Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ETIKA BISNIS DAN PROFESI PARADIGMA THK

Judul : Kearifan Lokal Sebagai Sumber Etika Bisnis

Dosen Pengampu : Dr. Anantawikrama Tungga Atmadja, S.E, Ak,M.Si

Disusun oleh

Nama : Kadek Chintya Angelina

NIM : 1917051196

Kelas : 4G

PRODI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2020/2021
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan nikmat-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “ pemahaman nilai budaya bali yang dapat
dipakai sebagai sumber etika bisnis”.

Makalah ini disususun untuk memenuhi tugas Etika Bisnis dan Profesi Paradigma
THK dengan tenggang waktu yang diberikan dua minggu untuk mengumpulkan bahan,
menentukan topik, menetpkan judul dan sampai pada pembuatan sehingga makalah ini dapat
di selesaikan .

Makalah ini adalah tugas yang diberikan oleh dosen dengan tema “Pemahaman
tentang nilai budaya yang dapat dipakai sebagai sumber etika bisnis sekaligus contoh
aplikasinya dalam aktivitas bisnis ”. Oleh karena itu, saya mengambil judul “Kearifan Lokal
Sebagai Sumber Etika Bisnis”

Penyusunan makalah ini tidak mungkin diselesaikan tanpa dukungan dari semua
pihak. Untuk itu perkeanankan saya menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr.
Anantawikrama Tungga Atmadja, S.E, Ak,M.Si yang sudah memberikan petunjuk dan
bimbingannya.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,
maka dari itu kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan makalah ini di
kesempatan yang akan datang.

Singaraja, 15 April 2021

Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................................1
D. Manfaat..........................................................................................................................1
BAB II.......................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
1.1 Pengertian Etika........................................................................................................2
1.2 Tujuan etika...............................................................................................................2
1.3 Etika Bisnis.................................................................................................................3
1.4 Nilai Kebudayaan Bali..............................................................................................3
1.5 Etika Melakukan Perbuatan Baik...........................................................................3
1.6 Kearifan Lokal Dalam Praktik Bisnis Di Indonesia..............................................4
BAB III......................................................................................................................................8
PENUTUP.................................................................................................................................8
A. kesimpulan.....................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sebelum membicarakan etika bisnis, perlu terlebih dahulu dipaparkan dasar teori etika
sebagai latar belakang pembicaraan mengenai etika bisnis agar dapat dipahami makna etika
bisnis. Teori etika ini diharapkan dapat membantu para pelaku bisnis dalam mengambil
keputusan dan tindakan tertentu dalam kegiatan bisnisnya. Dengankatalain,kita dapat menilai
apakah perilaku bisnis tertentu dapat dibenarkan jika dilihat dari sudut pandang teori etika
tertentu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian etika ?


2. Apa tujuan etika ?
3. Apa pengertian etika bisnis ?
4. Apa nilai budaya Bali ?
5. Bagaimana melakukan etika perbuatan baik ?
6. Kearifan Lokal Dalam Praktik Bisnis Di Indonesia

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian etika


2. Untuk mengetahui apa saja tujuan etika
3. Untuk mengetahui pengertian etika bisnis
4. Untuk mengetahui apa nilai budaya Bali
5. Untuk mengetahui bagaimana melakukan etika perbuatan baik
6. Untuk mengetahui pengaplikasian nilai budaya Bali dalam aktivitas bisnis

D. Manfaat

1. Sebagai pemahaman tentang etika


2. Sebagai pemahaman tentang pemahaman etika bisnis
3. Sebagai pemahaman tentang nilai budaya Bali
4. Sebagai pemahaman tentang pengapliksian nilai budaya Bali dalam aktivitas bisnis

1
BAB II

PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Etika

Pengertian etika sering dikonotasikan dengan istilah tatakrama, sopan-santun, pedoman moral
dan norma susila. Etika membahas nilai dan norma moral yang mengatur perilaku manusia
baik sebagai individu atau kelompok dan institusi di dalam masyarakat. Sedangkan norma
merupakan aturan atau konvensi yang diberlakukan di masyarakat baik secara tersurat atau
tersirat (yang bersifat informal dan tradisional). Etika adalah sesuatu dimana dan bagaimana
cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas standar moral dan penilaian. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab. St. John dari Damaskus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika dalam studi filsafat
praktis.

1.2 Tujuan etika

Tujuan mempelajari etika adalah agar dapat tercipta hubungan harmonis, serasi dan saling
menguntungkan di antara kelompok manusia sebagai individu atau kelompok dan atau
institusi. Karena acuan etika dalam kehidupan sendiri selalu mengacu kepada norma,
moralitas sosial, peraturan undang-undang atau hukum yang berlaku. Selain itu adapun tujuan
etika antara lain :

 Untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruknya
perilaku atau tindakan manusia dalam ruang dan waktu tertentu.

 Mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang harmonis, tertib,


teratur, damai dan sejahtera.

 Mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara
otonom.

 Etika merupakan sarana yang memberi orientasi pada hidup manusia.

 Untuk memiliki kedalaman sikap; untuk memiliki kemandirian dan tanggung jawab
terhadap hidupnya.

 Mengantar manusia pada bagaimana menjadi baik.

2
 Sebagai norma yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah dasar suatu norma itu
dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan yang dituntut oleh norma itu terhadap
norma yang dapat berlaku

 Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang tidak dapat
mempertahankan diri dari pertanyaan kritis dengan sendirinya akan kehilangan
haknya Etika mempersolakan pula hak setiap lembaga seperti orangtua, sekolah,
negara dan agama untuk memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati

 Etika memberikan bekal kepada manusia untuk mengambil sikap yang rasional
terhadap semua norma.

 Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi seorang ahli
dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang ambingkan oleh norma-norma yang
ada.

1.3 Etika Bisnis

Etika Bisnis adalah pengetahuan tentang tata cara ideal dalam pengaturan dan
pengelolaan antara lain: norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan berlaku
secara ekonomi dan sosial. Pertimbangan yang diambil pelaku bisnis dalam mencapai
tujuannya adalah dengan memperhatikan terhadap kepentingan & fenomena sosial dan
budaya masyarakat.

1.4 Nilai Kebudayaan Bali

Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada
ajaran agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui adanya perbedaaan ( rwa bhineda ), yang
sering ditentukan oleh faktor ruang ( desa  ), waktu ( kala ) dan kondisi riil di lapangan
(patra  ). Konsep desa, kala, dan patra menyebabkan kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan
selektif dalam menerima dan mengadopsi pengaruh kebudayaan luar. Pengalaman sejarah
menunjukkan bahwa komunikasi dan interaksi antara kebudayaan Bali dan budaya luar
seperti India (Hindu), Cina, dan Barat khususnya di bidang kesenian telah menimbulkan
kreatifitas baru dalam seni rupa maupun seni pertunjukkan. Tema-tema dalam seni lukis, seni
rupa dan seni pertunjukkan banyak dipengaruhi oleh budaya India. Demikian pula budaya
Cina dan Barat/Eropa memberi nuansa batu pada produk seni di Bali. Proses akulturasi
tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan Bali bersifat fleksibel dan adaptif khususnya dalam
kesenian sehingga tetap mampu bertahan dan tidak kehilangan jati diri (Mantra 1996).

Kebudayaan Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan


harmonisasi mengenai hubungan manusia dengan Tuhan ( parhyangan ), hubungan sesama
manusia (pawongan ), dan hubungan manusia dengan lingkungan ( palemahan ), yang
tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan). Apabila manusia
mampu menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga aspek tersebut maka
kesejahteraan akan terwujud.

3
1.5 Etika Melakukan Perbuatan Baik

Suatu tindakan itu dapat dikatakan baik bukan dilihat dari nilai dan perilaku atau tujuan dari
tindakan tersebut, melainkan berdasarkan pada kewajiban yang bertindak kepada orang lain
seperti keinginan diri sendiri selalu berlaku baik pada diri sendiri maupun orang lain. Teori
etika yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar bagi baik buruknya suatu perbuatan adalah
kewajiban seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia. Sebuah tindakan yang
dilakukan tanpa melihat dan mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan
kewajiban.

a. Tanggung JawabSosial Di Bidangorganisasi


1) Kode etika merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga
individu dapat berperilaku secaraetis.
2) Kontrol eris diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mengarahkan
perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan
bisnis.
3) Perusahaan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah
profesi.
4) Kode etik sebagai upaya untuk memahami moral dan nilai pendiri
perusahaan,sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan dan
membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya.
5) Kode etik merupakan sebuah pesan. Profesi yang keberadaan yang sangat tergantung
pada kepercayaan masyarakat. Seorang profesional harus memiliki keterampilan,
pengetahuan, tidak cukup untuk menjadiprofesional.

1.6 Kearifan Lokal Dalam Praktik Bisnis Di Indonesia

Proses sosialisasi nilai-nilai kearifan lokal dilakukan sejak anak-anak. Pada usia anak-
anak, nilai-nilai tertentu biasanya akan mudah mengendap dibandingkan pada usia dewasa.
Tidak hanya nilai-nilai filosofis yang disosialisasikan sejak dini, demikian juga dengan nilai-
nilai utama dalam bidang bisnis. Pada masa anak-anak nilai-nilai penting dalam bidang bisnis
di Indonesia umumnya ditanamkan melalui permainan-permainan. Peneliti menemukan
berbagai nilai-nilai kearifan lokal yang sangat penting dalam membentuk jiwa bisnis dalam
diri anak-anak, misalnya adalah kejujuran, kesabaran, patuh pada aturan dan peran, melatih
tanggung jawab, kebijaksanaan untuk membedakan mana yang baik dan buruk, melatih jiwa
kepemimpinan, kerjasama, kebersamaan, kekompakan, musyawarah untuk mencapai
kesepakatan, tidak egois, tidak mudah putus asa, berkorban untuk kepentingan orang lain,
kewaspadaan, berani mengambil risiko dan konsekuensi terhadap pilihan yang dibuatnya,
disiplin diri, kemurahan hati, menghargai kawan dan lawan, mengetahui tugas dan kewajiban,
menempatkan diri berdasarkan batasan aturan dan peran, keuletan, semangat daya juang,

4
melatih kepekaan, self-endurance, tahan terhadap godaan, serta teguh pada pendirian. Pada
masyarakat Jawa, barangkali salah satu ungkapan yang paling populer dan merupakan produk
kearifan lokal adalah ungkapan “alon-alon asal kelakon”. Ungkapan ini seringkali dimaknai
secara salah yaitu diartikan sebagai kelambanan atau tidak responsif terhadap perubahan yang
terjadi. Padahal dalam ungkapan ini terdapat nilai kearifan lokal yang ingin disampaikan
kepada masyarakat Jawa, khususnya dalam pengambilan keputusan yang merupakan salah
satu fungsi terpenting dalam kepemimpina bisnis. Nilai-nilai tersebut adalah tidak terburu-
buru dalam mengambil keputusan, penuh kehati-hatian, cermat dan teliti, dikaji dan
dipertimbangkan secara mendalam sebelum mengambil keputusan.

Kepemimpinan dalam masyarakat Jawa juga diwarnai oleh falsafah Ing Ngarsa Sung
tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Seorang pemimpin harus bisa
memberi contoh yang baik, membangun prakarsa atau ide dan kemauan, serta memberi
dorongan atau motivasi kepada staf bawahan. Budiyanto (2010) dalam penelitiannya
mengenai pengembangan ketahanan pangan berbasis pisang melalui revitalisasi nilai kearifan
lokal di wilayah Kabupaten Lumajang, Malang, dan Blitar menyebutkan bahwa terdapat
beberapa nilai-nilai kearifan lokal yang sangat mendukung pengembangan bisnis pisang di
kawasan tersebut. Misalnya adalah adanya tradisi pemanfaatan pisang dalam acara-acara
budaya dan tradisi, seperti untuk acara kemantenan, sunatan, nyadran, maupun acara adat
lainnya sebagaimana berkembangnya usaha ternak di daerah Sumba karena digunakan dalam
acara-acara budaya dan tradisi (priyanto dalam Budiyanto, 2010). Nilai-nilai kerjasama
sebagai salah satu nilai penting dalam organisasi bisnis juga dapat dilihat dengan kegiatan
usaha yang dilakukan dengan semangat gotong-royong.

Pada sebagian masyarakat Indonesia, nilai-nilai kearifan lokal dalam praktik bisnis
juga banyak diwarnai oleh nilai-nilai religi. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia, nilai-nilai islam cukup mewarnai kearifan lokal dalam praktik bisnis.
Sebagai missal nilai-nilai tentang riba, timbangan jual beli, pola hidup sederhana, tidak
berlebihan dan tidak melampaui batas, tidak berbuat kerusakan pada lingkungan sekitar,
kewajiban zakat dan shadaqah, serta bekerjasama dalam usaha. Sementara itu Setyadi (2012)
melakukan penelitian nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tembang Macapat bagi
masyarakat Jawa. Beberapa nilai kearifan lokal dalam tembang Macapat yang relevan bagi
praktik bisnis di Indonesia terbagi menjadi dua klasifikasi, yaitu klasifikasi permintaan dan
klasifikasi larangan. Berupa permintaan antara lain adalah hendaklah menjaga
keprofesionalan, berusaha keras dalam meraih cita-cita, rajin dan teliti, sabar, hati-hati dan

5
cermat, musyawarah untuk perkara yang kecil maupun besar, tidak individualis, senang
menimba ilmu atau belajar tekun, berhati-hati dalam mengambil keputusan, serta mencari
kesempurnaan hidup. Sedangkan yang berupa larangan misalnya adalah tidak sombong,
angkuh, dan congkak, tidak suka disanjung dan disuap maupun menyuap, tidak suka
mengobral janji.

Di Indonesia, salah satu etnis yang terkenal keuletannya dalam melakukan bisnis
selain masyarakat Minang dan Bugis adalah masyarakat Madura. Seperti halnya masyarakat
Minang, aktifitas bisnis masyarakat Madura bisa ditemui hampir di seluruh kota-kota di
Indonesia. Djakfar (2011) meneliti kearifan lokal masyarakat Madura yang menjadi landasan
etos kerja mereka. Hasil penelitiannya menemukan bahwa bagi masyarakat Madura berlaku
ungkapan "abantal omba' asapo' angin" (berbantal ombak dan berselimut angin). Ungkapan
ini menyiratkan bahwa orang Madura selama dua puluh empat jam dalam kondisi bekerja dan
pantang menyerah. Peribahasa inilah yang menjadi landasan sikap kerja keras pebisnis etnis
Madura perantau. Peribahasa lainnya yang dianut antara lain adalah atonggul to'ot (memeluk
lutut) dan nampah cangkem (bertopang dagu) untuk menyebut mereka yang bersikap malas.
Bahkan ungkapan yang lebih sinis lagi bagi masyarakat Madura misalnya adalah ja' gun karo
abandha peller (jangan hanya bermodalkan kemaluan saja) untuk menyebut para suami
kepala keluarga yang malas bekerja untuk menafkahi anak istri. Semangat juang para
pebisnis dari Madura untuk berwirausaha juga kental dengan semangat untuk memiliki harga
diri yang tercermin dari ungkapan "etembang noro' oreng, ango'an alako dhibi' make
lane'kene'." yang artinya, daripada ikut orang lain lebih baik bekerja (usaha) sendiri walaupun
hanya kecil-kecilan (Triyuwono dalam Djakfar, 2011).

Masih banyak lagi falsafah pebisnis Madura yang menyebabkan mereka merasa malu
jika gagal berusaha sehingga membentuk sikap kerja keras dan ulet. Sementara itu bagi para
pebisnis dari Bugis berlaku motto Lempu’ (jujur), Acca(cerdas), Warani (berani), Getteng
(integritas; teguh pendirian), dan Sipakatau (saling memanusiakan) merupakan sifat-sifat
yang baik bagi kepemimpinan dalam rangka memajukan usaha. Konsep ini secara nyata
diterapkan pada perusahaan PT. Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), yang mana prinsip
Akkatenningeng (prinsip dasar hidup personal sebagai pegangan hidup bermasyarakat) dan
Siri’ (malu/harga diri) tidak hanya sekedar konsepsi, tetapi merupakan pencerminan diri
dalam setiap perilaku dan kebijakan yang mewarnai manajemen perusahaan tersebut.
Penerapan kearifan lokal dalam menjaga stabilitas kerja dan manajemen perusahaan itu
tergambar dalam Motto Perusahaan PT. BKI yaitu “TERPERCAYA” (lempu/malempu),

6
yang berarti jasa yang diberikan haruslah berkualitas, dalam arti dapat diandalkan, efisien,
tepat waktu dan memiliki reputasi. Perusahaan juga menetapkan nilai-nilai yang harus dijaga
dan dikembangkan, yaitu INTEGRITAS (getteng), PROFESIONALISME (acca/macca)
(Makkulau, 2012). Pada masyarakat Bali yang kental dengan keindahan seni dan budaya juga
terdapat ungkapan yang dianut dalam praktik bisnis, yaitu ''bani meli bani ngadep''. Kalimat
ini artinya adalah “berani membeli berani menjual”. Maksud kalimat pendek ini sangat dalam
bahwa dalam menentukan harga barang atau jasa harus ada keadilan dan tidak saling
merugikan. Harga itu harus tidak merugikan pembeli dan juga penjual. Dalam menentukan
satuan harga itu harus ada berbagai perhitungan dengan menggunakan berbagai ilmu
(Gobyah dalam Balipost, 17 September 2003). Indonesia kaya akan khasanah seni dan
budaya yang salah satunya berupa nilai-nilai, kebiasaan dan tradisi yang membentuk kearifan
lokal.

Banyak diantaranya berkaitan dengan tatanan sosial budaya masyarakat yang


menciptakan keteraturan. Meski banyak nilai-nilai kearifan lokal yang positip bagi praktik
bisnis, namun kajian-kajian yang ada lebih banyak menyoroti mengenai bagaimana kearifan
lokal mampu menyelesaikan berbagai persoalan sosial budaya dan konservasi sumberdaya
alam. Penulis yakin bahwa masih banyak nilai-nilai kearifan lokal yang penting bagi praktik
bisnis, namun tidak banyak yang dapat penulis temukan dari berbagai literatur yang ada,
tidak seperti halnya kearifan lokal dalam bidang sosial, budaya, dan konservasi sumberdaya
alam. Pada beberapa daerah di wilayah Indonesia kearifan lokal tersebut makin lama makin
memudar digantikan oleh nilai-nilai global.

Meskipun nilai global tidak selalu sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia,
namun nampaknya di kalangan muda nilai-nilai tersebut tak lagi menjadi idola. Penelitian
mengenai hal ini dari sudut pandang ekonomi bisnis kiranya penting dilakukan. Namun yang
lebih penting lagi adalah bagaimana mensosialisasikan nilai-nilai tersebut pada generasi
muda sehingga tidak lenyap ditelan nilai-nilai global. Hal ini dikarenakan meskipun banyak
perusahaan-perusahaan telah telah go global namun masih tetap memegang prinsip “Think
Globally, Act Locally”. Berfikir global, bertindak menurut nilai-nilai lokal adalah falsafah
yang dianut perusahaan-perusahaan multinasional. Untuk dapat bertindak secara lokal, maka
pemahaman terhadap kearifan lokal menjadi sangat penting dalam dunia bisnis.

7
BAB III

PENUTUP
A. kesimpulan

Kearifan lokal merupakan kebiasaan-kebiasaan, aturan, dan nilai-nilai sebagai hasil dari
upaya kognitif yang dianut masyarakat tertentu atau masyarakat setempat yang dianggap baik
dan bijaksana, yang dilaksanakan dan dipatuhi oleh masyarakat tersebut. Terdapat berbagai
nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi landasan bagi berbagai praktik bisnis di Indonesia.
Nilai-nilai tersebut umumnya bervariasi menurut etnik mengingat bahwa Indonesia terdiri
dari berbagai sukubangsa. Umumnya di setiap suku ataupun suatu komunal di Indonesia
dapat ditemui nilai-nilai Namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana mensosialisasikan
nilai-nilai tersebut pada generasi muda sehingga tidak lenyap ditelan nilai-nilai global.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Dan Terjemahan Departemen Agama RI. 1989. Jakarta. Indonesia.

Bertens, K . 2013. Pengantar Etika Bisnis.Yogyakarta : Kanisius .

Fahmi, I . 2013. Etika Bisnis: Teori, Kasus, danSolusi. Bandung:Alfabeta.

http://repository.unitri.ac.id/282/1/Buku%20etika%20bisnis%20Budi
%20Prihatminingtyas.pdf

https://nadillaikaputri.wordpress.com/2012/11/19/kebudayaan-bali/

https://core.ac.uk/download/pdf/17333727.pdf

https://brainly.co.id/tugas/23655561

Anda mungkin juga menyukai