Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
CVA adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak berupa tanda
tanda klinis baik local maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam sehingga dapat
menimbulkan kelemahan kematian yang di sebabkan oleh gangguan perdarahan ke otak
Kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau berkurang akibat
penyumbatan. CVA iskemik atau pecahnya pembuluh darah CVA hemoragik. Tanpa darah,
otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi sehingga sel-sel pada bagian area
otak akan mati, kondisi ini menyebabkan bagian tubuh yang di kendalikan oleh area otak
yang rusak tidak dapat berfungsi dengan baik (Nur’aeni Y R, 2017).
CVA di bedakan dalam dua jenis yaitu :
a. CVA hemoragik
CVA hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak. Atau
perdarahan subarachnoid yaitu ruang yang sempit antara permukaan pada otak dan
lapisan jaringan yang menutupi bagian otak. CVA hemoragik ini merupakan CVA
yang paling mematikan dan merupakan bagian kecil dari keseluruhan CVA sebesar
10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan
subaracnoid (Nur’aeni Y R, 2017).
b. CVA iskemik
CVA iskemik bisa di sebabkan oleh bekuan darah, penyempitan sebuah arteri
yang mengarah ke otak atau atau kotoran yang terlepas dari jantung atau arteri
eksternal yang menyebabkan sumbatan atau beberapa arteri intakrani yang terdapat
di dalam tengkorak yaitu yang di sebut invrak otak atau iskemik. Pada seseorang di
adas usia 65 tahun penyumbatan atau penyempitan yang bisa di sebabkan karena
adanya ateroklerosis.
2. Etiologi
Terjadinya penyakit CVA yaitu pembuluh darah otak yang sebagian besar di akibatkan
oleh rendahnya kualitas pembuluh darah otak, sehingga dengan adanya tekanan darah tinggi
menjadi pecah.CVA dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Trombosis serebri
Perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab yang paling umum terjadi pada
penyakit stroke. Thrombosis lebih sering di temukan banyaj 40% dari banyaknya kasus
stroke. Pada kasus serebri biasanya ada kaitanya dengan kerusakan pada dinding
pembuluh darah.
b. Emboli serebri
Kondisi dimana aliran darah terhambat akibat bekukan darah yang berada di dalam
aliran darah yang dapat menghambat pembuluh darah. Emboli serebri termasuk urutan ke
dua dari berbagai penyebab utama stroke. Pada penderita CVA dengan emboli serebri
penderita biasanya berusia lebih muda di bandingkan dengan penderita thrombosis.
c. Perdarahan hemoragi
Pecahnya salah satu arteri sehingga aliran pada otak berkurang atau terputus yang
mengakibatkan pasokan oksigen ke otak berkurang sehingga oksigen ke otak berkurang
sehingga fungsi otak dapat terganggu. Hemoragi dapat terjadi di luar durameter
(Hemoragi subaracnoid atau dalam substansial intra serebra) (wijaya & putri, 2013)
d. Aterosklerosis
Penyempitan yang telah terjadi pada pembuluh darah bagian arteri karena dari
penumpikan plak lemak pada dinding pembuluh darah arteri. Bahkan ini merupakan
penyumbatan yang umum terjadi penyakit jantung koroner dan kolestrol yang dapat
terjadi di semua orang. Apabila pembuluh darah arteri ini tersumbat maka akan terjadi
penumpukan plak kolestrol yang akan menghambat aliran darah ke selutuh anggota
organ tubuh. Dengan itu organ tubuh tidak dapat berfungsi dengan sempurna dan tubuh
akan menyebabkan kurangnya nutrisi karena nutrisi yang dari makanan tidak terserap
dengan maksimal. Awalnya ateroslerosis ini tidak menimbulkan gejala pada bagian
tubuh biasanya gejala yang akan muncul ketika aliran darah ke rgan tubuh atau bisa
terjadinya jaringan akan terhambar karena adanya penyumbatan.
3. Tanda dan gejala
Umumnya yang terjadi pada pasien CVA yaitu sakit kepala hebat yang datang tiba-
tiba di sertai kaku pada leher dan pusing berputar seperti vertigo, tangan dan kaki tiba-tiba
kaku sehingga menjadi terasa lemah dan sulit untuk bergerak, kehilangan koordinasi
keseimbangan dan kehilangan kesadaran atupun pingsan, hilangnya penglihatan secara tiba
tiba hingga mata menjadi buram saat melihat sesuatu. Tanda dan gejala yang terjadi
tergantung pada bagian otak yang mengalami kerusakan dan seberapa parah kerusakan itu
terjadi pada pasien tesebut.
Penyakit CVA ini menyerang organ secara mendadak pada beberapa orang tanpa di
ketahui. CVA dapat terjadi ada pasien yang sedang dalam kondisi tertidut dan gejala
barunya bisa di rasakan saat ketika bangun tidur. Gelaja yang terjadi pada pasien CVA yaitu
kaki, wajah dan lengan salah satu sisi pada tubuh mengalami penurunan kesadaran atau kaki
mati rasa dan kesulitan saat berbicara serta mengalami pusing secara mendadak atau tiba-
tiba, kehilangan keseimbangan, sakit kepala yang parah atau tidak terkontrol. DA
Radaningtyas (2018)
4. Patofisiologi
Otak sangatlah bergantung pada oksigen dan otak tidak dapat memiliki cadangan
oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena thombolis dan embolis
maka sangatlah mungkin jaringan otak akan mengalami kurangnya oksigen. Kekurangan
dalam waktu menit saja dapat mengarah ke gejala kesadaran menurun. Selanjutnya jika otak
mengalami kekurangan oksigen dalam waktu lama dapat terjadi nekrosis mikroskopik, yang
menyebabkan terjadinya CVA infrak. Kurang ya oksigen pada awal akibat dari iskemia
(Henti jantung) akibat dari proses anemia dan kesusahan untuk bernafas. CVA embolis
sendiri merupakan akibat dari bekuan darah, plaque, dan atheroma frakmen lemaka. Jika
etiologi CVA adalah hemoragi makan faktor utama adalah hipertensi, abnormalitas
vaskuler, aneurisma serabut mengakibatkan repture dan menyebabkan hemoragi Pada CVA
trombolis atau metabolic maka otak mengalami iskemia dan infrak sulit di temukan.pada
peluang dominan CVA akan meluas setelah serangan pertama sehingga terjadi edema
serebral peningkatan TIK dan kematian pada otak di area yang sangat luas. Gangguan
pasokan aliran darah dapat terjdi di mana saja di dalam arteri yang membentuk sirkulasi
wilisi : arteria krotis interna dan system verebrorasilar dan semua cabangnya serta umum
apabila aliran darah ke otak terputus selama 15 menit maka terjadi infark atau kematian
jaringan. Okulasi terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Dan berikut
patologinya Affandi, I.G & Reggy, P. (2016) :
1) Keadaan meningkat pada pembuluh darah seperti peradangan pada dinding
pembuluh darah.
2) Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah seperti terjadinya syok atau
hiperviskositas darah
3) Gangguan aliran darah akibat dari bekuan embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh estrakranium
4) Repture vascular di dalam ruang subaracnoid (Muttaqin, 2011)

5. Pemeriksaan diagnostic
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari CVA secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya raptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vascular.
2. TC Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak dan infark atau iskemia posisinya secara pasti.
3. MRI
Menggunakan gelombang genetik untuk menentukan posisi dan besar atau luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik
4. Pemeriksaan EKG
Untuk membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika CVA di ketauhi ada
5. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan fungsi ginjal, elektrolit, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan
glukosa, tstrigliresida untuk membantu menegakkan diagnose.
6. Elektro encefalography
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak pada
jaringan infark sehingga menurunnya implus listrik pada jaringan otak.
7. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan pada kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang lebar, klasifikasi karotis interna terdapat pada trobus
serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan subaracnoid.
8. Pemeriksaan foto thorak
Dapat memperlihatkan keadaan pada jantung, apakah terdapat pembengkakan
vertical kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita CVA
9. Pemeriksaan MRA
Merupakan metode non insasif yang memperlihatkan arteri kronis dan sirkulasi
serebral serta dapat menunjukkan adanya okulasi . DA Radaningtyas (2018).

6. Penatalaksanaan
Dalam penangan pasien CVA oleh AHA/ASA Tahun (2013) di sebutkan bahwa
penanganan harus secepat mungkin pengiriman tim emergency dari sejak penerimaan
panggilan hingga siap di berangkatkan harus kurang dari 90 detik. Kemudian tim
emergency tiba pada pasien kurang dari 8 menit. Dengan itu ketika ada seseorang yang
mengalami CVA maka harus segera di lakukan pengecekan sederhana dengan di singkat
FAST pada pasien CVA segera di perhatikan pada bagian wajak pada pasien pakah ada
yang tertarik sebelah atau tidak simetris dan meminta pasien untuk mengangkat tangannya,
berbicara, serta harus memperhatikan kapan serangan itu terjadi.
1. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaa umum yaitu tindakan darurat sambil mencari penyebab dan
pelaksanaan yang sesuai dengan penyebab pelaksaan umum ini meliputi
memperhatikan ventilasi, memperbaiki jalannya nafas, menenagkan pada pasien
stroke, menaikkan kepala pada pasien CVA 30% yang manfaatnya untuk
memperbaiki drainase vena, perfsusi serebral dan menurunkan intrakrinal.
Penatalaksanaan umum lainnya yang di lakukan pada pasien CVA yaitu yang
meliputi pemeriksaan fisik umum, pengendalian ada terjadinya kejang atau tidak,
pengendalian pada suhu tubuh, dan melakukan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
jantung dan neurologi. Pengendalian CVA untuk pengendalian suhu dilakukan pada
pasien CVAyang disertai dengan demam.
2. Penatalaksanaan farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi yang bisa di lakukan pasa pasien CVA adalah
pemberian cairan hipertonis jika terjadi ketinggian tekanan intrakrinal akut tanpa
kerusakan darah otak, deuretika yang akan menekankan produksi cairan
serebrospinal dan steroid. Dektametason dapat di katakana bisa mengurangi cairan
serebrospinal dan mempunyai efek langsung pada sel endotel. Pilihan pengobatan
yang direkomendasikan untuk penderita CVA yaitu Tissue plasminogen activator
yang di lakukan melaui intravena. Fungsi TPA ini untuk lengencerkan bekuan darah
yang meningkatkan aliran darah ke otak yang sedang mengalami aliran darah.
Penatalaksanaan farmakologi dapat di gunakan untuk pasien yang mengidap
penyakit CVA yaitu aspirin. Pemberian aspirin dapat menurunkan terjadinya resiko
CVA iskemik berulang dan tidak ada resiko utama komplikasi pada CVA hemoragik
awal dan dapat meningkatkan hasil terapi pada jangka yang panjang sampai 6 bulan
dalam tindakan lanjut. Pemberian aspirin harus cepat 24 jam sesudah terapi
trombolitik.
3. Tindakan bedah
Penatalaksanaan CVA bisa di lakukan dengan pembedahan tujuannya untuk
memperbaiki aliran darah serebri seperti contohnya histerektomi kronis,
revaskularisasi dan ligesi arteri kronis komunis pada bagian leher kususnya pada
aneursima. histerektomi kronis pada semua pasien CVA harus segera di lakukan
ketika kondisi pasien itu stabil dan sudah siap untuk di lakukan pembedahan atau
operasi. Dan waktu pembedahan yang ideal di lakukan dalam 2 minggu setelah
kejadian.
Tindakan pembedahan lainya adalah decompressive surgery tindakan ini di
lakukan agar bisa menghilangkan hematoma serta menurunkan tekanan pada
intrakrinal. Tindakan pembedahan ini menunjukkan peningkatan dari beberapa hasil
pada kasus. Terutama untuk pasien CVA di bagian lokasi yang tertentu dan pada
pasien CVA yang sangat muda kurang daru usia 60 tahun
4. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis lainnya yaitu terdiri dari rehabilitasi dan terapi psikologi
jika pasien merasakan gelisah. Pemantauan kadar glukosa darah pemberian agar
tidak terjadinya mual dan analgesic sesuai dengan indikasi, pemberian H2 antagonis
jika indikasi terjadinya perdarahan pada lambung, mobilisasi terhadap jika kondisi
hemodinamik dan pernapasan sudah sesuai atau stabil. Selain itu tindakan untuk
mengontrol tinggi tekanan darah intra krinal dalam 24 jam pertama dalah bisa di
lakukan tindakan hiperventilasi. Pasien CVA bida di lakukan dengan adanya terapi
hipotermi yang bisa menurunkan suhu 20-34 C . terapi ini bisa menurunkan tekanan
darah dan metabolisme pada otak, mencegah terjadinya edema otak serta bisa
menurunkan intrakrinal hingga 50% tetapi bisa menimbulkan resiko terjadinya
aretmia dan fibrilasi ventrikel apa bila suhu di bawah 30°C.
5. Tindakan keperawatan
Perawat merupakan salah satu tim medis yang merupakan peran penting untuk
melakukan tindakan pengobatan pada pasien CVA ketika pasien membutuhkan
perawatan pasca stroke. Tujuan dari perawat pasca yaitu meingkatkan fungsional
pasien yang dapat memantu pasien dalam aktifitasnya menjadi pasien yang mandiri
secepat mungkin. Untuk mencegah adanya CVA pada kebutuan holistik pasien dari
pasien dan keluarga yang meliputi perawatan fisiknya. Keperawatan pasca pada
CVA seperti di lakukannya mengkaji pasien dan kebutuhan pasien untuk
menyediakan informasi dan membei latihan untuk keluarga terkait bagaimana
perawatan pada pasien saat di rumah, memberi cara baigaimana cara untuk
memberikan nutrisi, mamanajemen latihan gerak pada anggota tubuh. Kemudian
perawat juga memfasilitasi pasien dan keluarga untuk mendapatkan pelayanan
rehabilitasi dan memberikan dukungan yang terbaik kepada pasien dan keluarga.
7. Komplikasi
Pada pasien CVA yang lama berbaring dapat terjadi dengan masalah fisik dan
emosional yaitu DA Radaningtyas (2018) :
1. Bekuan darah (Trombosis)
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan
cairan dan pembekakan edema selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya
embolisme paru yang sebelah bekukannya terbentuk dalam satu arteri yang
mengalirkan darah menuju paru-paru.
2. Dekubitus
Bagian pada tubuh yang sering mengalami memar yaitu terjadi pada
area pantat, pinggul, sendi kaki dan tumit. Apabila memar ini tidak dirawat akan
terjadi ulkus dekubitus dan infeksi karena adanya bakteri yang menyumbat.
3. Pneumonia
Pada pasien CVA kebanyakan tidak bisa menelan dan batuk dengan
sempurna Karena hal ini menyebabkan cairan yang terkumpul pada paru-paru
dan selanjutnya akan menimbulkan mneumonia .
4. Atofi dan kerusakan sendi (Kontraktur)
Pada pasien CVA dengan adanya kesadaran menurun pada organ yang
terserang bisanya penderita mengalami kurangya beraktifitas atau kurangnya
bergerah sehingga akan menyebabkan kontraktur.
5. Depresi dan kecemasan
Gangguan persaan sering terjadi pada pasien CVA dam bisa menyebabkan
reaksi emosional dan fisik yang tidak di inginkan karena terjadi perubahan
kehilangan atau penurunan kesadaran pada bagian orang tubuh yang teserang.
8. Pathway
9. Proses keperawatan
I. Pengkajian Keperawatan
1. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2013):
a) Pengkajian Airway

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa


responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada
atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson &
Skinner, 2014). Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain :

1 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas ?
2 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain :
adanya snoring atau gurgling, stridor atau suara napas tidak normal,
agitasi (hipoksia), penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements, sianosis
3 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi : muntahan, perdarahan, gigi lepas
atau hilang, gigi palsu, trauma wajah
b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien
tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah :
dekompresi dan pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan
ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2014).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien
antara lain :
1 Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
2 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-
tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking
chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
3 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
4 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
c) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada
trauma. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui
paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik. (Wilkinson &
Skinner, 2014). Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain :
(a) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
(b) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
(c) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
(d) Palpasi nadi radial jika diperlukan: menentukan ada atau tidaknya,
menilai kualitas secara umum (kuat/lemah), identifikasi rate
(lambat, normal, atau cepat.
(e) Regularity : kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
atau hipoksia (capillary refill), lakukan treatment terhadap
hipoperfusi.
d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities Pada primary survey,
disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan.
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bias dimengerti .
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji
gagal untuk merespon).
 U- unresponsive to pain jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
e) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
ulang (Thygerson, 2012).
 Kuantitas dengan GCS
Mata (eye)
a) Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri 1
b) Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2
c) Membuka mata dengan perintah 3
d) Membuka mata spontan 4
Motoric (M)
a) Tidak berespon dengan rangsangan nyeri 1
b) Eksitensi dengan rangangan nyeri 2
c) Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri 3
d) Fleksi siku dengan rangsangan nyeri 4
e) Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri 5
f) Bergerak sesuai perintah 6

Verbal (V)

a) Tidak ada suara 1


b) Merintih 2
c) Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti
d) Dapat diajak bicara tapi kacau 4
e) Dapat berbicara, orientasi baik 5

2. Secundary Survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan
setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
tanda syok telah mulai membaik.
a. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien
meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis,
riwayat keluarga, sosial, dan sistem. . Pengkajian riwayat pasien secara
optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa,
budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan
dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali
melihat kejadian.Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2012 ):
S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat- obatan, plester,
makanan).
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal).
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu
juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini).
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama).

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada


pasien yang meliputi :
a. Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa
yang membuat nyerinya lebih baik? apa yang
menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda
lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda
terbangun saat tidur?
b. Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?
apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa
terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien
mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
c. Radiates : apakah nyerinya menyebar? Menyebar
kemana? Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau
bergerak?
d. Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala
0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
e. Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat
atau lambat? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah
terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah
merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama
dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan
tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensinafas, saturasi
oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.
Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut
Emergency Nurses Association, (2012).
3. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang
datang dengan cedera ringan, tiba- tiba ada darah di lantai yang berasal dari
bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh
kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur
dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala
(Delp & Manning. 2014).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimetrisan kanan dan
kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata,
karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata
selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
c. Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor atau
anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami miosis
atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies
campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri,
gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia.
d. Hidung : periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan palpasi akan
kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
e. Telinga : periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan membrane
timpani atau adanya hemotimpanum.
f. Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi,
apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa
ada massa tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri .
g. Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau
krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia dan
suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan
pemakaian otot tambahan. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi
servikal. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder.Toraks
 Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam , ekimosiss,
bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi
dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks
bilateral,apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut jantung,
(lombardo, 2013).
 Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
 Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.
 Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub).
h. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya
pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra
dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala
defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan
dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan
internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa,
denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi
bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan).
 Palpasi
abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas
atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL Diagnostic peritoneal
lavage, ataupun USG . Pada perforasi organ berlumen misalnya usus
halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu
memerlukan re- evaluasi berulang kali.Pelvis
(perineum/rectum/vagina)
i. Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk
dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang
PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD
118, 2012).
j. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Sindroma
kompartemen , mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan
kesadaran atau kelumpuhan .
k. Neurologis
Imobilisasi penderita dengan short atau long spine board, kolar
servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur
servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai
terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat
bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh
penderita memerlukan imobilisasi. Harus dipantau tingkat kesadaran
penderita, karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan hemodinamika
penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2014). Dalam
melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti :
a. Endoskopi
Pemeriksaan penunjang endoskopi bisa dilakukan pada pasien dengan
perdarahan dalam. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi kita bisa
mngetahui perdarahan yang terjadi organ dalam. Pemeriksaan endoskopi dapat
mendeteksi lebih dari 95% pasien dengan hemetemesis, melena atau
hematemesis melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab
perdarahannya (Djumhana, 2014).
b. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan
intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik
dengan bronkoskop ini dapat menilai lebih baik pada mukosa saluran napas
normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang
compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan atau obstruksi
akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial, tumor intra bronkus.
Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar
getah bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat
pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus (Parhusip,
2014).

c. CT Scan
scan juga dapat mendeteksi kelainan-kelainan seerti perdarahan diotak,
tumor otak, kelainan-kelainan tulang dan kelainan dirongga dada dan rongga
perur dan khususnya kelainan pembuluh darah, jantung , dan pembuluh darah
umumnya seperti penyempitan darah dan ginjal. (ishak, 2013).
d. USG
Ultrasonografi adalah alat diagnostik non invasif menggunakan
gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz untuk
menghasilkan gambaran struktur organ di dalam tubuh. Gelombang suara
dikirim melalui suatu alat yang disebut transducer atau probe. Daerah yang
tercakup tergantung dari rancangan alatnya. (Lyandra, Antariksa, Syaharudin,
2012).
e. Radiologi
Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang
dilakukan di ruang gawat darurat. Radiologi merupakan bagian dari spectrum
elektromagnetik yang dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh
electron-elektron bebas dari suatu katoda. Film polos dihasilkan oleh
pergerakan electron-elektron tersebut melintasi pasien dan menampilkan film
radiologi. Pemeriksaan radiologi penggunaannya dalam membantu diagnosis
meningkat.
Sebagian kegiatan seharian di departemen radiologi adalah
pemeriksaan foto toraks. (Ishak, 2012).
f. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Secara umum lebih sensitive dibandingkan CT Scan. MRI juga dapat
digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat
mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan faktor.
Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih
lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang memiliki, harga pemeriksaan yang
sangat mahal serta tidak dapat diapaki pada pasien yang memakai alat
pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran (Widjaya,2012).
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).
Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke non hemoragik dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam Tim Pokja SDKI DPP
PPNI (2017) yaitu:
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan menghidu
dan melihat.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular.
f. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas.
g. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan pengelihatan (mis.ablasio retina).
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral.
III. Intervensi
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan,
tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien/klien berdasarkan
analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi
(Nurarif Huda, 2016).

No Diagnosa Tujuan dan kritria Intervensi


Keperawatan Hasil

1. Risiko Perfusi Setelah dilakukan 1) Identifikasi


Serebral Tidak tindakan keperawatan penyebab
Efektif dibuktikan selama .... jam peningkatan
dengan Embolisme diharapkan perfusi tekanan intrakranial
(D.0017). serebral (L.02014) dapat (TIK)
adekuat/meningkat 2) Monitor tanda
dengan Kriteria hasil : gejala peningkatan
1) Tingkat kesadaran tekanan
meningkat 1) intrakranial (TIK)
2) Tekanan Intra 2) Monitor status
Kranial (TIK) pernafasan pasien
menurun. 3) Monitor intake dan
3) Tidak ada tanda output cairan
tanda pasien gelisah. 4) Minimalkan
4) TTV membaik stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
5) Berikan posisi
semi fowler
6) Pertahankan suhu
tubuh normal
7) Kolaborasi
pemberian obat
deuretik osmosis

2. Nyeri akut Setelah dilakukan 1) Identifikasi lokasi ,


berhubungan tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
dengan agen selama … jam frekuensi, kulaitas,
pencedera diharapkan tingkat nyeri intensitas nyeri
fisiologis (iskemia) (L.08066) menurun 2) Identifikasi skala
(D.0077). dengan Kriteria Hasil : nyeri
1) Keluhan nyeri 3) Identifikasi respon
menurun. nyeri non verbal
2) Meringis menurun 4) Berikan posisi yang
3) Sikap protektif nyaman
menurun 5) Ajarkan teknik
4) Gelisah menurun. nonfarmakologis
5) TTV membaik untuk mengurangi
nyeri (misalnya
relaksasi nafas
dalam)
6) Kolaborasi
pemberian analgetik

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan 1) Identifikasi status


berhubungan tindakan keperawatan nutrisi
dengan selama … jam 2) Monitor asupan
ketidakmampuan diharapkan ststus nutrisi makanan
menelan makanan (L.03030) 3) Berikan makanan
(D.0019). adekuat/membaik
dengan kriteria hasil: ketika masih hangat
1) Porsi makan 4) Ajarkan diit sesuai
dihabiskan/ yang diprogramkan
meningkat Berat 5) Kolaborasi dengan
badan membaik ahli gizi dalam
2) Frekuensi makan pemberian diit yang
membaik tepat
3) Nafsu makan
membaik
4) Bising usus
membaik
5) Membran mukosa
membaik

4. Gangguan persepsi Setelah dilakukan 1) Monitor fungsi


sensori tindakan keperawatan sensori dan
berhubungan selama … jam persepsi:pengelihat
dengan diharapkan persepsi an, penghiduan,
ketidakmampuan sensori (L.09083) pendengaran dan
menghidu dan membaik dengan kriteria pengecapan
melihat (D.0085). hasil: 2) Monitor tanda dan
1. Menunjukkan gejala penurunan
tanda dan gejala neurologis klien
persepsi dan 3) Monitor tanda- tanda
sensori baik: vital klien
pengelihatan,
pendengaran,
makan dan minum
baik.
2. Mampu
mengungkapkan
fungsi pesepsi dan
sensori dengan
tepat.

5 Gangguan Setelah dilakukan 1) Identifikasi adanya


mobilitas fisik tindakan keperawatan keluhan nyeri atau
berhubungan selama … jam fisik lainnya
dengan gangguan diharapkan mobilitas 2) Identifikasi
neuromuskular fisik (L.05042) klien kemampuan dalam
(D.0054). meningkat dengan melakukan
kriteria hasil: pergerakkan
1) Pergerakan 3) Monitor keadaan
ekstremitas umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
2) Kekuatan otot 4) Libatkan keluarga
meningkat untuk membantu
3) Rentang gerak klien dalam
(ROM) meningkat meningkatkan
4) Kelemahan fisik pergerakan
menurun 5) Anjurkan untuk

melakukan pergerakan
secara perlahan

6) Ajarkan mobilisasi
sederhana yg bisa
dilakukan seperti
duduk ditempat tidur,
miring kanan/kiri,
dan latihan rentang
gerak (ROM).

6. Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab


integritas tindakan keperawatan gangguan integritas
kulit/jaringan selama … jam kulit
berhubungan diharapkan integritas 2. Ubah posisi tiap 2
dengan penurunan kulit/jaringan (L.14125)
mobilitas (D.0129). meningkat dengan jam jika tirah baring
kriteria hasil : 3. Anjurkan
1) Perfusi jaringan menggunakan
meningkat pelembam
2) Tidak ada tanda 4. Anjurkan minum air
tanda infeksi yang cukup
3) Kerusakan jaringan 5. Anjurkan
menurun meningkatkan asupan
4) Kerusakan lapisan nutrisi
kulit 6. Anjurkan mandi dan
5) Menunjukkan menggunakan sabun
terjadinya proses secukupnya.
penyembuhan luka

7 Risiko jatuh Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor


dibuktikan dengan tindakan keperawatan resiko jatuh
kekuatan otot selama … jam 2. Identifikasi faktor
menurun (D.0143). diharapkan tingkat jatuh lingkungan yang
(L.14138) menurun meningkatkan resiko
dengan kriteria hasil: jatuh
1) Klien tidak terjatuh 3. Pastikan roda tempat
dari tempat tidur tidur selalu dalam
2) Tidak terjatuh saat keadaan terkunci
dipindahkan 4. Pasang pagar
3) Tidak terjatuh saat pengaman tempat
duduk tidur
5. Anjurkan untuk
memanggil perawat
jika membutuhkan
bantuan untuk
berpindah
6. Anjurkan untuk
berkonsentrasi
menjaga
keseimbangan tubuh

8 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor


komunikasi verbal keperawatan selama … kecepatan,tekanan,
berhubungan jam diharapkan kuantitas,volume
dengan penurunan komunikasi verbal dan diksi bicara
sirkulasi serebral (L.13118) meningkat 2) Identifikasi
(D.0119). dengan kriteria hasil: perilaku emosional
dan fisik sebagai
1) Kemampuan bicara
bentuk komunikasi
meningkat
3) Berikan dukungan
2) Kemampuan
psikologis kepada
mendengar dan
klien
memahami
4) Gunakan metode
kesesuaian ekspresi
komunikasi
wajah / tubuh
alternatif (mis.
meningkat
Menulis dan
3) Respon prilaku
bahasa isyarat/
pemahaman
gerakan tubuh)
komunikasi membaik
5) Anjurka klien
4) Pelo menurun
untuk bicara
secara perlahan
DAFTAR PUSTAKA

Caplan, L. R. and Goldszmidt, A., 2013, Stroke Esensial 2 th ed. United State

ofAmerica: Saunders Elsevier pp 23

DepKes RI, 2013, Modul Penggunaan Obat Rasional, Ditjen Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan Departemen Kesehatan: Jakarta

Dinata C.A., Safrita Y. and Sastri S., 2013, Gambaran Faktor Risiko dan TipeStroke

pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode

1 Januari 2010 - 31 Juni 2012, Jurnal Kesehatan Andalas, 2 (2), 57–61.

Kemenkes RI, 2014, Infodatin : Situasi Kesehatan Jantung, Jakarta Selatan.Terdapat

di:http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin.

Misbach J., Lamsudin R., Allah A., A. B., Suroto, Alfa A.Y., Harris S., NurimabaN.,

Islam S., Bustami M. and Rasyid A., 2011, Guideline Stroke Iskemik2011, Perhimpunan

Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Jakarta.

Usrin I., Mutiara E. and Yusad Y., 2013, Pengaruh Hipertensi Terhadap Kejadian

Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik di Ruang Neurologi di Rumah Sakit Stroke Nasional

(RSSN) Bukittingi Tahun 2011,. Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai