Anda di halaman 1dari 8

Mata Kuliah

: Etika Bisnis

Nama Anggota

: 1. Aji Brilliant Dewantara


2. Indra Oktavianto
3. Reza Andhika Putra

Kelas

: 4EA18

Judul

: Bab 7 ( Perspektif Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam Dan Barat,


Etika Profesi )
Bab 12 ( Membahas kasus yang ada dalam literature atau dari
media lain yang berhubungan dengan materi )

Sumber

1. Thomas W. Zimmerer, Norman M. Scarborough, Entrepreneurship and The New Ventura


Formation 1996 hal. 21,
2. Bangun Wilson, S.E., M.SI .2010. Teori Ekonomi Mikro . Refika Aditama
3. Prawironegoro, Darsono, 2010. Jakarta, Ekonomi Manajerial . Nusantara Consulting
4. Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi), Malayu S.P. Hasibuan.
5. Budi Untung, 2012. Hukum dan Etika Bisnis. Yang Menerbitkan CV Andi Offset
6. http://www.tempointeraktif.com/hg/opiniKT/2009/10/17/krn.20091017.179335.id.html

BAB 7

PERSPEKTIF ETIKA BISNIS DALAM AJARAN ISLAM DAN BARAT,


ETIKA PROFESI
A. Beberapa Aspek Terkait dengan Bagaimana Islam Memandang Etika dalam Bisnis
1. Islam mengajarkan agar dalam berbisnis, seorang muslim harus senantiasa berpijak kepada
aturan yang ada dalam agama, utamanya bagaimana pengusaha tidak hanya memikirkan
kepentingan sendiri, namun juga bisa membina hubungan yang harmonis dengan konsumen
atau pelanggan, serta mampu menciptakan suasana saling meridhoi dan tidak ada unsur
eksploitasi. Hal ini sebagaimana ketentuan dalam Al-Quran yang memberi pentunjuk agar
dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS.
4:29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi
transaksi kredit (QS. 2: 282).
2. Bekerja dalam konteks Islam harus didasari atau berlandaskan kepada iman. Dalam kaitan
iman, berbisnis tidak semata-mata mengejar keuntungan duniawi, melainkan seorang muslim
harus senantiasa ingat bahwa apa pun yang ia kerjakan harus diimbangi dengan komitmen
kecintaan kepada Allah. Dengan demikian, Iman akan membawa usaha yang dilakukan
seorang muslim jauh dari hal-hal yang dilarang dalam hukum jual beli seperti riba, menipu
pembeli, dan sejenisnya.
B. Aspek Etika Berbisnis Dalam Islam
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi
dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial
demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi
terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam
sistem Islam.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan
besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang
selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena
kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan
itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya
batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja
dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang
tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya
melalui zakat, infak dan sedekah.
4. Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena
tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis
prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa
yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang
dilakukannya.
5. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad
(transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses
upaya meraih atau menetapkan keuntungan.

C. Teori Ethical Egoism


Ethical Egoism menegaskan bahawa kita tidak harus mengabaikan secara mutlak
kepentingan orang lain tetapi kita patut mempertimbangkannya apabila tindakan itu secara
langsung akan membawa kebaikan kepada diri sendiri. Egoism mengatakan suatu tindakan
dikatakan etis apabila bermanfaat bagi diri sendiri serta mengatakan bahwa kita harus mengejar
sendiri atau mengutamakan kepentingan diri kita.
Ethical Egoism adalah berbeda dengan prinsip-prinsip moral seperti sentiasa bersikap
jujur, amanah dan bercakap benar. la kerana tindakan tersebut didorong oleh nilai-nilai luhur
yang sedia ada dalam diri manakala dalam konteks ethical egoism pula sesuatu tindakan adalah
didorong oleh kepentingan peribadi. Misalnya, seseorang individu yang memohon pinjaman
akan memaklumkan kepada pegawai bank tentang kesilapan pihak bank bukan atas dasar
tanggungjawab tetapi kerana beliau mempunyai kepentingan diri.
D. Teori Cultural Relativism
Satu budaya memiliki kode moral yang berbeda dengan budaya yang lain. Hal ini
menghasilkan suatu sistem relativisme budaya. Dalam relativisme budaya etis tidak ada standar
objektif untuk menyebut satu kode sosial yang lebih baik dari yang lain, masyarakat mempunyai
kebudayaan memiliki kode etik yang berbeda pula, kode moral kebudayaan tertentu tidak serta
merta berguna pada kebudayaan yang lain, tidak ada kebenaran universal dalam etika dan tidak
lebih dari arogansi kita untuk menilai perilaku orang lain.Misalnya, Membunuh itu bisa benar
dan juga bisa salah tergantung apa tujuan orang melakukan pembunuhan.
E. Konsep Deontology
Deontologi berasal dari kata deon yang berarti tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu
dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi
perbuatannya. Teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant ini mengatakan bahwa keputusan
moral harus berdasarkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip universal, bukan "hasil" atau
"konsekuensi" seperti yang ada dalam teori teleologi.
Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi mengikuti suatu

prinsip yang baik

berdasarkan kemauan yang baik. Dalam teori ini terdapat dua konsep, yaitu : Pertama, Teori
Keutamaan (Virtue Ethics). Dasar dari teori ini bukanlah aturan atau prinsip yang secara

universal benar atau diterima, akan tetapi apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup. Dasar
dari teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan manusia saja, akan tetapi seluruh manusia
sebagai pelaku moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang yang adil, jujur, murah hati, dsb
sebagai keseluruhan.
F. Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses
sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada
bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknik dan desainer.
G. Kode Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar & baik & apa yang tidak benar & tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan & perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu
suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan / suatu
pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Pengertian kode etik yang lainnya yaitu, merupakan suatu bentuk aturan yang tertulis,
yang secara sistematik dengan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada &
ketika dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi berbagai macam tindakan
yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik tersebut.
H. Prinsip Etika Profesi
1. Prinsip Tanggung Jawab : Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena
orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas profesi
yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung jawab dan akan
melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standar diatas rata-rata, dengan
hasil maksimal serta mutu yang terbaik.

2. Prinsip Keadilan : Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam
melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu,
khususnya orang-orang yang dilayani dalam kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
3. Prinsip Otonomi : Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar
agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya hal
ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri. Karena hanya mereka yang
professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut
campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
4. Prinsip Integritas Moral : Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri profesi di
atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah juga orang yang mempunyai
integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu mereka mempunyai komitmen
pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain
maupun masyarakat luas.

BAB 12
Membahas Kasus Yang Ada Dalam Literature Atau Dari Media Lain Yang
Berhubungan Dengan Materi
Contoh Kasus Deontologis
Siaran Langsung Tv One Tentang Pembacaan Tuntutan JPU Kepada Ashari Tanggal
19 Januari 2010, Jaksa Penuntut Umum Cyrus Sinaga membacakan tuntutan yang terdiri dari
600 lembar, sebagian isi tuntutan tersebut merupakan kalimat yang dianggap vulgar karena
mengurai secara mendtail perbuatan asusila yang dilakukan Antasari dengan Rani Juliani,
isteri siri Nasrudin Zulkarnaen di kamar Hotel Grand Mahakam, Jakarta Selatan.
TV One yang terkena imbasnya karena menayangkan siaran langsung pembacaan
tuntutan tersebut. Akibat penayangan program "Breaking News" tentang siaran pembacaan
Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Jakarta Selatan mulai pukul 9.54 WIB (19/01/2010),
TV One diberi surat teguran oleh KPI Pusat. TV One dianggap telah melanggar beberapa
pasal yang berkaitan dengan penyiaran, pers, Standar Program Siaran, dan Kode Etik
Jurnalistik. Analisis kasus deontologist: Sesuai dengan Kitab Hukum Acara Pidana, hakim
boleh menyatakan sidang terbuka bila tidak menyangkut kasus asusila atau bila terdakwanya
bukan anak-anak. Artinya, hakim tidak melanggar aturan ketika membiarkan jaksa
membacakan dakwaan yang berisi perincian adegan intim itu. Sebelum sidang berlangsung,
Hakim tentunya sudah membaca materi dakwaan. Merupakan kewenangan hakim untuk
memperingati media untuk tidak menyiarkan isi dakwaan secara lengkap. Bila ada media
yang menyiarkan rekaman secara lengkap, maka hal tersebut bukanlah tanggung jawab
hakim.
Walaupun tujuan disiarkannya tuntutan jaksa secara langsung dimaksudkan untuk
menyampaikan kebenaran secara terbuka, namun karena dalam pembacaan tuntutan tersebut
terdapat kalimat yang menguraikan hubungan seksual secara mendetail, maka tindakan
tersebut tidak dapat dibenarkan. Tindakan tersebut melanggar Pasal 36 ayat (3) dan (5b) UU
No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers,

Pasal 13 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 j Standar Program Siaran KPI Tahun 2009
serta Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Respon KPI melalui surat
teguran yang diberikan utuk Tv One dapat dijelaskan dengan menggunakan metode etika
deontologist.
Etika deontologist tidak mempertimbangkan alasan disiarkannya hal tersebut, namun
mempertimbangkan benar atau tidak-nya tindakan tersebut sesuai hukum yang berlaku.
Deontologi ( Deontology ) sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu : deon yang
artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini
konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan
dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi
menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi
perbuatan itu juga baik.

Anda mungkin juga menyukai