas dasar ini (etimologis) arti kata moral atau moralitas
persis sama atau identik dengan istilah etika (ta etha). Bahasa dan bentuk
katanya saja yang berbeda. Barangkali itulah dasarnya meng- apa dalam
keseharian hidup pemakaian kedua istilah tersebut sering di- pertukarkan.
Sayangnya, pertukaran pengertian seperti itu tidak hanya menyangkut aspek
6
etimologis melainkan juga aspek implikatifnya. Inilah yang menurut saya
perlu diperjelas terlebih dahulu. Untuk itu, cermati kata etika dan moral
dalam pernyataan-pernyataan di bawah ini!
4
Yoseph Laba Sinuor, pendekatan filsafat moral terhadap perilaku pebisnis kontemporer,
Jakarta, yayasan pustaka obor indonesia, 2010, hal 3-4.
7
perusahaan atau organisasi maupun tindakan-tindakan perusahaan itu
sendiri sebagai sebuah lembaga. Dan menurut Kenneth Goodpaster
sebagaimana dikutip Sobirin (1998: 20) dikatakan bahwa etika bisnis
tidak hanya terbatas pada individu dan organisasi saja akan tetapi
termasuk system yang mewadahi organisasi tersebut yakni system
perekonomian. Penjelasan Goodpaster tersebut menyiratkan bahwa ada
keterkaitan antara system perekonomian dan etika bisnis. Keterkaitan
tersebut digambarkan oleh Dawam Rahardjo sebagai berikut :
Artinya, bisnis bukan a-moral, tapi justru sebaliknya bahwa bisnis
sangat berkaitan dengan etika dan bahkan sangat mengandalkan etika.
Karena menurut Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale seperti
yang dikutip oleh Misanam (2000 8) dikatakan bahwa "sebuah kode
moral yang kuat dalam suatu bisnis merupakan langkah pertama menuju
sukses".5
5
Fauzan, etika bisnis islam dalam pandangan filsafat ilmu, vol 8, modernisasi, 2012, Hal 97-98
8
Pertama, etika membantu kita untuk mampu mengambil sikap yang
tepat pada saat menghadapi konflik nilai. Bukanlah hipotesis jika dikatakan
bahwa dalam kemajemukan masyarakat kontemporer sangat dinamis.
Dalam keseharian hidup tentu kita selalu atau paling kurang pernah
berhadapan dengan banyak orang dari berbagai kalangan dengan beraneka
pandangan tentang nilai-nilai dan norma untuk berperilaku sebagai orang
baik dan benar. Dalam kemajemukannya itulah setiap komunitas
masyarakat tentu menjunjung tinggi norma dan nilai komunitasnya sendiri.
Masyarakat Jawa Tengah, misalnya akan menyatakan bahwa menerima dan
menyalami tamu secara beradab adalah dengan menjabat kedua tangannya
dan mengucapkan selamat datang kepada tamu sambil merunduk. Hal mana
tentu berbeda dengan norma di komunitas-komunitas lain. Bagi masyarakat
di bagian Timur Indonesia, misalnya menyalami seorang tamu dengan
hanya menjabat sebelah tangan sambil menggoyang-goyangkan tangan
tersebut sudah merupakan cara seorang beradab menerima tamunya.
Pertanyaan-pertanyaan seputar kebiasaan manakah yang paling baik tentu
tidak mendapatkan tempatnya di sini. Masing-masing komunitas (Jawa dan
Indonesia bagian Timur) akan menerima dan mempertahankan bahwa
kebiasan menerima tamu yang berlaku di komunitas merekalah yang paling
baik dan paling beradab. Keduanya benar. Pada aras ini memang belum
terjadi konflik nilai. Konflik nilai baru akan terjadi ketika orang Jawa berada
atau tinggal di dalam komunitas masyarakat Indonesia bagian Timur atau
sebaliknya. Persoalan yang akan muncul adalah kebiasaan manakah yang
semestinya berlaku, kebiasaan pendatang ataukah kebiasaan setempat? Di
sinilah gunanya kita mempelajari dan mengembangkan etika.
Dalam situasi seperti itu maxim yang semestinya berlaku tentu 'when in
Rome do as Romans do' (ketika berada di Roma bertindaklah sebagaimana
orang-orang Roma bertindak) atau peribahasa Indonesia "Di mana bumi
dipijak, di situlah langit dijunjung." Ketika berada di dalam komunitas
masyarakat Indonesia bagian Timur insan Jawa Tengah tentu harus
bertindak sebagaimana layaknya orang-orang di komunitas Indonesia
9
Timur. Dari sudut pandangan masyarakat Indonesia Timur, insan Jawa
Tengan yang menerapkan kebiasaan mereka pastilah orang baik, orang
Jawani. Ia adalah orang baik karena mengindahkan norma yang dijunjung
tinggi di sana. Persoalannya, apakah orang Jawa Tengah sendiri juga
menilai dirinya sendiri sebagai orang baik? Bukankah lain lubuk, lain ikan
dan lain padang lain belalangnya? Di sini etika merupakan sarana yang
paling tepat bagi si Jawani untuk memilih sikap yang tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan ketika berada di dalam dan bersama-sama dengan
komunitas masyarakat Indonesia bagian Timur. Paling tidak pertimbangan
etis akan memberikan pemahaman yang lebih mendasar, lebih sistematis
dan kritis perihal ajaran atau pandangan moral manakah yang semestinya
diterapkan secara bertanggung jawab ketika berada di komunitas yang lain.
Kedua, etika membantu kita untuk mengambil sikap yang tepat dalam
menghadapi tranformasi di segala bidang kehidupan sebagai akibat
modernisasi. Sadar atau tidak ternyata gelombang reformasi telah
menimbulkan perubahan-perubahan yang mendasar dalam berbagai aspek
kehidupan. Aspek ekonomis, aspek sosial, aspek intelektual, kultural,
bahkan aspek religius pun tengah berada dalam transformasi dan akan terus
berada dalam transformasi sealur dengan ciri dinamis masyarakat saat ini.
Munculnya istilah akulturasi dan inkulturasi merupakan indikasi konkret
akan hal tersebut. Dalam kondisi seperti itu, siapa saja akan ditantang untuk
tetap mempertahankan nilai budaya tradisional atau sebaliknya mengubah
nilai-nilai tradisional tersebut dan menggantikannya dengan yang lebih
memadai. Dalam konteks ini, pertanyaan yang lebih mendesak adalah masih
relevankah nilai-nilai budaya tradisional yang dijunjung tinggi selama ini?
Rasionalisme, individualisme, nasionalisme, sekularisme, konsumerisme,
bahkan intelektualisme yang yang mendasari isu modernisme merupakan
penyebab munculnya pertanyaan di atas. Di sinilah perlunya pengembangan
etika. Itulah salah satu alasan mengapa kita harus mempelajari etika.
Refleksi kritis-sistematik (etika) terhadap nilai-nilai budaya tradisional
dengan sendirinya akan memampukan kita untuk memilah kemudian
10
memilih secara tepat, mengubah atau mempertahankan nilai-nilai budaya
tradisional tersebut. Dengan perkataan lain, etika membantu kita untuk
membedakan manakah yang hakiki dari nilai-nilai budaya yang dijunjung
tinggi selama ini yang relevan dan harus tetap dipertahankan dan manakah
nilai-nilai yang memang perlu ditransformasikan. Pada tataran ini, etika
memampukan manusia untuk bersikap secara tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan dalam gejolak gelombang modernisasi. Etika
merupakan sarana yang memampukan kita untuk menentukan manakah
nilai-nilai budaya yang relevan dengan tuntutan zaman, karenanya harus
dipertahankan dan dikembangkan dan manakah nilai-nilai budaya yang
memang harus ditinggalkan karena berseberangan atau tidak searah dengan
perkembangan zaman.
11
siswa untuk membentuk pendirian sendiri yang dapat dipertanggung-
jawabkan ketika mengalami konflik nilai dalam kehidupan khas mereka.
Etika juga membantu anggota komunitas intelektual ini untuk mengambil
sikap yang tepat ketika mengalami gelombang transformasi nilai-nilai
kehidupan manusia dan bersikap terbuka dalam menghadapi beragam.
ideologi baru tersebut.
6
Yoseph Laba Sinuor, pendekatan filsafat moral terhadap perilaku pebisnis kontemporer,
Jakarta, yayasan pustaka obor indonesia, 2010, Hal 7-11
12
misalnya dusta dan dengki. Hukum tidak mencampuri urusan ini karena
hokum hanya dapat menjatuhkan hukuman kepada orang yang menyalahi
perintah dan larangannya. Hukum melihat suatu perbuatan dari akibatnya
yang lahir, tetapi etika disamping menyelidiki perbuatan yang lahir, ia juga
menyelami gerak jiwa manusia yang batin.
Etika menyelidiki segala perbuatan manusia kemudian menetapkan
hokum baik atau buruk. Tidak semua perbuatan itu dapat diberikan hokum
karena perbuatan manusia ada yang timbul bukan karena kehendaknya,
seperti bernafas, detak jantung, atau gerak reflex. Perbuatan yang timbul
dengan kehendak atau di ikhtiarkan dan disengaja serta mengetahui waktu
melakukannya, inilah wilayah etika yang dapat diberi hukum baik atau
buruk. Demikian juga dengan perbuatan yang timbul tidak dengan
kehendak, tetapi dapat diikhtiarkan penjagaannya sewaktu sadar. Etika
berbicara mengenai value judgment, yakni mengenai penilaian baik buruk,
benar salah, patut dan tidak patut. Sedangkan hokum adalah kodifikasi dari
pelembagaan secara resmi dari hal-hal yang dianggap benar atau salah
dalam bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat untuk masa
tertentu.
Etika menentukan baik buruk perbuatan manusia dengan tolok ukur
akal pikiran, sedangkan hukum menentukan perbuatan manusia dengan
tolok ukur peraturan dan perundang-undangan. Hukum menetapkan boleh
tidaknya perbuatan itu dilakukan disertai sanksi-sanksi yang akan diterima
pelaku. Sanksi hukum bersifat eksternal, yaitu dalam bentuk penangkapan,
penahanan, atau penjara; sedangkan sanksi etika bersifat internal berupa
penyesalan atau rasa malu dari pelakunya. Dengan mencermati pembahasan
tentang etika di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etika memiliki
beberapa indicator sebagai berikut :
a. Sesuatu yang dimaksud adalah perbuatan manusia
b. Perbuatan itu dilakukan atas dasar kehendak atau keinginan manusia.
c. Perbuatan itu dilakukan dengan sengaja tanpa ada unsure paksaan.
13
d. Perbuatan itu diketahui waktu melakukannya, dan Menilai perbuatan
tersebut dengan kategori baik buruk, benar salah, atau patut dan tidak
patut. 7
2.4 Prinsip dan Norma Etika
7
Oyaksan Hamzah dan Hamzah Hafid, etika bisnis islam, Makasar, 2014,hal 20-21
14
menjelaskan persamaan dan perbedaan antara dua istilah tersebut (2013:7-
8). Persamaannya bahwa “etika” dan “etiket” menyangkut perilaku manusia
dan mengatur perilaku tersebut secara normatif. Artinya memberi norma
bagi perilaku manusia, apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
Sebelumnya telah dibahas tentang wawasan nilai-nilai etika dan
yang terkait dengannya. Nilai-nilai etika pada dasarnya merupakan kualitas-
kualitas atau sifat-sifat yang mengandung unsur kebaikan yang terdapat
dalam tindakan, akhlak, watak, dan kebiasaan manusia. Nilainilai etika
dianggap sebagai bagian dari kepribadian individu dan memberikan corak
khusus pada prilaku serta menjadi kriteria penyeleksi tindakan dan patokan
untuk bertindak. Dalam aplikasinya, nilai-nilai etika mesti dihargai,
dipelihara, dan dipertahankan mengingat esensinya yang sangat luhur dan
agung. Nilai etika merupakan pandangan hidup tentang perbuatan manusia
yang diwujudkan dalam bentuk pola tingkah laku atau tindakan-tindakan
sosial yang berisi perintah, larangan, dan kebolehan, serta menjadi penilai
atas pola tingkah laku tersebut. Nilai-nilai etika secara ideal bersumber dari
nash-nash al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai landasan filosofis atau filsafat
system. Nilai-nilai yang disarikan dari nash ini masih berwujud teks dan
abstrak. belum nampak dalam bentuk perbuatan. Setelah nilai-nilai etika
dijabarkan menjadi prinsip-prinsip etika secara sosiologis, maka terkesan
bahwa nilai-nilai etika sudah tampil secara konkret. Inilah kemudian yang
disebutkan dengan landasan sosiologis atau nilai dasar sistem, yakni prinsip
dasar yang dianut dan dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat.
Selanjutnya prinsip-prinsip etika dijabarkan menjadi norma-norma etika
yang diistilahkan dengan landasan praktis atau nilai instrumental sistem,
yakni norma-norma etika yang menjadi alat atau titik star untuk mencapai
dan mengamalkan nilai-nilai etika secara filosofis dan sosiologis. Norma-
norma etika selalu landasan praktis serta menjadi bagian dari landasan
sosiologis, ingin melihat bagaimana prinsipi-prinsip etika itu diaplikasikan
oleh suatu unit sosial tertentu dalam masyarakat. Prinsip-prinsip dan norma-
15
norma etika merupakan bagian integral dari nilai-nilai etika yang tidak dapat
dipisahkan. Prinsip-prinsip etika yang secara implicit terkandung di
dalamnya norma-norma etika yang berbentuk perintah, larangan, atau
kebolehan untuk melakukan tindakan sosial sekaligus menilai dan
menentukan posisi tindakan tersebut menurut paradigma etika. 8
Prinsip etika itu antara lain:
1. Prinsip Ketauhidan
Prinsip ketauhidan memuncaki prinsip-prinsip syariah pertama dalam
berwirausaha. Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah dalam setiap
aktivitas para wirausaha syariah hendaknya mengedepankan aspek tauhid
yaitu mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Segala tindakan yang
dilaksanakan baik berupa supply, pemenuhan kebutuhan, penyediaan
barang, menimbang, membungkus atau bentuk yang lain wajib didasarkan
kepada ketauhidan. Tidak diperkenankan dalam setiap transaksi untuk
mencederai dan merusak ketauhidan seseorang. Pada prinsip ketahuidan,
maka segala sesuatu tindakan akan terkontrol dan terawasi pribadi masing-
masing. Implikasi pada ketauhidan ini yaitu self-control dan watching. Pada
akhirnya, segala tindakan akan mengarahkan kepada ada kebaikan dan nilai
positif pada tindakan bisnisnya. Maka dari itu, salah satu hal yang menjadi
keharusan dan kewajiban bagi wirausahawan muslim adalah prinsip tauhid
ini harus mampu ditanamkan dan dilaksanakan. Katakanlah (Muhammad),
“Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu.
(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu
yang setara dengan Dia.” (QS: Al-ikhlas: 1-4).
2. Prinsip Ilmu
Pada prinsip yang kedua, yaitu prinsip keilmuan. Adapun yang dimaksud
dengan prinsip keilmuan adalah segala sesuatu tindakan yang dilaksanakan
oleh wirausahawan muslim semuanya berlandaskan pada keilmuan. Ilmu ini
mencakup segala aspek baik dalam produksi, konsumsi, maupun distribusi
8
Ibid, hal. 22
16
dalam aspek bisnis. Misalkan, Anda seorang wirausahawan muslim yang
baru memulai bisnis, maka wajib baginya untuk mengetahui seluk beluk,
praktik, bahan-bahan, strategi, proses promosi dan masih banyak lagi
sebelum dia melaksanakan usahanya. Hal demikian adalah perkara yang
mutlak untuk dilaksanakan. Sebab, hal ini akan menuntun bagi seorang
wirausahawan muslim kepada kebermanfaatan, keberkahan, dan nilai akhir
berupa namanya kemaslahatan. Di sisi lain, ketika seorang wirausahawan
melaksanakan kegiatannya atau bisnisnya tanpa didasari ilmu, maka dia
akan bersikap serampangan, berbuat hal bodoh, atau bahkan menariknya
kepada kerusakan dan kebinasaan baginya. Maka dari itu prinsip ilmu
menjadi sangat penting untuk diterapkan.
“Menuntut ilmu adalah satu kewajiban bagi setiap muslim.” (Hr. Ibnu
Majah) Dari kandungan hadits ini, maka kewajiban bagi siapapun muslim
dalam tindakannya harus berlandaskan pada ilmu, tidak pada dugaan-
dugaan, prasangka-prasangka ataupun bentuk dari hal yang tidak
berlandaskan keilmuan.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip yang ketiga pada prinsip etika bisnis islam adalah prinsip keadilan.
Yang dimaksudkan keadilan disini adalah meletakkan sesuatu pada
tempatnya atau hal ini sering disebut dengan proporsional, yakni
memberikan ketentuan ataupun porsi tertentu kepada siapa pun yang berhak
sesuai dengan kadar masing-masing. Perilaku keadilan menjadi cerminan
utama dalam prinsip wirausaha syariah. Maka prinsip keadilan wajib untuk
diterapkan di setiap aktivitas. Misalkan saja, pelayanan yang terjadi kepada
mereka yang kaya dan miskin. Tentunya tidak boleh terjadi perbedaan
dalam pelayanan, bagian yang kaya dilayani dengan baik dan demikian pula
bagi yang miskin. Di sisi lain, keadilan ini akan menimbulkan
keseimbangan dalam berdagang. Keseimbangan yang dimaksud adalah
keterkaitan yang baik antara pedagang dan pembeli, bisa pula perdagangan
dengan aspek sosial lainnya.
17
Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 90:
ُ ع ِن ْالفَ ْحشَاءِ َو ْال ُم ْنك َِر َو ْالبَ ْغي ِ ۚ يَ ِع
َظ ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُرون َ ان َوإِيتَاءِ ذِي ْالقُ ْربَ ٰى َويَ ْن َه ٰى
ِ س ِ ْ َّللا يَأ ْ ُم ُر بِ ْالعَدْ ِل َو
َ اْل ْح َ َّ إِ َّن
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan
keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS: An-Nahl: 90)
ُعلَ ٰى أ َ ََّل تَ ْع ِدلُوا ۚ ا ْع ِدلُوا ه َُو أ َ ْق َرب َ ش َهدَا َء بِ ْال ِقسْطِ ۖ َو ََل يَ ْج ِر َمنَّ ُك ْم
َ شنَآنُ قَ ْو ٍم ِ َّ ِ َيَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَ َّوامِ ين
ُ ّلِل
َير بِ َما تَ ْع َملُون َ َّ لِلت َّ ْق َو ٰى ۖ َواتَّقُوا
َ َّ َّللا ۚ إِ َّن
ٌ َِّللا َخب
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan
karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang
kamu kerjakan. (QS: Al-Maidah: 8)
Dari ayat diatas dinyatakan bahwa orang yang bertindak dengan adil maka
hal tersebut mendekatkan diri kepada kebaikan dan ketakwaan. Hal ini juga
termasuk didalamnya adalah bisnis. Tanggung jawab menjadi satu poin
penting dalam prinsip etika bisnis syariah. Adapun yang dimaksud dengan
tanggung jawab di sini adalah kemampuan untuk menanggung segala
bentuk konsekuensi atas tindakan-tindakan maupun ucapan yang telah
dilaksanakan. Misalkan saja, apabila seorang pedagang telah menyediakan
barang dan jasa maka barang dan jasa tersebut masuk dalam tanggungan
pedagang dalam kondisi kualitas maupun kuantitasnya. Bertanggung jawab
pada produk (barang dan jasa) menjadi poin penting dalam berniaga.
Adapun dari tanggung jawab ini, akan muncul kepercayaan dari para
konsumen. Meningkatnya kepercayaan maka memberikan implikasi atau
dampak baik dan positif kepada pedagang tersebut. Di sisi lain, ketika
seorang pedagang mengabaikan, bertindak acuh, dan tidak bertanggung
jawab maka tentunya para konsumen ataupun pelanggan akan lari dan tidak
mendekati pedagang tersebut. Sehingga, tanggung jawab di sini mencakup
18
tidak hanya kepada produk akan tetapi segala bentuk tindakan dan juga
ucapan yang terjadi pada bisnis.
4. Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung jawab menjadi satu poin penting dalam prinsip etika bisnis
syariah. Adapun yang dimaksud dengan tanggung jawab di sini adalah
kemampuan untuk menanggung segala bentuk konsekuensi atas tindakan-
tindakan maupun ucapan yang telah dilaksanakan. Misalkan saja, apabila
seorang pedagang telah menyediakan barang dan jasa maka barang dan jasa
tersebut masuk dalam tanggungan 44 Prinsip & Etika Bisnis Syariah
pedagang dalam kondisi kualitas maupun kuantitasnya. Bertanggung jawab
pada produk (barang dan jasa) menjadi poin penting dalam berniaga.
Adapun dari tanggung jawab ini, akan muncul kepercayaan dari para
konsumen. Meningkatnya kepercayaan maka memberikan implikasi atau
dampak baik dan positif kepada pedagang tersebut. Di sisi lain, ketika
seorang pedagang mengabaikan, bertindak acuh, dan tidak bertanggung
jawab maka tentunya para konsumen ataupun pelanggan akan lari dan tidak
mendekati pedagang tersebut. Sehingga, tanggung jawab di sini mencakup
tidak hanya kepada produk akan tetapi segala bentuk tindakan dan juga
ucapan yang terjadi pada bisnis. (Diperintahkan kepada malaikat),
“Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan
apa yang dahulu mereka sembah, selain Allah, lalu tunjukkanlah kepada
mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka (di tempat perhentian),
sesungguhnya mereka akan diminta pertanggung jawaban (QS: As-Shaffat:
22-24)
5. Prinsip Kebebasan
Prinsip yang kelima adalah prinsip kebebasan. Prinsip yang diartikan
dengan kebebasan disini yakni pada bisnis bukanlah bebas dalam berbuat
tanpa ada landasan sesuatu. Kebebasan yang dimaksud adalah tindakan-
tindakan yang terikat dengan aturan ketentuan yang lainnya. Kebebasan
bertindak dengan siapapun ketika berbisnis, yakni kebebasan seorang
wirausaha untuk menentukan barang transaksinya, kebebasan seorang
19
wirausaha untuk melaksanakan aktivitasnya. Bebas artinya tidak ada
paksaan melainkan mendapatkan kelonggaran pada tindakantindakan
bisnisnya. Hal yang menjadi salah arti pada kebebasan adalah Prinsip &
Etika Bisnis Syariah 45 tiada batas dan ikatan yang berlaku dalam bisnis.
Kebebasan seperti ini menjadi rancu dan bertentangan pada prinsip yang
lain. Kebebasan yang dimaksud di sini memiliki batasan sesuai dengan
prinsip syariah diantaranya berdagang pada aspek yang halal saja,
memasarkan dengan cara islami, bertutur kata dengan baik dan indah, dan
masih banyak lagi kebebasan yang berlaku. Ulama menyatakan dalam
bentuk ungkapan prinsip kebebasan dalam islam.
6. Prinsip Kebajikan (Ihsan)
Prinsip keenam adalah prinsip kebajikan (ihsan). Berbuat bijak dalam aspek
kewirausahaan mencakup lingkup yang sangat luas. Bijak dalam berucap,
bersikap, dan menentukan keputusan. Bijak berlaku kepada rekan usaha,
konsumen, pesaing, masyarakat, pemerintah, bahkan kepada hewan dan
lingkungan. Dari Syaddad bin Aus dia berkata, “Dua perkara yang selalu
saya ingat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan supaya selalu bersikap baik (ihsan)
terhadap setiap sesuatu, jika kamu membunuh maka bunuhlah dengan cara
yang baik, jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang
baik, tajamkan pisaumu dan senangkanlah hewan sembelihanmu.”
يز ْال َحكِي ُم
ُ ّلِل ْال َمثَ ُل ْاْل َ ْعلَ ٰى ۚ َوه َُو ْال َع ِز
ِ َّ ِ لِلَّذِينَ ََل يُؤْ مِ نُونَ ِب ْاْلخِ َرةِ َمث َ ُل الس َّْوءِ ۖ َو
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan”. (QS: An-Nahl: 60)
7. Prinsip Halal vs Haram.
Prinsip ketujuh adalah prinsip mencari halal dan menjauhi yang haram.
Halal adalah apa-apa yang Allah Ta’ala tetapkan sebagai segala sesuatu
yang boleh untuk dikonsumsi, dipergunakan, dan memberikan
kemanfaatan. Haram adalah apa-apa yang Allah Ta’ala tetapkan sebagai hal
yang dilarang untuk dikonsumsi, dipergunakan bahwa untuk didekati.
ُ ان ۖ فَ ْليَ ْست َِجيبُوا لِي َو ْليُؤْ مِ نُوا بِي لَعَلَّ ُه ْم يَ ْر َ ََّاع إِذَا د ُ َ سأَلَكَ ِعبَادِي
َ َوإِذَا
َشدُون ِ ع ِ عنِي فَإِنِي قَ ِريبٌ ۖ أ ِجيبُ دَع َْوة َ الد
20
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.
Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al-Baqarah: 186)
Perintah mengkonsumsi hal-hal yang Allah Ta’ala halalkan tidak hanya
untuk mereka orang-orang yang beriman, melainkan untuk seluruh
manusia.
Dari An-Nu’man bin Basyir berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Yang halal sudah jelas dan yang haram juga
sudah jelas. Namun diantara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang
tidak diketahui oleh banyak orang. Maka barangsiapa yang menjauhi diri
dari yang syubhat berarti telah memelihara agamanya dan kehormatannya.
Dan barangsiapa yang sampai jatuh (mengerjakan) pada perkara-perkara
syubhat, sungguh dia seperti seorang penggembala yang menggembalakan
ternaknya di pinggir jurang yang dikhawatirkan akan jatuh ke dalamnya.
Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki batasan, dan ketahuilah bahwa
batasan larangan Allah di bumi-Nya adalah apa-apa yang diharamkan-Nya.
Dan ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila baik
maka baiklah tubuh tersebut dan apabila rusak maka rusaklah tubuh
tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati”. (Hr. Bukhari dan Muslim) Berdasarkan
ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits diatas dapat diambil hikmah bahwa halal
akan membawa kemanfaatan kepada siapa saja yang mengkonsumsinya dan
berimplikasi pada kebaikan-kebaikan yang berterusan. Sedangkan perkara
yang diharamkan akan memberikan implikasi buruk mulai dari pecernaan,
hingga cara pandang dalam hati. Maka halal adalah boleh dan bermanfaat
sedangkan haram adalah terlarang dan mendatangkan mudharat, kerusakan,
dan kehinaan dalam bisnis.
2.5 Aliran – Aliran Etika
21
baik. Suatu tindakan yang baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan
akibatnya atau tujuan baik dari tindakan yang dilakukannya, melainkan
berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada diri sendiri.9 Contoh:
suatu tindakan bisnis akan dinilai baik bagi pelakunya, jika tindakan itu
sejalan dengan kewajiban pelaku, contohnya dengan memberikan
pelayanan yang baik kepada konsumennya, menawarkan barang dan jasa
yang menurutnya sebanding dengan harganya, sehingga tindakan itu tidak
ditentukan oleh akibat atau tujuan baik dari tindakan itu.
2) Etika Teologi
Etika Teologi merupakan etika yang mengukur baik buruknya suatu
tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan melakukan tindakan
tersebut, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari tindakan yang
dilakukan. Contohnya, seorang anak mencuri untuk membiayai berobat
ibunya yang sedang sakit, tindakan ini baik untuk moral kemanusian tetapi
dari aspek hukum jelas tindakan ini melanggar hukum, sehingga etika
teologi lebih bersifat situasional karena tujuan dan akibatnya suatu tindakan
yang bisa sangat bergantung pada situasi khusus tertentu.Oleh karena itu,
setiap norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam
situasi sebagaimana yang dimaksudkan.10
3) Etika Utilitarisme
Etika Ultilitarisme merupakan paham atau aliran dalam filsafat moral yang
menekankan prinsip manfaat atau kegunaan (the principle of utility) sebagai
prinsip moral yang paling mendasar. Dengan prinsip kegunaan
dimaksudkan prinsip yang menjadikan kegunaan sebagai tolak ukur pokok
untuk menilai dan mengambil keputusan apakah suatu tindakan itu secara
moral dapat dibenarkan atau tidak. Tindakan yang dilakukan dengan moral
benar adalah tindakan yang berguna. Suatu tindakan dinilai berguna kalau
akibat tindakan tersebut, secara keseluruhan, dengan memperhitungkan
9
Arissetyanto Nugroho, Agus Arijanto, Etika Bisnis (Business Ethic) Pemahaman Teori secara
Komprehensif dan Implementasinya, IPB Press, Bogor, 2015, hlm. 11
10
Ibid, hlm. 11
22
semua pihak yang terlibat dan tanpa membeda-bedakan, membawa akibat
baik berupa keuntungan atau kebahagiaaan yang semakin besar bagi banyak
orang. 11
Dalam perusahaan, etika bisnis dapat membentuk suatu nilai, norma dan
perilaku karyawan serta pimpinan untuk menciptakan suasana hubungan
yang adil dan harmonis baik itu dengan sesama rekan kerja maupun
konsumen. Dari etika bisnis inilah secara tidak langsung akan mendorong
adanya sikap tanggung jawab dalam menjalankan suatu bisnis sehingga
segala aktivitas bisnis dapat berjalan dengan baik dan lancar.
11
Ibid, hlm. 11-12
12
Prihatminingtyas, Budi. 2019. Etika Bisnis Suatu Pendekatan dan Aplikasinya Terhadap
Stakeholders. Purwokerto: CV Irdh. Hlm 2
13
https://stekom.ac.id/artikel/pentingnya-etika-dalam-berbisnis diakses pada 16
September 2023
23
perkembangan masyarakat menuju suasana yang tertib, teratur, damai dan
sejahtera.14
Oleh sebab itu, salah satu cara untuk dapat mencapainya adalah dengan
menerapkan etika dalam berbisnis. Terdapat beberapa manfaat dari etika
bisnis yang sangat penting untuk membangun sebuah perusahaan yang baik
dan sukses, di antaranya sebagai berikut :
Etika bisnis tentu erat kaitannya dengan nilai moral yang melandasi agar
suatu etika dapat terlaksana. Terwujudnya perilaku yang menjunjung
nilai moral oleh karyawan dalam perusahaan tentunya merupakan
keunggulan yang sangat baik untuk perusahaan itu sendiri. Karyawan
dapat menjadi lebih akrab satu sama lain dan lebih sopan santun dalam
bertutur kata serta bercengkerama. Nilai moral tersebut akan membuat
perusahaan menjadi lebih unggul.
14
Rindjin, Ketut. 2004. Etika Bisnis dan Implementasinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
24
3) Perusahaan Menjadi Terpercaya
15
https://alumni.stekom.ac.id/artikel/4-manfaat-etika-dalam-berbisnis, diakses pada 16
September 2023
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Definisi Etika Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani
yang dalam Bentuk tunggalnya adalah etos dan jamaknya adalah ta etha.
Ethos berarti sikap, cara berpikir, karakter moral atau kebiasaan. Kata ini
identik dengan kata moralitas, yang berasal dari kata Latin mos dalam
bentuk jamak mores, yang juga berarti adat atau kebiasaan Gaya hidup Etika
dan moralitas memiliki arti yang sama, tetapi memiliki makna yang dalam
Dalam penggunaan sehari- hari ada sedikit perbedaan di mana moralitas
digunakan untuk tindakan yang akan dievaluasi dieksploitasi ketika etika
digunakan mengevaluasi sistem nilai yang ada pada suatu kelompok atau
masyarakat aman .
26
Etika bisnis juga tidak yang merupakan etika berbeda dari etika umum
nya dan etika bisnis bukan juga merupakan suatu etika yang dapat berlaku
di bisnis saja. Contoh jika ada ketidak jujuran juga dapat dipandang perilaku
yang etis juga tidak mempunyai moral, maka siapa pun juga yang berada
didalam suatu kegiatan usaha tidak jujur, maka dipandang telah melakukan
hal tindakan tidak bermoral. Pada pelaksanaan etika masyarakat sangat
dibutuhkan semua orang. Namun hal ini juga banyak orang yang tidak
menginginkan melaksanakan etika secara murni. Mereka juga masih
berusaha melakukan pelanggaran perjanjian, dan memanipulasi segala
tindakan,mereka juga cenderung melakukan kecurangan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa etika memiliki beberapa
indikator, yaitu sesuatu yang dimaksud adalah perbuatan manusia,
perbuatan itu dilakukan atas dasar kehendak atau keinginan manusia,
perbuatan itu dilakukan dengan sengaja tanpa ada unsur paksaan, perbuatan
itu diketahui waktu melakukannya, dan Menilai perbuatan tersebut dengan
kategori baik buruk, benar salah, atau patut dan tidak patut. Selain itu etika
juga memiliki beberapa prinsip seperti, prinsip ketauhidan, prinsip tanggung
jawab, prinsip ilmu, prinsip keadilan, prinsip kebebasan, dan lain lainnya.
27
mengambil keputusan secara otonom, mengarahkan perkembangan
masyarakat menuju suasana yang tertib, teratur, damai dan sejahtera
28
DAFTAR PUSTAKA
Kardini, Ni Luh. 2023. Etika bisnis dalam dunia modern. Padang: Global eksekutif
teknologi.
Desi Kristanti. 2023. konsep dasar etika bisnis. Padang: Global eksekutif teknologi.
Fauzan. 2012. etika bisnis islam dalam pandangan filsafat ilmu. vol 8. modernisasi
Oyaksan Hamzah dan Hamzah Hafid. 2014. etika bisnis islam. Makasar
Rindjin, Ketut. 2004. Etika Bisnis dan Implementasinya. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
29