B. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti.
Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga
tidak ditemukan kelainanbiokimia. Perubahan-perubahan anatomik pada
otak, jantung, hati, dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan
vitamin serta zat-zat lain akibat imunisasi. Beberapa faktor predisposisi
dan faktor lain menurut (Hutahean, 2013), yaitu :
a. Faktor predisposisi : primigravida, overdistensi rahim (hidramnion,
kehamilan ganda, estrogen dan HCG tinggi, mola hidatidosa)
frekuensi yang tinggi pada molahidatidosa dan kehamilan ganda
menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memgang peranan,
karena pada kedua keadaan tersebut hormon korionik gonodotropin
dibentuk berlebihan. Kehamilan kembar dapat memberikan risiko
yang lebih tinggi terhadap ibu dan janin.oleh karena itu dalam
menghadapi kehamilan ganda harus dilakukan perawatan antenatal
yang intensif.
b. Faktor organik : masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal,
perubahan metabolik akibat hamil, resistensi yang menurun dari
pihak ibu dan alergi
c. Faktor psiokologis : rumah tangga yang retak, hamil yang tidak
diingikan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai ibu dan kehilangan pekerjaan.
d. Faktor usia ibu yang mempengaruhi terjadinya hiperemesis
gravidarum memiliki hubungan yang bemakna dengan kejadian
hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan usia ibu 20-35 tahun.
Usia ibu <20 tahun dan >35 tahun lebih resiko terhadap kejadian
hiperemesis gravidarum.
e. Riwayat penggunaan konrasepsi hormonal, hormon estrogen dan
progesteron telah lama terlibat dalam etiologi mual muntah, karena
kadarnya yang terus meningkat. Penggunaan kontrasepsi hormonal
diduga mempengaruhi terjadinya mual muntah yang dapat
mempengaruhi penyerapan vitamin B6 dari makanan sehingga dapat
memperparah mual muntah.
f. Jarak antara kehamilan sekarang dan dahulu dapat berpengaruh
karena keadaan yang belum normal sebagaimana mestinya harus
sudah bereproduksi lagi untuk kehamilan selanjutnya maka dari itu
dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum dan komplikasi
kehamilan lainnya.
C. Manifestasi Klinis
1. Tingkat I
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum,
pada tingkat ini klien merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat
badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium.nilai meningkat
sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistol menurun, dapat
disertai peningkatan suhu tubuh, turgor kulit berkurang, lidah kering
dan mata cekung (Hutahean, 2013).
2. Tingkat II
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit tampak
menurun, lidah kering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah turun, suhu kadang naik, mata cekung dan sedikit
ikterus, berat badan turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi.
Aseton dapat tercium dari hawa pernafasan karena mempunyai
aroma yang khas, dan dapat pula ditemukan dalam urine (Hutahean,
2013).
3. Tingkat III
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun
dan somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun, serta suhu meningkat. Komplikasi fatal terjadi pada susunan
saraf yang dikenal sebagai wernicke ensefalopati. Gejala yang dapat
timbul seperti nistagmus, diplopia. Keadaan ini adalah akibat sangat
kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya
ikterus menunjukkan terjadinya payah hati Hutahean, 2013).
D. Pathway
E. Patofisiologi
Patofisiologi hiperemesis gravidarum dapat disebabkan karena
peningkatan Hormone Chorionic Gonodhotropin (HCG) dapat menjadi
faktor mual dan muntah. Peningkatan kadar HCG menyebabkan otot
polos pada sistem gastrointesinal mengalami relaksasi sehingga motilitas
menurun dan lambung menjadi kosong. Hiperemesis gravidarum yang
merupakan komplikasi ibu hamil muda bila terjadi terus menerus dspat
mengakibatkan dehidrasi, ktidakseimbangan elektrolit, serta dapat
mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk
keperluan energi (Winkjosastro, 2007).
Pada beberapa kasus berat, perubahan yang terjadi berhubungan
dengan malnutrisi dan dehidrasi yang menyebabkan terdapatnya non
protein nitrogen, asam urat, dan penurunan klorida dalam darah,
kekurangan vitamin B1, B6, B12 dapat mengakibatkan terjadinya
anemia (Mitayani, 2009).
F. Komplikasi
Menurut Manuaba (2007) dampak dari hiperemisis gravidarum
tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi alat vital berikut :
1. Hati
Pada hiperemesis gravidarum tanpa komplikasi hanya
ditemukan degenerasi lemak tanpa nekrosis, degenerasi lemak
tersebut terletak sentrilobuler. Kelainan lemak ini nampaknya tidak
menyebabkan kematian dan dianggap sebagai akibat muntah terus
menerus. Dapat ditambahkan bahwa sebagian penderita yang
meninggal karena hiperemesis gravidarum menunjukkan gambaran
mikroskopik hati yang normal.
2. Jantung
Jantung menjadi lebih kecil daripada biasa dan beratnya atrofi,
ini sejalan dengan lamanya penyakit, kadang-kadang ditemukan
perdarahan sub-endokardial.
3. Otak
Terjadi nekrosis dan perdarahan otak diantaranya perdarahan
ventrikel. Dehidrasi sistem jaringan otak dan adanya benda keton
dapat merusak fungsi saraf pusat yang menimbulkan kelainan
enselopati wernicke (dilatasi kapiler dan perdarahan kecil-kecil di
daerah korpora mamilaria ventrikel ketiga dan keempat) dengan
gejala nistagmus, gangguan kesadaran dan mental serta diplopia.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penyakit
hiperemesis gravidarum menurut(Nurarif & Kusuma, 2015) :
1. USG : mengkaji isua gestasi janin dan adanya gestasi multiple,
mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
2. Urinalis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN
3. Pemeriksaan fungsi hepar : AST,ALT bertujuan untuk mengetahui
inflamasi yang terjadi dalam tubuh biasanya menjadi indikasi adanya
gangguan pada hati dan kadar LDH bertujuan untuk mengetahui
resiko penyakit hati (Reza & Rachmawati, 2017).
H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Dengan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamilan,
dengan tujuan mengurangi faktor psikologis terhadap rasa takut,
mengubah pola makan sehari-hari dengan makan- makanan dengan
jumlah sedikit tetapi sering setiap 2 atau 3 jam , hindari minum air
ketika makan, minumlah air setengah jam sebelum makan setengah
jam setelah makan, minumlah air 8 gelas sehari agar tidak
mengalami dehidrasi, berdirilah pelan-pelan dan tidak berbaring
seketika setelah makan. Pada saat bangun pagi, jangan segera turun
dari tempat tidur tetapi disarankan untuk makan roti kering atau
biskuit dengan teh hangat, menghindari bau yang menyengat, makan
makanan yang dingin karena makanan dingin memiliki bau yang
lebih sedikit daripada makanan yang panas, kurangi makanan
berminyak dan berlemak.jika bau makanan mengganggu ketika
masak, cobalah untuk membuka jendela lebih lebar. Jika mengalami
ngidam, jangan ragu untuk memakan manakan yang sangat
diinginkan, makanan lebih banyak buah-buahan. Morning sickness
akan bertambah buruk jika kelelahan, dianjurkan untuk
meningkatkan waktu istirahat dan luangkan waktu untuk tidur
beberapa saat pada siang hari (Indriyani, 2013).
2. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi
cerah dan peredaran udara yang baik, catat cairan yang keluar
masuk, hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam
kamar penderita sampai muntah berhenti pada penderita mau
makan. Tidak diberikan makanan atau minuman dan selama 24
jam (Hutahean, 2013).
a. Terapi psikologi
Perlu diyakini kepada penderita bahwa penyakit dapat
disembuhkan,hialngkan rasa takut olehkarena kehamilan,
kurangin pekerjaan serta menghilangkan masalah konflik
(Hutahean, 2013).
b. Cairan parenteral
Cairan yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein
dengan glukosa5% dalam cairan fisiologis, dapat ditambahkan
kalium dan vitamin , bila kekurangan protein dapat diberikan
asam amino secara intravena, bila dalam 24 jam penderita tidak
muntah dan keadaan umum membaik dapat diberikan minuman
dan lambat laun makanan yang tidak cair (Hutahean, 2013).
c. Menghentikan Kehamilan
Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan
psikiatrik, manifestasi komplikasi organis adalah delirium,
takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan dalam keadaan
demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan
(Hutahean, 2013).
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut carol (2012), diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan
pada ibu dengan hiperemesis gravidarum adalah :
1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit : kurang dari kebutuhan
tubuh b/d muntah yang berlebihan dan intake yang tidak adekuat.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan
muntahterus menerus, dan asupan diet yang tidak adekuat.
3. Gangguan rasa nyaman ; nyeri pada epigastrium yang b/d muntah
yang berulang, peningkatan asam lambung.
4. Tidak efektifnya pola pertahanan diri b/d efek psikologis terhadap
kehamilan dan perubahan peran sebagai ibu.
5. Resiko injury pada janin b/d berkurangnya peredaran darah dan
makan ke fetal (janin).
6. Kurang pengetahuan mengenai situasiresiko tinggi b/d kurangnya
interpretasi tentang informasi.
7. Ansietas pada ibu b/d resiko kematian janin
8. Intoleransi aktivitas fisik b/d kelemahan akibat nutrisi yang tidak
adekuat dan peningkatan kebutuhan energi pada kehamilan.
C. Intervensi Keperawatan
No DX Tujaun dan Intervensi
Kriteria Hasil
1. Ketidakseimbangan Tujuan : kebutuhan cairan 1. Kaji TTV dan tanda-
cairan dan elektrolit : dan elektroliy terpenuhi. tanda dehidrasi
kurang dari kebutuhan 2. Observasi hasil
tubuh b/d muntah yang Kriteria Hasil : pemeriksaan
berlebihan dan intake 1. Turgor kulit elastis laboratorium sesuai
yang tidak adekuat 2. Mukosa bibir lembab indikasi
3. Asupan cairan oral 3. Istirahatkan ibu di
adekuat tempat yang nyaman
4. Terdapat 4. Pantau tetes cairan infus
kesinambungan asupan 5. Catat intake dan output
dan keluaran dalam 24 6. Anjurkan untuk minum
jam tiap jam
5. Hasil laboratorium 7. Kolaborasi dengan
(hematologi dan dokter dalam pemberian
eletrolit) dalam batas cairan infus
normal.
D. Implementasi
Untuk klien dengan hiperemesis gravidarum, perawat harus
memantau asupan dan keluaran klien secara hati-hati selama berada
dirumah sakit. Secara umum, asupan oral dibatasi, namun setelah
muntah berhenti, pemberian makan per oral diberikan. Sedikit
makanan kering (roti kering atau biskuit) dapat diberikan setiap jam,
yang diselingi air dalam jumlah yang seidkit pula. Apabila klien
menerima pengganti cairan IV atau nutrisi parenteral, perawtan dan
pemantauan infus sangatlah penting dilakukan.
Lingkungan yang bersih merupakan faktor yang penting bagi
klien. Tindakan menghilangkan muntahan dari kamar klien dan
penggunaan pengharum ruangan akan menurunkan bau tidak sedap
yang dapat mengganggu nafsu makan dan mengurangi keinginan untuk
makan (Indriyani,2013).
E. Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Klien dapat memberikan respon terhadap nutrisi oral atau
perifer dan berhenti muntah
2. Klien dapat memperlihatkan kenaikan nafsu makan dan berat
badan yang progresif
3. Klien dapat mempertahankan integritas kulit
4. Klien dapat menyatakan mekanisme koping yang positif.
DAFTAR PUSTAKA
Anasari, T. 2012. Beberpa Determinan Penyebab Kejadian Hiperemesis
Yogyakarta:Graha Ilmu.
http://journals.ums.ac.id/index.php/BIK/article/viewfile/3800/2460.
medika.
Jakarta, Indonesia.
Reza, A., & Rachmawati, B. 2017. Perbedaan Kadar SGOT dan SGPT
2014.