Oleh :
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Mahasiswa
( )
Mengetahui,
( ) ( )
LANDASAN TEORI
A. Definisi
CAD (Coronary Artery Disease) adalah istilah umum untuk penumpukan
plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung (American
Heart Association, 2013).
PJK juga disebut penyakit arteri koroner (CAD), penyakit jantung
iskemik (IHD), atau penyakit jantung aterosklerotik, adalah hasil akhir dari
akumulasi plak ateromatosa dalam dinding-dinding arteri yang memasok
darah ke miokardium (otot jantung) (Manitoba Centre for Health Policy,
2013).
CAD terjadi ketika zat yang disebut plak menumpuk di arteri yang
memasok darah ke jantung (disebut arteri koroner), penumpukan plak dapat
menyebabkan angina, kondisi ini menyebabkan nyeri dada dan tidak nyaman
karena otot jantung tidak mendapatkan darah yang cukup, seiring waktu,
CAD dapat melemahkan otot jantung, hal ini dapat menyebabkan gagal
jantung dan aritmia (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
B. Klasifikasi
Menurut Braunwald (2001), CAD memiliki beberapa klasifikasi sebagai
berikut:
1. Angina pektoris stabil adalah keadaan yang ditandai oleh adanya suatu
ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai nyeri) di dada atau lengan
yang sulit dilokalisasi dan dalam, berhubungan dengan aktivitas fisik
atau stres emosional dan menghilang dalam 5-15 menit dengan istirahat
dan atau dengan obat nitrogliserin sublingual (Yusnidar, 2007).
2. Angina pektoris tak stabil
Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (atau jenis ekuivalen
ketidaknyamanan iskemik) dengan sekurang-kurangnya satu dari tiga hal
berikut;
a. Timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya
berakhir setelah lebih dari 20 menit (jika tidak diberikan
nitrogliserin).
b. Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan
merupakan onset baru (dalam 1 bulan).
c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama,
atau lebih sering dari sebelumnya). Pasien dengan ketidaknyamanan
iskemik dapat datang dengan atau tanpa elevasi segmen ST pada
EKG (yusnidar, 2007).
Angina dari sindrom koroner akut (SKA) cenderung merasa lebih parah
dari angina stabil, dan biasanya tidak berkurang dengan istirahat beberapa
menit atau bahkan dengan tablet nitrogliserin sublingual. SKA menyebabkan
iskemia yang mengancam kelangsungan hidup otot jantung. Kadang-kadang
obstruksi menyebabkan SKA hanya berlangsung selama waktu yang singkat
dan tidak ada nekrosis jantung yang terjadi, SKA memiliki dua bentuk
gambaran EKG yantu:
1. Infak Otot Jantung tanpa ST Elevasi (Non STEMI)
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST
yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak,
erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
Pada non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan
oklusi menyeluruh pada lumen arteri koroner. Non STEMI memiliki
gambaran klinis dan patofisiologi yang mirip dengan angina tidak stabil,
sehingga penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis Non
STEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis angina tidak
stabil menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan
biomarker jantung.
2. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI)
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah
ada sebelumnya (Kasma, 2011).
C. Etiologi
Faktor risiko seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui
interaksi dua atau lebih faktor risiko yaitu faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (nonmodifiablefactors) dan faktor yang dapat
dimodifikasi(modifiable factors). Faktor yangdapat dimodifikasi yaitu;
merokok, aktivitas fisik, diet, dislipidemia, obesitas, hipertensi dan DM.
Sedangkan faktor yangtidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin,
suku/ras, dan riwayat penyakit keluarga (Bender et al, 2011).
D. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima
arteri besar sehingga disebut ateroma/plak yang akan mengganggu absorbasi
nutrien oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding pembuluh darah
dan menyumbat aliran darah karena timbulan menonjol ke lumen pembuluh
darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan
menjadi jaringan parut sehingga lumen menjadi semakin sempit dan
berdinding kasar menyebabkan aliran darah terhambat atau terhenti, kecuali
sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh disekitarnya. Daerah otot yang
sama sekali tidak mendapat aliran atau mendapat begitu sedikitnya aliran
sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan
mengalami infark. Seluruh proses ini disebut infark miokardium.
Segera setelah mulai timbul infark, sejumlah kecil darah kolateral
meresap ke dalam daerah infark, dan hal ini bersama dengan dilatasi progresif
pada pembuluh darah lokal, menyebabkan daerah tersebut dipenuhi oleh
darah yang terbendung. Secara bersamaan, serat otot memakai sisa akhir
oksigen dalam darah, sehingga hemoglobin menjadi tereduksi secara total
menjadi berwarna biru gelap. Daerah yang mengalami infark menjadi
berwarna coklat kebiru-biruan dan pembuluh darah dari daerah tersebut
tampak mengembang walaupun aliran darahnya kurang. Pada tingkat lanjut,
dinding pembuluh manjadi sangat permeabel dan membocorkan cairan,
jaringan menjadi edematosa, dan sel otot jantung mulai membengkak akibat
berkurangnya metabolisme selular. Dalam waktu beberapa jam tanpa
penyediaan darah, sel-sel akan mati.
Otot jantung memerlukan kira-kira 1,3 mililiter oksigen per 100 gram
jaringan otot per menit agar tetap hidup. Nilai ini sebanding dengan kira-kira
8 mililiter oksigen per 100 gram yang diberikan pada ventrikel kiri dalam
keadaan istirahat setiap menitnya. Karena itu, bila tetap terdapat 15 sampai
30% aliran darah koroner normal dalam keadaan istirahat, maka otot tidak
akan mati. Namun, pada bagian sentral dari suatu daerah infark yang besar,
dimana hampir tidak terdapat aliran darah kolateral, otot akan mati.
E. Maninfestasi Klinis
1. Dada terasa sakit, terasa tertimpa beban, terjepit, diperas, terbakar dan
tercekik. Nyeri terasa di bagian tengah dada, menjalar ke lengan kiri,
leher, bahkan menembus ke punggung. Nyeri dada merupakan keluhan
yang paling sering dirasakan oleh penderita CAD.
2. Sesak nafas
3. Takikardi
4. Jantung berdebar-debar
5. Cemas
6. Gelisah
7. Pusing kepala yang berkepanjangan
8. Sekujur tubuhnya terasa terbakar tanpa sebab yang jelas
9. Keringat dingin
10. Lemah
11. Pingsan
12. Bertambah berat dengan aktivitas
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dan Diagnostik CAD adalah :
1. Analisa gas darah (AGD)
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Hb, Ht
4. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram
(EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya
PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada
tanda-tandanya. Dapat berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan
atau serangan jantung yang baru terjadi, yang masing-masing
memberikan gambaran yang berbeda.
5. Foto rontgen dada
Dari foto roentgen dada dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya
pembesaran (Kardomegali). Di samping itu dapat juga dilihat gambaran
paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini.
Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada
pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada
payah jantung.
6. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai factor resiko
meningkat. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya serangan
jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung.
7. Treadmill
Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun
dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah
merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa
gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal
ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada
keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat
gambaran EKG tampak normal.
Dari hasil teradmil ini telah dapat diduga apakah seseorang menderita
PJK. Memang tidak 100% karena pemeriksaan dengan teradmil ini
sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedangka untuk wanita hanya
72%. Berarti masih mungkin ramalan ini meleset sekitar 16%, artinya
dari 100 orang pria penderita PJK yang terbukti benar hanya 84 orang.
Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan melakukan kateterisasi
jantung.
Pemeriksaan ini sampai sekarang masih merupakan Golden Standard
untuk PJK. Karena dapat terlihat jelas tingkat penyempitan dari
pembuluh arterikoroner, apakah ringan,sedang atau berat bahkan total.
8. Kateterisasi jantung
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang
seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi
(arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatan lengan atau melalui pembuluh
darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alar rontgen
langsung ke muara pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya,
kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembuluh
koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan
atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan..
G. Penatalaksanaan Medis
1. Istirahat total dalam waktu 24 jam pertama atau masih ada keluhan nyeri
atau keluhan lainnya. Hal ini berguna untuk mengurangi beban kerja
jantung dan membantu membatasi luas permukaan infark.
2. Oksigen 2-4 liter/menit, untuk meningkatkan oksigenasi darah sehingga
beban kerja jantung berkurang dan perfusi sistematik meningkat.
3. IVFD Dextrose 5% atau NaCL 0,9% untuk persiapan pemberian obat
intravena.
4. Pemberian morfin 2,5-5 mg IV atau petidin 25-50 mg IV, untuk
menghilangkan rasa nyeri . Bila dengan pemberian ISDN nyeri tidak
berkurang atau tidak hilang.
5. Sedatif seperti Diazepam 3-4x, 2 mg per oral.
6. Diet
Diet yang diberikan adalah diet jantung I-IV sesuai dengan keadaan
klien.
Diet Jantung I : makanan saring
Diet Jantung II : bubur
Diet Jantung III : nasi tim
Diet Jantung IV : nasi
7. Antikoagulan seperti heparin
Sebelum pemberian heparin harus diperiksa APTT sebagai base line,
Dosis heparin pertama diberikan secara bolus dengan dosis 60 U/KgBB,
dilanjutkan dengan heparin drip 121 U/KgBB/jam. Hasil heparin yang
diberikan dievaluasi dengan pemeriksaan APTT tiap 12 jam, target
pencapaian APTT yaitu 1,5-2x APTT base line.
H. Komplikasi
Adapun komplikasi CAD adalah:
1. Disfungsi ventricular
2. Aritmia pasca STEMI
3. Gangguan hemodinamik
4. Ekstrasistol ventrikel
5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
6. Syok kardiogenik
7. Gagal jantung kongestif
8. Perikarditis
9. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010).
I. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a) Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau
bendaasing yang menghalangi jalan nafas
b) Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya
penggunaan otot bantu pernafasan
c) Circulation : kaji nadi, biasanya nadi menurun.
d) Disability : Lemah,letih,sulit bergerak,gangguan istirahat tidur.
2. Pengkajian Sekunder.
a) Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun,gangguan istrahat/tidur.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas,
letargi/disorientasi, koma
b) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yangmenurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis,
kulit panas,kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
c) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisiTanda : Ansietas, peka rangsang
d) Eliminasi
Gejala:Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar,kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri
tekan abdomen, diare.
Tanda:Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang
menjadioliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin
berkabut, bau busuk(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising
usus lemah dan menurun,hiperaktif (diare)
e) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatanmasukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan
lebih dari beberapahari/minggu, haus, penggunaan diuretik
(Thiazid).
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi
abdomen,muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis,
bau buah (napas aseton)
f) Neurosensori
Gejala:Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesi, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),
gangguanmemori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon
dalam menurun(koma), aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-
hatih.
h) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen(tergantung adanya infeksi/tidak).
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen,
frekuensi pernapasan meningkat.
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Nanda tahun 2015-2017:
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan menurunnya suplai
oksigen miokardial.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miokard dan kebutuhan oksigen.
3. Resiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan curah jantung
K. Rencana dan Tindakan Keperawatan