Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH EKONOMI MANAJERIAL

“PERILAKU KONSUMEN PENDEKATAN KARDINAL DAN


ORDINAL”

KELOMPOK 3 :

Abd. Hafizh Amang Rustamin C20117458


Alif Ririn Suryaningsih C20119022
Nurshella Lahabu C20119023
Nuribti'at C20119025
Ainnaya Alfateha Sutrisno C20119026
Hasna C20119030
Susan Safitri C20119031
Nur Alang C20119034
Sapnatiar Febriani C20119037

UNIVERSITAS TADULAKO

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN S1

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh
Puji syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
rahmat serta hidayahnya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah ini
sesuai dengan waktu yang telah kami rencanakan. Makalah ini dibuat dalam rangka
memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah ini.
Kami ucapkan terima kasih kepada bapak sebagai dosen pengampu mata kuliah
“EKONOMI MANAJERIAL” yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah
ini. Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dana dan tulisan yang kami buat
kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat kepada
kita semua.
Wassalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh
Palu, Maret 2021

Penyusun,

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

1.1 Latar belakang 4

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penulisan 4

BAB II PEMBAHASAN 5

2.1 Teori Perilaku Konsumen 5

2.2 Teori Nilai Guna (utility) 6

2.3 Nilai Guna, Bentuk dan Berhentinya Kebiasaan 10

2.4 Konsumsi dan Pembelian 12

2.5 Teori Preferensi Konsumen 13

BAB III PENUTUP 15

3.1 Kesimpulan 15

3.2 Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori konsumen mengenai dua macam pendekatan, yaitu pendekatan guna
kardinal atau cardinal utility approach dan pendekatan guna ordinal atau ordinal
utility approach. Pendekatan guna kardinal menggunakan asumsi bahwa guna atau
kepuasan seseorang tidak hanya dapat dibandingkan, akan tetapi juga dapat diukur.
Oleh karena itu menurut kenyataan kepuasaan seseorang tidak dapat diukur, maka
asumsi tersebut dengan sendirinya dapat dikaitkan tidak realistik. Inilah yang biasanya
ditonjolkan sebagai kelemahan dari pada teori konsumen yang menggunakan
pendekatan guna kardinal, yang terkenal pula dengan sebuah teori konsumen dengan
pendekatan guna marginal klasik atau classical marginal utility approach.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah Konsep Teori Perilaku Konsumen?

1.2.2 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen?


1.2.3 Apa yang dimaksud dengan pendekatan konsumen kardinal?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan pendekatan konsumen ordinal?

1.3 Tujuan Penulisan

Menambah ilmu pengetahuan untuk para pembaca dan pengkaji tentang konsep “Teori
Perilaku Konsumen Pendekatan Kardinal Dan Ordinal”

1.2.1 Mengetahui Konsep Teori Perilaku Konsumen?

1.2.2 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen?


1.2.3 Mengetahui maksud dengan pendekatan konsumen kardinal?
1.2.4 Mengetahui maksud dengan pendekatan konsumen ordinal?

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Perilaku Konsumen
Teori perilaku konsumen yaitu teori yang menjelaskan tindakan konsumen dalam
mengkonsumsi barang-barang, dengan pendapatan tertentu dan harga barang tertentu
pula sedemikian rupa agar konsumen mencapai tujuannya. Tujuan konsumen untuk
memperoleh manfaat atau kepuasan sebesar-besarnya dari barang-barang yang
dikonsumsi (maximum satisfaction). Dan,teori ekonomi menganggap bahwa maximum
satisfaction itu adalah tujuan akhir konsumen.

Sebelum kita mempelajari tentang tingkah laku konsumen lebih lanjut, ada
baiknya kita mengetahui beberapa anggapan - anggapan sederhana yang biasa menjadi
patokan untuk menganalisa pembentukan garis permintaan dari suatu barang secara lebih
tepat, tanpa menyimpang dari realitas ekonomi.

1. Barang dan jasa yang dikonsumsi biasanya disebut komoditi. Komoditi adalah
sesuatu yang memberikan jasa konsumsi ( consumption services ) terhadap
konsumen persatuanwaktu tertentu. 
2. Setiap konsumen dianggap tahu macam barang dan jasa yang tersedia di pasar,
kapasitasteknis masing - masing barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan
konsumen dan tingkat harga masing - masing.
3. Konsumen dianggap tahu secara pasti mengenai jumlah uang yang akan
dibelanjakanya selama periode perencanaan tertentu.

Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan yaitu: 

A. Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal 

B. Pendekatan nilai guna ordinal 

A. Pendekatan Nilai Guna (utility) Kardinal


Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal atau sering disebut dengan teori nilai
subyektif : dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen
dapat dinyatakan secara kuantitif/dapat diukur, dimana keseimbangan konsumen
dalam memaksimumkan kepuasan atas konsumsi berbagai macam barang, dilihat dari
seberapa besar uang yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan dari berbagai
5
jenis barang akan memberikan nilai guna marginal yang sama besarnya. Oleh karena
itu keseimbangan konsumen dapat dicari dengan pendekatan kuantitatif.

Para ahli ekonomi mempercayai bahwa utility merupakan ukuran


kebahagian. Utility dianggap bahwa ukuraan kemampauan barang / jasa untuk
memuaskan kabutuhan. Besar kecilnya utility yang dicapai konsumen tergantung
dari jenis barang atau jasa dan jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi. Sehingga
dapat ditunjukan oleh fungsi sebagai berikut :

U = f ( X1, X2, X3………, Xn ) 

U : besar kecilnya kepuasan:

X : jenis dan jumlah barang yang dikonsumsi.

Besar kecilnya kepuasan yang diperoleh konsumen tergantung pada jenis


dan jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi.

B. Pendekatan Nilai Guna (utility) Ordinal


Pendekatan nilai guna ordinal atau sering juga disebut analisis
Kurva indeference: manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan
barang-barang tidak kuantitif / tidak dapat diukur. Pendakatan ini muncul karena
adanya keterbatasan - keterbatasan yang ada pada pendekatan cardinal, meskipun
bukan berarti pendekatan cardinal tidak memiliki kelebihan.
C. Persamaan kardinal dan ordinal
Persamaan cardinal dan ordinal yaitu sama-sama menjelaskan tindakan
konsumen dalam mengkonsumsi barang-barang yang harganya tertentu dengan
pendapatan konsumen yang tertentu pula agar konsumen mencapai tujuannya
(maximum utility) .

2.2 Teori Nilai Guna (Utility)

2.2.1 Pengertian Teori Nilai Guna (utility)

Teori nilai guna atau utility yaitu teori ekonomi yang mempelajari kepuasan atau
kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsikan barang-barang.
Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka semakin tinggi nilai guna atau utility-nya.

6
Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang maka utilitynya semakin rendah
pula.

Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian: 

a. Marginal utility (kepuasan marginal). Yaitu pertambahan/pengurangan kepuasan


sebagai akibat adanya pertambahan/pengurangan penggunaan satu unit barang
tertentu.
b. Total utility (total utility). Yaitu keseluruhan kepuasan yang diperoleh dari
mengkonsumsi sejumlah barang-barang tertentu.
Sementara M Abraham Garcia-Torres dalam Consumer Behaviour Theory: Utility
Maximization and the seek of Noveltymembagi nilai guna menjadi dua. Berdasarkan
dua tindakan ekonomi yang dilakukan konsumen, Dua tindakan ini saling
berhubungan :
a. Nilai Guna Keputusan (Decision Utility) yang berhubungan dengan Tindakan
pembelian (Action of Purchasing). Dalam tindakan pembelian konsumen
membeli beberapa barang pada waktu yang bersamaan. dan sebelum melakukan
pembelian konsumen harus memutuskan barang yang mana yang akan dia beli.
b. Nilai Guna Pengalaman (Experienced Utility) Yang berhubungan Dengan
Tindakan Konsumsi (Action of Consumption) dengan kapasitas pemenuhan
kepuasan dari barang tersebut.

2.2.2 Marginal utility ( kepuasan marginal )

Yaitu pertambahan / pengurangan kepuasan sebagai akibat adanya


pertambahan/pengurangan penggunaan satu unit barang tertent
Secara matematis dapat dicari dengan rumus : 

MUx = Marginal Utility pada kepuasan barang ke-x (n barang)

MU   = Marginal Utility

U = utility

X = barang yang dikonsumsi

Hukum marginal utility yang semakin menurun/Law of Diminishing Marginal


Utility: “apabila tambahan nilai guna yang akan diperoleh dari seseorang dari
mengkonsumsi suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus
7
menerus menambah konsumsinya dan pada akhirnya tambahan nilai guna tersebut akan
menjadi negative”.

Konsep nilai guna (utility) bisa menjelaskan kelemahan berupa paradok antara
kegunaan suatu barang dengan harganya. Seperti tentang durian, dimana sampai titik
tertentu Anda tidak mau lagi memakannya, bahkan jika buah durian itu diberikan secara
gratis. Hal ini menunjukkan bahwa tambahan kepuasan yang diberikan dari tiap
tambahan unit barang yang dikonsumsi semakin berkurang. Inilah yang disebut Law of
Diminishing Marginal Utility.

Contoh :

Surplus konsumen terjadi jika harga yang dibayarkan oleh konsumen terhadap
suatu barang lebih tinggi dari harga pasarnya. Surplus konsumen akan terus naik jika
konsumen terus membeli produk sampai unit tertentu dan menghentikannya, karena
jika diteruskan konsumen tidak akan mendapatkan surplus lagi.

2.2.3 Pemaksimuman Nilai Guna

Setiap orang berusaha memperoleh dan untuk memaksimumkan kepuasan dari


barang yang dikonsumsinya. Jika hanya terdapat 1 jenis barang pemaksimuman nilai
guna tidaklah rumit dalam pengukurannya. Tetapi pemaksimuman nilai guna akan
rumit apabila lebih dari 1 jenis barng. Kerumitan tersebut diakibatkan oleh adanya
perbedaan harga masing-masing barang. Oleh karena itu syarat pemaksimuman nilai
guna tidak lain adalah setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan
dari berbagai jenis barang,harus memberikan nilai guna yang sama besarnya. 

2.2.4 Efek Penggantian

Perubahan harga suatu barang akan mengubah nilai marjinal utility/rupiah dari
barang yang mengalami perubahan harga tersebut apabila harga suatu barang makin
naik maka nilai marginal rupiah akan semakin rendah dan sebaliknya apabila suatu
barang mengalami penurunan harga maka nilai marginal utility/rupiah akan semakin
tinggi. 

Beberapa alasan yang menyebabkan suatu barang harganya menjadi mahal adalah
kelangkaan dan biaya produksi. Air jauh lebih mudah didapat dari barang lain, intan
misalnya. Sehingga wajar jika intan lebih mahal daripada air karena intan jauh lebih

8
langka. Demikian juga dengan biaya produksi untuk mendapatkan air jauh lebih murah
daripada biaya produksi intan.

2.2.5 Efek Pendapatan

Efek pendapatan terjadi dari berubahnya harga suatu barang (naik atau turun).
Jika harga barang X naik, maka tambahan kepuasan dari mengkonsumsi satu unit
barang tersebut menjadi turun per harga barangnya. Hal ini menyebabkan turunnya
permintaan akan barang X. Sebaliknya jika harga barang Y turun, maka tambahan
kepuasan dari mengkonsumsi satu unit barang tersebut menjadi naik per harganya,
sehingga permintaan akan barang Y naik. Jika pendapatan tidak berubah (tetap)
sedangkan harga barang mengalami kenaikan maka pendapatan rillnya mengalami
penurunan.

2.2.6 Keseimbangan Konsumen

Seorang konsumen dikatakan dalam kondisi seimbang jika telah mengalokasikan


dananya yang terbatas diantara berbagai macam barang dan jasa sedemikian rupa
sehingga realokasi dana tidak akan menaikan total utility yang diperolehnya dari
konsumsi barang tersebut. Berarti dalam konsdisi ini konsumen telah membelanjakan
semua dananya dan kepuasan yang diperoleh adalah maksimum. 

M = Qx . Px + Qy . Py

U = f (Qx, Qy)

Q = jumlah barang yang dikonsumsi

P = harga barang 

U = total Utility

M = Kepuasan Maksimal

Jadi bisa dikatakan bahwa pada saat konsumen mencapai keseimbangan semua
dana telah dibelanjakan dan memberikan suatu tingkat kepuasan maksimum, sehingga
kepuasan yang didapat dari tiap rupiah terakhir yang dibelanjakan pada berbagai
komoditi adalah sama karena berlakunya hokum Law of Diminishing Marginal Utility. 

2.2.6 Menurunkan Fungsi Permintaan

9
Untuk dapat menurunkan fungsi permintaan linier suatu barang kita memerlukan
dua kondisi keseimbangan konsumen . dimana keseimbangan berubah karena adanya
perubahan harga barang tersebut Cateris Paribus. Kondisi Cateris Paribus diperlukan
disini karena adanya fungsi permintaan yang berubah hanya harga barang dan jumlah
yang diminta dari barang tersebut. Sedangkan variable – variable lain dianggap tetap. 

2.3 Nilai Guna, Bentuk dan Berhentinya Kebiasaaan

Menurut M Abraham Garcia-Torres, Nilai Guna pada barang yang sama,


dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu : 

1. Jangka Waktu Konsumsi Barang

Jika jangka waktu konsumsi cukup lama maka ingatan konsumen harus bekerja lebih
keras untuk membangkitkan pengalaman yang lalu. kemudian konsumen akan dapat
menikmati konsumsi berikutnya. karena jangka waktu berkurang, konsumen akan
merasakan kebosanan pada barang yang sama. 

2. Daya Ingat Konsumen

Memori yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama diperlukan antara konsumsi
untuk barang yang sama. Pembuktian fakta ini, adalah bentuk kebiasaan yang lebih
kuat antara orang dewasa dan anak - anak. Dua kelompok ini dapat mengkonsumsi
barang yang sama , atau melakukan hal yang sama tapi mengalami kebosanan
setelah jangka waktu yang berbeda, yaitu orang dewasa lebih cepat bosan daripada
anak- anak. 

3. Kualitas Barang

Peningkatan kualitas barang (ceteris paribus) akan menyebabkan peningkatan nilai


guna pengalaman. Lalu bagaimana kebiasaan terbentuk? Konsumen mempelajari
seberapa lama waktu yang dia perlukan antara konsumsi yang satu dengan
berikutnya. jika dia bisa mengkonsumsi barang tersebut selamaya. Bagaimana dia
bisa menghentikan kebiasaan tersebut? Jika dalam proses perkembangan kebiasaan
dia berbuat kesalahan dan menurunkan waktu konsumsi barang , kemudian otaknya
akan mengembangkan rasa bosan pada barang tersebut. Rasa bosan tersebut
mungkin semacam dia tidak ingin mengkonsumsi barang itu lagi dalam jangka
waktu yang lama dan selamanya. Pada poin ini dia kan menghentikan kebiasaan .

10
berdasarkan alasan ini kita bisa mengelompokan kebiasaan konsumsi ini sebagai
berikut :

a) Kecanduan : yaitu tindakan konsumsi barang dalam jangka waktu yang lama
dan tidak bisa dihindari. kecanduan biasanya terjadi pada Narkoba dan berjudi.
tapi beberapa masyarakat masih menerima beberapa kecanduan seperti pada
teh, kopi, rokok dan seterusya yang dianggap sebagai kebiasaan. 
b) Kebiasaan abadi : yaitu tindakan konsumsi barang dimana konsumen belajar
bagaimana untuk menghabiskanya. Ini berarti dia telah mencapai jangka
waktu yang tepat untuk mengkonsumsi barang tersebut tanpa menjadi bosan.
Kebiasaan abadi bisa berubah menjadi kebiasaan sesaat jika dia melakukan
kesalahan dengan mengkonsumsi barang tersebut terlalu banyak dalam jangka
waktu yang singkat. begitu pula kebiasaan sesaat bisa menjadi Kebiasaan
abadi jika dia berusaha menggunakanya dengan semestinya. Dengan kata lain
klasifikasi mungkin saja berubah setiap saat .Tapi secara sederhan kita bisa
menyimpulkan bahwa jangka waktu antara konsumsi barang yang sama adalah
tetap. Dengan begitu kita bisa memahami dinamika Preferensi.
c) Kebiasaan sesaat : yaitu tindakan konsumsi terhadap suatu barang yang akan
memberikan nilai guna kepada konsumen hanya untuk sesekali. setelah itu dia
akan bosan pada barang tersebut. kalau sudah begitu dia akan memiliki dua
pilihan, tidak menggunakan barang itu lagi atau mencoba untuk mencari
barang sejenis dengan kualitas yang lebih baik dan masih memberikan dia
nilai guna.
d) Mencari kenikmatan baru : konsumen membeli hanya karena rasa ingin tahu,
dan akan menikmati sampai kesenanganya hilang.ketika kesenanganya berlalu
maka barang itu sudah tidak berguna lagi bagi dia. Bagaimana komoditas baru
bisa meningkatkan nilai guna konsumsi? Dari Sudut Pandang konsumen, ini
merupakan rangsangan baru yang membuat mereka ingin memiliki
pengalaman lebih banyak dan membuat mereka merasa nyaman. Kebanyakan
rangsangan ini kita dapatkan lebih dari satu hari. rangsangan ini bukan berasal
dari belanja tapi bisa jadi dari pekerjaan, kita sendiri, dari teman keluarga dan
lain-lain. Tapi untuk sekarang dan akan datang kita juga mendapatkan
rangsangan dari koran, buku baru, kaos baru dan sesuatu yang kita beli. 

11
Kenikmatan baru adalah salah satu faktor yang mempengaruhi Decision Utility.
kenikmatan baru membuat barang menjadi penting. tapi kenikmatan tersebut akan
hilang seiring pertamabahan waktu. Ada juga nilai intrinsik yang ditawarkan oleh
barang kepada konsumen dalam kapsitasnya membangkitkan nilai hedonistik positif.
Dalam hal ini barang sangat potensial untuk menjadi kebiasaan. Pertama kali
seseorang merokok, dia melakukanya karena itu adalah hal yang baru bagi dia dan
dia ingin mencoba. Tapi sekali Kenikmatan itu hilang, kecanduan barang akan
membuat konsumen terus mengkonsumsi barang tersebut. Perokok biasa membeli
rokok bukan karena kesenangan tapi karena dia sudah tidak bias meninggalkanya.

2.4 Konsumsi dan Pembelian

Ada beberapa barang yang bisa dinikmati dalam waktu singkat. jika konsumen
suka maka dia akan membelinya lagi. Ada juga barang setengah awet dan barang awet,
nilai guna pengalaman akan meluas seiring bertambahnya waktu. ketika konsumen
membeli mobil, meja dan menikmatinya selama bertahun - tahun. pada dasarnya
barang-barang ini tidak termasuk dalam daftar belanjaan biasa.

Nilai guna positif yang didapat dari barang setengah awet dan barang awet berati
bahwa konsumen memiliki kebiasaan abadi pada barang tersebut. Sebagai contoh,
Sebuah meja bisa meberikan nilai guna positif karena bisa digunakan untuk duduk
ketika sedang makan, membaca atau bekerja. jika kemampuan meja tersebut untuk
membangkitkan kebiasaan tersebut berakhir karena rusak, berarti untuk memenuhi
kebiasaan tersebut kita harus membeli meja baru. Dengan kebutuhan untuk membeli
meja baru tersebut seorang konsumen mempengaruhi Ekonomi. Penyebab pembelian
meja tersebut adalah kebiasaan konsumen untuk mendapatkan nilai guna dari sebuah
meja. Seberapa cepat seorang konsumen menjadi bosan dengan barang memiliki
dampak langsung terhadap ekonomi. Penurunan secara terus menerus pada jarak antar
konsumsi menghasilkan peningkatan pengeluaran pada konsumsi dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.

Berdasar tiga hal yang mempengaruhi kemampuan pemuasan dari suatu barang,
dua hal adalah bersifat fisik dan satunya tergantung otak konsumen. Jadi disini ada poin
penting, kecepatan dalam perubahan barang yang tidak menjadi rusak. Dasar ini sangat
penting dan mungkin terbukti ditentukan secara sosial. kita juga bisa menyimpulkan
bahwa dasar ini bisa mempengaruhi pertumbuhan dalam ekonomi. Di negara
12
berkembang sebuah meja mungkin akan digunakan hingga rusak, sementara di negara
maju meja kan diganti ketika sudah ketinggalan jaman. 

Daya tahan dan keawetan mungkin ditentukan sang produsen. ini juga
mempengaruhi pertumbuhan. Jadi cara untuk membuat Permintaan tetap, bukan dengan
membuat barang yang sangat awet. Kita mabil contoh Handphone, beberapa orang
sekarang mungkin membuktikan bahwa permintaan telah terpenuhi. tapi berapa lama
sih masa hidup sebuah HP ? kebanyakan empat sampai 5 tahun. Masih menjadi misteri
mengapa tidak ada satu saja perusahaan yang membuat ponsel lebih tahan banting
malah kebanyakan membuat ponsel dengan menambahkan banyak fitur. Ini
membuktikan kalau pembuat ponsel mencoba menghindari berkurangnya permintaan
pasar terhadap ponsel karena ponsel terlalu awet. 

Sekarang kita beralih dari satu orang konsumen kepada konsumsi sebuah negara.
Anggap saja konsumen selalu stabil dalam penggantian barang ( misal ,mereka
mengganti meja tiap sepuluh taun atau berapapun tapi konstan pada tiap konsumen).
kita anggap juga daya tahan barang rata - rata sama., harga barang sama dan
pendapatan konsumen juga sama. konsumen hanya bisa memutuskan berapa banyak
mereka ingin beli dan berapa banyak mereka ingin tabung. Jika kita bisa mendapatkan
semua konsumen berada pada situasi ini, Berarti tidak ada lagi kemungkinan pilihan
lain selain peningkatan pertumbuhan yang tidak berasal dari generasi dengan kebiasaan
baru. Maka produsen akan mencoba untuk menemukan sesuatu tanpa tujuan awal
produksi “menghasilkan banyak dengan input seedikit”. Tapi dengan tujuan
meyakinkan konsumen yang benar-benar butuh barang baru. Hanya jika konsumen
mumutuskan untuk membeli lebih banyak barang, GDP akan meningkat. Ini
membuktikan bahwa perubahan kualitas barang juga akan mempengaruhi peningkatan
GDP, tapi jika peningkatan kualitas tanpa diikuti peningkatan harga maka GDPnya
akan sama.

2.5 Teori Preferensi Konsumen

Ketika mengkonsumsi sejumlah komoditi dalam periode tertentu, Setiap


konsumen akan mendapatkan kepuasan (satisfaction) atau guna (utiliTy). Setiap
konsumen selalu berusaha untuk mendapatkan tingkat kepuasan semaksimal mungkin
dari sejumlah pengeluaran yang sudah mereka lakukan. untuk keperluan tersebut setiap
konsumen harus bisa membuat urutan (rank) dari semua untaian komoditi yang ada.
13
Mereka harus bisa menentukan untaian komoditi mana yang lebih mereka pilih, mana
yang tidak dan mana yang relatif jika dibandingkan dengan yang lain. 

Di dalam membuat Urutan preferensi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi :

1. Untuk setiap dua untai komoditi, misalkan A dan B, jika A memberi kepuasan yang
lebih besar Maka A yang harus dipilih dan bukan B, dan sebaliknya. Bila A dan B
memberikan kepuasan yang sama Maka konsumen bisa memilih A atau B ( A dan B
indiferen )
2. Bila A dipilih dan bukan B, sedangkan B harus dipilih dan bukan C, maka A harus
dipilih dan Bukan C. (berlaku hubungan yang bersifat Transitif )
3. Bila untaian komoditi A terdiri dari unsur - unsur yang sama dengan B, sedangkan
untuk setiap unsurnya A lebih besar daripada B, maka A harus dipilih dan bukan B.
tapi bila sebagian unsur - unsur saja yang lebih besar sedangkan unsur - unsur yang
lain lebih kecil atau sama, maka belum tentu A harus dipilih jika dibandingkan B.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori perilaku konsumen yaitu teori yang menjelaskan tindakan konsumen dalam
mengkonsumsi barang-barang, dengan pendapatan tertentu dan harga barang tertentu
pula sedemikian rupa agar konsumen mencapai tujuannya. Teori tingkah laku
konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan yaitu pendekatan nilai guna
(utility) kardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. Teori nilai guna atau utility yaitu
teori ekonomi yang mempelajari kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seorang
konsumen dari mengkonsumsikan barang-barang. Kalau kepuasan itu semakin tinggi
maka semakin tinggi nilai guna atau utility-nya. Sebaliknya semakin rendah kepuasan
dari suatu barang maka utilitynya semakin rendah pula.

Konsep nilai guna (utility) bisa menjelaskan kelemahan berupa paradok antara
kegunaan suatu barang dengan harganya. Seperti tentang durian, dimana sampai titik
tertentu Anda tidak mau lagi memakannya, bahkan jika buah durian itu diberikan secara
gratis. Hal ini menunjukkan bahwa tambahan kepuasan yang diberikan dari tiap
tambahan unit barang yang dikonsumsi semakin berkurang. Inilah yang disebut Law of
Diminishing Marginal Utility.

3.2 Saran
Pembuatan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan
sumber yang diperoleh. Sehingga isi dari makalah ini masih bersifat umum, oleh karena
itu saya harapkan agar pembaca bisa mencari sumber yang lain guna membandingkan
dengan pembahasan yang kami buat, guna mengoreksi bila terjadi kelasahan dalam
pembuatan makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://blogips-ekonomi.blogspot.com/2018/04/pendekatan-kardinal-perilaku-konsumen.html

https://www.scribd.com/doc/193394270/TEORI-KONSUMEN-PENDEKATAN-
KARDINAL-ORDINAL

16

Anda mungkin juga menyukai