Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu pokok bahasan dalam ekonomi mikro adalah studi tentang tingkah
laku konsumen. Terdapat alasan konsumen membeli barang lebih banyak pada
barag yang lebih rendah dan mengurangi pembeliannya ketika hara barang
tersebut tinggi. Serta bagaimana konsumen menentukan jumlah dan komposisi
dari barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya. Setiap individu
ataupun rumah tangga pasti mempunyai perkiraan tentang berapa pendapatanya
dalam suatu periode tertentu, misalkan satu tahun. Mereka juga pasti mempunyai
suatu gambaran tentang barang - barang atau jasa - jasa apa saja yang akan
mereka beli. Tugas setiap rumah tangga adalah bagaimana mereka bisa
memaksimalkan pendapatan mereka yang terbatas untuk mendapatkan dan
memenuhi semua kebutuhan sehingga bisa mencapai kesejahteraan. Tapi ternyata
hampir tidak satupun individu atau rumah tangga yang berhasil dalam tugasnya
tersebut.
Segala usaha yang dilakukan untuk mencapai kepuasan maksimum dengan
pendapatan yang terbatas inilah yang mempengaruhi permintaan konsumen
terhadap barang dan jasa di pasar. Untuk menganalisa pembentukan permintaan
konsumen secara lebih akurat, maka akan digunakan beberapa asumsi yang akan
menyederhanakan realitas ekonomi.
Atas dasar beberapa hal tersebut maka terdapat pokok bahasan teori nilai guna
(utility). Dalam sejarahnya, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih
dahulu dikembangkan untuk menerangkan kelakuan individu dalam memilih
barang-barang yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa analisis
tersebut telah memberi gambaran yang cukup jelas tentang prinsip-prinsip
pemaksimuman kepuasan yang dilakukan oleh orang-orang yang berfikir secara
rasional dalam memilih berbagai barang keperluannya. Disini kita juga akan
mempelajari bagaimana suatu barang dapat memberikan kenikmatan terhadap
individu dan bagaimana barang itu akhirnya sama sekali tidak dapat memberikan
kenikmatan terhadap seseorang

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana penjelasan
dan penjabaran teori nilai guna (utility) dalam mikro ekonomi ?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami teori
nilai guna (utility).
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus makalah ini antara lain:
1) Untuk mengetahui pengertian nilai guna (utility)
2) Untuk mengetahui jenis nilai guna (utility)
3) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi nilai guna (utility)
4) Untuk mengetahui hukum nilai guna marginal
5) Untuk mengetahui konsekuensi hukum nilai guna marginal
6) Untuk mengetahui cara mengukur nilai guna (utility) kardinal.

1.4 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah mahasiswa mampu memahami
teori nilai guna (utility) mulai dari pengertian nilai guna hingga cara mengukur
nilai guna (utility).

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Nilai Guna


Bentham (1789) dalam Hunt (2002) menyatakan “that property in any
object, whereby it tend to produce benefit, advantage, pleasure, good, or
happiness or to prevent the happening of mischief, pain, evil, or unhappiness” .
Yang artinya nilai guna terkait tentang hak kepemilikan pada suatu objek apapun
yang mana untuk menghasilkan keuntungan, manfaat, kepuasan, kebaikan, atau
kebahagiaan atau untuk mencegah terjadinnya kecurangan, kesakitan, kejahatan,
atau ketidakbahagiaan”.
Dalam perkembangannya, teori utlity diperluas oleh Jevons (1871) dalam
Hunt (2002) yang menyatakan bahwa “...to treat economy as a calculus of
pleasure and pain, and have sketched out...” yang artinya “...memperlakukan
ilmu ekonomi sebagai hitungan kepuasan dan kesakitan, dan telah digambarkan...”
jadi utility dapat dihitung secara matematis dan dapat digambarkan hasil dari
perhitungan tersebut.
Setiap barang atau jasa pasti mempunyai nilai guna (utility) yang dapat
memberikan kepuasan bagi penggunanya. Gossen (1854) dalam Hunt (2002)
menganggap bahwa tinggi rendahnya nilai suatu barang atau jasa tergantung pada
subjek yang menilai barang atau jasa tersebut. Suatu barang atau jasa mempunyai
arti apabila barang atau jasa tesebut mempunyai nilai guna (utility) untuk
memenuhi kebutuhan bagi konsumen.
Samuelson dan Nordhaus (2001) dalam Hunt (2002) menyatakan definisi
utility adalah suatu gagasan ilmiah yang digunakan para ekonom untuk
memahami bagaimana konsumen yang rasional membagi sumber daya yang
terbatas di antara beberapa komoditas yang memberikan konsumen kepuasan.
Ramaa Lessandro (2001) dalam Iskandar (2003)menyatakan bahwa “teori
nilai guna (utilitas) yaitu teori ekonomi yang mempelajari kepuasan atau
kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsikan barang-
barang. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka semakin tinggi nilai guna.

3
Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang maka nilai guna semakin
rendah pula.
Teori nilai guna mempelajari kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh
seorang konsumen dari mengkonsumsikan beberapa barang. Jika kepuasan itu
semakin tinggi maka semakin tinggi nilai gunanya. Sebaliknya semakin rendah
kepuasan dari suatu barang maka nilai gunanya akan semakin rendah pula. Dapat
disimpulkan bahwa nilai guna (utility) adalah kemampuan suatu barang atau jasa
untuk memberikan kepuasan pada manusia dalam mencukupi kebutuhan manusia.

2.2 Jenis Nilai Guna


Terdapat 2 jenis teori nilai guna (utility) yaitu sebagai berikut :
a. Teori Nilai Guna Kardinal (Cardinal Utility)
Teori Nilai Guna Kardinal memberikan penilaian subjektif akan
pemuasan kebutuhan dari suatu barang. Artinya tinggi rendahnya nilai
guna suatu barang tergantung pada subjek yang memberikan penilaian.
Jadi suatu barang akan memberikan nilai guna yang tinggi bila barang
dimaksud memberikan daya guna yang tinggi bagi sang pemakai.
Misalnya :
Sebuah dayung perahu akan memberikan daya guna yang tinggi bagi
nelayan daripada bagi pemain badminton. Sehingga nilai guna dayung
lebih tinggi nilainya bagi nelayan daripada bagi pemain badminton.
Dalam pendekatan teori nilai guna kardinal, berlaku asumsi sebagai
berikut :
1) Daya guna diukur dalam satuan uang, yaitu jumlah uang yang
bersedia dibayar oleh konsumen dalam rangka menambah unit
yang akan dikonsumsi.
2) Daya guna marginal dari uang tetap, yaitu bahwa nilai dari suatu
uang dalam satuannya adalah sama untuk setiap orang tanpa
memandang statusnya.
3) Addivitas, yaitu bahwa nilai guna total adalah keseluruhan
konsumsi dari barang.

4
4) Daya guna bersifat independen, artinya daya guna suatu barang
tidak dipengaruhi oleh karena mengkonsumsi barang lain.
5) Periode konsumsi suatu barang berdekatan dan dengan jumlah yang
sama.
Definisi nilai guna kardinal adalah kepuasan konsumen dalam
mengkonsumsi suatu barang yang dapat diukur atau dihitung dengan
menggunakan angka, uang atau satuan bilangan lainnya, serta konsumen
akan berusaha untuk memaksimalkan kepuasan yang didapatkan dari
mengkonsumsi suatu barang tersebut.
Pada dasarnya teori nilai guna kardinal mengambil pengalaman
sehari-hari dari kegiatan konsumsi. Misalnya seseorang yang
mengkonsumsi air minum. Pada gelas pertama nilai air tersebut sangat
tinggi baginya karena telah melepas dahaga. Kemudian pada gelas kedua,
nilai air tersebut masih sangat tinggi karena akan memenuhi kepuasannya.
Namun pada gelas berikutnya, nilai air tersebut sudah berkurang, dan
bahkan bila air tersebut ditambah untuk gelas berikutnya, seseorang
tersebut tidak akan meminumnya lagi begitu seterusnya bila air tersebut
terus ditambah, maka akan memperoleh penilaian minus (dibuang).

Gambar 2.1 Kurva Nilai Guna Kardinal (Sadono Sukirno, 2010)


Dalam teori nilai guna kardinal dikenal nilai guna marjinal (marginal
utility = MU) dan nilai guna total (total utility = TU). Menurut Sadono
Sukirno (2010), nilai guna dibedakan menjadi 2 macam, antara lain :
1) Nilai Guna Marginal (Marginal Utility = MU)
Nilai guna marginal adalah pertambahan atau pengurangan
kepuasan yang diperoleh seseorang sebagai akibat dari

5
pertambahan atau pengurangan mengkonsumsi satu unit barang
tertentu untuk memenuhi kepuasannya.

Gambar 2.2 Kurva Marginal Utility (Sadono Sukirno, 2010)


2) Nilai Guna Total (Total Utility = TU)
Nilai guna total adalah jumlah seluruh nilai guna (kepuasan) yang
di peroleh seseorang dari mengkonsumsi sejumlah barang tertentu.
b. Teori Nilai Guna Ordinal (Ordinal Utility)
Dalam pendekatan teori nilai guna ordinal, terdapat 2 pendapat yang
berbeda. Pendapat pertama menyatakan bahwa besarnya nilai guna ordinal
dapat diukur atau dihitung. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa
besarnya nilai guna tidak dapat diukur atau dihitung. Namun di sini kami
memakai teori bahwa nilai guna ordinal adalah nilai guna yang tidak dapat
diukur atau dihitung besarnya tetapi dapat diurutkan menggunakan
pendekatan nilai relatif yaitu melalui order atau rangking.
Bila di dalam teori nilai guna kardinal kepuasan mengkonsumsi suatu
barang penilaiannya bersifat subjektif (tergantung pada siapa yang
menilai), tentu saja setiap orang memiliki penilaian yang berbeda. Maka
dalam teori nilai guna ordinal ini tingkat kepuasan dapat diurutkan dalam
tingkatan-tingkatan tertentu, misalnya rendah, sedang, tinggi. Dengan
demikian, setiap kepuasan yang diperoleh dapat teranalisis.
Dalam menganalisis tingkat kepuasan masing-masing individu
sehubungan dengan mengkonsumsi 2 macam barang dalam rangka
memaksimalkan kepuasannya, dapat digunakan suatu kurva tak beda
(indifference curve).

6
Gambar 2.3 Kurva Indiffference (Sadono Sukirno, 2010)
Yang dimaksud kurva beda (indifference curve) adalah kurva yang
menggambarkan kombinasi 2 macam input untuk menghasilkan output
yang sama (kepuasan). Sedangkan yang dimaksud dengan kepuasan sama
adalah bahwa sepanjang kurva beda (indifference curve) yang pertama
(KII) misalnya, tingkat kepuasan konsumen adalah sama dimana saja (A,
B, C , atau D), hanya yang membedakannya bahwa anggaran untuk
mencapai kepuasan di titik A tentu berbeda dengan di titik C. Begitupun
pada titik B, konsumen harus cukup puas bila ternyata ia hanya mampu
mencapai di titik B.
Beberapa asumsi yang mendasari teori nilai guna ordinal adalah
sebagai berikut :
1) Rasionalitas, di mana konsumen akan berusaha meningkatkan
kepuasannya atau akan memilih tingkat kepuasan yang tertinggi
yang bisa dicapainya.
2) Konveksitas, yaitu bentuk kurva tak beda (indifference curve)
cembung dari titik origin dari sumbu absis dan ordinat.
3) Nilai guna tergantung pada jumlah barang yang dikonsumsi.
4) Transitivitas, yaitu konsumen akan menjatuhkan pada pilihan
terbaik dari beberapa pilihan.
5) Berdasarkan asumsi ke-4, maka kurva beda (indifference curve)
tidak boleh bersinggungan atau saling berpotongan.
Konsumen dalam memilih barang yang akan memaksimalkan tingkat
kepuasan ditunjukan dengan bantuan kurva kepuasan sama (indifference
curve), yang tidak memerlukan adanya anggapan bahwa kepuasan
konsumen bisa diukur. Anggapan yang diperlukan adalah bahwa tingkat

7
kepuasan konsumen bisa dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah tanpa
mengatakan berapa lebih tinggi atau lebih rendah.
Misalkan saja masyarakat mengkonsumsi 2 barang ,yaitu buah jeruk
dan buah apel. Konsumen secara rasional ingin membeli sebanyak-
banyaknya buah jeruk dan buah apel, tetapi mereka dihadapkan pada
kendala keterbatasan dana. Karena itu konsumen dapat mengubah
kombinasi.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Nilai Guna


Faktor nilai guna yang dimaksud disini adalah faktor nilai guna pada barang
yang sama. Beberapa faktor tersebut menurut Gossen (1983) dalam M Abraham
Garcia-Torres (2004) dalam antara lain:
a. Jangka waktu konsumsi barang
jika jangka waktu konsumsi cukup lama maka ingatan konsumen harus
bekerja lebih keras untuk membangkitkan pengalaman yang lalu.
kemudian konsumen akan dapat menikmati konsumsi berikutnya. karena
jangka waktu berkurang, konsumen akan merasakan kebosanan pada
barang yang sama.
b. Daya ingat konsumen
Memori yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama diperlukan antara
konsumsi untuk barang yang sama. Pembuktian fakta ini, adalah bentuk
kebiasaan yang lebih kuat antara orang dewasa dan anak - anak. Dua
kelompok ini dapat mengkonsumsi barang yang sama , atau melakukan
hal yang sama tapi mengalami kebosanan setelah jangka waktu yang
berbeda, yaitu orang dewasa lebih cepat bosan daripada anak- anak.
c. Kualitas Barang
Peningkatan kualitas barang (ceteris paribus) akan menyebabkan
peningkatan nilai guna pengalaman.
Konsumen mempelajari seberapa lama waktu yang dia perlukan antara
konsumsi yang satu dengan berikutnya. Jika dia bisa mengkonsumsi barang
tersebut selamanya. Jika dalam proses perkembangan kebiasaan dia berbuat
kesalahan dan menurunkan waktu konsumsi barang maka konsumen akan

8
mengembangkan rasa bosan pada barang tersebut. Rasa bosan tersebut
mungkin semacam dia tidak ingin mengkonsumsi barang itu lagi dalam
jangka waktu yang lama atau selamanya. Adapun pengelompokan kebiasaan
konsumsi yaitu:
a. Kecanduan
Kecanduan merupakan tindakan konsumsi barang dalam jangka waktu
yang lama dan tidak bisa dihindari. kecanduan biasanya terjadi pada
Narkoba dan berjudi. tapi beberapa masyarakat masih menerima
beberapa kecanduan seperti pada teh, kopi, rokok dan seterusya yang
dianggap sebagai kebiasaan.
b. Kebiasaan abadi
Yaitu tindakan konsumsi barang dimana konsumen belajar bagaimana
untuk menghabiskanya. Ini berarti dia telah mencapai jangka waktu yang
tepat untuk mengkonsumsi barang tersebut tanpa menjadi bosan.
c. Kebiasaan sesaat
Yaitu tindakan konsumsi terhadap suatu barang yang akan memberikan
nilai guna kepada konsumen hanya untuk sesekali. setelah itu dia akan
bosan pada barang tersebut. kalau sudah begitu dia akan memiliki dua
pilihan, tidak menggunakan barang itu lagi atau mencoba untuk mencari
barang sejenis dengan kualitas yang lebih baik dan masih memberikan
dia nilai guna.
d. Mencari kenikmatan baru
Konsumen membeli hanya karena rasa ingin tahu, dan akan menikmati
sampai kesenanganya hilang.ketika kesenanganya berlalu maka barang
itu sudah tidak berguna lagi bagi dia.

2.4 Hukum Nilai Guna Marginal


Sebuah barang baru mempunyai arti bagi seorang konsumen apabila barang
tersebut mempunyai daya guna (utility), dan besar kecilnya daya guna tersebut
tergantung dari konsumen yang bersangkutan; makin banyak barang yang
dikonsumsinya makin besar daya guna total (total utility) yang diperolehnya, akan
tetapi laju pertambahan daya guna (marginal utility) yang diperoleh karena

9
mengkonsumsi satu kesatuan barang makin lama semakin rendah, bahkan jumlah
pertambahannya dapat menjadi nol dan bila penambahan konsumsi diteruskan
jumlahnya, pertambahan daya gunanya bahkan bisa menjadi negatif akibat
pertambahan jumlah konsumsi tersebut, hal ini biasa disebut dengan hukum
pertambahan daya guna menurun (the law of diminishing marginal utility) atau
hukum Gossen.
Hukum nilai guna marginal: “Tambahan nilai guna yang akan diperoleh
seseorang dari mengkonsumsikan suatubarang akan menjadi semakin sedikit
apabila orang tersebut terus menerus menambah komsumsinya keatas barang
tersebut dan pada akhirnya tam-bahan nilaiguna akan menjadi negatif”
Berdasarkan hukum Gossen atau yang biasa dikenal dengan law of
diminishing marginal utility berlaku bahwa semakin banyak suatu barang yang
dikonsumsi, maka tambahan nilai kepuasannya yang diperoleh dari setiap satuan
tambahan yang dikonsumsikan akan menurun. Dan konsumen akan selalu
berusaha dalam mencapai kepuasan total yang maksimum.

2.5 Konsekuensi Hukum Nilai Guna Marginal


Teori nilai guna dapat pula menerangkan tentang wujudnya kelebihan
kepuasan yang dinikmati oleh para konsumen. Kelebihan kepuasan ini, dalam
analisis ekonomi dikenal sebagai surplus ekonomi. Surplus konsumen pada
hakikatnya berarti perbedaan di antara kepuasan yang diperoleh seseorang di
dalam mengkonsumsi sejumlah barang dengan pembayaran yang harus dibuat
untuk memperoleh barang tersebut. Kepuasan yang diperoleh selalu lebih besar
daripada pembayaran yang dibuat. Surplus konsumen ini merupakan wujud
sebagai akibat daripada nilai guna marginal yang semakin sedikit. Harga sesuatu
barang berkaitan rapat dengan nilai guna marginalnya. Misal pada barang ke-n
yang dibeli, nilai guna marginalnya sama dengan harga. Dengan demikian, karena
nilai guna marginal barang ke-n lebih rendah dari barang sebelumnya, maka nilai
guna marginal barang sebelumnya lebih tinggi dari harga barang tersebut, dan
perbedaan harga yang terjadi merupakan surplus konsumen. Dengan kata lain,
surplus konsumen adalah kelebihan kepuasan yang diperoleh dalam

10
mengkonsumsi suatu barang daripada pembayaran yang disediakan oleh
konsumen.
Berikut adalah contoh dari surplus konsumen: Seorang konsumen ingin
membeli satu buah durian dengan harga Rp 20.000,- ternyata setelah sampai di
pasar, harga buah durian tersebut adalah Rp 14.000,- selisih dari harga yang
disediakan dengan harga kenyataan di pasar sebesar Rp 6.000,-. Selisih inilah
yang disebut sebagai surplus konsumen.

Tabel 2.1 Surplus Konsumen yang Dinikmati Konsumen.


Jumlah
Harga yang Harga yang
barang yang Surplus Jumlah
disediakan berlaku di
dikonsumsi konsumen keseluruhan
konsumen (Pc) pasar
(Qx)
1 Rp. 20.000 Rp. 14.000 Rp. 6.000 Rp. 6.000
2 Rp. 18.000 Rp. 14.000 Rp. 4.000 Rp. 10.000
3 Rp. 16.000 Rp. 14.000 Rp. 2.000 Rp. 12.000
4 Rp. 14.000 Rp. 14.000 Rp. - Rp. 12.000
5 Rp. 12.000 Rp. 14.000 - -
6 Rp. 10.000 Rp. 14.000 - -
7 Rp. 8.000 Rp. 14.000 - -
Sumber: Wilson Bangun, 2007

Kolom ke 2 tersebut menunjukkan harga yang disediakan konsumen untuk


membayar durian yang ingin dia beli. Pada pembelian durian pertama harga yang
disediakan konsumen sebesar Rp. 20.000,- sedangkan harga yang berlaku di pasar
hanya sebesar Rp. 14.000,-. Hal ini berarti konsumen mendapat surplus sebesar
Rp. 6000.-. Konsumen mendapat surplus dari pembelian durian ini dari pembelian
pertama sampai pembelian ke 4. Hal ini karena harga yang bersedia dibayar oleh
konsemen lebih tinggi daripada harga yang dijual di pasar. Sedangkan pada
pembelian durian ke 5 hingga pembelian ke 7 tidak terjadi surplus konsumen
karena harga yang bersedia dibayar oleh konsumen sama dengan atau lebih rendah
dari harga yang tersedia di pasar. Sehingga konsemen tidak akan mendapatkan

11
surplus konsumen lagi, oleh karena itu dititik inilah biasanya konsumen akan
menghentikan pembeliannya terhadap durian tersebut.
Surplus konsumen juga dapat ditunjukkan dalam bentuk grafik. Dimana
sumbu vertikal menggambarkan tingkat harga, sedangkan sumbu horizontal
menggambarkan jumlah barang yang dikonsumsi.

Gambar 2.4 Grafik Surplus Konsumen (Sadono Sukirno, 2010)

Gambar diatas menunjukkan adanya surplus konsumen. Menggambarkan

bahwa konsumen bersedia membeli suatu barang dengan harga A. Ternyata di

pasar harga barang tersebut sebesar P. Pada harga P tersebbut jumlah barang yang

dibeli konsemen sebanyak Q’. Dengan demikian maka surplus konsumen adalah

sebesar APB.

2.6 Cara Mengukur Nilai Guna Kardinal


Setelah mengetahui teori mengenai nilai guna kardinal, lantas bagaimanakah
memaksimumkan kepuasan berdasarkan teori nilai guna kardinal ?. Untuk
pemuasan kebutuhan terhadap satu barang, maka secara sederhana adalah bila
konsumen dapat membelanjakan uang mereka untuk mendapatkan jumlah barang
yang terbanyak, yaitu konsumen hanya akan mengeluarkan atau membelanjakan
uang mereka sesuai dengan kepuasan maksimum yang diharapkan.
Bila Px adalah harga barang X, dan X adalah barangnya, dan U adalah
utilitasnya, maka U(X) = PxX. MU (X) = Px, artinya kepuasan tertinggi yang
dicapai seseorang bila ia mengkonsumsi barang X dengan harga Px adalah apabila
12
marginal utility dari barang X sama dengan harga yang dibayarkan untuk
mendapatkan barang X tersebut.
Misalkan uang sebanyak Rp. 500,- harga barang (X) = 50, maka Px(X) = 50
MU(X) = 50. Berarti banyak jumlah barang yang dikonsumsi agar kepuasan
konsumen maksimum adalah 10 unit.
Untuk konsumsi lebih dari satu (misalkan dua jenis), maka tingkat kepuasan
akan tercapai jika MU(X,Y) = (Px, Py) bila yang dikonsumsi adalah barang X
dan Y, berdasarkan setiap harga dan uang yang dimiliki konsumen. Dengan kata
lain, bila konsumen tersebut dihadapkan pada dua jenis barang, maka konsumen
akan memaksimumkan kepuasan pada barang yang nilai marginal utilitinya sama
dengan harganya. Jadi :
MU (X) / Px = MU (Y) / Py = 1
Dengan demikian, kombinasi barang yang dapat diperolehnya untuk barang X
dan Y adalah yang memenuhi syarat diatas.

Contoh:
Konsumen memiliki uang sejumlah Rp. 1.000,-. Harga barang X Rp. 1.00,- dan
barang Y Rp. 25,-. Kepuasan konsumen tersebut akan maksimum bila ia
mengkombinasikan barang X dan Y sesuai peruntukan. Dengan demikian, utility
= X.Y, sementara barang yang dapat diperoleh adalah :

1000 = 100X + 25Y


25Y = 1000 – 100X  Y = 40 – 4X
U = X.Y  U = X (40 – 4X)
= 40X  4X2
= 40 – 8X
40 = 8X
X =5
1000 = 100X + 25Y
1000 = 100 (5) + 25Y
500 = 25Y
Y = 20

13
Jadi kombinasi yang dikonsumsi konsumen adalah X = 5 dan Y = 20. Apakah
kombinasi ini maksimum ?

Diketahui MU(X) = Y = 20 dan MU(Y) = X = 5, Px = 100 dan Py = 25.


Padahal syarat maksimum adalah :

MU(X) / Px = MU(Y) / Py = 1

20 / 100 = 5 / 25 = 1  Terbukti bahwa dengan mengkonsumsi X sebanyak 5 dan


Y sebanyak 20 dengan uang Rp.1000,- , konsumen tersebut mencapai kepuasan
maksimum.

2.7 Cara Mengukur Kepuasan


Menurut Philip Kotler (1997:36) Kepuasan konsumen adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap
kinerja ( hasil) suatu produk dengan harapannya.
a. Jenis Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen terbagi menjadi 2 :
1) Kepuasan Fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi
atau pemakaian suatu produk. Misal : karena makan membuat perut
menjadi kenyang.
2) Kepuasan Psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut
yang bersifat tidak berwujud. Misal : Perasaan bangga karena mendapat
pelayanan yang sangat istimewa dari sebuah rumah makan yang mewah.
b. Menurut Philip Kotler (1997:38) ada empat metode pengukuran yang
dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen
yaitu :
1) Sistem Keluhan Dan Saran
Setiap organisasi yang berorientasi kepada konsumen (customer oriented)
perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para konsumen untuk
menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang
digunakan dapat berupa kotak saran yang diletakan di tempat-tempat
strategis, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa dan
sebagainya. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat
14
memberikan ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan,
sehingga memungkinkan untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk
mengatasi permasalah yang timbul.
2) Survei Kepuasan Konsumen
Survei kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan cara survei melalui
pos surat, telepon, maupun wawancara pribadi. Dengan metode ini
perusahaan dapat menciptakan komunikasi 2 arah sehingga memperoleh
tanggapan dan umpan balik (feed back) secara langsung dari para
pelanggan dan menunjukkan perhatian kepada konsumen.
Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan
berbagai cara diantaranya:
a) Directly Reported Satisfaction
Pengukuran dilakukan secara langsung melalui pertanyaan seperti
ungkapan “seberapa puas saudara terhadap pelayanan perusahaan A
pada skala berikut: sangat tidak puas, netral, puas, sangat puas.
b) Derived Dissatisfaction
Pertanyaan yang diajukan yakni besarnya harapan pelanggan terhadap
atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.
c) Problem Analysis
Konsumen yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan
dua hal pokok. Pertama, masalah yang mereka hadapi berkaitan
dengan penawaran dari perusahaan. Kedua, saran untuk melakukan
analisis.
d) Importance – performance analysis
Dalam teknik ini responden diminta untuk merangking berbagai
elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap
elemen. Selain itu responden yang diminta untuk merangking seberapa
baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen tersebut.
3) Pembeli Bayangan ( Ghost Shopping )
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
konsumen adalah dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost
shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai konsumen atau pembeli

15
potensial produk perusahaan dari pesaing. Kemudian mereka memberikan
laporan mengenai hasil kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan
pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk
tersebut untuk kemudian dibandingkan dengan perusahaan yang
bersangkutan.
4) Analisis Kehilangan Konsumen ( Lost Customer Analysis )
Tingkat kehilangan konsumen menunjukkan kegagalan perusahaan dalam
memuaskan konsumen. Perusahaan seharusnya menganalisa dan
memahami mengapa konsumen tersebut berhenti mengkonsumsi sebuah
produk. Menurut Fandy Tjiptono (1997:35), metode yang digunakan untuk
mengukur kepuasan konsumen dapat dengan cara :
a) Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan.
b) Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka
mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang
dirasakan.
c) Responden diminta untuk menuliskan masalah yang mereka hadapi
berkaitan dengan penawaran dari perusahan dan juga diminta untuk
menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan
penawaran dari perusahan dan juga diminta untuk menuliskan
perbaikan yang mereka sarankan.
d) Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen dari
penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa
baik kinerja perusahan dalam setiap elemen.
c. Adapun menurut Rangkuti (2006:87), teknik pengukuran kepuasan pelanggan
dapat diukur dengan cara sebagai berikut:
1) Traditional Approach
Berdasarkan pendekatan ini, konsumen memberikan penilaian atas
masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati (pada
umumnya menggunakan skala likert) yaitu dengan cara memberikan rating
dari 1 (sangat puas) sampai 5 (sangat tidak puas sekali). Nilai yang
diperoleh dari skala likert ini dapat dipertimbangkan dengan dua cara yaitu
dengan dibandingkan dengan nilai rata-rata atau dibandingkan dengan nilai

16
secara keseluruhan, penelitian dengan keseluruhan merupakan nilai standar
yang akan dibandingkan dengan nilai masing-masing indikator. Hasilnya
adalah apabila nilai msing-masing indikator tersebut lebih tinggi
dibandingkan nilai standar, konsumen dianggap sudah merasa puas,
sebaliknya apabila masing-masing indikator tersebut lebih rendah
dibandingkan nilai standar, konsumen dianggap tidak puas.
2) Analisis Secara Deskriptif
Seringkali analisis kepuasan konsumen berhenti sampai kita mengetahui
pelanggan puas atau tidak puas, yaitu dengan menggunakan analisis
statistik secara deskriptif, misalnya melalui perhitungan nilai rata-rata,
nilai distribuisi serta standar deviasi. Analisis kepuasan konsumen
sebaiknya dilanjutkan dengan cara membandingkan hasil kepuasan tahun
lalu dengan tahun ini, sehingga perkembangan (trend) dapat ditentukan.
Selain itu, kita juga perlu melakukan analisis korelasi dengan nilai rata-
rata secara keseluruhan, tujuannya adalah untuk melihat reliabilitas
indikator yang akan kita ukur tersebut.

17
BAB 3
KESIMPULAN

Teori nilai guna adalah teori yang mempelajari kepuasan atau kenikmatan
yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsikan barang-barang.
Jika kepuasan itu semakin tinggi maka semakin tinggi nilai gunanya.
Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang maka nilai gunanya
akan semakin rendah pula. Nilai guna (utility) bisa dikatakan sebagai
kemampuan suatu barang atau jasa untuk memberikan kepuasan pada
manusia dalam mencukupi kebutuhan manusia.
Terdapat 2 jenis teori nilai guna (utility) yaitu teori nilai guna kardinal
(Cardinal Utility) dan teori nilai guna ordinal (Ordinal Utility). Teori nilai
guna kardinal memberikan penilaian subjektif akan pemuasan kebutuhan dari
suatu barang. Artinya tinggi rendahnya nilai guna suatu barang tergantung
pada subjek yang memberikan penilaian. Jadi suatu barang akan memberikan
nilai guna yang tinggi bila barang dimaksud memberikan daya guna yang
tinggi bagi sang pemakai. Sedangkan teori nilai guna ordinal menyatakan
tingkat nilai guna dapat diukur melalui order atau rangking tetapi tidak
disebutkan nilai gunanya secara pasti (dengan menggunakan pendekatan nilai
relative; order atau rangking). Dalam hal ini, kepuasan tidak di kuantifisir
(dihitung secara kuantitas).
Hukum nilai guna marginal menyatakan“Tambahan nilai guna yang akan
diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatubarang akan menjadi
semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah
komsumsinya keatas barang tersebut dan pada akhirnya tam-bahan nilaiguna
akan menjadi negatif”
Nilai guna pada barang yang sama dipengaruhi oleh jangka waktu
konsumsi barang, daya ingat konsumen dan kualitas barang tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Gossen, Hermann Heinrich. 1983. The Laws of Human Relations and the Rules of
Human Action Derived Therefrom. MIT Press.
Sukirno, Sadono. 2005.MikroEkonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga.Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Putong, Iskandar.2003.Pengantar Ekonomi Mikro & Makro Edisi. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Hunt, E. K. 2002. History of Economic Thought: A Critical Prespectve.
[http://books.google.co.id/books?id=_qHKFNwhahoC&pg=PA251] diakses
tanggal 10 Maret 2013 pukul 16.57 WIB.

MarginalUtility.http://sartikasartikaa.blogspot.com/2012/01/marginal-utility.html
diakses 20 Maret 2013 pukul 22.12 WIB

MarginalUtility.http://sidikaurora.wordpress.com/2012/01/26/marginal-utility/
diakses 20 Maret 2013 pukul 22.37 WIB

Kepuasan Konsumen ; Pengertian, Jenis dan Pengukuran.http://jurnal-


sdm.blogspot.com/2009/04/kepuasan-konsumen-pengertian-jenis-dan.html
diakses 22 April 2013 pukul 16.00 WIB

Alat Pengukur Kepuasan Pelanggan.


http://sharingbahankuliah.blogspot.com/2009/11/alat-mengukur-kepuasan-
pelanggan.html diakses 22 April 2013 pukul 16.00 WIB

Pengukur Kepuasan Pelanggan.


http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab2/BAB298-13.pdf diakses 22 April
2013 pukul 16.30 WIB

19
20

Anda mungkin juga menyukai