Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. A


DENGAN HIL (HERNIA INGUINALIS LATERALIS)
PRE OPERASI DAN POST OPERASI HARI KE-1
DI RUANG ANGGREK RSUD WATES

Oleh

TRI AYU WIDIYANTI


2520142516

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2016
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. A
DENGAN HIL (HERNIA INGUINALIS LATERALIS)
PRE OPERASI DAN POST OPERASI HARI KE-1
DI RUANG ANGGREK RSUD WATES

Oleh

TRI AYU WIDIYANTI


2520142516

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan Asuhan keperawatan ini dibuat untuk memenuhi


tugas Praktik Klinik Keperawatan (PKK) Kebutuhan Medikal Bedah (KMB) I
Semester IV

Wates, 10 Mei 2016

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Rumah Sakit Pembimbing Klinik Akademik

( ) ( )

Mahasiswa

( Tri Ayu Widiyanti )


2520142516
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit hernia, atau yang lebih dikenal dengan turun berok adalah penyakit
akibat turunnya buah zakar, seiringnya melemahnya lapisab otot dinding perut.
Penderita hernia mmang kebanyakan laki-laki, terutama anak-anak. Kebanyakan
penderita akan merasa nyeri, jika terjadi infeksi didalamnya, misalnya jika anak-
anak penderitanya terlalu aktif. Berasal dari bahasa Latin, herniane yaitu
menonjolnya isi suatu organ melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding
rongga. Dinding rongga yang lmah itu membentuk suatu kantong dengan pintu
berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di aerah perut dengan isi yang keluar
berupa bagian usus. Hernia yang terjadi pada anak-anak lebih disebabkan karena
kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring engan turunnya
tstis atau buah zakar. Sementara pada orang dewasa, karena adanya tekanan yang
tinggi dalam rongga perut karena factor usia yang menyebabkan lemahnya otot
dinding perut. Oleh sebab itu makalah ini akan membahas mengenai hernia untuk
meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan agar tidak terjangkit
penyakit hernia dan agar para pembaca mengetahui apa penyebab dan cara
menghindari penyakit hernia.
Makalah ini di susun agar perawat dan mahasiswa calon perawat mampu
melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan prosedur dan teori yang
benar.
BAB II
TINJAUAN TEORI

a. Definisi
Hernia adalah sebuah tonjolan atau benjolan yang terjadi di salah satu
bagian tubuh yang seharusnya tidak ada. Hernia adalah protusi (penonjolan)
ruas organ , isi organ ataupun jaringan melalui bagian lemah dari dinding
rongga yang bersangkutan atau lubang abnormal.

Menurut Jennifer (2007) hernia adalah protusi atau penonjolan isi suatu
rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan.

Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi penonjolan dibawah


inguinalis,di daerah lipatan paha Hernia ini dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Hernia Inguinalis Interalis (indirek)


Hernia inguinalis lateralis karena keluar dari rongga peritoneum
melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior,lalu hernia masuk ke kanalis inguinalis dan jika
cukup panjang,menonjol dan keluar dari anulus inguinalis
eksternum.lebih banyak terjadi pada laki-laki usia muda.
2. Hernia Inguinalis Medialis (direk)
Hernia yang melalui dinding inguinalis posteromedial dari vasa
epigastrika inferior didaerah yang dibatasi segitiga Hasseibach.lebih
banyak terjadi pada orang tua.

b. Patofisiologi
Secara patofisiologi peningkatan tekanan intra abdomen akan mendorong
anulus inguinalis internus terdesak. Hernia inguinalis dapat terjadi
karenaanomali kongenital atau karena yang didapat faktor yang dipandang
berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan
kelemahan otot dinding perut karena usia. Lebih banyak pada laki- laki dari
pada perempuan.
Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia pada Anulus Internus yang cukup besar sehingga dapat dilalui oleh
kantong dan isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis
yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis dapat
mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis, kelemahan dinding
perut antara lain terjadi akibat kerusakan inguinalis.
Tanda dan gejala klinis dapat ditentukan oleh keadaan isi hernia, pada
hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan dilipat paha yang
muncul pada saat bediri, batuk, bersin atau mengejan dan menghilang setelah
berbaring. Keluhan nyeri biasanya dirasakan di epigastium atau para
umbilical berupa nyeri visceral karena regangan pada mesrentium sewaktu,
satu segmen usus halusmasuk kedalam kantung hernia. Nyeri yang disertai
mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarsesari karena ileus atau
strangulasi karena nekrosis.
Bila isi kantong hernia dapat di pindahkan ke rongga abdomen dengan
manipulasi hernia disebut redusibel. Hernia irredusibel dan hernia inkarserta
adalah hernia yang tidak dapat dipindahkan atau dikurangi dengan
manipulasi.
Nyeri akan terasa jika cincin hernia terjepit, jepitan cincin hernia akan
menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia menjadi nekrosis dan
kantong hernia akan terisi transudat berupa cairan serosangoinus, ini adalah
kedaruratan bedah karena usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangrene.
Pada hernia redusibel dilakukan tindakan bedah elektif karena ditakutkan
terjadi komplikasi.

c. Tanda gejala
1. Hernia inguinalis lateralis / indirekta
- Adanya benjolan di selakangan/ kemaluan
- Benjolan bisa hilang atau timbul dan mengecil
- Timbul bila menangis, mengejan saat defekasi, mengangkat benda
berat
- Dapat ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau mual muntah bila
terjadi komplikasi
- Pada bayi dan anak-anak sering gelisah, banyak menangis dan
kadang perut kembung
2. Hernia inguinalis medialis / direkta
- Terlihat adanya masa yang bundar pada annulus inguinalis eksterna
yang mudah mengecil bila tiduran
- Tetap akan terdapat benjolan meskipun tidak mengejan
- Mudah kencing karena buli-buli ikut membentuk dinding medial
hernia
- Bila hernia ke skrotum maka hanya akan ke bagian atas skrotum

d. Pemeriksaan penunjang
a. Radiografi abdomen : sejumlah gas terdapat dalam usus, enema barium
menunjukan tingkat obstruksi
b. Laboratorium
- Hb dan Ht meningkat karena hemokonsentrasi
- Sel darah putih meningkat pada hernia strangulasi (<10.000 sel/mm)
- Defisiensi elektrolit, pasien akan kehilangan kalium, hydrogen,
klorida, yang akan mengakibatkan alkalis metabolic

e. Komplikasi
1. Terjadi perlengketan pada isi hernia dengan dinding kantong hernia tidak
dapat dimasukkan lagi
2. Terjadi penekanan pada dinding hernia akibat makin banyaknya usus yang
rusak
3. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinue menyebabkan
daerah benjolan merah

f. Pengkajian keperawatan
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala:
a. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk
mengemudi dalam waktu yang lama.
b. Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian
tubuh.
c. Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa dilakukan.
Tanda:
a. Atrofi otot pada bagian tubuh terkena
b. Gangguan dalam berjalan
2. Eliminasi
Gejala:
a. Konstipasi
b. Mengalami kesulitan dalam defekasi
c. Adanya inkotenensia atau retensio urin
3. Nutrisi/ cairan
Gejala:
a. Anoreksia : mual, muntah
b. Penurunan berat badan
4. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau akan semakin memburuk dengan
adanya : Batuk, mengangkat, defekasi.
Tanda : Nyeri pada palpasi
5. Keamanan
Gejala : Demam
6. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Gaya hidup monoton hiperaktif
7. Pemeriksaan penunjang

g. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa Nyaman: Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan
hernia dengan keluhan sakit pada benjolan hernia, perilaku hati-hati pada
saat berdiri, penurunan toleransi tubahan pola terhadap aktivitas, wajah
menahan nyeri, perubahan pola tidur.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap
luka ditandai dengan terdapat luka insisi , peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri yang hebat
dengan disepnea karena kerja, takitnea, takikardi sebagai respon terhadap
aktivitas, terjadinya atau memburuknya pucat atau sianosis.
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan,
kekurangan cairan yang berlebih, muntah pra operasi, pembatasan
pemasukan cairan secara oral.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, penyakit, stres psikologi
perubahan lingkungan, rutinitas fasilitas.
6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder
kurang mobilitas, efek- efek anestesi, manipulasi pembedahan, nyeri,
efek-efek obat.

h. Rencana dan tindakan keperawatan


1. Gangguan rasa Nyaman: Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan
hernia dengan keluhan sakit pada benjolan hernia, perilaku hati-hati pada
saat berdiri, penurunan toleransi terhadap aktifitas, wajah menahan nyeri,
perubahan pola tidur.
a. Tujuan : Nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria hasil : Tidak merasa sakit, postur tubuh rileks, tidak
mengeluh, mampu tidur atau istirahat dengan tepat.
b. Intervensi :
Kaji dan catat karakteristik nyeri, gunakan skala nyeri dengan
pasien, rentangkan ketidaknyamanan dari 0-10, selidiki dan
laporkan nyeri dengan tepat.
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat,
kemajuan penyembuhan. Perubahan pada
karaikteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses
atau peritonitis. Memerlukan upaya evaluasi medik
dan intervensi.
Demonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi seperti napas
dalam.
Rasional : Dengan memfokuskan kepada perhatian tertentu,
menurunkan ketegangan otot, meningkatkan rasa
memiliki dan kontrol atau menurunkan rasa kurang
nyaman.
Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.
Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam
abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan
ketegangan abdomen yang bertambah dengan
terlentang.
Dorong ambulasi dini.
Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ.
Beri analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama
dengan intervensi lain.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap
luka, peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder
pembedahan
a. Tujuan : Tidak terjadi infeksi, mengungkapkan pemahaman tentang
situasi atau faktor resiko dan aturan pengobatan
individual.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi, klien akan
menunjukkan penyembuhan dengan bukti tepi luka
utuh, menyatu atau jaringan granulasi.
b. Intervensi :
Pantau terhadap tanda dan gejala infeksi luka. Peningkatan
pembengkakan dan kemerahan, pemisahan luka, peningkatan
atau drainase, purulen, peningkatan suhu tubuh
Rasional : Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan
peningkatan darah dan aliran limfe dimanifestasikan
dengan edema, kemerahan dan peningkatan drainase
penurunan epitelisasi ditandai dengan pemisahan
luka, patogen yang bersikulasi merangsang
hipotalamus untuk menaikan suhu tubuh.
Pantau penyembuhan luka
Rasional : Luka bedah dengan tepi disatukan oleh jahitan
biasanya sembuh dengan proses primer jaringan
granulasi tak tampak dan jaringan pembentukan parut
minimal.
Lakukan langkah untuk mencegah infeksi: cuci tangan sebelum
dan sesudah mengganti balutan, gunakan sarung tangan sampai
luka tetutup
Rasional : Tindakan ini membantu mencegah masuknya
mikroorganisme kedalam luka
Ganti balutan atau perban sesuai aturan dengan menggunakan
teknik aseptik.
Rasional : Perban atau balutan yang lembab merupakan media
kultur untuk pertumbuhan bakteri, dengan mengikuti
teknik aseptik akan mengurangi resiko kontaminasi
bakteri.
Beritahu dokter jika luka tampak merah dan bernanah,
pemisahan ujung luka, luka sangat lembek, jumlah leuklosit
diatas normal, ambil contoh luka untuk tes kultur dan
sensitifitas.
Rasional : Keadaan tersebut mengidentifikasi infeksi luka kultur
mambantu mengidentifikasi milkroorganisme yang
menyebabkan infeksi sehingga ditentukan terapi
antibiotik yang tepat. Laboratorium tentang
sensitifitas akan mengidentifikasi antibiotik yang
efektif melawan organisme tersebut.
Berikan antipiretik jika terdapat demam
Rasional : Antipiterik memperbaiki mekanisme termostatik
dalam otak untuk mengatasi demam.

Beri perawatan perineal dua kali sehari sesuai prosedur ketika


kateter foley mulai dipasang, setelah kateter di lepas laporkan
masalah berkemih (terbakar, sakit, keluar sedikit dorongan,
sering dengan jumlah yang sedikit).
Rasional : Membersihakan bagian genital membantu
mengurangi jumlah bakteri yang lewat. Kerusakan saluran
kencing dan infeksi adalah masalah utama yang berhubungan
dengan kateter menetap dalam kandung kemih.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri yang hebat
dengan aktivitas ditandai dengan laporan verbal kelemahan,
kelemahan,keletihan disepnea karena kerja, takitnea, takhikardi sebagai
respon terhadap aktifitas, terjadinya atau memburuknya pucat atau
sianosis.
a. Tujuan : Kelemahan fisik dapat teratasi
Kriteria hasil : Melaporkan atau menunjukkan peningkatan toleransi
terhadap aktifitas yang dapat diukur dengan tidak
adanya disepnea, kelemahan berlebihan dan tanda
vital dalam batas normal.
b. Intervensi :
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat laporan
dipsnea,peningkatan kelemahan atau kelemahan dan perubahan
tanda vital selama dan setelah aktifitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien
dengan memudahkan pilihan intervensi.
Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stress dan
pengalihan yang tepat.
Rasional : menuntunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
Menjelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktifitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat
energy untuk penyembuhan. Pembatasan aktifitas
ditentukan dengan respon individual pasien terhadap
aktifitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.
Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur
di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
Bantuan aktifitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan aktifitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan,


kekurangan cairan yang berlebih, muntah pra operasi, pembatasan
pemasukan cairan secara oral.
a. Tujuan : Mengembalikan keseimbangan cairan.
Kriteria hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan
oleh tidak adanya perdarahan, berat badan dan tanda
vital stabil, turgor kulit baik, membran mukosa
lembab.
b. Intervensi:
Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional : Indikator dehidrasi organ dan pedoman untuk
penggantian cairan.
Monitor tanda- tanda vital
Rasional : Tanda-tanda vital awal hemoragi yang menyebabkan
syok hipovolemik.
Kaji tanda-tanda kekurangan volume cairan
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer
Berikan cairan parentral sesuai indikasi.
Rasional : Mengganti cairan yang keluar.
Cek pemeriksaan Hb dan Ht
Rasional : Indikator hidrasi sirkulasi

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, penyakit, stress


psikologi, perubahan lingkungan, rutinitas fasilitas.
a. Tujuan : Istirahat dan tidur kembali optimal
Kriteria hasil : Melaporkan keesimbangan optimal dan istirahat dan
aktivitas.
b. Intervensi:
Kaji pola tidur biasanya dan yang terjadi
Rasional : Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi
yang tepat.
Dorong beberapa aktivtas fisik ringan selama siang hari dan
berhenti beraktifitas beberapa saat sebelum tidur.
Rasional : aktivitas siang hari dapat membantu pasien
menggunakan energy dan siap untul tidur malam
hari. Namun kelanjutan aktivitas yang dekat
dengan waktu tidur dapat bertindak sebagai
stimulan, yang memperlambat tidur
Berikan posisi yang nyaman, bantu mengubah posisi
Rasional : Pengubahan posisi mengubah area tekanan dan
meningkatkan istirahat
Tingkatkan kenyamanan waktu tidur.
Rasional : Meningkatkan efek relaksasi

6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder


kurang mobilitas, efek efek anestesi, manipulasi pembedahan, nyeri,
efek-efek obat
a. Tujuan : Klien kembali eliminasi dengan normal
Kriteria hasil : menetapkan, mempertahankan eliminasi yang normal
b. Intervensi :
Pastikan pola defekasi yang biasa dan bantu menggunakannya
Rasional : Tentukan luasnya masalah dan indikasi kebutuhan
tipe intervensi yang sesuai
Mulai program latihan, istirahat dan diit individu dan latihan
ulang usus
Rasional: Kehilangan tonus muskuler akan mengurangi
peristaltik dan dapat merusak kontrol spihingter
rectal.
Berikan diit dengan kadar serat tinggi
Rasional : Meningkatkan konsentrasi feses, meningkatkan
pengeluaran feses
Kurangi/ batasi makanan seperti produk susu
Rasional: Ini diketahui sebagai penyebab konstipasi
Dorong peningkatan masukan cairan
Rasional: Tingkatkan konsistensi feses normal.
DAFTAR PUSTAKA

Cox Johnson, Jennifer. (2007). Well-Structured Versus Ill-Structured


Problems.[Online]. Tersedia: http://www.carleton.edu/. [23 Februari 2008]
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. Jakarta : EGC, 2004. pp.
519-37
Swartz MH. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Alih Bahasa : Lukmanto P, Maulany
R.F, Tambajong J. Jakarta : EGC, 1995. pp. 276-8
Anonim. Hernia. www.burrill.demon.co.uk . Diakses tanggal 11 Mei 2016
Anonim. Hernia. http://hernia.tripod.com . Diakses tanggal 11 Mei 2016
Anonim. Inguinal hernia. http://en.wikipedia.org . Diakses tanggal 11 Mei 2016

Anda mungkin juga menyukai