Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

DENGAN DIAGNOSA CVA (CEREBRO VASCULAR ACCIDENT) DI RUANG

SEKARTAJI (HCU) RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

Untuk Memenuhi Tugas Profesi


Keperawatan Gadar dan Kritis

Oleh :

ANANDA GALUH RAKA SIWI

(40221003)

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A

DENGAN DIAGNOSA CVA (CEREBRO VASCULAR ACCIDENT) DI RUANG

SEKARTAJI (HCU) RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

Untuk Memenuhi Tugas Profesi


Keperawatan Gadar dan Kritis

Oleh :
ANANDA GALUH RAKA SIWI
NIM. 40221003

Telah Disetujui Pada Tanggal


………………………..

Oleh :
Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

_________________________ ________________________

Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
Sri Wahyuni, S.Kep., Ns.,M.Kep
LAPORAN PENDAHULUAN
Cerebro Vascular Accident (CVA)

A. Definisi Cerebro Vascular Accident (CVA)


Stroke Cerebro Vaskuler Accident (CVA) adalah kumpulan gejala klinis
berupa gangguan dalam sirkulasi darah kebagian otak yang menyebabkan gangguan
perfusi baik lokal atau global yang terjadi secara mendadak, progresif dan cepat yang
umumnya menyebabkan hemiparesis pada penderita stroke (Heriyanto, 2015).
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak
berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak.
Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.
Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron).
Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).
B. Klasifikasi
Menurut Nurarif (2015), secara patologi CVA dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. CVA Hemoragik
Merupakan pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menghambat aliran
darah yang normal dan darah dapat merembes kedalam suatu daerah diotak serta
dapat merusaknya. Jenis perdarahan (CVA hemoragik), disebabkan pecahnya
pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid. Pada perdarahan
intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan hipertensi tak terkontrol
yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital
pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan subarakhnoid terjadi pada ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak.
2. CVA Iskemik
Stroke Iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke
iskemik dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
 Stroke trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
 Stroke embolik : tertutupnya pembuluh darah arteri oleh bekuan darah.
 Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
C. Etiologi
Menurut pendapat Nurarif (2015) penyebab stroke dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Faktor yang dapat tidak dapat dirubah (jenis kelamin, usia, keturunan)
2. Faktor yang dapat dirubah (hipertensi, penyakit jantung, kolesterol tinggi,
obesitas, diabetes melitus, stress emotional)
3. Kebiasaan hidup (merokok, peminum alkohol, obat - obat terlarang, aktivitas
yang tidak sehat seperti kurang olahraga, makanan yang mengandung kolesterol).
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala stroke antara lain :
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan.
2. Tiba-tiba hilang rasa peka.
3. Gangguan bicara dan bahasa.
4. Gangguan penglihatan.
5. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
6. Gangguan daya ingat.
7. Nyeri kepala hebat.
8. Vertigo.
9. Kesadaran menurun.
10. Proses kencing terganggu.
11. Gangguan fungsi otak
E. Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai persediaan suplai
oksigen. Pada saat anoksia, sebagaimana pada CVA, metabolisme cerebral akan
segera mengalami perubahan dan kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi
dalam 3-10 menit banyak kondisi yang merubah perfusi serebral yang akan
menyebabkan hipoksia atau anoksia. Hipoksia pertama kali menimbulkan iskemik.
Iskemia dalam waktu singkat kurang dari 10-15 menit menyebabkan defisit sementara.
Iskemia dalam waktu yang lama menyebabkan kematian sel permanen dan infark
serebral dengan disertai edema serebral. Sebagian besar stroke 85% merupakan jenis
iskemik dan terjadi karena oklusi arteri serbri oleh trombosis atau emboli yang
berkaitan dengan arteri sklerosis. Trombosis yaitu pada penyebab stroke yang paling
dijumpai, biasanya pada lansia. Resiko yang sering terjadi pada stroke biasanya yaitu
hipertensi, diabetes millitus, penyakit jantung, dan riwayat serangan iskemik seperti
TIA (Transient Ischaemic Attack). Serangan TIA dapat berlangsung beberapa menit
hingga 24 jam dan biasana pulih tanpa kerusakan permanen. Keadaan ini disebabkan
oleh mikro emboli yang menimbulkan gangguan sementara pada percabangan distal
pembuluh darah serebral. TIA merupakan tanda peringatan munculnya trombosis
(Widagdo dkk, 2008).
Pada arterosklerosis, mula-mula terbentuk daerah berlemak berwarna kuning
pada permukaan intima arteri. Seiring berjalannya waktu terbentuklah plak fibrosis di
daerah terbatas. Trombosit yang melekat pada permukaan plak dan bersama dengan
fibrin, pelekatan trombus secara perlahan memperbesar ukuran plak sehingga
terbentuk trombus. Lumen pembuluh serebral atau ekstra serebral, seperti arteri
karotis menjadi sempit. Pada emboli, sebagian trombus seperti tumor lemak atau
bakteri akan terlepas dan terbawa oleh darah hingga terperangkap dalam pembuluh
darah distal. Penyempitan atau oklusi pembuluh darah arteri serebral mengakibatkan
berkurangnya aliran darah serebral ke daerah yang biasanya menyuplai pembuluh
darah, aliran darah ini menentukan keparahan cedera pada otak. Iskemia setempat dan
infark irreversible di daerah jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah arteri
yang terkena akan terjadi jika darah tidak dipulihkan. Kekurangan oksigen dan
pemecahan glukosa menyebabkan neuron mengalami kegangguan. Aktivitas elektrik
neuron terganggu karena natrium, klorida, dan air masuk kedalam sel saraf dan
kalium meninggalkan sel saraf sehingga terjadi oedema setempat. Masuknya kalium
akan memicu serangkaian reaksi sel yang memproduksi radikal bebas sehingga terjadi
pengerusakan membran sel. Neuron akan mengerut dan mati serta respon inflamasi
terpicu (Hartono, 2010).
F. Komplikasi
Menurut pendapat Nurarif (2015) komplikasi dari stroke dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Dini (0-48 jam)
a. Edema serebri, deficit neurologis cenderung memberat dapat mengakibatkan
peningkatan TIK dan akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark miokard. Penyebab kematian pada CVA stadium awal
2. Jangka pendek (1-14 hari)
a. Pneumonia akibat immobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke sering kali terjadi saat
penderita mobilisasi
d. Strok rekuren, dapat terjadi setiap saat
3. Jangka panjang (> 14 hari)
a. Stroke rekuren
b. Infark miokard
c. Gangguan vaskuler lainnya : penyakit vaskuler perifer
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut pendapat Nurarif (2015) pemeriksaan penunjang dari cva meliputi :
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal fungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah : pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia. gula
darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
rangsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke menurut Wijaya (2013) adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan umum
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral dekubitus bila disertai
muntah. Boleh dimulai mobilisasi bertahap.
b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan
oksigen 1-2 liter/menit bila ada gas darah.
c. Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.
d. Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal.
e. Suhu tubuh harus dipertahankan.
f. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik, bila
terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun dianjurkan pemasangan
NGT.
g. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Aspirin
Aspirin dapat mencegah berulangnya stroke iskemik. Untuk dapat
memberikan khasiat yang maksimal, diberikan aspirin dosis tinggi sebesar
1000-1300 mg/hari (Farida, 2009).
b. Tikoplidin Bekerja mencegah stroke kambuh pada pasien pasca stroke. Obat
ini memiliki efek samping yang berpengaruh terhadap lambung dan dapat
terjadi diare. Penderita stroke yang diberikan obat ini harus dipantau secara
teratur dengan menghitung sel darah putih ( Wijaya, 2013).
c. Antikoagulan Obat antikoagulan yang sering diberikan kepada pasien stroke
yaitu jenis heparin dan coumarin. Efek samping yang ditimbulkan yaitu
peredaran dan berkurangnya jumlah keeping darah yang cenderung terjadi
membentuk bekuan darah (trombosis) (Wijaya, 2013).
d. Neuroprotektor Sasaran obat ini adalah daerah iskemia yang jaringan sudah
infrak. Beberapa obat yang memiliki efek neuroprotektif diantaranya :
nimodipine, piracetam, nafridofurly dan lain-lain (Farida, 2009)
3. Penatalaksanaan terapi
a. Mengatur posisi
Pastikan bahwa tubuh berada pada posisi yang tepat. Mengubah posisi untuk
memastikan bahwa otot-otot dan tulang sendi tidak kaku dan tidak bertambah
sakit. Pada posisi yang tepat dilakukan alih baring, pada pasien dengan
kesadaran menurun (Sudoyono dkk, 2010).
b. Pengawasan dan penguatan otot
Aktivitas dapat dimulai dengan gerakan-gerakan kecil. Apabila otot-otot
makin kuat dapat diberikan gerakan-gerakan yang lebih sulit (Sudoyono dkk,
2010).
c. Aktivitas fungsional
Apabila otot sudah kuat, gerakan-gerakan akan digabungkan dengan aktivitas
seperti, duduk, berdiri, berjalan, makan, dan lain-lain (Sudoyono dkk, 2010).
d. Keseimbangan
Keseimbangan merupakan hal penting untuk bergerak dengan mudah dan
aman dalam melakukan suatu gabungan aktivitas pada waktu yang bersamaan
(Sudoyono dkk, 2010).
e. Menelan
Pengaturan posisi dan saran untuk mengonsumsi makanan serta latihan khusus
untuk mengatasi masalah.
f. Berbicara
Terapi ini dapat membantu penderita untuk mengenal katakata,
mengkoordinasi otot untuk berbicara.
g. Adaptasi
Adaptasi dapat mempermudah berbagai aktivitas yang dilakukan seperti
berjalan dan makan (Farida, 2009)
I. Pohon Masalah (WOC)
J. Asuhan Keperawatan Secara Teori
1. Anamnesa
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien.
b. Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
c. Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
d. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Sedangkan stroke infark
tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula,
tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
e. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
f. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
g. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
h. Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas.
3. Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan
Doengoes, 2000: 290)
4. Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran
5. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
6. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
8. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
9. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
10. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11. Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri.
12. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
i. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
a. Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
b. Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
c. Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2. Pemeriksaan integument
a. Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest
2-3 minggu
b. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c. Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala : bentuk normocephalik
b. Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
c. Leher : kaku kuduk jarang terjadi
4. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.
Merokok merupakan faktor resiko.
5. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
7. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan neurologi
a. Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
b. Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman
tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
c. Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
d. Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
e. Sinkop/pusing, sakit kepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan
masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut bd agen pencedera fisiologis (iskemia) dd keluhan nyeri
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif dd aterosklerosis aorta
3. Gangguan komunikasi verbal bd penurunan sirkulasi serebral dd
ketidakmampuan bicara dan mendengar
4. Gangguan mobilitas fisik bd gangguan muskuloskeletal dd keluhan sulit
menggerakkan ekstermitas
5. Defisit nutrisi bd ketidakmampuan menelan makanan dd nafsu makan
menurun
3. Intervensi Keperawatan Serta Tujuan Dan Kriteria Hasil
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Nyeri akut bd agen pencedera Setelah dilakukan intevensi Manajemen Nyeri
fisiologis (iskemia) dd keluhan keperawatan selama 3x24 jam, Observasi :
nyeri maka tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil : frekuensi, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun (5)  Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun (5)  Identifikasi respons nyeri non verbal
3. Gelisah menurun (5)  Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
(5)  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas
hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik :
 Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(TENS, hypnosis, terapi musik, terapi pijat,
kompres hangt/dingin, aromaterapi, dll)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(suhu ruangan, pncahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi dalam meredakan nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
 Anjarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
2 Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan intevensi Pemantauan tekanan intrakranial
efektif dd aterosklerosis aorta keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
maka perfusi serebral meningkat  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
dengan kriteria hasil:  Monitor peningkatan TD
1. tingkat kesadaran  Monitor pelebaran tekanan nadi
meningkat (5)  Monitor penurunan frekuensi jantung
2. tekanan intra kranial  Monitor ireguleritas irama napas
menurun (5)  Monitor penurunan tingkat kesadaran
3. sakit kepala menurun (5)  Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan
4. gelisah menurun (5) respon pupil
5. nilai rata-rata tekanan  Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam
darah membaik (5) rentang yang diindikasikan
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik
drainase cairan serebrospinal
 Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
 Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
 Kalibrasi transduser
 Pertahankan sterilitas system pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan leher netral
 Bilas sistem pemantauan
 Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
 Informasikan hasil pemantauan
3 Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan intevensi Promosi Komunikasi Efektif
bd penurunan sirkulasi serebral keperawatan selama 3x24 jam, Observasi :
dd ketidakmampuan bicara dan maka komunikasi verbal  Identifikasi prioritas metode komunikasi yang
mendengar meningkat dengan kriteria hasil: digunakan sesuai dengan kemampuan
1. kemampuan berbicara  Identifikasi sumber pesan secara jelas
meningkat (5) Terapeutik :
2. kemampuan mendengar  Fasilitas mengungkapkan isi pesan dengan jelas
meningkat (5)  Fasilitas penyampaian struktur pesan secara logis
3. kesesuaian ekspresi wajah  Dukungan pasien dan keluarga menggunakan
atau tubuh meningkat (5) komunikasi efektif
4. pemahaman komunikasi Edukasi :
membaik (5)  Jelaskan perlunya komunikasi efektif
 Ajarkan memformulasikan pesan dengan dengan
tepat
Daftar Pustaka

Farida. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal bedal. Jakarta : Salemba Medika

Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI

Nurarif, A.H & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC NOC. Jilid 3. Yogyakarta : Mediaction Publishing

Anda mungkin juga menyukai