Anda di halaman 1dari 7

Puluhan buruh pabrik yang meninggal sangat mungkin akibat asap kembang api yang mempercepat

sesak nafas

39 Shares

Mengapa ledakan di pabrik kembang api pekan lalu tidak menimbulkan efek serupa bom
padahal menyimpan 1.440 barium nitrat dan bahan baku bubuk ledak lain?
tirto.id - "Khusus produksi kembang api kawat, bukan mercon atau petasan," ujar Andri
Hartanto, manajer operasional PT Panca Buana Cahaya Sukses, mengklarifikasi pemberitaan
sebelumnya bahwa pabrik itu memproduksi petasan.

Peristiwa ledakan besar pada Kamis pagi pekan lalu itu telah memerangkap sedikitnya 103
buruh di dalam pabrik. Sedikitnya 48 orang tewas serta 46 orang lain luka-luka.

Secara hukum petasan memang dilarang di Indonesia. Landasannya adalah Undang-Undang


Bunga Api tahun 1932 dan Perkap Polisi No. 2 tahun 2008 tentang pengawasan,
pengendalian, dan pengamanan bahan peledak komersial.

Kembang api kawat memang tak masuk kategori barang ilegal ini. Meski begitu, bukan berati
bahan baku kembang api kawat tidaklah berbahaya.

Bahan Baku Kembang Api Kawat


Jika diurai, ada tiga komponen utama kembang api kawat: bahan bakar bubuk logam,
oksidator, dan pengikat reaksi (binder).

Bahan bakar bubuk logam yang biasa dipakai adalah serbuk besi, sulfur, tembaga,
aluminium, magnesium, barium, stronsium, atau titanium. Pemilihan bahan tergantung warna
yang diinginkan saat bunga api terbakar: apakah putih, kuning keemasan, merah, hijau, atau
biru, dan sebagainya.

Proses oksidasi berperan penting. Oksidator yang sering dipakai adalah kalium klorat, kalium
nitrat, atau kalium perklorat. Hampir 50-60 persen dari setiap satu batang kembang api kawat
adalah oksidator.

Saat dipanaskan, senyawa pengoksidasi ini membusuk alias dekomposisi. Proses ini memicu
reaksi terbakarnya bubuk logam, menimbulkan efek cipratan bunga api akibat bereaksi
dengan oksigen.

Baca juga:

Horor 24 Jam Ledakan Kembang Api


Kondisi Kerja Para Buruh Pabrik Kembang Api
Data & Angka: Impor Kembang Api dan Petasan ke Indonesia

Efek Ledakan
Sebagai pabrik kembang api kawat, PT Panca Buana Cahaya Sukses sangat mungkin
memiliki bahan baku kalium klorat atau kalium nitrat, senyawa bahan peledak berkekuatan
rendah.

Walaupun masuk kategori low power, bahan ini resisten terhadap panas, baik matahari atau
api, kata Ali Fauzi, mantan terpidana kasus terorisme yang dipandang ahli bom kelompok
Jamaah Islamiyah.

Sekalipun low power, tapi dengan jumlahnya yang banyak, bisa mengakibatkan ledakan
besar, katanya. lagi.

Kalium klorat identik dipakai sebagai bahan baku bom oleh kelompok Taliban sejak perang
melawan Uni Soviet dekade 1980-an. Di Indonesia, bahan baku pentul korek api ini lazim
dipakai kelompok teroris.

Saya sempa wawancara Mas Ali Imron dan Ali Gufron (pelaku Bom Bali 2002 yang telah
dieksekusi pada 2008). Hampir 1,25 ton kalium klorat dicampur dengan bahan baku lain saat
Bom Bali I, katanya.

Sepanjang aksi teror kelompok Jamaah Islamiyah dekade 2000-2010, senyawa ini ditemukan
pada tiap aksi teror. Misal, 300 kilogram pada Bom Marriot 2003 atau 400 kilogram saat
Bom Kedubes Australia 2004.

Reaksi peledak berdaya rendah hanya lewat proses pembakaran. Ini berbeda dari peledak
berdaya tinggi seperti trinitrotoluena (TNT) yang menyulut reaksi menghancurkan struktur
molekul kimianya. Itulah sebabnya efek gelombang ledakan (blast wave) kalium nitrat tak
sebesar seperti senyawa kimia nitrogliserin, TNT, nitroselulosa, atau RDX.

Kenapa sering dipakai kelompok teror? Karena begitu meledak, ia membakar, beda dengan
TNT yang memberikan tekanan lebih besar, kata Ali.

Saat bom meledak, area di sekitar ledakan menjadi overpressurized. Artinya, ledakan
menghasilkan partikel udara yang sangat terkompresi dan bergerak lebih cepat ketimbang
kecepatan suara. Istilah ini disebut blast wave atau gelombang ledakan.

Blast wave akan menghilang seiring waktu dan jarak serta hanya muncul dalam hitungan
milidetik, menimbulkan kerusakan luar biasa. Dan ketika blast wave mengenai struktur atau
orang, ia memicu hempasan.

Bom juga menghasilkan ledakan angin. Udara seketika bergerak cepat dan mendadak kosong.
Sebentar kemudian udara terisi kembali. Ia mendorong benda-benda terfragmentasi; kaca dan
puing-puing ditarik kembali ke arah sumber ledakan.

Dalam kasus ledakan pabrik kembang api di Kosambi, pekan lalu, Profesor Irwandy Arif, ahli
peledak dari Institut Teknologi Bandung, menyebut bahwa ledakan ini tidak terhitung dalam
kategori high explosive.

Saya pikir ledakannya itu tidak terlalu kuat. Penyebabnya, tumbukan api dengan bahan
baku, kemudian terbakar. Tidak meledak seperti bom, katanya.
Jika memang ada high explosive, konstruksi tiang-tiang pancang penyangga atap di dalam
pabrik sudah ambruk seluruhnya akibat tak kuasa menahan gelombang ledakan dan
gelombang kejut. Begitu juga bakal menghancurkan beton pembatas pabrik dan gerbang
utama. Selain itu, bakal tampak kawah akibat bekas ledakan.

Berdasarkan pengakuan narasumber di sekitar lokasi pabrik, mereka hanya mendengar suara
ledakan besarbahana yang menggelegar dengan sedikit getaran.

Baca juga:

Profiling Pemilik dan Importit Pabrik Kembang Api di Kosambi


Demografi Sosial Warga di Kawasan Pabrik
Izin Produksi Pabrik dan Importir Kembang
share infografik

Efek Korban
Selain gelombang ledakan dan angin, ketika bom meledak muncul juga gelombang kejut
alias shockwaves.

Gelombang kejut berkecepatan tinggi atau gelombang stres akan terus beruntun dan
menggetarkan organ dalam serta jaringan tubuh manusia, acapkali merusak neurologis organ
dalam seperti otak, paru, dan jantung. Saat ini tak ada cara efektif untuk mencegah
gelombang kejut ini selain mengenakan pakaian pelindung sebagaimana lazim dipakai tim
penjinak bom.

Lantaran menghantam organ dalam, kerusakan akibat gelombang kejut supersonik ini sulit
didiagnosis mengingat korban mungkin sekali tidak kelihatan terluka. Itulah kenapa, meski
sama-sama terbakar, ada perbedaan kondisi mayat korban ledakan bom dan kebakaran biasa.

Misalnya pada Bom Bali I. Ledakan besar di depan Paddy's Cafe di Jalan Legian ini
membikin kebakaran hebat di sekeliling lokasi. Alhasil, banyak korban terpanggang.

Kalau bom itu akan meremukkan tulang kita. Saat udara itu lewat, tubuh seperti
mengembang akibat ada ruang hampa udara. Lalu setelah hilang, akan kembali ke semula. Itu
yang membuat tubuh seperti diperas, kata ahli forensik dari Universitas Gadjah Mada, dr.
Dewanto Yusuf Priambodo.

Jika ledakan berkekuatan besar dan si korban dekat di pusat lokasi ledakan bom, efek
kerusakan organ dalam ini bisa terasa jelas. Kehancuran otak membuat kepala seperti balon
yang kekurangan angin atau daging tanpa tulang. Tapi, dalam beberapa kasus, kerusakan
macam ini tak bisa terdeteksi.

Harus diotopsi organ dalamnya seperti jantung, paru-paru, dan otaknya, kata Dewanto.

Dalam kasus ledakan kembang api di Kosambi, Dewanto tidak melihat ada dampak seperti
efek bom terhadap para korban. Meski gosong akibat terbakar, mayoritas organ tubuh para
korban terlihat masih utuh, tidak terburai seperti korban bom.

Untuk detailnya, harus disinkronkan dengan data polisi yang mengolah TKP, katanya.

Dari video evakuasi korban, terlihat banyak buruh pabrik berlarian dengan kondisi pakaian
terbakar. Ini mengindikasikan: ledakan menimbulkan gelombang api dan suhu tinggiyang
mencapai 1.000-1.600C.

Dewanto menilai, penyebab banyak kematian bukanlah ledakan. Namun karena asap tebal
ekses terbakarnya bahan baku kembang api.

Apalagi partikel logam dalam asap yang dipancarkan oleh kembang api berbeda dari asap
lain. Risetpenelitian toksikologi dari Institute of Environmental Assessment and Water
Research (IDAEA-CSIC) menyebut bahwa partikel logam asap dari bahan baku kembang api
bersifat bioaktif, dan mempercepat sesak napas.

Kematian kebakaran istilahnya A-B-C: air, breathing, circulation. Kalau air (udara) kena,
maka saat breathing (bernafas) akan susah. Saat abu masuk kerongkongan, tenggorokan jadi
menyempit, lalu menutup pernafasan, ucap Dewanto.

Anda mungkin juga menyukai