Anda di halaman 1dari 17

KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMTAN KERJA DALAM KEPERAWATAN

‘’UPAYA PENCEGAHAN RESIKO DAN HAZARD’’

DISUSUN OLEH :

AMELIA DWI NUR INDAH PRATIWI (2017030045)

ARINDA FIRGIA PUTRI (2017030046)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah mata kuliah
“KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMTAN KERJA DALAM KEPERAWATAN”.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan informasi dan pembelajaran kepada
para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
penyempurnaan makalah ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Jombang, Juli 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................................


KATA PENGANTAR .........................................................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................................................

BAB I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................................
1.3. Tujuan .........................................................................................................................................

BAB II . PEMBAHASAN
2.1 faktor resiko dan hazard di tempat Kerja………………….. ……………………………
2.2 hazard dan pengendaliannya……. …………………………………………………...…….
2.2.1 jenis-jenis hazard……………………………………………………………………………
2.2.2 pengendalian hazard…………………………………………………………………………
2.3 rantai penularan infeksi……………………………………………………………………….
2.4 pencegahan dan pengendalian infeksi……………………………………………………

BAB III . KESIMPULAN DAN SARAN


4.1. Kesimpulan ..................................................................................................................................
4.2. Saran ............................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan istilah yang sangat populer. Bahkan di
dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan singkatan K3 yang artinya
keselamatan, dan kesehatan kerja. Menurut Milyandra (2009) Istilah ‘keselamatan dan
kesehatan kerja’, dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian yang pertama
mengandung arti sebagai suatu pendekatan pendekatan ilmiah (scientific approach) dan disisi
lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau suatu program yang mempunyai tujuan
tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu
terapan (applied science). Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan
risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang
mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu
pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan
keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ). Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja
menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak
hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya
korban jiwa yang tidak sedikit jumlanya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan
kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak
dapat digantikan oleh teknologi apapun. Pelaksanaan K3 akan mewujudkan perlindungan
terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi
pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3,
diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang
produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan.
Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas
perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia. Dengan demikian untuk mewujudkan
K3 perlu dilaksanakan dengan perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu
kunci keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun
obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh.
Disamping itu,akan terjadi dampak negatifnya bila kita kurang waspada menghadapi bahaya
potensial yang mungkin akan timbul. Hal ini tentunya dapat di cegah dengan adanya
antisipasi berbagai resiko. Antara lin kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja, penyakit
yang berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja yang dapat menyebkan
kecacataan dan kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara
penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal
sebagai pendekatan ergonomic.

1.1 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana factor hazard dan resiko di tempat kerja?


2. Bagaimana cara mengendalikan Hazard ?
3. Upaya memutus rantai infeksi precaution
4. Upaya mencegah hazard fisik-radiasi
5. Upaya mencegah hazard kimia.
6. Bagaimana upaya mempertahankan ergonomik pada posisi berbaring, duduk, berdiri,
dan berjalan?
7. Bagaimana upaya mencegah hazard psikososial?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Upaya memutus rantai infeksi precaution
2. Upaya mencegah hazard fisik-radiasi, Upaya mencegah hazard kimia.
3. Untuk mengetahui upaya mempertahankan ergonomik pada posisi berbaring, duduk,
berdiri, dan berjalan.
4. Untuk mengetahui upaya mencegah hazard psikososial.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor Resiko dan Hazard Di Tempat Kerja


Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta
resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan
serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk
mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga
kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut
resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya
pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang
pekerja sangat dipengaruhi oleh (effendi, Ferry. 2009: 233):
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja
yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat
atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja
menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran
jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas kerja yang baik seperti
status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima
diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi
atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan
pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat
dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dll.
3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik,
ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi lingkungan kerja (misalnya, panas,
bising, berdebu, zat-zat kimia, dll) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja.
Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan
gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam
kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan
menghasilkan kerja yang baik dan optimal (effendi, Ferry. 2009: 233).
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh
bahaya kesehatan di tempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor
pelayanan kesehata kerja, perilaku kerja, serta faktor lainnya (effendi, Ferry. 2009: 233)

2.2 Hazard dan Pengendaliannnya


Berdasarkan National Safety Council mengatakan bahwa hazard adalah faktor faktor
intrinsik yang melekat pada sesuatu berupa barang atau kondisi dan mempunyai potensi
menimbulkan efek kesehatan maupun keselamatan pekerja serta lingkungan yang
memberikan dampak buruk. Sedangkan menurut Miles Nedved hazard adalah suatu aktivitas
atau sifat alamiah yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Pengertian berdasarkan Frank
Bird Jr, hazard adalah suatu kondisi atau tindakan yang dapat berpotensial menimbulkan
kecelakaan dan kerugian (AS/NZS, 1999).
Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi pada
gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada property, area atau
tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses produksi ataupun kerusakan –
kerusakan lainnya. Firence (1978) mendefinisikan hazard sebagai suatu material atau kondisi
yang berpotensi ditempat kerja dimana dengan atau tanpa interaksi dengan variabel lain dapat
menyebabkan kematian, cedera, atau kerugian lain.

2.2.1 Jenis-Jenis Hazard


Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis bahaya maka jenis
bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan bahaya keselamatan
kerja. Bahaya kesehatan kerja dapat berupa bahaya fisisk, kimia, biologi dan bahaya
berkaitan dengan ergonomi, berdampak kepada kesehatan dan kenyamanan kerja, misalnya
penyakit akibat kerja. Sedangkan, bahaya keselamatan (safety hazard) fokus pada
keselamatan manusia yang terlibat dalam proses, peralatan, dan teknologi.Dampak safety
hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah.
Bahaya keselamatan (Safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera, kebakaran,
dan segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja. Biasanya efek dari
bahaya keselamatan dapat langsung terlihat pada saat terjadi.
Jenis-jenis safety hazard, antara lain :
a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang bergerak
yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk, terpotong, terjepit, tergores,
terbentur, dan lain-lain.
b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik.
c. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan padat yang
mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif.
Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan manusia. Bahayakeselamatan
kerja dapat berupa bahaya fisik, kimia, bahaya berkaitan dengan ergonomi, psikososial,
elektrik, berdampak pada keselamatan kerja, misalnya cedera, kebakaran, ledekan, pemajanan
terjadi pada waktu singkat.
a. Hazard Fisik
Bentuk dari hazard fisik adalah radiasi, kebisingan, temperature ekstrim,
pencahayaan, getaran.
b. Hazard Kimia ialah kecederaan akibat sentuhan dan terhidu bahan kimia.Contohnya
bahan-bahan kimia seperti asid, alkali, gas, pelarut, simen, getah sintetik, gentian
kaca, pelekat antiseptik, aerosol, insektisida, dan lain-lain..Bahan-bahan kimia
tersebut merbahaya dan perlu diambil langkah - langkah keselamatan apabila
mengendalinya.
c. Hazard Biologis
Hazard ini seluruhnya berasal dari makhluk hidup dan berdampak pada kesehatan,
berupa jamur, bakteri, virus.
d. Hazard ergonomi yang termasuk didalam kategori ini antara lain desain
tempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat melakukan
aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan yang berulang-ulang.
e. Hazard Psikososial
Stress, kekerasan ditempat kerja, waktu kerja yang padat, kurangnya waktu istirahat.

2.2.2 Pengendalian Hazard


Hazard atau bahaya dapat dihindari ataupun dampak dari hazard tersebut dapat
diminimalkan. Menurut PERMENAKER No. 05/MEN/1996, pengendalian risiko kecelakaan
dan penyakit akibat kerja dilakukan dengan berbagai macam metode, yaitu :
1. Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi,
higiene, dan sanitasi (engineering control).
2. Pendidikan dan pelatihan.
4. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif,
penghargaan, dan motivasi diri.
5. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi.
6. Penegakan hukum.
7. Pemberian alat pelindung diri/ APD
Alat Pelindung Diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk mencegah
paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan APD ini disarankan hanya digunakan bersamaan
dengan penggunaan alat pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan
kesehatan personel akan lebih efektif.

2.3 Rantai Penularan Infeksi

Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata
rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang
diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:

1. Agen infeksi (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat menyebabkan


infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi
oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load)
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan
siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan
kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina
3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir.
Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin,
kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari
reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan yaitu :
a. Kontak (contact transmission):

1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada
saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen

2) Indirect/Tidak langsung (paling sering ): kontak melalui objek (benda/alat) perantara:


melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci

b. Droplet : Partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk
bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut
contoh : difteria, pertussis, mycoplasma, haemophillus influenza type b (hib), virus influenza,
mumps, rubella.
c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh,
dapat terinhalasi, contoh: mycobacterium tuberculosis, virus campak, varisela (cacar
air), spora jamur.
d. Melalui vehikulum : bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan
kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh:
air, darah, serum, plasma, tinja, makanan

e. Melalui vektor : artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan
kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada
kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat

5. Port of entry (pintu masuk) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang
suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih
dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).

6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang
cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang
mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas,
trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin
berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup,
pekerjaan dan herediter.

2.4 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen
infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada
penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya
infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:

1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi
hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan
secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi.
Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions”
(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions”
(Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan
cara penularan)
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap
petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai
atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B,
Hepatitis C, dan HIV.
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus
ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor
Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit
Akibat Kerja. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah
“penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan
pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat
terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.

Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan :


faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien);
faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit,
zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara
mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada
kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan
pasien, gawatdarurat, karantina dll.)

1) Faktor Biologis

Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain
kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang
bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar
melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi
pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk
jarum yang terkontaminasi virus.

Pencegahan :

 Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan
desinfeksi.
 Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan
sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius,
dan dilakukan imunisasi.
 Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
 Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan
spesimen secara benar
 Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
 Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
 Kebersihan diri dari petugas.

2) Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-
obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam
komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan
cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan
kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton).
Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif
(asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :

 ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.
 Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya
bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
 Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas
laboratorium) dengan benar.
 Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
 Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3) Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses
dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi
yang setinggi-tingginya. Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator
peralatan, Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga
kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik
dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low
back pain). Upaya mempertahankan ergonomik pada posisi berbaring, duduk, berdiri, dan
berjalan :

A. Mempertahankan Ergonomik Pada Posisi Duduk .


Tulang punggung merupakan bagian tubuh yang memiliki peranan sangat besar dalam
menjaga kestabilan tubuh. sebagian besar aktivitas sehari-hari dapat dilakukan dalam posisi
duduk, sehingga penting untuk mengetahui posisi tubuh saat duduk yang benar untuk
menjaga kesehatan tulang punggung. Sebagai contoh penerapan ergonomi bila posisi kerja
lebih banyak duduk, maka menurut Sanders & Mc. Cormick :
1) Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diatur turun dan naik.
2) Landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks dari
bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun.
Duduklah dengan posisi bersandar.
3) Ketinggian landasan kerja tak memerlukan menekuk tulang belakang yang
berlebihan.
4) Jika pekerjaan anda menuntut diskriminasi penglihatan dan koordinasi tangan atau
mata (contoh: mengetik dengan komputer) maka posisi pekerjaan perlu di dekat
daerah mata, sedikit di bawah ketinggian bahu, untuk menstabilkan tangan diberi
bantalan siku/pergelangan yang nyaman dengan tujuan mengurangi beban otot
bahu.
5) Sesekali lakukan ‘disguised pauses’, istirahat sekedar untuk mengurangi
konsentrasi pada pekerjaan misalnya: merubah posisi duduk, berdiri sebentar dari
kursi atau berjalan-jalan sebentar.

B. Mempertahankan Ergonomik Pada Posisi Berdiri.


1) Bekerjalah dengan posisi tegak ke depan. Usahakan pekerjaan terlihat dengan
kepala dan badan tegak, kepala agak ke depan.
2) Kurangi gerakan yang tidak perlu, gunakan sepatu yang senyaman mungkin.
3) Manfaatkan waktu istirahat semaksimal mungkin agar kerja dan istirahat
seimbang.
4) Hindari postur tubuh yang tidak berubah/statis, sesekali regangkan otot-otot anda.
5) Apabila anda memerlukan aktivitas menjangkau barang-barang tertentu, maka
letakkan barang-barang tersebut dalam posisi yang minimal atau terdekat dan
mudah dijangkau dan mudah terlihat.
C. Mempertahankan Ergonomik Pada Posisi Berbaring.
1) Jika berbaring lordosis dipertahankan.
2) Posisi yang paling baik adalah “semi Fowler” yaitu berbaring dengan paha dan
lutut 450
3) Membantu venous return.
4) Otot perut (Illiopsus) relaks.
5) Bantal, menjadikan kepala & leher netral. Bantal bulu/kapuk lebih baik dari pada
spon
D. Mempertahankan Ergonomik Pada Posisi Berjalan.
Berjalan kaki adalah salah satu latihan fisik benturan ringan yang bermanfaat bagi
kesehatan. Selain bisa memperbaiki suasana hati, berjalan kaki juga membantu
mengatasi depresi. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat obesitas di negara-negara yang
penduduknya biasa berjalan kaki lebih rendah daripada negara-negara yang penduduknya
mengandalkan mobil sebagai sarana transportasi. Cara berjalan yang baik adalah:
1) Biasakan berjalan dengan tubuh yang tegak.
2) Gunakan otot betis, paha belakang, dan kuadrisep agar Anda bisa berjalan dengan
baik..Cara ini akan mengaktifkan otot betis sehingga telapak kaki membentuk
sudut yang tepat saat terangkat dari lantai setiap kali Anda melangkah.
3) Tariklah kedua bahu sedikit ke belakang, tetapi biarkan tetap rileks.Postur ini
menjaga tubuh Anda agar tetap kuat dan stabil saat Anda meluruskan punggung
dari leher sampai pinggul.

4) Ayunkan lengan selama Anda berjalan. Mengayunkan lengan adalah sesuatu yang
alami ketika Anda berjalan. Penelitian membuktikan bahwa cara ini bisa
meningkatkan efisiensi dari setiap langkah Anda. Berjalan sambil mengayunkan
lengan membantu Anda melangkah lebih lebar dengan energi metabolik yang sama
besarnya seperti jika Anda tidak mengayunkan lengan.
4) Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:

 Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan
ketulian
 Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor
administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
 Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja.
 Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi.
 Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya
meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang
menangani.

Pencegahan :

1) Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.


2) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi.
4) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5) Pelindung mata untuk sinar laser.
6) Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah.

5.) Upaya Mencegah Hazard Psikososial.

1. Hazard Psychosocial adalah suatu bahaya non fisik yang timbul karena adanya
interaksi dari aspek-aspek job description, desain kerja dan organisasi serta managemen di
tempat kerja serta konteks lingkungan sosial yang berpotensi menimbulkan gangguan fisik,
sosial dan psikologi. Hazard psikososial adalah potensi bahaya yang disebabkan terjadinya
suatu konfik dalam lingkungan kerja tersebut. Konflik yang terjadipun sudah terbagi menjadi
langsung dan tidak langsung. Psikologi ini juga merupakan hal penting karena dapat
mempengaruhi juga bagaimana orang tersebut bekerja,semakin banyak konflik maka
pekerjaan yang di kerjakan semakin tidak efisien dan malah banyak menimbulkan masalah
yang terjadi. Resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak harmonisan
hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama pekerja, pekerja dengan
pelanggan, maupun pekerja dengan pimpinan. Pengendaliannya biasanya mengunakan
managemen konflik dan ketetapan disiplin.

2. Resiko bahaya psikososial: resiko psikososial tidak terlalu kelihatan akan tetapi selalu
ada meskipun kadarnya tidak terlalu mencolok. Upaya yang dilakukan antara lain contonya
dengan mengadakan pertemuan antar satuan kerja, antar staff dan pimpinan dan pada acara-
acara bersama seperti saat ulang tahun RS dan lain-lain yang bertujuan agar terjalun
komunikasi yang baik sehingga secara psikologi menjadi lebih akrab dengan harapan resiko
bahaya psikososial dapat ditekan seminimal mungkin.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu program didasari pendekatan
ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk)
terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin
terjadi. Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi pada
gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada property, area atau
tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses produksi ataupun kerusakan –
kerusakan lainnya. Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis
bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan
bahaya keselamatan kerja

3.2 Saran
Saat melakukan proses keperawatan, perawat harus benar-benar memperhatikan hazard
dan resiko yang kemungkinan terjadi. Hal ini bertujuan untuk mencegah dan menghindari
terjadinya kecelakaan kerja, seperti terinfeksi penyakit, mendapatkan kekerasan fisik/verbal
saat mengkaji pasien, dan mendapatkan informasi yang tidak sesuai dari pasien. Salah satu
cara untuk menghindari dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja, maka disarankan untuk
menggunakan APD yang sesua
DAFTAR PUSTAKA

Academia. Makalah Konsep Dasar Hazard Dan Pengendaliannya. 10 September.


(akses:https://www.academia.edu/8779943/MAKALAH_Konsep_Dasar_K3_H
azard_dan_Pengendaliannya.
Anonim. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. 09 September.
( akses:https://www.scribd.com/doc/216292944/Kesehatan-Dan-Keselamatan-
Kerja
Whie,Dhien.2018.
Upaya Mempertahankan Ergonomik Pada Posisi Berbaring. https://edoc.site/upaya-
mempertahankan-ergonomik-pada-posisi-berbaring-pdf-free.html. diakses
tanggal 10 Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai