Anda di halaman 1dari 4

1.

2 Teori Nilai Subjektif dan Objektif

A. Teori Nilai Objektif

Teori nilai objektif adalah menyelidiki nilai suatu barang dengan barang itu sendiri sebagai
objek penelitian. Dalam hal menilai, produsen mempunyai peranan penting, karena
produsenlah yang menghasilkan barang serta mengetahui seluk-beluk proses produksi barang
itu sampai dapat dijual di pasar.
Sebagai dasar dalam penyelidikan teori nilai objektif ialah:
1)    barang yang akan diselidiki.
2)    penilaian dari pihak produsen.
3)    apakah barang itu memiliki guna pakai dan guna tukar?

Beberapa pelopor teori nilai objektif yaitu:


a. Adam Smith dengan teori nilai biaya produksi,
b. David Ricardo: teori nilai biaya produksi tenaga kerja,
c. Karl Marx: teori nilai tenaga rata-rata masyarakat dan teori nilai lebih,
d. Carey: teori nilai biaya reproduksi, dan
e. David Humme dan John Locke : teori nilai pasar.

1)    Ajaran Nilai Biaya Produksi (Adam Smith)

Untuk membuat suatu benda telah dipergunakan modal dan tenaga. Orang harus memberikan
pengorbanan   berupa modal dan tenaga. Pengorbanan berupa modal dan tenaga inilah yang
menjadi nilai dari benda tersebut. Nilai suatu benda menurut teori ini adalah sama dengan
nilai yang dipergunakan berupa modal dan tenaga (biaya produksi).

2)    Ajaran Nilai Biaya Produksi Tenaga Kerja (David Ricardo)

Nilai barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang
itu. Tenaga kerja yang dimaksud adalah meliputi tenaga kerja manusia dan mesin-mesin,
karena mesin-mesin kalau dianalisis ternyata tidak lain adalah hasil dari tenaga kerja. Ricardo
membedakan barang menjadi dua golongan 

 a)     barang yang tidak mungkin diganti atau diperbanyak, seperti : lukisan. nilai
barang ini ditentukan oleh penggemar.
 b)    Barang yang mudah diperbanyak, nilainya ditentukan oleh jumlah tenaga kerja
yang diperlukan untuk menghasilkan barang tersebut. Berkaitan dengan itu, tenaga
kerja merupakan alat penunjuk nilai dalam tukar-menukar

3)    Ajaran Nilai Tenaga rata-rata Masyarakat dan Teori Nilai Lebih (Karl Marx )

Pendapat Karl Marx ini merupakan kelanjutan hasil pemikiran Ricardo. Tenaga kerja adalah
sumber nilai, dan nilai tukar suatu benda ditentukan oleh jumlah tenaga kerja rerata
masyarakat. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah tenaga manusia termasuk mesin yang
dipakai dalam produksi sebenarnya juga tenaga kerja, yaitu tenaga kerja yang sudah
mengkristal.
4)    Ajaran Teori Nilai Biaya Reproduksi (Carey)

Menurut Carey, nilai barang harus didasarkan atas biaya reproduksi, yaitu biaya untuk
memproduksi kembali suatu barang. Contohnya : untuk membuat meja belajar diperlukan
biaya Rp 150.000,00. Setelah satu bulan kemudian karena harga kayu naik, maka diperlukan
biaya Rp 200.000,00. Sehingga jumlah uang Rp 200.000,00 merupakan biaya reproduksi.

5)    Ajaran Teori Nilai Pasar (David Humme dan John Locke)

Ajaran nilai David Humme dan John Locke ini juga disebut market value theory. Menurut
teori ini, nilai suatu barang bergantung pada permintaan dan penawaran barang di pasar. Jika
penawaran lebih besar daripada permintaan maka nilai barang akan turun. Sebaliknya jika
permintaan lebih besar daripada penawaran, maka nilai barang akan naik.

B.   Teori Nilai Subjektif

Teori nilai subjektif ini memiliki arti bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh utilitas dari
barang tersebut. Setiap orang akan mempunyai utilitas yang berbeda untuk suatu barang yang
sama. Teori nilai subjektif yang terkenal berasal dari Herman Heinrich Gossen dan Carl
Menger.

1. Hukum I Gossen

Hukum I Gossen ini mengemukakan tentang gejala tambahan kepuasan yang tidak
proporsional yang dikenal dengan Hukum Tambahan Kepuasan yang Semakin Menurun

Hukum I Gossen berbunyi sebagai berikut:

”Jika jumlah suatu barang yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu terus
ditambah maka kepuasan total yang diperolah juga bertambah, akan tetapi kepuasan
marjinal (tambahan kepuasan yang diperoleh jika dikonsumi ditambah dengan satu
unit) pada titik tertentu akan semakin berkurang. Bahkan jika konsumsi terus
dilakukan, pada akhirnya tambahan kepuasan yang diperoleh akan menjadi negatif
dan kepuasan total menjadi berkurang.”

2. Hukum II Gossen

Uraian di atas mengemukakan perilaku konsumen terhadap satu macam barang saja. Pada
kenyataannya, konsumen membutuhkan beraneka macam barang. Masalahnya adalah berapa
pengorbanan yang harus dilakukan agar bermacam-macam kebutuhannya dapat terpenuhi
dengan sebaik-baiknya dan tercapai kepuasan maksimal.

Hal ini dikemukakan dalam Hukum II Gossen, yaitu sebagai berikut:

”Manusia akan berusaha memuaskan yang beraneka ragam sampai mencapai tingkat
intensitas yang sama.”

Artinya manusia akan membagi-bagi pengeluaran uangnya sedemikian rupa sehingga


kebutuhannya terpenuhi secara seimbang.
3. Teori Nilai Subjektif Carl Menger

Menurut Menger, nilai ditentukan oleh faktor subjektif dibandingkan faktor objektif. Nilai
berasal dari kepuasan manusia. Karena kebutuhan manusia lebih banyak daripada barang dan
jasa yang tersedia maka untuk memuaskan kebutuhannya manusia akan memilih secara
rasional di antara barang/jasa alternatif yang tersedia.

Dalam teori ini dikemukakan tentang prinsip-prinsip pengkatagorian barang/jasa menurut


tingkat intensitasnya.

Katagori I adalah barang-barang untuk mempertahankan hidup,

Katagori II barang/jasa untuk kesehatan

Katagori III adalah barang/jasa untuk memberikan kesejahteraan individu. Semakin penting
barang/jasa tersebut bagi seorang individu maka nilai barang/jasa tersebut semakin tinggi.

1.3 Pembagian Nilai Subjektif dan Objektif

Nilai barang dapat digolongkan sebagai berikut.

1. Nilai Pakai
Suatu barang dikategorikan memiliki nilai pakai apabila barang tersebut dapat
memenuhi kebutuhan pemiliknya langsung. Nilai pakai dapat dibedakan menjadi dua
yaitu :
a. Nilai pakai Objektif : kemampuan suatu barang dalam memenuhi kebutuhan
setiap orang . Misalnya, air memiliki nilai pakaiyang sangat tinggi bagi setiap
orang.
b. Nilai pakai Subjektif : nilai yang diberika seseorang karena barang tersebut dapat
memnuhi kebutuhannya. Misalnya, kursi roda bagi orang yang tidak dapat
berjalan memiliki nilai pakai yang tinggi, tetapi bernilai rendah bagi rang yang
sehat.
2. Nilai Tukar
Suatu barang yang dapat dikategorikan memiliki nilai tukar apabila mempunyai
kemampuan untuk ditukarkan dengan barang lain. Nilai tukar dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
a. Nilai tukar Objektif : kemampuan suatu barang apabila ditukakan dengan barang
lain. Misalnya, semua orang mengakui berlian memiliki nilai tukar yang tinggi
maka akan memiliki harga yang tinggi disetiap tempat.
b. Nilai tukar Subjektif : Nilai tukar yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu
barang. Misalnya, bagi seseorang nilai tukar sebuah lukisan tertentu lebih tinggi
dari nilai tukar sebua mobil baru, tetapi tidak demikian bagi yang lain.
3. Nilai Paradoks

Nilai barang yang memiliki nilai tukar yang tinggi, seharusnya memiliki nilai pakai
yang tinggi juga, begitu pula sebaliknya, akan tetapi pada kenyataannya tidak
demikian. Dua nilai yang telah yang telah diuraikan diatas berbeda dengan sudut
pandangnya sehingga hal ini dapat menyebabkan pertentangan penilaian pada suatu
barang yang disebut dengan nilai paradoks.

Bisa saja nilai guna suatu paradoks nilai barang sangat tinggi, tetapi nilai tukarnya
rendah, atau sebaliknya. Seperti pada contoh diatas, air memiliki niali guna yang
sangat tinggi, tetapi memiliki nilai tukar yang sangat tinggi.

Anda mungkin juga menyukai