DISUSUN OLEH :
PROGRAM S1 KEPERAWATAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah mata kuliah
“KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMTAN KERJA DALAM KEPERAWATAN”.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan informasi dan pembelajaran kepada
para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
penyempurnaan makalah ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................................
1.3. Tujuan .........................................................................................................................................
BAB II . PEMBAHASAN
2.1 faktor resiko dan hazard di tempat Kerja………………….. ……………………………
2.2 hazard dan pengendaliannya……. …………………………………………………...…….
2.2.1 jenis-jenis hazard……………………………………………………………………………
2.2.2 pengendalian hazard…………………………………………………………………………
2.3 rantai penularan infeksi……………………………………………………………………….
2.4 pencegahan dan pengendalian infeksi……………………………………………………
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Upaya memutus rantai infeksi precaution
2. Upaya mencegah hazard fisik-radiasi, Upaya mencegah hazard kimia.
3. Untuk mengetahui upaya mempertahankan ergonomik pada posisi berbaring, duduk,
berdiri, dan berjalan.
4. Untuk mengetahui upaya mencegah hazard psikososial.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu mata
rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang
diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:
1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman penyebab secara fisik pada
saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen
b. Droplet : Partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk
bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung, mulut
contoh : difteria, pertussis, mycoplasma, haemophillus influenza type b (hib), virus influenza,
mumps, rubella.
c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh,
dapat terinhalasi, contoh: mycobacterium tuberculosis, virus campak, varisela (cacar
air), spora jamur.
d. Melalui vehikulum : bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan kehidupan
kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh:
air, darah, serum, plasma, tinja, makanan
e. Melalui vektor : artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang dapat menularkan
kuman penyebab cara menggigit pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada
kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang pengerat
5. Port of entry (pintu masuk) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang
suseptibel). Pintu masuk bisa melalui: saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih
dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang
cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang
mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas,
trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin
berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup,
pekerjaan dan herediter.
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu, agen
infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada
penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya
infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi
hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan
secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi.
Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions”
(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions”
(Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan
cara penularan)
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap
petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai
atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B,
Hepatitis C, dan HIV.
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus
ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor
Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit
Akibat Kerja. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah
“penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan
pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat
terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
1) Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain
kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang
bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar
melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi
pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk
jarum yang terkontaminasi virus.
Pencegahan :
Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan
desinfeksi.
Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan
sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius,
dan dilakukan imunisasi.
Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan
spesimen secara benar
Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
Kebersihan diri dari petugas.
2) Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-
obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam
komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan
cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan
kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton).
Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif
(asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :
”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.
Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya
bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas
laboratorium) dengan benar.
Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3) Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses
dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi
yang setinggi-tingginya. Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator
peralatan, Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga
kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik
dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low
back pain). Upaya mempertahankan ergonomik pada posisi berbaring, duduk, berdiri, dan
berjalan :
4) Ayunkan lengan selama Anda berjalan. Mengayunkan lengan adalah sesuatu yang
alami ketika Anda berjalan. Penelitian membuktikan bahwa cara ini bisa
meningkatkan efisiensi dari setiap langkah Anda. Berjalan sambil mengayunkan
lengan membantu Anda melangkah lebih lebar dengan energi metabolik yang sama
besarnya seperti jika Anda tidak mengayunkan lengan.
4) Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:
Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan
ketulian
Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor
administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja.
Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi.
Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya
meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang
menangani.
Pencegahan :
1. Hazard Psychosocial adalah suatu bahaya non fisik yang timbul karena adanya
interaksi dari aspek-aspek job description, desain kerja dan organisasi serta managemen di
tempat kerja serta konteks lingkungan sosial yang berpotensi menimbulkan gangguan fisik,
sosial dan psikologi. Hazard psikososial adalah potensi bahaya yang disebabkan terjadinya
suatu konfik dalam lingkungan kerja tersebut. Konflik yang terjadipun sudah terbagi menjadi
langsung dan tidak langsung. Psikologi ini juga merupakan hal penting karena dapat
mempengaruhi juga bagaimana orang tersebut bekerja,semakin banyak konflik maka
pekerjaan yang di kerjakan semakin tidak efisien dan malah banyak menimbulkan masalah
yang terjadi. Resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak harmonisan
hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama pekerja, pekerja dengan
pelanggan, maupun pekerja dengan pimpinan. Pengendaliannya biasanya mengunakan
managemen konflik dan ketetapan disiplin.
2. Resiko bahaya psikososial: resiko psikososial tidak terlalu kelihatan akan tetapi selalu
ada meskipun kadarnya tidak terlalu mencolok. Upaya yang dilakukan antara lain contonya
dengan mengadakan pertemuan antar satuan kerja, antar staff dan pimpinan dan pada acara-
acara bersama seperti saat ulang tahun RS dan lain-lain yang bertujuan agar terjalun
komunikasi yang baik sehingga secara psikologi menjadi lebih akrab dengan harapan resiko
bahaya psikososial dapat ditekan seminimal mungkin.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu program didasari pendekatan
ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk)
terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin
terjadi. Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi pada
gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada property, area atau
tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses produksi ataupun kerusakan –
kerusakan lainnya. Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis
bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan
bahaya keselamatan kerja
3.2 Saran
Saat melakukan proses keperawatan, perawat harus benar-benar memperhatikan hazard
dan resiko yang kemungkinan terjadi. Hal ini bertujuan untuk mencegah dan menghindari
terjadinya kecelakaan kerja, seperti terinfeksi penyakit, mendapatkan kekerasan fisik/verbal
saat mengkaji pasien, dan mendapatkan informasi yang tidak sesuai dari pasien. Salah satu
cara untuk menghindari dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja, maka disarankan untuk
menggunakan APD yang sesua
DAFTAR PUSTAKA