Anda di halaman 1dari 3

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

JURNAL DISKUSI
Mata Kuliah : Tri Hita Karana
Sks : 2
Semester : Ganjil
Tahun Akademik : 2019/2020
Hari/Tanggal : Rabu, 9 Oktober 2019
Kelas :
Nama Kelompok :
Anggota Kelompok :
1. Vidia Devi
2. Chintya Angelina
3. Bati Armando Vegatus
4. Kumara dana
5. Made Soma Jaya
6. Abdul Aras
7. Ramadhan Saputra
8. Giri Natha
9. Kerta Kusuma
10. Darma Cahyadi
11. Restu Manuhara
12. Rega Kumala
13. Arfian Rusdi
14. Gusti Ngurah Komang Alvin
15. Daniel Eka
16. Yuni Lestariani
17. Ade Dwiyati
18. Daniel Gombo
Kearifan Lokal THK Pada Subak

Subak merupakan sebuah organisasi yng dimiliki oleh masyarakat petani di Bali yang khusus
mengatur tentang manajemen atau irigasi sawah secara tradisional. Keberadaan subak
merupakan manifestasi dari filosofi atau konsep Tri Hita Karana.

Tri Hita Karana berasal dari kata “Tri” yang artinya tiga , “Hita” yang artinya kebahagianatau
kesejahteraan dan “Karana” yang artinya penyebab. Maka dapat disimpulkan bahwa Tri Hita
Karana yang berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan”.

Penerapan sistem Tri Hita Karana pada subak yaitu:

a. Parahyangan yaitu hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan.


b. Pawongan yaitu hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya.
c. Palemahan yaitu hubungan harmonis antara manusia dengan alam dan
lingkungannya.

Sistem atau organisasi subak yang dilakukan oleh masyarakat pulau dewata Bali , tidak hanya
membahas tentang suatu pembagian air untuk para petani melainkan pada organisasi ini juga
membahas tentang permasalahan yang terjadi , permasalahan tersebut dipecahkan dengan
bersama-sama sehingga masalah demi masalah yang dihadapi dapat dipecahkan dengan cara
musyawarah dan juga memberikan kemudahan bagi petani, pada subak sendiri juga
melakukan diskusi tentang jadwal penanaman padi yang baik. Didalam suatu subak juga
terdapat kelompok kelompok yang disebut dengan Seka yang diterapkan secara turun
temurun di Bali. Dalam subak juga memiliki pemimpin yang disebut dengan Pekaseh. Di
setiap subak juga memiliki sebuah pura yang disebut dengan Pura Ulun Carik atau disebut
juga dengan Pura Bedugul, pada pura ini khususnya dibangun oleh petani untuk memuja
Dewi Sri atau yang sering disebut dengan Dewi Kemakmuran dan Dewi Kesuburan.

Sistem pengairan pada subak ini diatur oleh tokoh adat yang dimana tokoh tersebut juga
berprofesi sebagai petani yang memiliki tanggung jawab lebih yang dapat disebut dengan
Kelian, tugas dari Kelian adalah untuk mengawasi dan juga mengelola subak itu sendiri.

Dalam penerapan subak yang disebutkan diatas , terdapat juga nilai-nilai yang dapat kita
ambil yaitu:

1. Parahyangan menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan


Dalam sistem subak , petani akan yakin dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi Wasa
sehingga disetiap krama subak yang ada di Bali membangun Pura Ulun Carik untuk
melakukan persembahyangan atau yadnya sebelum ataupun sesudah melakukan
kegiatan di sawah, masyarakat juga meyakini jika melakukan persembahyangan dan
memberi persembahan berupa hasil panen yang kita dapat dari sawah akan
mendapatkan berkat dari Dewi Sri yang merupakan Dewi Kemakmuran yang dipuja
pada Pura Ulun Carik atau yang disebut juga Pura Bedugul.
2. Pawongan menjaga hubungan harmonis dengan sesama
Dalam subak ini memiliki anggota dan juga pemimpn , dimana anggota yang disebut
dengan krama subak sedangkan pemimpin subak disebut dengan Kelian subak.
Walaupun dikelompokkan tetapi kita harus menjaga hubungan harmonis dengan
sesama agar kegiatan subak ini berjalan dengan lancar dan mendapat kebahagiaan
bersama.

3. Palemahan menjaga hubungan harmonis dengan alam dan lingkungan


Hubungan yang harmonis yang harus dibangun oleh anggota subak dengan
lingkungan sekitar atau lingkungan irigasi itu sendiri, jika hubungan dengan alam
sekitar sudah tidak baik maka sistem subak ataupun hasil yang didapatpun tidak akan
baik yang dapat menyebabkan kerugian.

Anda mungkin juga menyukai