TINJAUAN PUSTAKA
A. Bakteri ESBL
Antibiotik pertama ditemukan oleh Sir Alexander Fleming pada tahun 1927 dan
dinamakan penisilin, yang merupakan beta laktam, yang mempunyai empat cincin beta
laktam; tiga cincin karbon dan satu nitrogen. Pada awal 1940an, Florey, Chain dan
Heatley dari Universitas Oxford menyempurnakan penisilin dan mulai digunakan untuk
mengobati infeksi bakteri secara luas. Antibiotik ini bekerja dengan cara menghambat
sintesa dinding sel bakteri, dimana cincin beta laktam meniru komponen dinding sel
tempat ikatan transpeptidase, dan secara kompetitif menghambat ikatan dari
transpeptidase. Akibatnya, bakteri tidak lagi dapat memproduksi dinding sel, sehingga
pecah dan mati.
Untuk mengatasi kerja dari antibiotik beta laktam ini, bakteri menghasilkan
enzim, yang disebut dengan beta laktamase, yang dapat merusak cincin beta laktam dari
penisilin dengan hidrolisis, dan tanpa cincin beta laktam, penisilin menjadi tidak efektif
melawan bakteri. Sehingga bakteri tetap dapat membentuk dinding sel bahkan ketika
diberikan antibiotik beta laktam, dan bakteri ini akan digolongkan ke dalam bakteri
yang resisten terhadap beta lactam (Philippon et al., 2016)
Enzim beta laktamase yang pertama ditemukan pada bakteri gram negatif,
diperantarai oleh plasmid di Yunani pada tahun 1960an. Enzim ini dinamai dengan
TEM, sesuai dengan nama pasien asal isolat bakteri penghasil enzim ini, Temoniera.
Kemudian TEM-2 ditemukan dan sangat identik strukturnya secara biokimiawi dengan
TEM-1, hanya berbeda pada satu asam amino yang menyebabkan perbedaan titik
isoelektris dari kedua enzim ini.3 Kedua enzim ini adalah enzim beta laktamase-
diperantarai plasmid yang paling lazim ditemukan pada bakteri gram negatif, termasuk
Enterobacteriaceae, Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus influenza, dan Neisseria
gonnorhoeae. TEM-1 dan TEM-2 menghidrolisis penisilin dan sefalosporin spektrum
sempit, seperti sefalotin atau sefazolin. Namun, mereka tidak efektif terhadap
sefalosporin generasi yang lebih tinggi dengan rantai samping oxyimino, seperti
sefotaksim, seftazidim, seftriakson, atau sefepim. Enzim beta laktamase yang
berhubungan dengan enzim-enzim tadi, tetapi lebih jarang ditemukan, dinamai SHV,
karena reagen sulfhydryl memiliki efek spesifik terhadap substrat ini. SHV merupakan
hasil dari mutasi serin menjadi glisin pada posisi 238 enzim beta laktamase TEM
(Rupp, 2003).
Enzim-enzim ESBL mempunyai kemampuan yang bervariasi terhadap berbagai
substrat beta laktam oxyimino, tetapi tidak dapat menyerang sefamisin (sefoksitin,
sefotetan dan sefmetazole) dan karbapenem (imipenem, meropenem, doripenem, dan
ertapenem). Enzim-enzim ini juga sensitif terhadap inhibitor-inibitor beta laktamase,
seperti klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam, sehingga dapat digabungkan dengan
substrat beta laktam untuk menguji apakah ada mekanisme resistensi ini. Enzim-enzim
ESBL ini ditemukan secara khusus pada bakteri gram negatif, terutama Klebsiella
pneumonia, Klebsiella oxytoca, dan Eschericia coli. Tetapi dapat juga ditemukan pada
Acinetobacter, Burkhlorderia, Citobacter, Enterobacter, Morganella, Proteus,
Pseudomonas, Salmonella, dan Seratia spp (Rishi & John, 2012).
Strain Enterobacteriaceae di atas, yang memiliki kemampuan menghasilkan
enzim ESBL menjadi sangat penting, karena kebanyakan dari kelompok bakteri ini
adalah flora normal pada saluran cerna manusia dan hewan, dan juga tersebar luas di
lingkungan bebas. Lebih jauh, bakteri-bakteri ini dapat menyebabkan infeksi-infeksi
yang berbeda, seperti septikaemia, infeksi saluran kemih, pneumonia, kolesistitis,
kolangitis, peritonitis, infeksi luka, meningitis, dan gastroenteritis. Dan bakteri ini dapat
muncul mengakibatkan infeksi sporadis atau wabah (Phillipon et al., 2016).
B. Gejala Infeksi Bakteri Penghasil ESBL
Gejala infeksi bakteri penghasil ESBL dapat berbeda, tergantung tempat infeksi
dan bakteri yang memproduksinya (Phillippon et al., 2016). Jika infeksi bakteri yang
menghasilkan enzim ESBL terjadi pada usus, gejala yang akan muncul berupa:
Tinja disertai darah
Diare
Tidak nafsu makan
Kram perut
Kembung
Demam
Jika bakteri yang menghasilkan ESBL menyebabkan infeksi di aliran darah, maka
gejala yang muncul adalah:
Demam
Menggigil
Mual
Muntah
Mengalami gangguan pernapasan
Bakteri yang menghasilkan ESBL juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih,
sehingga frekuensi buang air kecil meningkat, serta muncul sensasi terbakar ketika
berkemih. Apabila infeksi bakteri penghasil ESBL terjadi pada kulit, gejala yang
muncul dapat berupa kemerahan pada kulit dan keluar cairan dari area tersebut.
Demirdag K, Hosoglu S. 2010. Epidemiology and risk factors for ESBL-producing Klebsiella
pneumoniae: a case control study. J Infect Dev Ctries 4:717-722. doi:
https://doi.org/10.3855/jidc.778
Rishi H.P. Dhillon, John Clark. 2012. ESBLs: A Clear and Present Danger?.Critical Care
Research and Practice vol. 2012, article ID 625170, 11 pages
http://doi.org/10.1155/2012/625170
Rupp, M.E. & Fey, P.D. 2003. Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL)-Producing
Enterobacteriaceae Considerations for Diagnosis, Prevention and Drug Treatment 63: 353.
https://doi.org/10.2165/00003495-200363040-00002