Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

TUBERKULOSIS PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

1. AMELIA DWI NUR I.P (2017030045)


2. EKA MARLIANA (2017030049)
3. NOFIA SARI PUSPITA D (2017030053)

DOSEN PEMBIMBNG :
YUSIANA VIDHIASTUTIK, S.Kep., Ns

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

2019
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatnya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan Keperawatan
Tuberkulosis Pada Anak.

Tugas ini berhasil kami selesaikan tentunya berkat bantuan dan kerja sama dari
berbagai pihak khususnya rekan-rekan yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu proses pengerjaan tugas ini.

Kami juga berterimakasih kepada ibu Yusiana Vidhiastutik, S.Kep., Ns yang


telah membimbing kami dalam membuat dan penyusunan tugas ini sehingga dapat
berjalan dengan lancar dan sesuai dengan harapan .

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari pembuatan makalah ini
baik materi maupun tekhnik penyajianya.Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi kesempurnaan pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah kami dapat berguna dan dipelajari oleh semua
kalangan khususnya mahasiswa/i STIKES HUSADA JOMBANG, dan dapat bermanfaat
bagi semua lapisan masyarakat.

Jombang, mei 2019

(Penulis)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................................iii

BAB I . LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. Definisi .................................................................................................................. 1


1.2. Etiologi .................................................................................................................. 2
1.3. Patofisiologi ........................................................................................................... 3
1.4. Manifestasi Klinik .................................................................................................. 7
1.5. Komplikasi ............................................................................................................. 8
1.6. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................... 9
1.7. Penatalaksanaan ................................................................................................... 10
1.8. Pencegahan ........................................................................................................... 11

BAB II . KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1. Pengkajian ............................................................................................................ 12


2.2. Diagnosa Keperawatan ......................................................................................... 13
2.3. Intervensi Keperawatan ........................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... iv

iii
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1. Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer
(Arif Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang
dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini
disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi
Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak
mudah dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian
prevalens tuberkulosis anak.
Kriteria masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif
per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu negara pun yang
bebas tuberkulosis.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita TB
dewasa. Disamping itu dengan adanya penyakit karena HIV maka perhatian pada
penyakit TB harus lebih ditingkatkan. Anak biasanya tertular TB, atau juga
disebut mendapat infeksi primer TB, akan membentuk imunitas sehingga uji
tuberkulin akan menjadi positif, tidak semua anak yang terinfeksi TB primer ini
akan sakit TB.

1
1.2. Etiologi
1. Merokok pasif : Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak,
sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah
fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup
dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah (Reuters
Health, 2007).
2. Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007)
a. Resiko infeksi TBC : Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa
dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena,
kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang
dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang
dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut
mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus
atas atau kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif
dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama
sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan
kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena TBC pada
anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat
jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk.
b. Resiko Penyakit TBC : Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar
mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena
imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun,
resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring
pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya
akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang
menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-
10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC
diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi . Konversi
tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis.
Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan
hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
2
1.3. Patofisiologi
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung,
seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini
diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan tuberculosis
post primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, proses ini dapat
dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses terinfeksinya
partikel yang mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan
terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan
dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta
makrofag ke dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini
terjadi pada pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis (Hidayat, 2008).
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui
terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari
seseorang yang terinfeksi. Tuberculosisadalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa makropag
dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini
melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan
limfokin mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan
yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami
konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga
tidak terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam
sel-sel (Price dan Wilson, 2006).
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening
regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis
gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan
fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa,
menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru
dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang terlibat
dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami

3
kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang
yang sehat (Price dan Wilson, 2006).
Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan
demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat
malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk pada awalnya mungkin
nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum
mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai manifestasi
atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental,
demam , anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan
lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman (Smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Admi n (2007) patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak
terdiri atas :
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga
dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat
kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan
membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70%
terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan
sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-
6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan
reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
2. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC
pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas
atau efusi pleura.

4
Pathway

Mycobacterium tuberculosis

Masuk traktus respiratorius

Tinggal di alveoli

MK : Resiko tinggi Pertahanan primer tidak


infeksi adekuat

reaksi inflamasi Rrespon Gangguan


imun termoregulasi

Kerusakan
membran alveolar
Pembentukan
kapiler MK :
sputum dan
Hipertermi
sekret
Gangguan
respirasi
Penumpukan
secret

Ketidakseimbangan
Sesak nafas
suplai dan kebutuhan
oksigen MK : Bersihan jalan
nafas tidak efektif
S Sianosis

MK :
Intoleransi
Hipoksia
aktivitas
5
Pelepasan mediator kimia
seperti histamin, bradikinin
MK : Gangguan pertukaran gas
dan prostaglandidn

Respon tubuh

MK : Nyeri menurun

Batuk refleks
muntah

O Obstruksi

Anoreksia

MK : Gangguan
keseimbangan nutrisi

6
1.4. Manifestasi Klinik
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta
muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya
demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru.
Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak
tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga ada
pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek.
Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang
benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau
anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul. Tapi bukan
berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru
lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan
butuh waktu lama untuk penyembuhannya.
Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC
adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi
bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi
dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di
media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan kuman
pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar,
sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini
mungkin. Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat
penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau
ini ada, agak yakin anak positif TBC (Wirjodiardjo, 2008).
Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):
1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi
BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi
BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan
setiap bulan berkurang.
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi. Kalaupun
ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.

7
4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi.
Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga
kemungkinan anak terkena TBC.
5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai
sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah jarang adalah
adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan,
ketiak, dan sebagainya.
6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan
yang khas.
7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin
(Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika
hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang gizinya kurang,
meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan
reaksi terhadap MT.

1.5. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi
pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
2. Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

8
1.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) positif untuk basil asam cepat.
3. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8. Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex
;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas.
GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada
paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim /
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis
luas).

9
1.7. Penatalaksanaan
1.7.1. Penatalaksananaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan
jangka waktu 1 – 3 bulan.
Streptomisin inj 750 mg, Pas 10 mg, Ethambutol 1000 mg, Isoniazid
400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara
pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB
paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan
dengan jenis :
INH, Rifampicin, Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat :
Rifampicin, Isoniazid (INH), Ethambutol, Pyridoxin (B6).
1.7.2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat
dilakukan dengan melakukan :
1. Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
2. Pemberian oksigen yang adekuat
3. Latihan batuk efektif
4. Fisioterapi dada
5. Pemberian nutrisi yang adekuat
6. Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid,
streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain)
7. Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan
perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu

10
memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas
perkembangan

1.8. Pencegahan
1. Imunisasi BCG pada anak balita.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati
sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah
dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik
ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
5. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak
meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan
tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan
untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

11
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1. Pengkajian
a. Pola aktivitas dan istirahat
- Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), demam, menggigil.
- Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
- Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
- Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
c. Respirasi
- Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
- Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
- Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
- Objektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
e. Integritas ego
- Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
12
- Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
f. Keamanan
- Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
- Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
- Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran.

2.2. Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi.
b. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan kurang
sumber informasi.
c. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang
berhubungan dengan isolasi pasien.
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia

2.3. Intervensi Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan proses infeksi.
- Tujuan : Anak akan mengalami pengurangan batuk dan dispnea.
- Intervensi :
a. Berikan oksigen humidifier bagi anak dengan dispnea
Rasional : Dispnea masih dapat terjadi, hingga pemberian obat
kemoterapetik dimulai untuk mendapatkan efeknya, oksigen humidifier
mengurangi dispnea dan meningkatkan oksigenasi
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur
Rasional : Peninggian kepala menyebabkan otot diagframa mengembang
c. Berikan obat batuk ekspektoran sesuai dengan kebutuhan
Rasional : Ekspektoran membantu melepaskan mucus.

13
2. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan kurang
sumber informasi.
- Tujuan : Keluarga dapat mengekspresikan pemahamannya tentang proses
penyakit dan pengobatan.
- Intervensi :
a. Ajarkan orang tua dan anak tentang penularan dan pengobatan TBC,
misalnya buat orang tua, hendaknya menghindari anak dekat dengan
orang dewasa yang terkena tuberkulosa sedangkan buat anak sarankan
untuk melakukan pengobatan sampai selesai dan patuh dalam minum obat
Rasional : Pemahaman bagaimana penularan TBC dan penanganannya
membantu mengurangi kecemasan dan peningkatan kepatuhan terhadap
pengobatan, prosedur isolasi dan pengobatan yang diberikan.
b. Ajarkan orang tua dan anak (jika tepat) bagaimana memberikan
pengobatan (contoh: antibiotik), berapa lama terapi pengobatan harus
dijalani, dan apa yang terjadi jira anak tidak manjelani tuntas
pengobatannya.
Rasional : Pemahaman bagaimana memberikan pengobatan dan risiko
bila pengobatan dihentikan di awal akan meningkatkan kepatuhan.
3. Risiko gangguan dalam menjalankan peran sebagai orang tua yang
berhubungan dengan isolasi pasien
- Tujuan : Anak tidak akan mengalami kecemasan karena perpisahan
berhubungan dengan penurunan kontak parental.
- Intervensi :
a. Ajarkan orang tua tentang teknik isolasi dengan benar.
Rasional : Pemahaman dan mengikuti teknik isolasi membantu mencegah
penularan TBC yang memungkinkan orang tua bersama selama mungkin
dengan anaknya, akan mengurangi perpisahan.
b. Motivasi orang tua dan anggota keluarga lainnya untuk mengunjungi
secara teratur.
Rasional : Seringnya keluarga kontak akan mengurangi kecemasan akibat
perpisahan.

14
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret.
- Tujuan : Anak menunjukkan jalan nafas yang efektif.
- Intervensi :
a. Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan
bunyi napas adventisius, misal krekels, mengi.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan. Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
Krekels, ronkhi dan mengi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi
pada respons terhadap pengumpulan cairan/sputum.
b. Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi,s erta gerakan
dinding dada)
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris
terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan paru-
paru
c. Bantu pasien latihan napas sering dengan cara meniup balon atau terapi
benam. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya
menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan
napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas
alami membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten.
Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
d. Penghisapan sesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara
mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak
efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
e. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat dari pada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
f. Berikan cairan tambahan, misalnya IV, oksigen humidifikasi .

15
Rasional : Cairan diperlkukan untuk menggantikan kehilangan (termasuk
yang tidak tampak) dan memobilisasikan sekret.
g. Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti
bronchodilator)
Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi
sekret, obat bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret
sehingga mudah untuk dikeluarkan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
- Tujuan : Anak menunjukkan tanda-tanda terpenuhnya kebutuhan nutrisi
- Intervensi :
a. Kaji nafsu makan anak dan fasilitasi anak dengan menyediakan makanan
yang menarik dan hangat.
Rasional : Dapat menjadi dasar dalam melakukan pendekatan pada anak
saat memberi makan sehingga anak akan dapat meningkatkan nafsu
makannya.
b. Ijinkan anak untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak
meningkat.
Rasional : memungkinkan anak akan mengkomsumsi makanan ektra
sebagai tambahan suplay nutrisi.
c. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi.
Rasional : dalam mengobati penyakit tuberkulosis diperlukan gizi yang
cukup sehingga pemberian makanan dengan diet tinggi protein dan kalori
sangan diperlukan.
d. Kolaburasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika kebutuhan nutrisi
melalui oral tidak mencukupi kebutuhan gizi anak.
Rasional : pemberian makanan parenteral sangat perlu dilakukan jika anak
tidak menelan makanan atau muntah yang terus menerus.
e. Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar
lengan dan membran mukosa)
Rasional : indikator penilaian status nutrisi dapat menentukan jumlah
nutrisi yang dibutuhkan oleh anak.
16
f. Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan
porsi kecil tetapisering.
Rasional : porsi kecil tetapi sering memungkinkan anak dapat
mengkomsumsi makanan dengan cukup.
g. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan
skala yang sama.
Rasional : untuk memantau status gizi atau perbaikan gizi anak.
h. Mempertahankan kebersihan mulut anak.
Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan anak.
i. Menjelaskan pentingnya intake nutrsisi yanga dekuat untuk penyembuhan
penyakit.
Rasional : pendidikan kesehatan tentang nutrisi akan membuat orang tua
dapat berpartisipasi dalam memberikan gizi yang baik bagi anaknya.

17
DAFTAR PUSTAKA

iv

Anda mungkin juga menyukai