Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI NERS

KEPERAWATAN GERONTIK

I. KONSEP DASAR TEORITIS


1. DEFINISI
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur
paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Secara umum, seseorang
dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90
mmHg. Hipertensi juga sering diartikan sebagai suatu keadaan di mana tekanan
darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg
(Ardiansyah, 2012).
Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular
aterosklerosis, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Hipertensi menimbulkan
risiko morbiditas atau mortalitas dini, yang meningkatkan saat tekanan darah
sistolik dan diastolik meningkat. Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan
merusak pembuluh darah di organ target (jantung, ginjal, otak dan mata)
(Smeltzer, 2016).
Hipertensi adalah suatu keadan dimana seseorang mengalamai
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka
kesakitan (morbiditas) dan angka kematian/mortalitas. Tekanan darah 140/90
mmHg didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut jantung fase sistolik 140
menunjukan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90
menunjukan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014).

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas
kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis
kelima kiri pada linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
a. Atas                 : pembuluh darah besar
b. Bawah             : diafragma
c. Setiap sisi        : paru
d. Belakang         : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis
2. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ.
Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan
elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang
terdiri dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang
lebih kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang
disampaikan pada suatu organ).
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari
jantung ke jaringan. Aorta diameternya sekitar 25mm(1 inci) memiliki banyak
sekali cabang yang pada gilirannya tebagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil
yaitu arteri dan arteriol, yang berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai
jaringan. Arteriol mempunyai diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm. Fungsi
arteri menditribusikan darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan.
Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic
yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a. Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan dengan darah
dan terdiri dari jaringan endotel.
b. Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya
elastic dan termasuk otot polos
c. Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri dari
jaringan ikat gembur  yang berguna menguatkan dinding arteri (Syaifuddin,
2006)
3. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot
dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter
pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ
berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
4. Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan
langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil
yang membuka pembuluh darah utama.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya terdiri
dari suatu lapisan endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya
mengambil hasil-hasil dari kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal,
menyerap zat makanan yang terdapat di usus, alat penghubung antara pembuluh
darah arteri dan vena.
5. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga
sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel
sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak
langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan.
Saluran Limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe
ke dalam darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan
jaringan. Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai
organ, terutama dalam vili usus.
6. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk
oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara
sempurna satu sama lain. (Gibson, John, 2015).
Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atau
alat-alat tubuh masuk ke dalam jantung. Vena yang ukurannya besar seperti vena
kava dan vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil
disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler. Fungsi vena membawa darah
kotor kecuali vena pulmonalis,  mempunyai  dinding tipis, mempunyai katup-
katup sepanjang jalan yang mengarah ke jantung.

FISIOLOGI
Sejarah fisiologis pertambahan usia juga mengakibatkan penurunan
pengatur irama inheren jantung oleh simpul SA. Selain itu, denyut jantung
maksimal pada lansia ketika melakukan exsercise pun mengalami penurunan. Isi
semenit jantung (cardiace output) juga menurun seiring bertambahnya umur.
Penyebabnya adalah adanya penurunan isi sekuncup meskipun lansia biasanya
secara fungsional berusaha memperbaiki isi semenitnya dengan cara menambah
prekuensi denyut jantung. Di saat yang bersamaan, daya cadangan jantung pada
usia lanjut menurun, sementara isi semenit menurun rata-rata 1% dalam setahun
sesudah usia pertengahan. Aritmia berupa ekostrasistole ditemukan pada lebih dari
10% lansia yang diperkira elektrokardiogram (EKG) secara rutin. Biasanya
aritmia ringan seperti ini tidak memerlukan pengobatan khusus. Fungsi dari
sistolik tidaklah berkurang dengan usia yang bertambah. Subjek lansia
menunjukkan pengurangan peninggian fraksi ejeksi dibanding subjek muda pada
latihan fisik. Selama proses latihan fisik cardiac output dipertahankan dengan
penambahan LVEDP (left ventricular end-diastolik pressure) sedangkan
peninggian frekuensi jantung berkurang (Ratnawati, 2018).

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi hipertensi berdasarkan tingkatnya tekanan tingginya tekanan
darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh
darah. World Health Organization (WHO). Mengklasifikasikan hipertensi
menjadi tiga kelompok, yakni hipertensi ringan, hipertensi sedang dan hipertensi
berat.Para ahli dan beberapa lembaga kesehatan memberikan klasifikasi tekanan
darah yang berbeda. Secara umum tekanan darah normal 120/80 mmHg.
Tabel
Klasifikasi World Health Organization (2016)
Katagorik Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal 120-129 80-84
Hipertensi Perbatasan 130-139 85-89
Hipertensi Ringan (stadium 1) 140-159 90-99
Hiperetensi Sedang (stadium 2) 160-179 100-109
Hipertensi Berat (stadium 3) 180-209 110-119
Hipertensi Maligma (stadium 4) 210 120 atau lebih
atau
lebih

1) Berdasarkan Penyebab Hipertensi Dibagi Menjadi Dua


a) Hipertensi Esensial dan Primer
Hipertensi esensial atau primer sampai saat ini masih belum
diketahui. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong
hipertensi esensial sedangkan 10% nya tergolong
hipertensi sekunder. Onset hipertensi primer terjadi pada usia 30-50
tahun (Triyanto, 2014).
b) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan
tiroid (hipertiroid), penyebab kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme).
Golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah esensial, maka
penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditunjukan ke penderita
hipertensi esensial (Triyanto, 2014).

4. ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer.  Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi:

1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport
Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan
darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi
essensial (primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
dan ada kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi
sekunder yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain.
Faktor ini juga erat hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang
kurang baik. Faktor makanan yang sangat berpengaruh adalah kelebihan
lemak (obesitas), konsumsi garam dapur yang tinggi, merokok dan minum
alkohol.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka
kemungkinan menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain
yang mendorong terjadinya hipertensi antara lain stress, kegemukan (obesitas),
pola makan, merokok (M.Adib,2013).

5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada penderita hipertensi yaitu:
Sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung
berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging
(tinnitus), vertigo, mual, muntah, gelisah (Ruhyanudin, 2010).

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki


gejala khusus. Menurut Sutanto (2011), gejala-gejala yang mudah diamati antara
lain yaitu : gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah
merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak
napas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan
(keluar darah dari hidung).

6. FAKTOR RESIKO
1. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi
2. Pria usia 35 – 55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah menopause
3. Kebanyakan mengkonsumsi garam/natrium
4. Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan oleh beberapa
hal seperti merokok, kadar lipid dan kolesterol serum meningkat, caffeine,
DM, dsb.
5. Factor emosional dan tingkat stress
6. Gaya hidup yang monoton
7. Sensitive terhadap angiotensin
8. Kegemukan
9. Pemakaian kontrasepsi oral, seperti esterogen.

7. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2014).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 2010).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke
sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang
berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah
maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono,
Slamet. 2011 ).
Pathways
8. Komplikasi
Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya
sehingga menimbulkan komolikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang
berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri,
serta ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup
penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya
kematian pada penderita akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya.
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung, beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan
tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor angiotensin ll, stress oksidatif, down regulation,
dan lain-lain.
Umumnya hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum ditemui
pada pasien hipertensi :
1) Jantung
a) Hipertrofi ventrikel kiri
b) Angina atau infark miokardium
c) Gagal jantung
2) Otak
a) Stroke
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyait arteri perifer
5) Retinopati

9. Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan,
Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
2. Sakit kepal
3. Pusing / migraine
4. Rasa berat ditengkuk
5. Penyempitan pembuluh darah
6. Sukar tidur
7. Lemah dan lelah
8. Nokturia
9. Azotemia
10. Sulit bernafas saat beraktivitas

10. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat 
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan
dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :
a. Diet
b. Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

c. Penurunan berat badan


d. Penurunan asupan etanol
e. Menghentikan merokok
f. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai
empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti
lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang
baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi
maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 –
25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Committee On Detection,
Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988)
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau
penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
1) Dosis obat pertama dinaikkan
2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker,
Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
c. Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
1) Obat ke-2 diganti
2) Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2) Re-evaluasi dan konsultasi
3) Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi
dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat,
dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.

11. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin)
2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin
3) Glukosa
4) Kalium serum
5) Kalsium
6) Kolesterol dan trigliserid serum
7) Pemeriksaan tiroid
8) Kadar aldosteron urin/serum
9) Urinalisa
10) Asam urat
11) Steroid urin
12) EKG
13) Foto dada
2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama ) :
a. IVP.
b. CT Scan
c. IUP
d. USG

12. CARA PENCEGAHAN


1. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata,
adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas
dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak
terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.  
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui
menderita hipertensi berupa:
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun
dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal
dan stabil mungkin.
c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
d. Batasi aktivitas.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

pengakjian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis


untuk dikaji dan dianalisa sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual dapat ditemukan.
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomor register dan diagnose medis.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Status kesehatan setahun terakhir, keluhan kesehatan utama,
pengetahuan atau pemahaman, penatalaksanaan masalah kesehatan,
derajat seluruh fungsi relatife terhadap masalah kesehatan dan diagnosis
medis. Pengkajian riwayat status kesehatan klien antara lain sebagai
berikut:
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Penyakit masa kanak-kanak, penyakit serius atau kronis, trauma
perawatan dirumah sakit, alergi (catat allergen dan reaksi spesifik), status
imunisasi dan ada atau tidaknya riwayat pemakaian obat.
4) Riwayat kesehatan keluarga
a) Riwayat psikososial dan spiritual
Tentang menggali perasaan klien dengan menanyakan siapa
orang terdekat klien, masalah yang mempengaruhi klien, mekanisme
koping klien tehadap stress, persepsi tentang penyakit klien.
b) System nilai kepercayaan
Apakah kegiatan agama yang dilakukan klien frekuensinya
berapa kali, apakah klien percaya dengan adanya kematian.
5) Kemampuan fungsi motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain tangan kiri dan kanan, kaki
kanan dan kiri untuk menilai adanya kelemahan atau tidak, kekuatan atau
spastis.
6) Kemampuan mobilitas
Pengkajian mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah
tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas sebagai berikut :

Skala Persentase kekuatan karakteristik


normal
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot
dapat dipalpasi atau dilihat.
2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan.
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi.
4 75 Gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal.
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh
yang normal melawan gravitasi
dan tahanan penuh
7) Kemampuan rentang gerak
Pengkajian rentang gerak (ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu,
siku, lengan, panggul dan kaki.
8) Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral
atau tidak.
9) Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan
emosi dan perubahan dalam mekanisme koping.

POLA KEBIASAAN SEHARI - HARI


Klien perlu ditanya apakah ada masalah-masalah atau keluhan
kesehatan yang dialami klien mengenai
1) Pola nutrisi
Nafsu makan, frekuensi makan, jenis makanan, kebiasaan seblum
makan, makanan yang tidak disukai dan berapa berat badan klien saat ini
atau setahun yang lalu.
2) Pola eliminasi
Dysuria, frekuensi berkemih, urine hanya menetes, dorongan untuk
terus berkemih, hematuria, polyuria, oliguria, nukturia, inkontenensia,
nyeri saat berkemih, keluar batu pada saat berkemih dan infeksi.
Defekasi: frekuensi, waktu BAB, bau feses klien, warna konsistensi,
keluhan saat BAB, konsistensi, apakah ada pengalaman pemakaian
laksatif.
a) Hygine personal
Frekuensi mandi, frekuensi oral hygiene, frekuensi cuci rambut dan
menggunting kuku.

b) Istirahat dan tidur


Frekuensi kebiasaan tidur sehari-hari, apakah ada kesulitan saat mau
tidur.
c) Aktivitas dan latihan
Tentang kegiatan klien sehari-hari seperti apakah klien berolahraga,
frekuensi olahraga, apakah ada keluhan saat beraktivitas.
d) Kebiasaan
Tentang kebiasaan sehari-hari klien, apakah klien merokok,
meminum-minuman keras dan adanya ketergantungan obat.
3) Pemeriksaan Fisik
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dikaji untuk mengetahui fungsi
tubuh klien yaitu:
a) Kesejajaran tubuh
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menginpeksi pasien dari sisi
lateral, anterior dan posterior untuk mengamati:
(1) Bahu dan pinggul sejajar
(2) Jari-jari mengarah kedepan
(3) Tulang belakang lurus, tidak melengkung ke sisi yang lain.
b) Muskuloskeletal
Nyeri persendian, kekakuan, pembengkakan sendi, deforitas,
spasme, kram, kelemahan otot, masalah cara berjalan, nyeri
punggung, protesa, pola kebiasaan latihan, serta dampak pada
aktivitas pada harian klien.
c) Sistem saraf pusat
Sakit kepala, kejang, sinkop atau serangan jatung, paralisis,
peresis, gangguan dalam koordinasi, TIK/tremor/spasme, paretesia,
cedera kepala dan masalah memori.

A. Pemeriksaan Fisik : Review of System


a. Head To Toe
b. Pemeriksaan Tanda-tanda vital
c. Kesejajaran tubuh dengan system muskuloskeletal

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral dan
iskemia
2. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) RASIONAL


KEPERAWATAN
1 Nyeri akut NOC : NIC :  Untuk mengetahui skala
  Pain Level, Pain Management
berhubungan dengan nyeri yang dialami oleh
  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
peningkatan tekanan   Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pasien
Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
vaskuler serebral dan  Teknik relaksasi dapat
 Mampu mengontrol nyeri  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
iskemia (tahu penyebab nyeri,  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengurangi rasa nyeri
mampu menggunakan mengetahui pengalaman nyeri pasien dan membuat pasien
tehnik nonfarmakologi  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
untuk mengurangi nyeri,  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau menjadi lebih tenang
mencari bantuan)  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain  Dengan pemberian
 Melaporkan bahwa nyeri tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
berkurang dengan  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan analgesic dapat
menggunakan manajemen menemukan dukungan mengurangi rasa nyeri
nyeri  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
 Mampu mengenali nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan dan mempercepat proses
(skala, intensitas, frekuensi  Kurangi faktor presipitasi nyeri penyembuhan
dan tanda nyeri)
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
 Menyatakan rasa nyaman non farmakologi dan inter personal)
setelah nyeri berkurang
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
 Tanda vital dalam rentang intervensi
normal
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan control nyeri
 Tingkatkan istrirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil

 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri


Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
2 Resiko tinggi terhadap NOC : NIC  Waspada terhadap
penurunan curah Cardiac Care : tekanan darah sehingga
 Cardiac Pump effectiveness
jantung berhubungan  Circulation Status  Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, bisa segera dilakukan
 Vital Sign Status durasi)
dengan vasokontriksi antisipasi
 Catat adanya disritmia jantung
pembuluh darah  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac  Denyutan karotis,
output radialis, femoralis,
Kriteria Hasil:  Monitor status kardiovaskuler denyut pada tungkai
 Monitor status pernafasan yang menandakan gagal mungkin menurun,
 Tanda Vital dalam rentang jantung
normal (Tekanan darah,  Monitor abdomen sebagai indicator penurunan mencerminkan efek
Nadi, respirasi) perfusi dari vasokntriksi
 Dapat mentoleransi aktivitas,  Monitor balance cairan
tidak ada kelelahan  Monitor adanya perubahan tekanan darah  Membantu menurunkan
 Tidak ada edema paru,  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan rangsangan simpatis
perifer, dan tidak ada asites antiaritmia
 Tidak ada penurunan  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari dan meningkatkan
kesadaran kelelahan relaksasi
 Monitor toleransi aktivitas pasien
 Untuk mempecepat
 Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu proses penyembuhan
 Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus
 Monitor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
3 Intoleransi aktivitas NOC : NIC  Merencanakan intervensi
 Energy conservation Cardiac Care :
berhubungan dengan dengan tepat
 Self Care : ADLs
kelemahan umum,  Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,  Kemajuan aktivitas
ketidakseimbangan Kriteria Hasil : durasi)
bertahap mencegah
 Berpartisipasi dalam aktivitas  Catat adanya disritmia jantung
antara suplai dan fisik tanpa disertai  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac peningkatan kerja
kebutuhan O2 peningkatan tekanan darah, output jantung secara tiba – tiba
nadi dan RR  Monitor status kardiovaskuler
 Mampu melakukan aktivitas  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal  Mencegah timbulnya
sehari hari (ADLs) secara jantung masalah yang
mandiri  Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
perfusi berkelanjutan
 Monitor balance cairan  Barang yang tempatnya
 Monitor adanya perubahan tekanan darah
 Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan mudah dijangkau akan
antiaritmia mengurangi energy yang
 Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan digunakan
 Monitor toleransi aktivitas pasien  Untuk mengetahui
 Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
penyebab keletihan
ortopneu
 Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus
 Monitor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
Hamzah, www.wikicek.com : Ensiklopedia Artikel Indonesia, Surabaya

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,

Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3 rd edition. Oxford: Oxford
University Press

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.


New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima


Medika

Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta

Soeparman dkk,2007  Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta

Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,

Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang

Anda mungkin juga menyukai