KEPERAWATAN GERONTIK
FISIOLOGI
Sejarah fisiologis pertambahan usia juga mengakibatkan penurunan
pengatur irama inheren jantung oleh simpul SA. Selain itu, denyut jantung
maksimal pada lansia ketika melakukan exsercise pun mengalami penurunan. Isi
semenit jantung (cardiace output) juga menurun seiring bertambahnya umur.
Penyebabnya adalah adanya penurunan isi sekuncup meskipun lansia biasanya
secara fungsional berusaha memperbaiki isi semenitnya dengan cara menambah
prekuensi denyut jantung. Di saat yang bersamaan, daya cadangan jantung pada
usia lanjut menurun, sementara isi semenit menurun rata-rata 1% dalam setahun
sesudah usia pertengahan. Aritmia berupa ekostrasistole ditemukan pada lebih dari
10% lansia yang diperkira elektrokardiogram (EKG) secara rutin. Biasanya
aritmia ringan seperti ini tidak memerlukan pengobatan khusus. Fungsi dari
sistolik tidaklah berkurang dengan usia yang bertambah. Subjek lansia
menunjukkan pengurangan peninggian fraksi ejeksi dibanding subjek muda pada
latihan fisik. Selama proses latihan fisik cardiac output dipertahankan dengan
penambahan LVEDP (left ventricular end-diastolik pressure) sedangkan
peninggian frekuensi jantung berkurang (Ratnawati, 2018).
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi hipertensi berdasarkan tingkatnya tekanan tingginya tekanan
darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh
darah. World Health Organization (WHO). Mengklasifikasikan hipertensi
menjadi tiga kelompok, yakni hipertensi ringan, hipertensi sedang dan hipertensi
berat.Para ahli dan beberapa lembaga kesehatan memberikan klasifikasi tekanan
darah yang berbeda. Secara umum tekanan darah normal 120/80 mmHg.
Tabel
Klasifikasi World Health Organization (2016)
Katagorik Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal 120-129 80-84
Hipertensi Perbatasan 130-139 85-89
Hipertensi Ringan (stadium 1) 140-159 90-99
Hiperetensi Sedang (stadium 2) 160-179 100-109
Hipertensi Berat (stadium 3) 180-209 110-119
Hipertensi Maligma (stadium 4) 210 120 atau lebih
atau
lebih
4. ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport
Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi
essensial (primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
dan ada kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi
sekunder yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain.
Faktor ini juga erat hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang
kurang baik. Faktor makanan yang sangat berpengaruh adalah kelebihan
lemak (obesitas), konsumsi garam dapur yang tinggi, merokok dan minum
alkohol.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka
kemungkinan menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain
yang mendorong terjadinya hipertensi antara lain stress, kegemukan (obesitas),
pola makan, merokok (M.Adib,2013).
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada penderita hipertensi yaitu:
Sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung
berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging
(tinnitus), vertigo, mual, muntah, gelisah (Ruhyanudin, 2010).
6. FAKTOR RESIKO
1. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi
2. Pria usia 35 – 55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah menopause
3. Kebanyakan mengkonsumsi garam/natrium
4. Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan oleh beberapa
hal seperti merokok, kadar lipid dan kolesterol serum meningkat, caffeine,
DM, dsb.
5. Factor emosional dan tingkat stress
6. Gaya hidup yang monoton
7. Sensitive terhadap angiotensin
8. Kegemukan
9. Pemakaian kontrasepsi oral, seperti esterogen.
7. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2014).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 2010).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke
sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang
berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah
maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono,
Slamet. 2011 ).
Pathways
8. Komplikasi
Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya
sehingga menimbulkan komolikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang
berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri,
serta ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup
penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya
kematian pada penderita akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya.
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung, beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan
tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor angiotensin ll, stress oksidatif, down regulation,
dan lain-lain.
Umumnya hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum ditemui
pada pasien hipertensi :
1) Jantung
a) Hipertrofi ventrikel kiri
b) Angina atau infark miokardium
c) Gagal jantung
2) Otak
a) Stroke
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyait arteri perifer
5) Retinopati
1. Pengkajian
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral dan
iskemia
2. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
Hamzah, www.wikicek.com : Ensiklopedia Artikel Indonesia, Surabaya
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3 rd edition. Oxford: Oxford
University Press