Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ANALISIS PROGRAM KESELAMATAN KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keselamatan Kesehatan kerja (K3)

Disusun Oleh :

Muhamad Pathu Rohman ( 201FI03001 )

Riskia Devianti ( 201FI03027)

Teguh Mahara ( 201FI03036 )

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

BANDUNG 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya pada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah Analisis Program
Keselamatan Kesehatan Kerja Di Rumah Sakit ini dengan baik dan lancar, untuk
melengkapi nilai Mata Kuliah Keselamatan Kesehatan Kerja (K3), dan mengembangkan
kemampuan menulis.
Kami menyadari meskipun segala upaya telah penulis lakukan dalam penyusunan
laporan ini, namun pastilah ada kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami berharap kepada semua pihak yang sekiranya membaca laporan ini dapat memberikan
saran agar di kemudian hari kami dapat menyempurnakan laporan ini.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada yang terhormat:
1. Fikri Mourly, S.Kep., M.KM, selaku Ketua Prodi Sarjana Terapan Keperawatan
Anestesiologi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bhakti Kencana Bandung.
2. Madinatul Munawaroh, S.Pd., M.KM selaku Koordinator mata kuliah Keselamatan
Kesehatan Kerj (K3), yang telah membimbing dalam penulisan Makalah ini yang telah
banyak memberikan masukan dan bimbingan selama ini.
3. Mahasiswa semester III Tahun Akademik 2021/2022 yang telah bekerjasama dengan
baik selama menyusun Makalah ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini. Semoga segala
bantuan dan dukungan yang diberikan kepada kami, mendapat imbalan yang berlipat
dari Allah Subhanahu Wata’ala, amin.

Bandung, 28 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………..……………………………... i
KATA PENGANTAR…………………………………..………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………….…………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………….………………………………… 1
A. Latar Belakang………………………………….………………………………. 1
B. Permasalahan…………………………………………………………………… 3
C. Tujuan…………………………………………………………………………… 3
BAB II PERMASALAHAN……………………………………………………………. 4
A. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan………… 4
BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………………. 6
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja………………………………….. 6
B. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) 7
dan Peran Dinas Kesehatan……………………………………………………...
1. Peraturan Kesehatan Kerja…………………………………………………... 7
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sebagai Pilihan Rasional Rumah Sakit… 8
BAB IV REKOMENDASI DAN SOLUSI……………………………………………... 10
a. Planning/ (Perencanaan)………………………………………………………… 10
b. Organizing/ (Organisasi)………………………………………………………... 11
c. Actuating/ (Pelaksanaan)………………………………………………………... 12
d. Controlling/ (Pengawasan)……………………………………………………… 12
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP……………………………………………... 14
A. Kesimpulan……………………………………………………………………… 14
.
B. Saran……………………………………………………………………………... 14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………… 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) rumah sakit di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi
yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi
tersebut mencerminkan kesiapan daya saing rumah sakit Indonesia di dunia
internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global
karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja
yang rendah). Padahal kemajuan rumah sakit sangat ditentukan peranan mutu tenaga
kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada rumah sakit. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau
bermartabat.                   
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan
kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan yang akan semakin
meningkatkan kepercayaan pasien/masyarakat. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja di rumah
sakit.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit merupakan salah satu
prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa
antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan
masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 dan visi
indonesia mencapai MDGS 2014 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa
depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.

1
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan rumah sakit, tetapi juga dapat mengganggu proses penyembuhan dan
pengobatan secara menyeluruh, yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika
kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju
(dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi.
Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun
sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban
dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

2
B. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan di rumah
sakit dalam menangani korban dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan
dan peran dari sisi rumah sakit tersebut dalam menangani pasien/orang yang sakit dan
mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

3
BAB II
PERMASALAHAN
A. Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-
bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik
maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah
sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau
meledak (obat– obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi .
4. Luka bakar .
5. Syok akibat aliran listrik .
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha
pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin
kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan
bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri
lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah
kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains,
strains : 52%;contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures:
10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches,
abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US
Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung
tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di
Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42%

4
dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera
punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $
per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-
bahaya di RS belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak
keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya
yang ada di RS.
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang
diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita),
penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57%
wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang
diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu
penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain,
seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran
anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang
rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena
itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih
efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS,
baik bagi pengelola maupun karyawan RS.

5
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun
kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa
negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan
prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja
yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada
pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan
kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan

6
Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya
tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di
atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja
dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak
hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan
upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan
sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas,
jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun
para pengunjung yang ada di lingkungan RS.

B. Penegakan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)


dan Peran Dinas Kesehatan
1. Peraturan Kesehatan Kerja
UU Kesehatan Nomor 23 tahun 2002 pasal 23 tentang kesehatan kerja
menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.05/Men. 2006
juga mengatur bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang
atau lebih dan atau yang mengandung potensi bahaya wajib menerapkan sistem
manajemen K3 (Bab III Pasal 3).
Rumahsakit tidak terlepas dari peraturan-peraturan ini karena teknologi dan
sarana kesehatan, kondisi fisik rumah sakit dapat membahayakan pasien, keluarga,
serta pekerja. Jika tidak dikelola, rumahsakit tidak terhindar dari kebakaran,
bencana, atau dampak buruk pada kesehatan.
Ringkasan studi tentang penerapan K3RS di bawah ini bisa dijadikan kasus
bagaimana lemahnya komitmen rumahsakit dalam hal ini.

7
K3RS di Indonesia telah memiliki 22 peraturan. Di antara seluruh peraturan itu,
paling banyak adalah peraturan menteri (9 buah) dan belum ada sama sekali
peraturan daerah. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sendiri tidak memiliki
semua dokumen peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dinas
kesehatan bahkan tidak memiliki satu staf yang mengurusi bidang ini. Tidak ada
tim khusus K3RS. Penjabaran dari regulasi tersebut oleh pemerintah daerah dalam
bentuk peraturan daerah belum ada sama sekali. Padahal mengacu pada PP No. 25
tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai otonom maka
pemerintah daerah mempunyai legalitas dalam mengatur regulasi K3RS.
Kenyataan ini barang kali bisa mencerminkan keadaan sebelum desentralisasi.
Daerah melaksanakan apa yang menjadi keputusan pusat dan barang kali karena
keputusan pusat itu pula, regulasi K3RS ini lemah
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sebagai Pilihan Rasional Rumah Sakit
Penelitian Bambang mengukur sembilan aspek yang bisa dijadikan tolok ukur
bahwa rumahsakit itu memberikan komitmen pelaksanaan K3RS. Seluruh
rumahsakit menyediakan sejumlah dana untuk keperluan K3RS. Seperti terlihat
dalam tabel di bawah ini, 6 dari 7 rumahsakit belum memiliki sistem keamanan dan
tenaga khusus bidang K3RS. Lima rumahsakit belum memiliki sarana IPAL dan
sistem pengawasan yang memadai. Selain itu, observasi di lapangan, rumahsakit-
rumahsakit ini tidak memiliki sistem pelaporan tentang kecelakaan maupun
penyakit akibat kerja.
Pelaksanaan K3RS pada masa yang lalu ditekankan dengan pola pembinaan
dinas kesehatan. Kebijakan kita selama ini dalam bidang kesehatan dan
keselamatan kerja adalah berupa sosialisasi program, pelatihan tentang K3RS,
menyediakan tenaga khusus, dan membuat pedoman pelaksanaan.
Cara-cara pembinaan seperti itu memperlihatkan hasil yang minimal. Satu
rumahsakit dalam penelitian ini, kebetulan swasta, bisa menjadi contoh karena
mereka telah secara sadar menerapkan standar lebih internasional. Rumahsakit
swasta yang berorientasi internasional menganggap K3RS adalah strategis bagi
pelanggan yang sudah makin kritis. Sifat kesukarelaan seperti ini bagi rumahsakit
pemerintah dan swasta lokal bisa berakibat buruk. Pemerintah dalam hal ini dinas

8
kesehatan mau tidak mau perlu membuat tekanan dari luar agar kesehatan dan
keselamatan kerja betul-betul terjaga.
Pemerintah daerah hendaknya lebih peduli dengan K3RS, dengan membuat
peraturan daerah khusus yang diberlakukan di daerahnya. Dinas kesehatan bisa
mengawasi pelaksanaan K3RS, diikuti dengan tindakan sanksi bagi yang tidak
menerapkannya. Lebih tegas, perlindungan publik dan pekerja seperti ini harus
menjadi persyaratan mutlak dalam pemberian izin pendirian suatu rumahsakit.

9
BAB IV
REKOMENDASI DAN SOLUSI

Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya,


dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi
dampak kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung
dampak dari kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen


tesebut menjadi :
A. /Planning /(perencanaan)
B. /Organizing/ (organisasi)
C. /Actuating /(pelaksanaan)
D. /Controlling /(pengawasan)
a) Planning/ (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan
dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan
instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk memenuhi standarisasi
kesehatan pacsa perawatan dan merawat ( hubungan timbal balik pasien – perawat
/ dokter, serta masyarakat umum lainnya ). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan
yang ditentukan meliputi:
a. Hal apa yang dikerjakan
b. Bagaiman cara mengerjakannya
c. Mengapa mengerjakan
d. Siapa yang mengerjakan
e. Kapan harus dikerjakan
f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
g. hubungan timbal balik ( sebab akibat)
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak
lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di

10
bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin
banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi
dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu usaha-
usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani
secara serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan.
b) Organizing/ (Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah
sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional.
Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung atau tidak
langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang
terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di
samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat
daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja
rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :
1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan .
2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan
kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan .
4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah
sakit / instansi kesehatan.
5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah
sakit / instansi kesehatan.
6. Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia
Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja
profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah
organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini.

11
Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan rumah
sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat
daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-
organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan
independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.

c) Actuating/ (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong
semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas
yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program
kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya
ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja
maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui
dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber
kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai
peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan
alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan,
keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil
keputusan penyelesaiannya.
d) Controlling/ (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar
pekerjaan- pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil
yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2
prinsip pokok, yaitu :
a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

12
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi
tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja
bersama di rumah sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus
menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan
sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu
dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara
lain:
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit /
instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara-
cara menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau
kecelakaan.
4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan
mencegah meluasnya bahaya tersebut.
6. Dan lain-lain.

13
BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan dari
zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun, korosif
dan kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat
alat gelas yang pecah dan benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
B. Saran
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi
yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi
tersebut mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan kualitas saranan kesehatan
Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi
persaingan global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu
sendiri, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus lebih bersifat manusiawi dan
bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan
kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin
tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja.

14
DAFTAR PUSTAKA
Allen, carol Vestal, 1998, Memahami Proses keperawatan dengan pendekatan
latihan , alih bahasa Cristantie Effendy, Jakarta : EGC
Depkes RI, 1991, pedoman uraian tugas tenaga keperawatan dirumah sakit,
Jakarta.:Depkes RI
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996

15

Anda mungkin juga menyukai