Anda di halaman 1dari 16

Karya Tulis Ilmiah

TRADISI MEGIBUNG SEBAGAI UPAYA


PELESTARIAN SENIKULINER BALI
DENGAN PRINSIF HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN

Disusun oleh :
NI NENGAH SETIAWATI
P07120016179
KELAS I.I

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan anugerah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah tentang Tradisi Megibung sebagai Upaya Pelestarian Senikuliner Bali
Dengan Prinsif Hygiene Dan Sanitasi Makanan tepat pada waktunya tanpa ada
hambatan yang berarti.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga peyusunan
tugas ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Besar harapan kami, tugas ini nantinya dapat bermanfaat bagi para
pembaca, meskipun kami sadar bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan
segala keterbatasan yang ada. Oleh karena itu kami sangat menantikan kritik dan
saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas ini. Atas perhatian bantuan
dari semua pihak, kami mengucapkan terima kasih.

Denpasar, Desember 2018


Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 3
2.1 Tradisi Megibung di Bali ............................................................... 3
2.2 Sejarah Tradisi Megibung di Karangasem...................................... 5
2.3 Tahapan Dalam Tradisi Megibung ................................................ 5
2.4 Konsep Megibung Dengan Prinsif Hygiene dan Sanitasi Makanan 9
BAB III PENUTUP............................................................................. 12
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 12
3.2 Saran............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Bali dikenal kaya dengan berbagai macam tradisi atau budaya.
Megibung merupakan salah satu tradisi yang ada di Kabupaten Karangasem.
Megibung merupakan tradisi makan bersama dalam satu wadah. Jumlah peserta
yang ikut megibung dalam satu wadah biasanya terdiri dari delapan orang. Tradisi
megibung adalah salah satu tradisi yang memiliki nilai kebangsaan yang tinggi
dan nilai-nilai luhur yang sangat mulia. Di dalamnya banyak terkandung nilai
yang dapat meningkatkan rasa kekeluargaan dan semangat kebersamaan tanpa
membedakan suku, agama, ras, dan derajat. Selain itu, juga terkandung nilai
semangat gotong royong, nilai disiplin diri, nilai etika dan sopan santun yang
tinggi di antara masyarakat. Nilai-nilai luhur yang diwariskan dalam tradisi
megibung ini dapat dijadikan suri tauladan bagi daerah lain di Indonesia sebagai
media komunikasi yang dapat memperkuat persatuan dan kesatuan masyarakat
Indonesia yang majemuk.
Tradisi megibung di Kabupaten Karangasem sudah ada berabad-abad
silam, akan tetapi karena perkembangan dan pelestraian budaya yang masih
rendah menyebabkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi terlupakan.
Sehingga opini publik tentang tradisi megibung pun menjadi bergeser. Banyak
masyarakat sekarang yang beranggapan bahwa megibung adalah kegiatan yang
menghabiskan uang (pemborosan) dan tidak efektif. Hal ini dapat dilihat ketika
masyarakat yang selesai megibung, biasanya ada sisa makanan yang dibuang. Ada
pendapat lain yang mengatakan bahwa megibung itu tidak sehat, karena pada saat
megibung akan memunculkan peluang untuk penyebaran virus atau kuman
penyakit. Untuk itu prinsif higiene dan sanitasi makanan pada tradisi megibung
harus diterapkan dengan baik, sehingga dapat menjaga kesehatan dalam tradisi
tersebut.

1
1.2 Rumusan Massalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan massalah yang diajukan
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana Tradisi Megibung di Bali ?
2. Bagaimana sejarah megibung di Karangasem ?
3. Bagaimana tahapan tradisi megibung ?
4. Bagiaman konsep megibung dengan prinsif higiene dan sanitasi
makanan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tradisi dan sejarah megibung di Bali.
2. Untuk mengetahui tahapan proses tradisi megibung
3. Untuk mengetahui konsep megibung dengan prinsif higiene dan sanitasi
makanan.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Untuk Penulis
Manfaat yang diperoleh oleh penulis yaitu menambah wawasan penulis
tentang pelestarian tradisi megibung.
2. Untuk Pembaca
a. Dapat memeberikan gambaran kepada mayarakat tentang bagaimana
sebenarnya proses megibung yang efektif, efesien dan sehat. Sehingga
masyarakat secara umum akan kembali untuk melestarikan budaya
megibung yang ada di kabupaten karangasem.
b. Dengan melestarikan budaya megibung maka dapat tetap menjaga
rasa semangat kekeluargaan, semangat kebersamaan, semangat gotong
royong, semangat disiplin dan semangat etika dan sopan santun antar
masyarakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tradisi Megibung di Bali


Dari sekian banyak tradisi di Bali yang memunculkan makna
kebersamaan, salah satunya adalah soal makan. Sampai sekarang di beberapa desa
tertentu tradisi makan bersama itu tetap dipelihara dan menjadi bagian yang
mengasyikkan. Istilah lain dari makan bersama adalah melimbur, dimana masing-
masing orang membawa makanan dari rumah. Sampai di tempat yang ditentukan
dalam melimbur, masing-masing orang membuka makananya. Setiap orang
membuka lauk yang dibawanya dan menawarkan kepada yang lain. Suasana yang
dibangun adalah kebersamaan untuk merangsang nafsu makan dengan saling
mencicipi makanan dari orang lain. Sebuah tradisi kuno masyarakat agraris. (Putu
Setia; Bali Yang Meradang; 2006).
Megibung adalah merupakan salah satu tradisi warisan leluhur, dimana
merupakan tradisi makan bersama dalam satu wadah. Selain makan bisa sampai
puas tanpa rasa sungkan, megibung penuh nilai kebersamaan, bisa sambil
bertukar pikiran,saling mengenal, lebih mempererat persahabatan sesame warga.
Makan bersama atau megibung ini, dalam setiap satu wadah terdiri dari 6-8orang,
memang merupakan wujud kebersamaan tidak ada perbedaan antara orang kaya
maupun miskin juga perbedaan kasta ataupun warna, semua duduk berbaur dan
makan bersama, tapi pada perkembangan berikutnya antara laki dan perempuan
dipisahkan, tapi kalau masih dalam satu keluarga ataupun tetangga, mereka
memilih bergabung.
Tradisi megibung sering digelar berkaitan dengan berbagai jenis upacara
adat dan agama (Hindu), seperti upacara potong gigi,otonan anak, pernikahan,
ngaben, pemelaspasan, dan piodalan di Pura. Seiring dengan kemajuan teknologi
di berbagai bidang saat ini, tradisi megibung mengalami pergeseran dimana
masyarakat mencari aspek kepraktisan dengan mengadopsi tata cara makan secara
nasional yaitu prasmanan.
Di Kabupaten Karangasem istilah makan bersama dikenal dengan nama
megibung. Megibung merupakan tradisi makan bersama dalam satu wadah

3
dengan cara lesehan posisi duduk melingkar yang biasanya berjumlah delapan
orang. Adapun keunikan tersendiri dari tradisi megibung tersebut adalah laki-laki
megibung bersama laki-laki. Sedangkan yang wanita bersama-sama dengan
wanita. Peserta megibung tak harus dengan orang-orang yang saling dikenal. Para
undangan yang tak saling kenal pun duduk dan makan bersama-sama. Sajian yang
disantap bersama, namanya gibungan yang terdiri atas nasi yang dibulatkan lalu
disajikan di atas dulang. Gibungan dilengkapi berbagai jenis masakan khas Bali
dari babi, kecuali gibungan yang tidak boleh terbuat dari kerbau atau bebek.
Tanda mulainya megibung, diawali dengan memukul kentongan. Begitu
tung, tung, tung, keluarga yang memiliki hajatan mempersilakan para undangan
mendekat ke tempat gibungan yang telah disediakan. Biasanya gibungan
ditempatkan di halaman rumah, atau tempat yang lapang, karena jumlahnya
banyak dan agar bisa serentak. Gibungan itu, ditaruh di atas alas tikar atau daun
pisang. Peserta megibung boleh tak beralas, namun gibungan harus dialasi.
Penghormatan kepada Dewi Sri. Bagian yang juga harus ada dalam megibung
selain gibungan, adalah ceretan (tempat air minum) dan paselokan (tempat cuci
tangan).
Bila para undangan sudah mendekati gibungan, tukang tarek mulai
memandu jalannya megibung. Mula-mula ditanyakan, apakah pesertanya sudah
pepek (penuh delapan orang). Jika kurang ditambah agar jumlahnya lengkap
delapan orang. Bila sudah pepek, tukang tarek mempersilakan peserta megibung
mencuci tangan. Setelah usai cuci tangan, peserta megibung harus menunggu aba-
aba dari tukang tarek. Setelah semua sudah cuci tangan, kemudian para undangan
dipersilakan mulai makan dan para undangan serentak mulai menikmati hidangan
bersama.
Setelah rangkaian megibung selesai, peserta tidak langsung bubar
melainkan kembali mencuci tangan untuk megibung sanganan yang terdiri atas
berbagai jenis jajan. Biasanya megibung sanganan dibarengi dengan menyajikan
brem. Setelah megibung selesai, peserta tak boleh langsung bubar. Tukang tarek
mempersilakan kembali cuci tangan. Gibungan yang tadinya terbuka, oleh peserta
dilipat kembali. Setelah itu, peserta baru dipersilakan bubar.

4
2.2 Sejarah Tradisi Megibung di Karangasem
Dijelaskan bahwa tradisi megibung muncul dari para petani yang bekerja
di sawah dengan nakil (membawa makanan dari rumah) dan kemudian makan
bersama dengan petani-petani tetangganya yang juga nakil. Kegiatan tersebut
terus dilakukan secara terus menerus pada lahan kosong di perbatasan petak
sawah untuk kebersamaan para petani tersebut. Makan bersama dengan format
yang lebih besar disebut megibung. Karena formatnya besar, maka acara
megibung tidak bisa dilakukan di tengah persawahan atau di bawah pohon kopi
yang rindang. Makanan untuk megibung dipersiapkan bersama-sama. Setelah
makanan jadi, makanan ditaruh dalam sebuah tempat besar, lalu dikitari beberapa
orang.
Sumber lain menyebutkan bahwa tradisi megibung (makan bersama)
diciptakan oleh Raja Karangasem, I Gusti Anglurah Ktut Karangasem ketika
beliau menyerbu Lombok. Megibung digunakan untuk menghitung korban
perang dan pasukan yang masih bertahan. Megibung memberi penekanan pada
nilai kebersamaan dan demokrasi. Tidak ada perbedaan kasta dan perbedaan
tingkat ekonomi, semua orang yang mengelilingi gibungan adalah sama di
hadapan Dewi Sri (Dewi Kemakmuran). Tradisi ini adalah implementasi dari
filosofi Bali kuno, “paros sarpanaya, selunglung sabayantaka” atau kebersamaan
dalam suka dan duka. (BALIwww.com_Bali Indonesia Travel Guide)

2.3 Tahapan Dalam Tradisi Megibung


1. Persiapan (Tahap Mempersiapkan)
Pekerjaan awal yang perlu dilakukan sebelum tradisi megibung
adalah menentukan jenis Yadnya yang dilakukan dan banten beserta
runtutannya yang perlu disiapkan karena akan terkait dengan ulam banten
(baca Be Karangan) sebagai kelengkapan Banten, stelah diketahui baru
menentukan Kerabat/kerama yang akan terlibat dalam menyiapkan sesaji
itu sehingga mendapat perhitungan pasti berapa keperluan daging dan
kelengkapan lainnya (termasuk menyiapkan nasi), cara pengerjaannyapun
dilakukan secara bersama-sama dan penuh rasa kekeluargaan dan

5
kegotongroyongan yang tercermin mulai saat menyiapkan peralatan
sampai membagi pekerjaan atau tugas.
2. Proses Pengolahan Hidangan untuk Gibungan
Setelah semua persiapan bahan dan bumbu selesai dibuat, selanjutnya
dilakukan proses pengolahan, dengan melibatkan krama/anggota banjar
juga. Juru patus memimpin proses pengolahan dengan memberi tugas
kepada anggota krama misalnya ada yang mengolah sate, mencincang
daging untuk lawar, merebus sayur, memanggang/menggoreng sate,
memarut kelapa, mencampur adonan lawar, yang secara keseluruhan
dikerjakan bersama-sama dan saling membantu. Pada intinya disaat
mengolah hidangan, sangat mengedepankan asas gotong royong .
3. Menata/Penyajian Gibungan
Dalam menata nasi dan daging karangan (terdiri dari berbagai adonan
lawar) dilaksanakan secara teratur mulai penempatan sayur,adonan lawar,
daging serta sate ditempatkan sedemikian rupa
karena pada saat akan menurunkan setiap jenis hidangan ada urutannya
tersendiri, ada tahapantahapannya, yang mesti dilakukan secara
berurutan/tidak sembarangan,seperti tersaji pada gambar berikut:

Gambar: Penataan Nasi Untuk Gibungan


Keterangan gambar: Nasi diletakkan dibagian tengah, sedangkan pada
setiap pojok ditambahkan garam dan cabe rawit dengan tujuan untuk
kelengkapan jika orang yang makan merasa kurang garam maupun kurang
pedas.Sedangkan untuk penataan karangan (lawar dan kelengkapannya)
dapat disajikan seperti gambar berikut:

6
Gambar penataan karangan (lawar dan kelengkapannya)
1= Lawar Merah
2= kacang-kacang
3=gegecok
4=keskes
5 = urab
6 = anyang
7 = padamara (campuran semua lawar di atas, ditambah belimbing dan
balung iga ditempatkan pada takir daun atau tapan)
8 = sate: 12 tusuk terdiri dari 5 tusuk sate asem, 7 tusuk sate pusut.
Contoh gambarnya sebagai berikut:

Gambar: Penataan aneka lawar dan sate

Gambar: contoh penataan hidangan gibungan untuk satu sela yang masih
menggunakan alas tradisional (aled) untuk alas nasi

7
4. Tata Cara Makan /Megibung
Posisi megibung adalah melingkar yang menurut tradisi terdiri dari 8
(delapan) orang sesuai arah mata angin dan ditengah adalah hidangan
(gibungan). Kalau diperhatikan secara philosofi dapat diartikan bahwa
pengaturan tempat duduk sudah mengandung nilai tinggi yaitu 8 terkait
dengan astadala ditambah di tengah menjadi Sembilan (9) yang artinya
kita selalu ingat akan Sembilan kekuatan yang disebut Dewata Nawa
Sanga yang menciptakan keseimbangan dan keharmonisan alam semesta
ini artinya sebelum kita memulai menyantap makanan/hidangan gibungan
itu, selalu didahului dengan memohon kehadapan Beliau yang telah
menciptakan alam dengan segala isinya, memberikan kebahagiaan,
keselamatan dan kesejahteraan bagi mahluk yang ada di buana (dunia) ini.
Artinya setiap pelaksanaan tradisi megibung harus didahului dengan
memohon keselamatan alam beserta isinya kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Namun seiring perkembangannya sekarang jumlah anggota
dalam satu sela terdiri dari 6 orang , dengaan alasan factor kenyamanan
duduk berenam, walaupun secara etika tidak mengurangi arti atau makna
megibung itu sendiri.
Dari penataan tempat duduk yangmelingkar itu yang terdiri dari 8
(delapan) orang ada keunikan dan etika di dalamnya yaitu: (1) Diantara 8
(delapan) orang yang duduk melingkar itu kemungkinan belum saling
kenal; (2)Tradisi yang masih kental di masyarakat masih berlaku
golongan-golongan /strata sosial tertentu, dimana tempat duduk di saat
megibung kondisi strata tidak berlaku; (3) Bagi golongan tertentu yang
dianggap tinggi atau krama yang dianggap lebih tua selalu dipersilahkan
duduk terlebih dahulu dan posisinya di arah utara atau timur tepatnya
timur laut sebagai penghormatan.;(4)Krama yang lainnya dipersilahkan
duduk selanjutnya menempati posisi yang sudah tersedia;(5) Anggota
yang duduk di posisi timur laut berperan sebagai pengenter artinya
yang bertugas mengisi lauk pauk perjenis lauk ke atas nasi gibungan
sesuai urutan/tahapannya, dilanjutkan dengan mengucapkan sampun

8
sayaga (sudah siap untuk menikmati).; (6) Menikmati hidangan
didahulukan orang yang lebih tua, dilanjutkan oleh anggota yang lain.
Pada saat mulai megibung ada aturan-aturan yang harus diikuti antara lain;
(1) nurunkan/membagikan daging karangan didahului dengan sayur,
adonan lawar, daging/balung, terakhir sate.;(2) Pada saat makan tidak
boleh menaruh sisa makanan tersebut di atas tempat gibungan,melainkan
harus ditaruh dibawah/ di muka tempat duduk kita.;(3)makanan tidak
boleh berserakan, apalagi lewat ke tempat duduk di sebelahnya;(4) Nasi
atau daging hanya boleh diambil yang ada dihadapan kita dan tidak boleh
mengambil makanan di tempat atau wewidangan orang lain di sebelah
kita.;(5).Membagi daging/lauk tidak boleh menggunakan mulut;(6). Air
minum yang disediakan pada kendi (Caratan), pada saat minum, bibir
tidak boleh menyentuh mulut kendi; (7). Setelah selesai megibung tidak
boleh mendahului bangun atau pergi, melainkan harus terlebih dahulu
menunggu semua kelompok yang megibung sudah selesai makan,artinya
mulai bersama-sama, selesaipun bersama-sama.

Berikut Gambar pelaksanaan megibung:

Gambar: tata cara megibung

2.4 Konsep Megibung dengan Prinsif Hygiene Dan Sanitasi Makanan


Pengertian hygiene menurut Depkes RI (2004), hygiene adalah upaya
kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti
mencuci tangan dangan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan,
mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan
yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Penanganan
makanan secara hygiene bertujuan untuk mengendalikan keberadaan patogen

9
dalam makanan. Menurut Widyawati (2002), hygiene adalah suatu pencegahan
penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia
beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang
menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak
kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses
pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan
minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen.
Menurut (Widyawati, 2002) sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit
yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
Sedangkan (Depkes RI, 2004) Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya,
menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan
tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan.
Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian
makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan yang akan
merugikan pembeli, mengurahi kerusakan/pemborosan makanan.
Sanitasi makanan merupakan salah satu bagian yang penting, dalam segala
aktivitas masyarakat, mengingat adanya kemungkinan penyakit-penyakit akibat
makanan. Kebiasaan-kebiasaan tradisionil dalam mengelola makanan mesih
menduduki posisi yang kuat di masyarakat kita selama belum ada cara pengganti
yang berkenan. Pengertian dari prinsip ini adalah pengendalian terhadap
tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Prinsipnya antara lain :
pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan,
penyimpanan makanan masak, pengangkutan makanan dan penyajian makanan.
Agar makanan tetap aman dan sehat diperlukan beberapa cara yang meliputi
penyimpanan, pencegahan kontaminasi dan pembasmian organisme dan toksin.
Beberapa faktor yang baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
makanan adalah: air, air kotor (sewage), tanah, udara, manusia, hewan
ternak/piaraan, binatang pengerat.

10
Sebagai akibat suatu kontaminasi terhadap makanan, pada umumnya akan
disertai dengan terjadinya proses pembusukan. Pembusukan tidak selalu oleh
adanya kontaminasi, tetapi dapat juga terjadi oleh kegiatan enzim yang sudah
terdapat dalam makanan itu sendiri secara alami. Infeksi penyakit melalui
makanan (Food Borne Disease) adalah suatu gejala penyakit yang timbul akibat
makan bahan makanan yang mengandung mikroorganisme atau toksinnya
(termasuk tumbuh-tumbuhan, bahan kimia, binatang).
Strategi yang tepat dalam menjaga agar dalam tradisi megibung tetap
mengutamakan prinsif higienis dan sanitasi makanan adalah dengan melakukan
pendekatan terhadap masyarakat tersebut. Strategi tersebut sebenarnya kita
mengembalikan kepada mayarakat untuk meningkatkan kesadarannya dalam
menjaga budaya megibung dengan prinsif kesehatan terjamin. Misalnya dalam
masyarakat diberikan pengetahuan dan wawasan akan pentingnya kesehatan.

Adapaun Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan tersebut adalah :


Prinsip 1 : Pemilihan Bahan Makanan.

Prinsip 2 : Penyimpanan Bahan Makanan

Prinsip 3 :Pengolahan Makanan

Prinsip 4 : Penyimpanan Makanan Masak

Prinsip 5 : Penyajian Makanan

Dan prinsif yang paling penting adalah mencuci tangan saat akan memulai

tradisi megibung.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut.
1. Tradisi megibung adalah salah satu tradisi yang memiliki nilai –nilai
etika, moral, dan kesopanan yang tinggi yang sangat mulia yang di
dalamnya banyak terkandung makna yang dapat meningkatkan rasa
kekeluargaan dan semangat kebersamaan tanpa membedakan derajat, status
sosial.; Proses persiapan, pengolahan, dan penyajian hidangan megibung
secara umum dilakukan bersama-sama oleh anggota banjar (krama) utamanya
krama laki-laki, dan dipimpin oleh seorang juru patus atau belawa, hal
bermakna semangat gotong royong yang sangat tinggi.Selanjutnya adanya
opini masyarakat yang menganggap tradisi megibung kurang elegan atau
kurang mewah dari sisi status sosial, kurang praktis, pemborosan, berakibat
beralihnya pola makan bersama ke pola prasmanan, padahal sesungguhnya
pola megibung jauh memiliki makna yang mendalam yang diajarkan secara
tidak langsung oleh para leluhur terdahulu. Oleh karena itu sudah
seharusnya menjadi kewajiban generasi muda untuk melestraikan, menjaga
tradisi-tradisi yang luhur, syarat makna.
2. Sanitasi makanan merupakan salah satu bagian yang penting, dalam segala
aktivitas masyarakat, mengingat adanya kemungkinan penyakit-penyakit
akibat makanan. Kebiasaan-kebiasaan tradisionil dalam mengelola makanan
mesih menduduki posisi yang kuat di masyarakat kita selama belum ada cara
pengganti yang berkenan.
3.2 Saran
Dalam kehidupan manusia dan setiap makhluk hidup, makanan
mempunyai peranan penting dan peranan tersebut dapat digambarkan bahwa
setiap manusia memerlukan makanan untuk kelangsungan hidupnya, manusia
yang terpenuhi semua kebutuhan makanannya akan terlindung dan terjamin
kesehatannya dan memiliki tenaga kerja yang produktif, dan bahan makanan dapat
merupakan media perkembang biakan kuman penyakit atau dapat juga merupakan
media perantara dalam penyebaran suatu penyakit.

12
DAFTAR PUSTAKA

Madya. I.W. 2007 pelestarian tradisi megibung di karangasem


sebagai media komunikasi pmersatu bangsa dengan pendekatan
partisipasi masyarakat. Artikel popular.
Depkes RI. 2004. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Dirjen PPM dan

PLP. Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai