Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................................1
BAB II KONSEP TEORI...........................................................................3
A. Pengertian..............................................................................................3
B. Etiologi.................................................................................................4
C. Patofisiologi..........................................................................................5
D. Manifestasi Klinis..............................................................................................7
E. Penatalaksanaan.........................…………...............................................8
G. Terapi Farmakologis....................…………......................................................9
H. Terapi Diet...............................…………...............................................10
I. Pertolongan Kegawatdaruratan.................................................................10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.........................................................12
A. Pengkajian Fokus.........................…………...................................................12
B. Pemeriksaan Penunjang.........................…………...................................13
C. Diagnosa Keperawatan......................…………...............................................16
D. Intervensi Keperawatan.....................…………...............................................16
BAB IV ANALISA JURNAL..............…….......................................................20
A. Judul Penelitian.................................................................................................20
B. Peneliti........................…………....................................................................20
C. Tujuan Penelitian.................................................. .........................................20
D. Hasil Penelitian.................................................. .........................................20
E. Kesimpulan...................................................................................................21
BAB V PENUTUP... ............................................... .........................................22
A. Kesimpulan.............................................................................................22
B. Saran......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurang kalori protein / malnutrisi merupakan suatu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di dunia saat ini, beragam masalah
malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak, terutama anak dibawah usia
5 tahun.
Secara umum, kurang gizi adalah salah satu istilah dari penyakit
KKP, yaitu penyakit yang diakibatkan kekurangan energi kalori dan
protein. KKP dapat juga diartikan sebagai keadaan kurang gizi yang
disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Bergantung
pada derajat kekurangan energy protein yang terjadi, maka manifestasi
penyakitnya pun berbeda-beda. Penyakit KKP ringan sering diistilahkan
dengan kurang gizi / gizi buruk.
Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe
maramus. Hal ini dapat dipahami karena maramus sering berhubungan
dengan keadaan kepadatan penduduk dan hygene yang kurang di daerah
perkotaan yang sedang membangun serta terjadinya krisis ekonomi.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien
dengan KKP
2. Tujuan khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan:
a. Definisi kurang kalori protein
b. Etiologi kurang kalori protein
c. Patofisiologi kurang kalori protein
d. Manisfestasi klinis kurang kalori protein
e. Pemeriksaan penunjang kurang kalori protein
f. Penatalaksanaan kurang kalori protein
g. Komplikasi kurang kalori protein
h. Asuhan Keperawatan anak kurang kalori protein
i. Pathways kurang kalori protein
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi
Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak
yang kurang mendapat masukan makanan yang cukup bergizi, atau tidak
adekuatnya intake protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
waktu yang cukup lama.
Kurang kalori protein (KKP) adalah suatu penyakit gangguan gizi
yang dikarenakan adanya defisiensi kalori dan protein dengan tekanan
yang bervariasi pada defisiensi protein maupun energi.
Nama internasional KKP yaitu Calori Protien Malnutrition atau
CPM adalah suatu penyakit difisiensi gizi dari keadaan ringan sampai
berat, disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM ).
Kekurangan kalori protein diklasifikasi menjadi tiga yaitu KKP
ringan, sedang, dan berat. Disebut juga sebagai gizi kurang
(undernutrition) ditandai oleh adanya hambatan pertumbuhan dan KKP
yang meliputi kwasiorkor, marasmus, dan kwashiorkor-marasmik.

B. Etiologi
Kurang kalori protein dikelompokan menjadi KKP primer dan
sekunder. Ketiadaan pangan melatarbelakangi KKP primer yang
mengakibatkan berkurangnya asupan. Penyakit yang mengakibatkan
pengurangan asupan, gangguan serapan, dan utilisasi pangan serta
peningkatan kebutuhan akan zat gizi, dikategorikan sebagai KKP
sekunder.
Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau
terlambat tumbuh, sampai ke sindrom klinis yang nyata, dan tidak jarang
berkaitan dengan defisiensi vitamin serta mineral.
Setidaknya ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP yaitu:
masalah sosial, ekonomi, biologi, lingkungan, dan kemiskinan. Salah satu
determinan sosial ekonomi merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat
mukim yang berjejalan, kumuh, dan tidak sehat serta ketidakmampuan
mengakses fasilitas kesehatan. Ketidaktahuan atau pendidikan yang
kurang, menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan anak
yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan bahan pangan
tertentu dan cara memberi makan anggota keluarga atau anak yang sedang
sakit. Prosedur penyimpanan hasil produksi pasca panen yang buruk juga
mengakibatkan bahan pangan cepat rusak.
Hal lain yang juga berpotensi menumbuhsuburkan KKP di
kalangan bayi dan anak adalah penurunan minat dalam memberi ASI yang
kemudian di perparah pula dengan salah persepsi tentang cara menyapih.
Tempat tinggal yang berjejalan dan tidak bersih juga menyebabkan
infeksi sering terjadi pula, penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong
atau pembangkit KKP pada anak.
C. Patofisiologi
Penyakit malnutrisi dengan kekurangan kalori protein atau tidak
mencukupinya makanan bagi tubuh sering kali dikenal dengan maramus,
kwashiokor, dan marasmik-kwasiorkor.
1. Marasmus
Merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori
protein.
Gambaran penderita marasmus dapat terwakili dalam istilah “tulang
terbalut kulit”. Berat badan penderita biasanya hanya sekitar 60% dari
berat yang seharusnya sementara pasien anak mengalami kemunduran
pertumbuhan longitudinal. Pada marasmus ditandai dengan atropi
jaringan terutama lapisan subkutan dan badan tampak kurus seperti
orang tua. Pada marasmus metabolisme lemak kurang terganggu
daripada kwashiokor, sehingga kekurangan vitamin biasanya minimal
atau tidak ada. Pada marasmus tidak ditemukan udema akibat dari
hipoalbuminemia dan atau retensi sodium.

2. Kwasiokor
Merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
protein baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Kekurangan
protein dalam makanan akan mengakibatkan kekurangan asam amino
essensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis dan metabolisme
terutama sebagai pertumbuhan dan perbaikan sel, makin berkurangnya
asam amino dalam serum menyebabkan berkurangnya produksi
albumin dalam hati. Hati menjadi membesar dengan sudut tumpul dan
teraba lunak. Kulit akan tampak bersisik dan kering karena
depigmentasi. Anak dapat mengalami gangguan pada mata karena
kekurangan vitamin A. Kekurangan mineral khususnya besi , kalsium
dan seng, edema yang terjadi karena hipoproteinernia yang mana
cairan akan berpindah dari intravaskular kompartemen ke rongga
interstisial yang kemudian menimbulkan ascites. gangguan
gastrointestinal seperti adanya perlemakan pada hati dan atropi pada
sel acini pankreas.
3. Marasmik-kwasokor
Bentuk kelainan ini merupakan gabungan antara KKP yang disertai
oleh udema, dengan tanda dan gejala khas kwasiokor dan maramus.
Gambaran yang utama ialah kwasiokor edema dengan atau tanpa lesi
kulit, pengecilan otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti pada
marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan,
penampakan penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran
marsmus kwasiokor muncul secara bersamaan dan didomoinasi oleh
kekurangn protein yang parah

D. Manisfestasi Klinis
Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 macam KKP yakni KKP
ringan sedang atau gizi kurang dan KKP berat (gizi buruk) atau lebih
sering disebut marasmus, kwashiokor.
1. KKP Ringan
a. Pertumbuhan linear terganggu
b. Penyusutan berat badan yang disertai penipisan jaringan lemak
bawah kulit
c. Peningkatan berat badan berkurang, terhenti, bahkan turun
d. Ukuran lingkar lengan atas menurun
e. Maturasi tulang terlambat
f. Anemia ringan atau pucat
g. Aktifitas berkurang
h. Kelainan kulit (kering, kusam)
i. Rambut kemerahan
2. KKP Berat
a. Marasmus
1. Badan sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
2. Wajah seperti orang tua
3. Cengeng, rewel
4. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai
tidak ada
5. Perut cekung
6. Sering disertai penyakit kronik, diare kronik
7. Atrofi otot
8. Ubun-ubun cekung pada bayi
9. Turgor kulit jelek
10. Apatis
11. Kelaparan
b. Kwasiokor
1. Edema, umumnya seluruh tubuh dan terutama pada kaki
(dorsum pedis)
2. Wajah membulat dan sembab (moon face)
3. Pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti warna
rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
4. Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
5. Pembesaran hati
6. Otot mengecil (hypotrofi)
7. Jaringan subkutan tipis dan lembut
8. Kulit kering dan bersisik
9. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
10. Sering disertai infeksi, anemia, diare
11. Pertumbuhan anak terganggu
12. Gejala gastrointestinal yaitu anorexia hebat sehingga berbagai
makanan ditolak
13. Tampak anemia

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorim: albumin, creatinine dan nitrogen, elektrolit,
Hb, Ht, transferin
3. Pemeriksaan radiologis

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kurang kalori protein:
1. Diit tinggi kalori, protein, mineral, dan vitamin
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit
3. Penanganan diare bila ada: cairan, antidiare, dan antibiotic
4. Pengkajian riwayat status ekonomi, riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manisfestasi klinis, monitor hasil laboratorium,
timbang berat badan, dan kaji tanda-tanda vital
Penatalaksanaan KKP berat:
Secara garis besar, penangan KKP berat dikelompokkan menjadi
pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditunjukan untuk
mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi
diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi. Yang pertama dimulai sejak
pasien tiba di rumah sakit hingga kondisis anak stabil dan nafsu makan
pulih. Fase ini biasanya berlangsung selama 2-7 hari. Jika lebih dari 10
hari keadaan pasien tidak juga pulih, berarti diperlukan upaya tambahan.
Upaya pengobatan awal meliputi:
1. Pengobatan atau pencegahan terhadap hipoglikemia, hiportemia,
dehidrasi, dan pemulihan ketidakseimbangan elektrolit
2. Pengobatan infeksi
3. Pemberian makanan
4. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan
vitamin, anemia berat, dan payah jantung

G. Komplikasi
1. Pada kwashiokor: diare, infeksi, anemia, gangguan tumbuh kembang,
hipokalemi dan hipernatremi
2. Pada marasmus: infeksi, tuberculosis, parasitosis, disentri, malnutrisi
kronik, gangguan tumbuh kembang
Komplikasi lain seperti:
1. Defisiensi Vitamin A (xerophtalmia) Vitamin A berfungsi pada
penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena
cahaya). Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi
keratomalasia (menjadi buta).
2. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis. Tiamin
berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat.
Defisiensi vitamin B1 menyebabkan penyakit beri-beri dan
mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung.
3. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis) Vitamin B2 / riboflavin
berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2
menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut,
glositis, kelainan kulit dan mata.
4. Defisiensi Vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
5. Defisiensi Vitamin B12 Dianggap sebagai faktor anti anemia
dalam faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 dapat
menyebabkan anemia pernisiosa.
6. Defisit Asam Folat Menyebabkan timbulnya anemia makrositik,
megaloblastik, granulositopenia, trombositopenia.
7. Defisiensi Vitamin C Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu
integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan untuk
pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan
bagian dalam pembentukan zat intersel, pada proses pematangan
eritrosit, pembentukan tulang dan dentin.
8. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi,
Yodium Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter)
yang dapat merugikan tumbuh kembang anak.
9. Noma sebagai komplikasi pada KEP berat Noma atau stomatitis
merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif
sehingga dapat menembus pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila
daya tahan tubuh sedang menurun. Bau busuk yang khas
merupakan tanda khas pada gejala ini.

H. Pengkajian Fokus
1. Riwayat status sosial-ekonomi
2. Riwayat pola makan / cairan atau Riwayat nutrisi
3. Riwayat lingkungan sekitar
4. Riwayat kesehatan : kesehatan dahulu, sekarang, dan kesehatan
keluarga
5. Pengkajian antropometri
6. Kaji manisfestasi klinis
7. Monitor hasil laboratorium
8. Pemeriksaan fisik head to toe
I. Fokus Intervensi
- Diagnosa 1 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang)
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil timbul
nafsu makan, BB bertambah minimal 1kg dalam 2 atau 3 hari.
Kriteria hasil :
1. Meningkatkan masukan oral
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3. Nafsu makan meningkat

Intervensi :

a. Mengukur dan mencatat berat badan pasien


Rasional : BB menggambarkan status gizi anak
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah
muntah
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
Rasional : sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan anak
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
Rasional : protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah
e. Memberi motivasi kepada anak agar mau makan
Rasional : alternatif lain meningkatkan motivasi anak untuk makan
f. Memberi makan lewat parenteral (D5%)
Rasional : mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui
parenteral

- Diagnosa 2 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan diare
Tujuan : tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
1. Mukosa bibir lembab
2. Tidak terjadi peningkatan suhu
3. Turgor kulit baik

Intervensi :
1. Monitor TTV dan tanda-tanda dehidrasi
Rasional : untuk mengetahui TTV dan tanda dehidrasi si anak
2. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
Rasional : untuk mengetahui cairan pada anak
3. Ukur keluaran urine dengan akurat
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan antara input dan output
4. Identifikasi rencana untuk meningkatkan atau mempertahankan
keseimbangan cairan optimal
Rasional : untuk memperbaiki ketidakseimbangan cairan
5. Berikan cairan parenteral sesuai indikasi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh

- Diagnosa 3 : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan bd asupan kalori


dan protein yang tidak adekuat
Tujuan : klien akan menunjukan keadaan hidrasi yang adekuat
Kriteria hasil :
1. Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan
2. Tidak ada tanda gejala gangguan pertumbuhan
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
Rasional : untuk mengetahui batas perkembangan anak
2. Lakukan observasi dalam pemberian cairan infus
Rasional : upaya rehidrasi dilakukan untuk mengatasi kekurangan
volume cairan
3. Kaji perkembangan keadaan anak
Rasional : menilai perkembangan keadaan umum anak
4. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi
perkembangan anak optimal
Rasional : untuk mengupayakan pertumbuhan anak yang optimal

- Diagnosa 4 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan


nutrisi
Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas
Kriteria hasil :
1. Kulit tidak kering
2. Kulit tidak bersisik
3. Elatisitas normal

Intervensi :
1. Monitor kemerahan pucat ekskoritasi
Rasional : mencegah terjadinya kerusakan pada kulit
2. Dorong mandi 2x sehari dan gunakan lotion setelah mandi
Rasional : mandi dapat menjaga kebersihan kulit
3. Massage kulit hasil ususnya diatas penonjolan tulang
Rasional : massage dapat mencegah terjadinya kerusakan kulit
4. Pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk mempertahankan
aktivitas
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah
tekanan lama pada jaringan
5. Tekankan pentingnya masukan nutrisi / cairan adekuat
Rasional : perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi
kulit.

- Diagnosa 5 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan


pertahanan tubuh menurun
Tujuan : anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh normal
2. Leukosit dalam batas normal
Intervensi :
1. pantau vital sign, perhatikan peningkatan suhu, taki kardia dengan
atau tanpa demam
Rasional : peningkatan suhu tubuh, menandakan adanya proses
inflamasi atau infeksi, oleh karena itu membutuhkan evaluasi atau
pengobatan lebih lanjut
2. Amati adanya eritema atau cairan luka
Rasional : indikator infeksi lokal
3. Berikan antiseptik, antibiotik sistemik
Rasional : menurunkan proses infeksi lokal
J. Pathways ETIOLOGI

KEP

Respon Individu

Nutrisi untuk metabolisme tidak mencukupi kebutuhan


tubuh

Cadangan protein digunakan sebagai sumber energi

Produksi asam amino Bagian pembentukan Protein tidak pecah


esensial untuk sintesis lipoprotein bebas secara sempurna
berkurang

Asam amino dalam serum Transportasi lemak dari hati kefosis


berkurang ke depot lemak terganggu

Produksi albumen oleh Akumulasi lemak dalam Mual,Muntah


heper berkurang heper

Albumin serum Cadangan lemak digunakan Ananeksi


berkurang untuk metabolisme

Tekanan asmatik koloid Otot mengecil,jaringan Kurang masuk zat


menurun lemak subcutan gizi
hilang,tonus otot menurun

Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Gangguan nutrisi kurang Sistem pertahanan
BAB III

RESUME JURNAL PENELITIAN

1. Judul Penelitian
Tinjauan Sistematis Pengobatan Farmakokinetik di Indonesia pada
Anak-anak Dengan Kekurangan Gizi Protein-Energi Kalori.
2. Latar Belakang Penelitian
Malnutrisi energi protein (PEM), juga disebut sebagai malnutrisi
protein kalori (PCM), telah lama diakui sebagai masalah umum, terutama
anak-anak di negara berkembang yang asupan gizi dan nutrisi tidak
memadai atau kurang karena alasan sosial ekonomi. PEM adalah
serangkaian defisiensi negara dari ringan hingga parah, di definisikan
sebagai kondisi patologis yang timbul akibat kekurangan protein dan
kalori dalam berbagai proporsi, paling sering terjadi pada bayi dan anak
kecil, dan umumnya terkait dengan infeksi. PEM menyebabkan kematian
sekitar setengah dari 10,8 juta per tahun pada anak balita. Infeksi adalah
salah satu komplikasi utama PEM terdapat malaria, bronkopneumonia dan
campak menjadi infeksi yang paling sering terjadi. HIV/AIDS dan TBC
juga berkaitan dengan PEM namun mulai terjadi / menyerang saat
imunitas turun.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan
pengobatan empiris untuk semua anak yang di rawat akibat PEM yaitu
dengan ampisilin dan gentasimin, bahkan di AS tidak adanya tanda-tanda
yang jelas dan gejala yang spesifik. Mempertimbangkan berbagai
patofisiologis gangguan pada anak-anak dengan PEM maka
farmakokinetik melakukan penelitian ini, dari banyak obat yang digunakan
untuk mereka dalam perawatan kemungkinan akan terpengaruh dan ini
mungkin memerlukan modifikasi dosis. Oleh karena itu tinjauan sistematis
ini dilakukan untuk menentukan efek PEM pada parameter farmakokinetik
obat.

3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau sistematis
pengobatan farmakokinetik pada anak-anak dengan kekurangan gizi kalori
protein.
4. Metode Penelitian
Pencarian literatur di database MEDLINE dan EMBASE
dilakukan. Malnutrisi, kurang gizi, kekurangan energi protein, protein-
kalori malnutrisi, marasmus, marasmic-kwashiokor, dan kwashiokor
adalah judul subjek medis (MeSH) deskriptor digunakan. Identifikasi
literatur yang relevan yang menggambarkan penyerapan dan disposisi obat
pada anak-anak yang kekurangan gizi dengan menggunakan EMBASE
dan MEDLINE dan dengan pelacakan referensi. Strategi pencarian awal
untuk semua abstrak yang relevan menggunakan medis deskripsi judul
subjek (MeSH) ‘penyerapan obat’. Abstrak yang mucul dalam pencarian
EMBASE dan MEDLINE ditelusuri dengan menghindari duplikasi dan
untuk menilai apakah mereka memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi
adalah abstrak yang menilai atau membahas farmakokinetik,
farmakodimanika, penyerapan, distribusi, metabolisme, eliminasi atau
pembersihan obat pada anak-anak yang kurus dengan marasmik,
marasmik-kwashiokor, dan kwashiokor.
Dua peneliti (KAO dan IC) meninjau setiap studi secara independen, dan
menggunakan standar formulir, data yang dieksrasi tentang karakteristik
subyek dan kontrol, jenis obat yang diteliti, dan jumlah sampel darah yang
dikumpulkan.
5. Hasil penelitian
Dalam penelitian ini sebanyak 34 obat yang berbeda dipelajari.
Anak-anak yang direhabilitasi nutrisi sebagai satu-satunya subjek kontrol
dalam tujuh studi. Satu hingga 17 sampel darah dikumpulkan dari masing-
masing anak. Pada penyerapan obat, Tabel 1 menunjukkan efek PEM pada
penyerapan 18 obat. Tingkat penyerapan sebagian besar obat (10) tidak
terpengaruh secara signifikan. Luasnya penyerapan dilaporkan dalam
ulasan ini karena sebagaian besar obat diberikan baik secara oral atau
intramuskular. Tingkat penyerapan dari delapan obat ditemukan
meningkat secara signifikan. Ini karena efek penurunan pembersihan
karena semua obat ini terbukti memiliki waktu yang lama. Luasnya
penyerapan aspirin, penisilin oral dan kloramfenikol di ukur dalam bentuk
F(%), F menurun secara signifikan untuk kloramfenikol dalam
kwashiorkor sebesar 85% dibandingkan dengan 44%. Dalam studi yang
melibatkan anak-anak dengan kategori PEM obat kloramfenikol menurun
secara signifikan pada anak-anak dengan marasmic kwashiokor saja
sedangkan penisilin oral secara signifikan meningkat hanya pada anak-
anak yang menderita kwashiokor. Pengikatan protein dari 12 obat adalah
berkurang secara signifikan pada kwashiokor. Serum atau plasma anak-
anak dengan kwashiorkor digunakan untuk studi pengikatan protein obat.
Pengikatan protein dari 12 obat berkurang secara signifikan pada
kwashiorkor (Tabel 2). Ikatan kina plasma, dinyatakan sebagai apersentase
obat terikat, namun tidak berbeda secara signifikan pada kelompok kontrol
(94%) dan PEM anak-anak (93%). Volume distribusi (Vd) dari 13 obat
dievaluasi dalam 19 penelitian (Tabel 3). Ada hasil yang kontras untuk
empat obat (gentamisin, kina, streptomisin dan theophilin). Dalam kasus
gentamicin, sebuah studi yang melibatkan anak-anak dengan kwashiorkor
didokumentasikan menurun Vd. Sebaliknya, penelitian yang melibatkan
anak-anak yang kurus, marasmic atau mengalami marasmic-kwashiorkor
mengalami peningkatan Vd gentamisin. Dalam kasus teofilin, anak-anak
dengan marasmus dan kwashiorkor ditemukan mengalami peningkatan
Vd. sedangkan anak-anak yang kekurangan berat badan tidak memiliki
perubahan dalam Vd mereka. Sebuah studi terpisah dimana tingkat
malnutrisi tidak terdefinisi tidak menunjukkan efek PEM pada Vd
theophilin. Dalam kasus streptomisin, anak-anak dengan kwashiorkor
menunjukkan peningkatan Vd, sedangkan anak-anak dengan marasmus
atau kurang berat badan mengalami penurunan Vd. Vd menurun untuk
kina pada anak-anak dengan PEM yang tidak terdefinisi dalam satu
penelitian, berbeda dengan penelitian terpisah yang melibatkan anak-anak
dengan marasmus dan marasmic-kwashiorkor di mana Vd tidak
terpengaruh. Tabel 4 menunjukkan efek PEM pada pembersihan total dan
waktu paruh dari tujuh obat yang ada terutama dimetabolisme di hati.
Total pembersihan kina adalah signifikan menurun dalam dua penelitian
yang melibatkan anak-anak kurang gizi dengan kategori buruk dan
kwashiorkor, tetapi meningkat secara signifikan dalam penelitian lain yang
melibatkan anak-anak dengan semua kategori PEM kecuali kwashiorkor.
Demikian pula, dalam satu penelitian, pembersihan total kloramfenikol
adalah baik menurun secara signifikan pada kwashiorkor atau tidak
terpengaruh pada marasmus dan marasmic-kwashiorkor. Efek PEM pada
pembersihan total enam obat yang terutama dihilangkan oleh ginjal
disajikan pada Tabel 5. Total CL dari dua obat hanya menurun secara
signifikan. t½ dari salah satu obat, cefoxitin, tidak meningkat secara
signifikan dalam kaitannya dengan yang signifikan penurunan CL pada
kwashiorkor. Anak-anak dengan kwashiorkor tetapi tidak ada perubahan
pada anak-anak yang kekurangan berat badan atau memiliki marasmus
saja. Ini mungkin sebagai akibat dari adanya edema di kwashiorkor yang
meningkatkan volume distribusi streptomisin. (Tabel 6) Lima studi
mendokumentasikan peningkatan plasma paruh dari lima obat yang
terpisah sedangkan studi lain menunjukkan tidak ada efek signifikan PEM
pada waktu paruh plasma dari enam obat yang tersisa.
6. Kesimpulan
Malnutrisi protein energi kalori (KEP) adalah masalah gizi yang
mempengaruhi banyak anak di seluruh dunia. Keterkaitannya dengan
spektrum infeksi yang luas membutuhkan beberapa terapi obat. Pada
pengobatan farmakokinetik lebih lanjut diperlukan untuk menentukan
dosis yang tepat dan keamanan obat yang digunakan untuk anak-anak
kekurangan kalori protein. Pada penelitian ini perlu mengenali bahwa
KEP adalah spektrum penyakit dan harus mengevaluasi efek differensial
kwashiorkor dan marasmus pada disposisi obat pada anak-anak.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak
yang kurang mendapat masukan makanan yang cukup bergizi, atau tidak
adekuatnya intake protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
waktu yang cukup lama.
Kekurangan kalori protein diklasifikasi menjadi tiga yaitu KKP
ringan, sedang, dan berat. Disebut juga sebagai gizi kurang
(undernutrition) ditandai oleh adanya hambatan pertumbuhan dan KKP
yang meliputi kwasiorkor, marasmus dan kwashiorkor-marasmik
Ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP yaitu: masalah sosial,
ekonomi, biologi, dan lingkungan.kemiskinan.
Penyakit malnutrisi dengan kekurangan kalori protein atau tidak
mencukupinya makanan bagi tubuh sering kali dikenal dengan maramus,
kwashiokor, dan marasmik-kwasiorkor.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan keluarga lebih teliti
terhadap perkembangan anak supaya kebutuhan nutrisi anak terpenuhi
secara adekuat. Selain itu kita sebagai tenaga kesehatan juga
mengupayakan bagaimana asuhan keperawatan yang tepat bagi anak
dengan kekurangan kalori dan protein.

DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan : buku ajar ilmu gizi, cetakan
III. Jakarta : EGC

Wong, L.D. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Vol 1.


Jakarta : EGC

Suriadi, Rita Yuliana. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2, W.


Sugeng Seto. Jakarta

Suyadi, Edwin Saputra. 2009. Kejadian KEP. Jakarta: FKM UI

Collins S, Dent N, Binns P, Bahwere P, Sadler K, Hallam A (2006)


Management of severe acute malnutrition.

Anda mungkin juga menyukai