Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan proses berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek


kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan
utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan yang juga merupakan
syarat mutlak bagi kelangsungan hidup suatu negara. Menciptakan pembangunan yang
berkesinambungan adalah hal penting yang harus dilakukan oleh sebuah Negara dengan
tujuan untuk menciptakan kondisi bagi masyarakat untuk dapat menikmati lingkungan yang
menunjang bagi hidup sehat, umur panjang dan menjalankan kehidupan yang produktif.
Sehat adalah sebuah kondisi maksimal, baik dari fisik, mental dan sosial sehingga dapat
melakukan suatu aktifitas yang menghasilkan sesuatu. Kondisi tubuh yang sehat pada
manusia dapat kita lihat dari kebugaran tubuh. Dalam sebuah lingkungan masyarakat
terkadang mengalami beberapa masalah kesehatan, baik yang muda, tua, wanita maupun
pria. Kesehatan dapat diartikan sebuah investasi penting untuk mendukung pembangunan
ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam
Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Tujuan dasar pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan yang
berkaitan dengan kualitas hidup masyarakat. Pembangunan sering dikaitkan oleh
pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Berdasarkan
United National Development Program, terdapat 3 (tiga) indikator pembangunan
manusia yaitu dengan mengukur kesehatan, pendidikan dan kemampuan ekonomi.
(UNDP, 2003-2006)
Pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi pembangunan di sektor kesehatan
dan pendidikan. Pendidikan juga dapat mempengaruhi kesehatan, semakin tinggi taraf
pendidikan seseorang maka tingkat kesadaran akan kesehatan meningkat. Pada saat ini,
pemerintah fokus dalam permasalahan kesehatan karena rendahnya permasalahan
kesehatan mendorong terciptanya manusia produktif sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Demikian pula dengan pembangunan kesehatan, sesuai dengan program
pemerintah yang ingin menciptakan Indonesia sehat sebagai salah satu pendorong yang
bersinergi dengan pembangunan ekonomi maka banyak dilakukan perubahan –
perubahan baik di ruang lingkup skala daerah dan nasional. Pembangunan kesehatan
lebih terfokus ke preventive serta mengedepankan pendekatan persuasif. Serta adanya
perbaikan – perbaikan sistem kesehatan yang ada di Indonesia.

Tujuan dasar pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan yang


berkaitan dengan kualitas hidup masyarakat. Pembangunan sering dikaitkan oleh
pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Berdasarkan
United National Development Program, terdapat 3
(tiga) indikator pembangunan manusia yaitu dengan mengukur kesehatan, pendidikan
dan kemampuan ekonomi. (UNDP, 2003-2006)
Pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi pembangunan di sektor kesehatan
dan pendidikan. Pendidikan juga dapat mempengaruhi kesehatan, semakin tinggi taraf
pendidikan seseorang maka tingkat kesadaran akan kesehatan meningkat. Pada saat ini,
pemerintah fokus dalam permasalahan kesehatan karena rendahnya permasalahan
kesehatan mendorong terciptanya manusia produktif sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Demikian pula dengan pembangunan kesehatan, sesuai dengan program
pemerintah yang ingin menciptakan Indonesia sehat sebagai salah satu pendorong yang
bersinergi dengan pembangunan ekonomi maka banyak dilakukan perubahan –
perubahan baik di ruang lingkup skala daerah dan nasional. Pembangunan kesehatan
lebih terfokus ke preventive serta mengedepankan pendekatan persuasif. Serta adanya
perbaikan – perbaikan sistem kesehatan yang ada di Indonesia.

Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan dari tahun ke tahun sudah merupakan


hal yang umum diketahui, dan industri penyedia pelayanan kesehatan sudah berupaya
mengendalikannya utuk tetap bisa bertahan. Peningkatan biaya pelayanan kesehatan ini
diikuti suasana perubahan struktur pengeluaran pembiayaan pelayanan kesehatan dalam
hal sumber dan penggunaannya. Perubahan yang nyata adalah pergeseran pembiayaan
pemeliharaan kesehatan dari - pembiayaan perorangan sistim out- of-pocket dan
pembiayaan pemerintah bagi masyarakat kurang mampu sampai miskin - kearah asuransi
kesehatan sosial (social health insurance) (Villaverde & Manog, 2004). Pergeseran
beban pembiayaan pemeliharaan kesehatan dari out-of-pocket dan pembiayaan anggaran
pemerintah menjadi asuaransi kesehatan sosial diharapkan mampu menyelenggarakan
pelayanan kesehatan secara lebih adil dan merata. Melalui asuransi kesehatan sosial,
dharapkan sikaya dan sedang sehat akan mensubsidi simiskin dan sedang sakit yang
akan menghasilkan suatu jaminan sosial disektor kesehatan (Villaverde& Manog, 2004).
Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan komponen paling mahal dalam
sistim pelayanan kesehatan (the most expensive component of the health care system).
Tingginya biaya infrastruktur, pengembangan teknologi dan biaya operasional dan
besarnya jumlah staf di rumahsakit, rumahsakit akan menyerap jumlah terbesar anggaran
pemerintah yang akan mempengaruhi sistim pelayanan kesehatan. Pada tahun 1999
Philippine National Health Accounts, kombinasi pengeluaran RS Pemerintah Daerah dan
Pusat menyerap hampir 50 % pengeluaran pemerintah disektor pelayanan kesehatan.
Bahkan RS Daerah menyerap hampir 68 percent alokasi biaya kesehatan daerah. Hal ini
menyebabkan komponen sistim pelayanan kesehatanlainnya seperti public health, health
regulation, and other support services – mejadi seperti tertingal (Villaverde& Manog,
2004).
Melakukan reformasi untuk transformasi RS Pemerintah menjadi otonom secara
finansial akan memungkinkan pemerintah untuk mensosialisasikan dan mengutip biaya
pemanfaatan pelayanan kesehatan, mengupayakan sumber pemasukan, membuat suatu
drug revolving funds, rasionalisasi penetapan pelayanan yang dikenai biaya dan
kebijakan tarif. Mekanisme ini akan mengurangi ketergantungan RS Pemerintah pada
subsidi dan anggaran langsung dari pemerintah. Jumlah uang dan sumberdaya yang
terbebaskan karena mekanisme ini akan dapat dipakai untuk disektor public health
programs, local health systems development, health regulation and quality assurance.
Namun tidak dapat dipungkiri adanya tekanan mengikuti tatanan safety net, seperti
mengadakan social health insurance, sebagai strategi melindungi kelompok miskin dan
kurang mampu terutama kelompok yang sangat tergantung pada fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah. Oleh karenanya perlu memngikuti tatanan ini dengan
menyelenggarakan suatu pembiayaan pelayanan kesehatan yang lebih adil dan merata
yang mensubsidi pelayanan rumahsakit atau melalui suatu social health insurance.
(Villaverde& Manog, 2004)
Kebutuhan penghematan karena peningkatan biaya pemeliharaan kesehatan
merupakan tantangan utama yang dihadapi sistim pelayanan kesehatan dewasa ini.
Sering menjadi perdebatan bahwa kontrol biaya merupakan tools yang efektif
mengurangi baik level mapun kecepatan peningkatan pengeluaran biaya kesehatan.
Namun, pengalaman menunjukkan bahwa penghematan merupakan sebagian kecil dari
volume peningkatan. Peningkatan biaya biasanya terjadi pada pemberi pelayanan
kesehatan, terutama oleh dokter, yang cenderung menyediakan bahan – bahan pelayanan
kesehatan dan pelayanan dalam upayanya meningkatkan pemasukan atau menarik
kembali pemasukan yang hilang (recapture lost revenues). Fenomena ini dikenal sebagai
the behavioral offset or volume response (Nguyen, 1995). Perkembangan perilaku ini
menghasilkan banyak implikasi pada sistim pembiayaan pelayanan kesehatan diberbagai
negara. Karena keterbatasan data, tidak selalu mungkin menganalisis dampak kontrol
biaya terhadap perilaku pemberi pelayanan kesehatan. Lebih spesifik, dapat dilihat reaksi
perilaku dokter terhadap pengurangan biaya pada level praktek pelayanan dokter pada
Medicare program for 1989 and 1990. Dapat diamati bahwa kontrol biaya saja tidak
cukup menahan peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang berarti perlu tools
tambahan untuk melakukan upaya penghematan biaya (Nguyen, 1995).
Penyelenggaraan program kesehatan masyarakat, selalu terkait dengan efektifitas program
(outcome assessment), efisiensi (economic evaluation), akses (reachability of services) dan rasa

keadilan (equal provision for equal needs). Evaluasi ekonomi memberikan informasi objektif
menyangkut jumlah biaya yang diserap program (Lim, 1999).

sehingga perlu diprioritaskan alokasi belanja untuk keperluan peningkatan pembangunan

manusia. Prioritas belanja dalam rangka peningkatan pembangunan manusia akan

meningkatkan kesejaheraan masyarakat. Lebih spesifiknya pemerintah daerah harus bias

mengalokasikan belanja daerah melalui pengeluaran pembangunan di sektor-sektor pendukung

untuk meningkatkan IPM misalnya yang tercermin pada realisasi belanja daerah untuk bidang

pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana untuk menunjang investasi. Peningkatan

pembangunan manusia dapat dicermati dari besar kecilnya IPM. Apabila IPM meningkat, maka

tingkat kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat, maka tara pendidikan masyarakat juga

akan meningkat (Todaro, 2002; Astri, 2013)

1.2 Rumusan Masalah

Setelah ditinjau dari latar belakang diatas maka penulis ingin menyusun makalah tentang “bagaimana gambaran
pembangunan ekonomi di sektor Kesehatan?”

1.3 Tujuan
1.
2.
3.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan


meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan
upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.

2.2 Karakteristik Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit (gatau nyambung apa ga?)
Pelayanan rumah sakit mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tersendiri. Karakteristik ini
diakibatkan oleh karena rumah sakit merupakan suatu organisasi yang sangat kompleks. Kompleksitas
maupun karakteristik pelayanan rumah sakit perlu diketahui dan dipahami oleh setiap orang yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan dan penyelenggaraan rumah sakit.

Kompleksitas dari rumah sakit tersebut antara lain karena adanya berbagai kegiatan yang
kadang-kadang kontradiktif bahkan sering menimbulkan konflik. Konflik terutama disebabkan
oleh karena kehadiran dari pada aneka ragam tenaga dengan latar belakang pendidikan yang
berkisar dari tenaga berpendidikan tinggi dan terampil sampai kepada tenaga yang tidak
berpendidikan. Konflik membakat terjadi antara profesi medis dan profesi manajemen yang
disebabkan disatu pihak menggunakan pendekatan teknis medis (medical clinical approach)
sedangkan dilain pihak menggunakan pendekatan manajerial (manajerial approach).

Menurut Evans, dibandingkan dengan kebutuhan hidup manusia yang lain kebutuhan pelayanan
kesehatan, khususnya pelayanan rumah sakit, mempunyai tiga ciri utama yang unik uncertainty,
asymetri of information, dan externality (Evans, 1984). ketiga ciri utama tersebut menurunkan
berbagai ciri lain yang menyebabkan pelayanan rumah sakit sangat unik dibandingkan dengan
produk atau jasa lainnya. Keunikan yang tidak diperoleh pada komoditas lain inilah yang
mengharuskan kita membedakan perlakuan pengaturan atau intervensi pemerintah.

Uncertainty
Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahwa kebutuhan akan pelayanan rumah sakit
tidak bisa dipastikan, baik waktunya, tempatnya, maupun besarnya biaya yang dibutuhkan. Sifat
inilah yang menyebabkan timbulnya respons penyelenggaran mekanisme asuransi di dalam
pelayanan kesehatan. Mekanisme asuransi yang mentrasfer dan menghimpun (pool) risiko
perorangan/ kelompok kecil menjadi risiko kelompok besar merupakan solusi yang paling tepat
terhadap ciri ini. Dengan membagi risiko itu kepada kelompok (dengan membayar premi) maka
risiko tiap orang menjadi kecil/ringan, karena dipikul bersama. Phelps (1992) juga
mengemukakan sifat ini yang mendasari mekanisme asuransi kesehatan. Ciri ini pula yang
mengundang mekanisme derma di dalam masyarakat tradisional dan modern. Karena pada
akhirnya ciri ini menurunkan keunikan lain yang menyangkut aspek peri kemanusiaan
(humanitarian) dan etika.

Rapoport (1982) juga menambahkan bahwa semua pelayanan kedokteran untuk memenuhi
kebutuhan yang tidak pasti tersebut mengandung uncertainty atau risiko. Dengan ketidak-pastian
ini, sulit bagi seseorang untuk menganggarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan
rumah sakit., seseorang yang tidak miskin di Indonesia dapat menjadi miskin atau bangkrut
manakala ia menderita suatu penyakit atau mengalami kecelakaan yang berat (medically poor).
Asymetry of information
Sifat kedua, asymetry of information menunjukkan bahwa konsumen pelayanan rumah sakit
berada pada posisi yang lebih lemah sedangkan provider (dokter, dll) mengetahui jauh lebih
banyak tentang manfaat dan kualitas pelayanan yang "dijualnya". misalnya kasus ekstrim
pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah ia
membutuhkan Kondisi ini sering dikenal dengan consumer ignorance atau konsumen yang
bodoh.

Dapat dibayangkan bahwa jika sebuah rumah sakit atau penjual memaksimalkan laba dan tidak
mempunyai integritas yang kuat terhadap norma-norma agama dan sosial, sangat dengan mudah
terjadi abuse atau moral hazard yang dapat dilakukan rumah sakit melalui dokter yang bekerja di
rumah sakit tersebut. Sebagai contoh sebuah rumah sakit bersalin di Jakarta, suatu ketika terdapat
hampir semua pasien di suatu lantai yang menjalani persalinan dengan operasi saesar dengan
alasan yang sama yaitu lilitan tali pusat. Perbedaan yang sangat unik ini menyebabkan demand
pelayanan rumah sakit ditentukan oleh rumah sakit bukan oleh pasien. Sementara dalam pasar
yang normal, konsumenlah yang menentukan jenis barang atau jasa dan jumlah yang dibelinya.
Jadi pada komoditas pasar kekuatan (power) terletak pada konsumen atau pembeli dan oleh
karenanya konsumen menjadi raja. Di dalam pelayanan rumah sakit, sebaliknya, rumah sakit-lah
yang mempunyai power dan menjadi raja. Oleh karena itu, apa yang akan terjadi sangat
tergantung dari moral petugas dan pemilik rumah sakit. Pemilik dan petugas rumah sakit yang
memiliki hati nurani (raja yang adil dan berbudi luhur) yang tinggi akan menjadi dewa penolong
bagi pasien.

Menyadari adanya ketidak seimbangan informasi, maka praktek kedokteran dan pelayanan
rumah sakit di negara manapun memerlukan lisensi khusus dan dikontrol dengan sangat ketat
oleh pemerintah. Tujuannya adalah untuk melindungi pasien dari pelayanan yang tidak
berkualitas, harga yang mencekik, atau pelayanan yang dapat membodohi pasiennya. Akibat dari
keharusan lisensi ini maka terjadi entry barrier yang membatasi masuknya supply.

Di Indonesia, pembiayaan obat mencapai sekitar 40% dari total pembiayaan kesehatan. Karena
yang menentukan obat yang perlu dibeli pasien adalah dokter dan pasien tidak memiliki
kemampuan memilih, maka kolusi antara perusahaan obat dengan dokter sangat mudah terjadi
dan sudah banyak terjadi. Hal ini tambah memberatkan beban pasien, apalagi jika rumah sakit
ikut memfasilitasi atau ikut berkolusi dengan perusahaan farmasi.
Externality
Externality menunjukkan bahwa konsumsi pelayanan kesehatan/rumah sakit tidak saja
mempengaruhi "pembeli" tetapi juga bukan pembeli. Demikian juga risiko kebutuhan pelayanan
kesehatan tidak saja mengenai diri pembeli. Contohnya adalah konsumsi rokok yang mempunyai
risiko lebih besar pada yang bukan perokok. Akibat dari ciri ini, pelayanan kesehatan
membutuhkan subsidi dalam berbagai bentuknya. Oleh karenanya, pembiayaan pelayanan
kesehatan tidak saja menjadi tanggung jawab diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang tanggung
jawab bersama (publik). Ciri unik tersebut juga dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi
kesehatan seperti Feldstein (1993) dan Rappaport (1982)

Selain itu, pelayanan kesehatan mempunyai aspek sosial yang rumit dipecahkan sendiri oleh
bidang kedokteran atau ekonomi. Bidang kedokteran tidak bisa membiarkan keadaan seseorang
yang memerlukan bantuan medis tetapi teknologinya atau biayanya belum tersedia. Dokter, tidak
bisa memperlakukan pasien sebagai komputer yang jika salah satu komponennya tidak berfungsi,
orang (seperti komputer) dapat dimusnahkan saja, jika teknologi untuk memfungsikannya sulit
atau mahal. Dokter berusaha mencari teknologi baru untuk memecahkan masalah klinik yang
tidak pernah tuntas. Teknologi baru tersebut menuntut penelitian longitudinal dan biaya besar.
Akibatnya, teknologi baru menjadi mahal. Hal ini berdampak pada aspek ekonomi, dimana
teknologi kedokteran dapat mengatasi keadaan pasien. Akan tetapi biaya untuk itu sering tidak
tejangkau oleh kebanyakan orang. Karena manusia memberikan nilai yang sangat tinggi akan
kehidupan dan kesehatan, maka seringkali timbul dilema besar yang menyangkut kelangsungan
hidup seseorang hanya karena faktor biaya. Karena secara sosial kita tidak bisa melakukan
pertimbangan biaya dan efisiensi maka harus ada suatu mekanisme yang mampu memecahkan
pembiayaan pelayanan bedah, diagnostik canggih, pelayanan gawat dararat, dan pelayanan
intensif lain yang mahal.

2.3 Konsep Pembangunan


Pengertian pembangunan menurut Siagian (1994) suatu usaha atau rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu
bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa
(nation building).
Pengertian pembangunan menurut Ginanjar Kartasasmita (1994) yaitu suatu
proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana.
Deddy T. Tikson (2005) menyatakan bahwa pembangunan nasional dapat pula
diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui
kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan.
Dengan demikian, pembangunan adalah proses perubahan yang terencana dalam
segi pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan
manusia yang lebih baik. Manusia merupakan pelaku terciptanya pertumbuhan ekonomi
diukur dari pertumbuhan pendapatan penduduk per kapita yang akan menentukan
pembangunan dalam meningkatkan kualitas
hidup manusia tersebut. Kegagalan dalam sistem pembangunan terjadi dilihat dari
tingginya angka pengangguran, kesenjangan social dan meningkatnya kemiskinan.

2.4 Konsep Pembangunan Ekonomi


Pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual,
tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan
ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan.
Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional.
Menurut Adam Smith (Suryana, 2000), pembangunan ekonomi merupakan proses
perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Profesor Simon
Kuznets (Jhingan, 2000), pembangunan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam
kemampuan (teknologi) suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-
barang ekonomi kepada penduduknya. Profesor Meier (Adisasmita, 2005)
mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil
perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang.
Pembangunan ekonomi (Sirojuzilam: 2005) dipandang sebagai suatu proses yang
menyebabkan naiknya pendapatan per kapita masyarakat dalam suatau masyarakat untuk
jangka panjang, maka pembangunan ekonomi mempunyai 3 sifat penting yaitu :
1. Suatu proses, yang berarti terjadinya perubahan secara teru menerus.
2. Adanya usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita masyarakat.
3. Kenaikan pendapatan masyarakat tersebut terjadi dalam jangka waktu yang panjang.

Maka pembangunan ekonomi adalah proses pertumbuhan ekonomi di ikuti dengan


perubahan- perubahan pada kegiatan ekonomi (pendapatan perkapita dan pendapatan
nasional) dengan memanfaatkan sumber daya (alam dan manusia) dan kemajuan
teknologi. Salah satu faktor pertumbuhan ekonomi yaitu kemajuan teknologi yang
dibagi menjadi dua bentuk, yaitu inovasi produk dan inovasi proses. Inovasi produk
berkaitan dengan produk-produk baru yang sebelumnya tidak ada atau pengembangan
produk-produk sebelumnya sedangkan inovasi proses merupakan penggunaan teknik-
teknik baru yang lebih murah dalam memproduksi produk-produk yang telah ada.

11
2.5 Konsep Pembangunan Kesehatan
Tjiptoherijanto (1993) menyatakan bahwa kesehatan dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi melalui beberapa cara, seperti perbaikan kesehatan seseorang
akan menyebabkan pertambahan dalam partisipasi tenaga kerja, perbaikan kesehatan
dapat pula membawa perbaikan dalam tingkat pendidikan yang kemudian menyumbang
terhadap pertumbuhan ekonomi, ataupun perbaikan kesehatan menyebabkan
bertambahnya penduduk yang akan membawa tingkat partisipasi angkatan kerja.

12
Mills dan Gillson (1999) mendefinisikan ekonomi kesehatan sebagai penerapan
teori, konsep dan teknik ilmu ekonomi dalam sektor kesehatan. Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa setiap warga negara
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tujuan pembangunan
kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang tinggi. Salah satu program pemerintah
dalam mewujudkan derajat kesehatan bagi seluruh penduduk adalah peningkatan
pelayanan kesehatan yang didukung oleh sarana dan prasarana kesehatan yang memadai
di tiap daerah. Penyediaan pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan yang disampaikan
kepada pasien oleh kombinasi antara tenaga pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan
(rumah sakit, klinik dan laboratorium klinis). Beberapa faktor yang mempengaruhi
pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Sumber daya manusia seperti dokter (umum atau spesialis), bidan, perawat dan
sebagainya.
2. Biaya yang muncul dalam penyediaan seperti biaya operasional dan lain-lain.
3. Logistik pelayanan kesehatan seperti obat, alat suntik dan sebagainya.
4. Standar operasional pada fasilitas pelayanan kesehatan seperti tindakan medis.
5. Peralatan yang digunakan dalam penyediaan layanan kesehatan seperti peralatan medis
dan lain-lain.
6. Wilayah pelayanan kesehatan
7. Teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan
8. Waktu yang digunakan dalam memberikan pelayanan kesehatan
9. Informasi terkait pelayanan kesehatan seperti internet atau famplet.

Maka pembangunan kesehatan adalah kesehatan yang dapat mempengaruhi proses


pertumbuhan ekonomi karena manusia yang sehat menciptakan manusia yang produktif
dan mampu meningkatkan derajat kesehatan dirinya sendiri. Setiap manusia memiliki
hak yang sama untuk mendapatkan kesehatan, pemerintah membuat program untuk
pembangunan kesehatan seperti Millennium Development Goals (MDGs). Millennium
13
Development Goals (MDGs) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
yang memiliki tujuan yang terbatas dan target terukur. Terdapat 8 (delapan) tujuan
Millennium Development Goals (MDGs), yaitu :
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan.
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua.
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

14
4. Menurunkan kematian anak.
5. Meningkatkan kesehatan ibu.
6. Mengendalikan hiv dan aids, malaria dan penyakit menular lainnya (tb).
7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup.
8. Mengembangkan kemitraan pembangunan di tingkat global.

Kebijakan umum untuk pembangunan kesehatan dikelompokkan menjadi, sebagai


berikut :
1. Peningkatan Kerjasama Lintas Sektor.

Untuk optimalisasi hasil pembangunan berwawasan kesehatan,


kerjasama lintas sektor berupa sosialisasi masalah-masalah kesehatan pada
sektor lain perlu dilakukan secara intensif dan berkala. Kerjasama lintas
sektor harus mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan dan penilaian serta
melandaskan pembangunan kesehatan.
2. Peningkatan perilaku, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Swasta.

Masyarakat berperan aktif dalam penyelenggaraan upaya kesehatan


melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan pendidikan kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3. Peningkatan Kesehatan Lingkungan.

Kualitas lingkungan yang sehat mewujudkan keadaan lingkungan


yang bebas dari bahaya resiko dan keselamatan.
4. Peningkatan Upaya Kesehatannya.

Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara menyeluruh,


terpadu dan berkesinambungan, melalui upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pennyembuhan penyakit dan peyuluhan kesehatan
serta upaya khusus melalui pelayanan kemanusiaan dan darurat atau kritis.
Pemerintah bertanggung jawab terhadap biaya pelayanan kesehatan
untuk masyarakat miskin pada sektor ekonomi. Status kesehatan masyarakat
ditingkatkan melalui pencegahan dan panganguran morbiditas, mortalitas,
dan kecacatan dalam masyarakat terutama pada bayi, anak balita, dan wanita
15
hamil, melahirkan dan masa nifas, melalui upaya peningkatan (promosi)
hidup sehat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta
pengobatan penyakit dan rehabilitas..
5. Peningkatan Sumber Daya Kesehatan

16
Pengembangan sumber daya kesehatan (tenaga kesehatan) bertujuan
untuk meningkatkan pemberdayaan atau daya guna tenaga dan penyediaan
jumlah serta mutu tenaga kesehatan dari masyarakat dan pemerintah yang
mampu melaksanakan pembangunan kesehatan.
6. Peningkatan Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan.

Kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan perlu makin


ditingkatkan terutama melalui peningkatan secara strategis dalam kerjasama
antara sektor kesehatan dan sektor lain yang yang terkait, dan antara
berbagai program kesehatan serta antara para pelaku dalam pembangunan
kesehatan sendiri.
7. Peningkatan Ilmu Pengetahuan dan teknologi Kesehatan.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong untuk


meningkatkan pelayanan kesehatan, gizi, penyalahgunaan obat dan
pemberatasan penyakit dan perbaikan lingkungan. Penelitian yang
berkaitan dengan ekonomi kesehatan dikembangkan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan
swasta. Penelitian bidang sosial budaya dan perilaku sehat dilakukan untuk
mengembangkan gaya hidup sehat dan mengurangi masalah kesehatan
masyarakat yang ada.
8. Peningkatan Lingkungan Sosial Budaya.

Selain berpengaruh positif, globalisasi juga menimbulkan


perubahan lingkungan sosial dan budaya masyarakat yang dapat
berpengaruh negatif terhadap pembangunan kesehatan. Misalnya
perubahan gaya hidup yang tidak sehat akan timbul penyakit degeneratif
seperti hipertensi atau diabetes.

2.6 Hubungan Antara Ekonomi Dan Kesehatan Dalam Konsep Pembangunan


Aspek ekonomi seperti pendapatan merupakan syarat utama untuk dapat
menikmati fasilitas kesehatan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Faktor-
17
faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan antara lain, tersedianya sarana kesehatan,
keadaan lingkungan yang memadai dan mutu makanan yang di konsumsi. Penanganan
faktor tersebut harus dilakukan terarah dan terpadu dengan memperhatikan kondisi sosial
ekonomi yang berkaitan (Rahmi, 2008).
Keadaan faktor sosial ekonomi juga berpengaruh dalam memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang tersedia, seperti pendidikan, pekerjaan dan tingkat pendapatan yang
diperoleh oleh rumah tangga (Yulia, 2009).
Hubungan antara kesehatan dan pembangunan ekonomi berdasarkan tingkat, yaitu :

18
a. Pada tingkat mikro yaitu tingkat individual dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi
produktivitas kerja dan kapasitas untuk mendapatkan pendidikan. Tenaga kerja yang
sehat secara fisik dan mental akan lebih produktif dan mendapatkan penghasilan yang
tinggi.
b. Pada tingkat makro yaitu penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik merupakan
masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan
pembangunan ekonomi jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang cepat didukung
oleh terobosan penting di bidang kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit dan
peningkatan gizi. Pada tingkat makro ekonomi menjelaskan bahwa kondisi kesehatan
dan pendidikan yang rendah, mengalami tantangan dalam mencapai pertumbuhan
berkelanjutan jika dibandingkan dengan kesehatan dan pendidikan yang tinggi.
Angka harapan hidup yang tinggi dapat meningkatan kesejahteraan ekonomi.

Cesario, Simon dan Kinne 1980 (dalam Tjiptoherijanto, 1993) menjelaskan


hubungan antara program gizi dan pertumbuhan ekonomi, menyatakan bahwa :
a. Perbaikan di dalam status gizi akan menurunkan tingkat kematian dan kesakitan,
khususnya bagi penduduk usia kerja, sehingga dapat meningkatkan partisipasi bagi yang
belum kerja dan meningkatkan hari kerja bagi yang sedang melakukan kegiatan kerja.
b. Perbaikan dalam status gizi dan kesehatan tenaga kerja akan meningkatkan efisiensi kerja
melalui peningkatan kemampuan individualnya. Pengaruh dari program kesehatan serta
gizi terhadap penduduk usia muda akan terlihat pada peningkatan GNP( Gross National
Product) melalui pertumbuhan ekonomi, yakni dengan bertambahnya tingkat partisipasi
angkatan kerja dan secara tidak langsung melalui tingkat partisipasi dalam dunia
pendidikan.

Pendapatan perkapita penduduk juga dapat mempengaruhi status gizi karena jika
pendapatan yang tinggi maka status gizi menjadi baik sehingga menurunkan angka
kesakitan dan kematian. Sebaliknya. pendapatan yang rendah akan menimbulkan status
gizi yang buruk sehingga meningkatnya angka kesakitan dan kematian biasanya hal ini
terjadi pada penduduk miskin.
Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menghambat dalam pembangunan
ekonomi dan kesehatan. Penduduk miskin memiliki beban penyakit yang tinggi karena
terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi serta kecukupan gizi. Selain itu biaya
19
yang cukup tinggi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan membuat penduduk miskin
lebih memilih pengobatan alternatif serta rendahnya pendidikan membuat keterbatasan
pengetahuan dalam menghadapi suatu penyakit. Komunikasi

kesehatan adalah suatu cara yang dilakukan pelayanan kesehatan untuk mengajak
penduduk miskin untuk merubah perilaku dan memperbaiki kesehatan mereka.

2.7 Interaksi Antara Ekonomi Dan Kesehatan

Kesehatan hanya memiliki value in use dan bukannya value in exchange (Mills :
1909). Berarti kesehatan bukanlah suatu komoditi sedangkan pelayanan kesehatan adalah
suatu komoditi. Dari sudut pandang supply (persediaan) produksi yang terpenting dari
pelayanan kesehatan adalah kesehatan dan sekaligus akan menghasilkan output lainnya.
Dari sudut pandang demand (permintaan) masyarakat ingin memperbaiki status
kesehatannya, sehingga perlu pelayanan kesehatan sebagai salah satu cara untuk
mencapai status kesehatan yang lebih tinggi karena adanya keinginan untuk dapat
menikmati hidup sebaik mungkin dibandingkan bila mengalami gangguan kesehatan.
Demand diukur dengan tingkat keterpakaian tempat tidur, jumlah kunjungan,
jumlah tes diagnostik, dan sebagainya. Demand terhadap pelayanan kesehatan secara
dominan sangat dipengaruhi beberapa faktor yaitu harga, penghasilan pasien dan
preferensi pasien.
Need (kebutuhan) adalah kuantitas barang atau pelayanan yang secara objektif
dipandang terbaik untuk digunakan memperbaiki kondisi kesehatan pasien. Need
biasanya ditentukan oleh dokter, tetapi kualitas pertimbangan dokter tergantung
pendidikan, peralatan, dan kompetensi dokter.
Wants (keinginan) adalah pelayanaan yang diinginkan pasien dianggap terbaik bagi mereka
(misalnya, obat yang bekerja cepat). Wants bisa sama atau berbeda dengan need

20
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
1.
2.
3.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/ad38ffcfe2380571c6eacf507b3b5607.pdf

http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/Naskah_Akademik_RUU_Rumah_Sakit.pdf

http://scholar.unand.ac.id/22439/2/7.%20BAB%201.pdf

22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Anda mungkin juga menyukai