Anda di halaman 1dari 15

MODEL PEMBIAYAAN KESEHATAN DI NEGARA MALAYSIA

Pembiayaan Kesehatan – 7C
Kelompok 6
Jelita Nan Dara 1705015048
Mila Nurhalifah 1705015111
Dhea Amalia Saputri 1705015165
Vina Maulina 1705015219

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA


JAKARTA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malaysia negara berpenduduk terbanyak ke 43 dan negara dengan
daratan terluas ke-66 di dunia dengan jumlah penduduk kira-kira 27 juta dan
luas wilayah melebihi 320.000 km2. Berbeda dengan Indonesia yang
melaksanakan jaminan kesehatan semesta pada tahun 2014 dan baru akan
merampungkan total populasi pada tahun 2019, negara tetangga Malaysia
justru sudah melaksanakannya sejak tahun 1990an (Idris Haerawati, 2017).
Namun adanya beberapa isu krusial melibatkan kenaikan biaya, keberlanjutan
jangka panjang, kenaikan pajak, efisiensi dan harapan masyarakat akan
kualitas pelayanan yang lebih tinggi, Malaysia merubah sistem kesehatannya
dari layanan kesehatan yang sebelumnya didominasi pemerintah, saat ini
justru lebih besar melibatkan sektor swasta (Chongsuvivatwong, Virasakdi, et
all, 2011).
Malaysia juga mengembangkan kesehatan sebagai daya tarik
wisatawan berkunjung ke negaranya. Jarak yang tidak jauh dari Indonesia
yang memiliki 240 juta penduduk, membuat Malaysia meningkatkan kualitas
rumah sakitnya. Salah satu penghargaan Malaysia adalah memenangkan
Medical Travel Destination of The Year 2015 di International Medical Travel
Journal (IMTJ). Tidak heran jika Malaysia terutama Kuala Lumpur dan
Penang jadi negara tujuan utama untuk berlibur sekaligus menjaga kesehatan
(medical check up) (Futuready, 2016).
Malaysia sistem pembiayaan kesehatannya lebih maju dibandingkan
dengan Indonesia, karena Malaysia merupakan negara persemakmuran
Inggris. Pada tahun 1951 malaysia mewajibkan tabungan wajib bagi pegawai
yang nantinya dapat digunakan sebagai tabungan dihari tua. Sedangkan warga
yang tidak diwajibkan akan difasilitasi oleh sebuah lembaga yakni EPF
(Employee Provident Fund). Lembaga SOSCO (Social Security Organization)
menjamin warga yang mendapat kecelakaan kerja atau pensiunan cacat
(Purwoko Bambang, 2014).
Program jaminan kesehatan bagi penduduk diusahakan oleh berbagai
Negara agar terwujud dengan baik. Malaysia menjamin pelayanan kesehatan
penduduknya melalui pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit (Dewan
Jaminan Kesehatan Nasional, 2012, Mckenzie et al., 2013).

B. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran model pembiayaan kesehatan di Malaysia.

C. Tujuan Khusus
1. Untuk Mengetahui Sejarah Pembiayaan Kesehatan di Malaysia
2. Untuk Mengethaui Nama Sistem Kesehatan Malaysia
3. Untuk Mengetahui Sumber Pembiayaan Kesehatan Malaysia
4. Untuk Mengetahui Sistem Pembiayaan Kesehatan Malaysia
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Pembiayaan Kesehatan di Malaysia


Sistem kesehatan publik Malaysia dibiayai terutama melalui sistem
umum pendapatan dan perpajakan dikumpulkan oleh pemerintah federal,
sedangkan sektor swasta didanai melalui asuransi kesehatan swasta dan
pembayaran out-of- pocket dari konsumen. Pengeluaran untuk kesehatan
(pada 4,4% dari PDB pada tahun 2010) tetap di bawah rata-rata untuk
negara-negara berpenghasilan menengah ke atas. Belanja kesehatan
sebagian besar tetap merupakan belanja publik 55% dari total pengeluaran
kesehatan/Total Health Expenditure (THE). Sumber utama THE pada
tahun 2009 adalah Kementerian Kesehatan (46%), diikuti oleh rumah
tangga sendiri pengeluaran sebesar (34%). Pola pengeluaran ini sedang
diperdebatkan untuk opsi pembiayaan, termasuk pembentukan skema
asuransi kesehatan sosial.
B. Nama Sistem Pembiayaan Kesehatan di Malaysia
Sistem pembiayaan kesehatan yang ada di Malaysia terdiri dari
kesehatan publik dan kesehatan privat. Sebetulnya reformasi di bidang
pembiayaan kesehatan telah dilaksanakan 5 kali di Malaysia, yang terakhir
adalah Hybrid Model di mana private insurance untuk masyarakat mampu
dan top-up dari paket manfaat dasar, asuransi sosial untuk pekerja sektor
formal dan informal, serta alokasi dari pajak untuk masyarakat miskin dan
pengangguran. Sebagian dari pajak pun digunakan untuk pelayanan
kesehatan preventif dan promosi kesehatan. Namun demikian model
tersebut dianggap gagal, lanjut Eljunid. Mengapa gagal? Kontributor
utamanya adalah kurangnya komitmen politik untuk memastikan
reformasi berjalan sesuai tujuan, lemahnya kapasitas dari Kementerian
Kesehatan dalam mereformasi, kurangnya transparansi.
Apa yang dilakukan Malaysia saat ini yaitu merencanakan adanya
non-profit health financial scheme berupa asuransi kesehatan sukarela
(voluntary health insurance). Skema ini dilihat lebih akseptabel bagi
masyarakat dibandingkan dengan skema private-for-profit, lebih mudah
disusun daripada social health insurance, kebebasan lebih tinggi bagi para
peserta, serta masih ada kemungkinan subsidi dari pemerintah.
C. Sumber Pembiayaan Kesehatan di Malaysia
Sumber dana untuk kesehatan publik berasal dari pajak masyarakat
kepada pemerintah federal, anggaran pendapatan negara, serta lembaga
SOSCO dan EPF, yang mana dana yang ada tersebut disalurkan untuk
program keehatan preventif dan promotif. Pemerintah Malaysia
menetapkan Universal Coverage untuk program kesehatan kuratif dan
rehabilitative, yang mana semua masyarakat dijamin pelayanan
kesehatannya dengan membayar iuran sebesar 1 RM untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dari dokter umum, sedangkan untuk pelayanan dari
dokter spesialis sebesar 5 RM. Akan tetapi sistem pembiayaan kesehatan
di Malaysia ini tidak termasuk dalam kategori penyakit berat yang
membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi (Jaafar, Safurah Noh, et all,
2013).
Pemerintah malaysia membebaskan pajak untuk alat kesehatan dan
obat-obatan, yang berdampak pada biaya operasional di Malaysia yang
menjadi murah. Pemerintah Malaysia membatasi praktik dokter yang
hanya satu tempat, sehingga dokter harus memilih akan praktik di
pelayanan kesehatan milik pemerintah atau milik swasta. Selain itu,
dengan adanya feed back atau pemasukan dari dokter yang tinggi, tentu
akan mempengaruhi kualitas pelayanan. Untuk mengklaim pembiayaan
kesehatan, rumah sakit pemerintah melihat besarnya pengeluaran yang
terjadi di tahun sebelumnya dan kemudian rumah sakit tersebut baru bias
untuk mengajukan anggaran kepada Kementerian Kesehatan / Ministry of
Health (MoH) (WHO, 2005).
Biaya pengobatan yang di keluarkan warga untuk berobat relatif murah
(1 RM – 5 RM) maka antrian pengobatan di rumah sakit pemerintah
tergolong panjang (untuk penyakit kritis akan didahulukan) sehingga bagi
warga yang tidak sabar untuk mendapatkan layanan pengobatan akan
memilih berobat di sektor swasta dengan uang sendiri (out of pocket). Atau
mereka mengikuti asuransi kesehatan yang disediakan lembaga swasta
dengan penyakit tertentu yang tidak tercover oleh pembiayaan kesehatan
dari pemerintah.
Biaya operasional kesehatan di negara Malaysia tergolong murah
karena pemerintah membebaskan pajak untuk alat kesehatan dan obat-
obatan. Dokter dibatasi hanya boleh berpraktik di satu tempat yaitu
pelayanan kesehatan milik pemerintah atau memilih bekerja di satu tempat
pelayanan kesehatan milik swasta. Gaji dokter juga sangat tinggi sehingga
mutu kesehatan di negara Malaysia terjamin kualitasnya.
Rumah sakit milik pemerintah melakukan klaim pembiayaan
kesehatan dengan melihat besarnya pengeluaran untuk kesehatan di tahun
sebelumnya kemudian mengajukan anggaran pembiyaan kepada
Kementrian Kesehatan / MoH ( Ministry of Health ).
Terkait kesinambungan finansial dari Universal Health Coveage
(UHC)., Eljunid menampilkan perbandingan antara negara maju dan
berkembang, di mana di negara maju sumber pembiayaannya dari asuransi
sosial, pajak, asuransi swasta, asuransi ketenagakerjaan serta compulsory
savings, sementara untuk negara bekembang, sumber pembiayaannya
hampir sama kecuali adanya pembiayaan berbasis masyarakat.
Kelebihan dari sistem kesehatan di Malaysia yaitu kuatnya dukungan
pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan primer, adanya block funding
dari pemerintah bersumber pajak, kebijakan kesehatan bersifat sentralistik
dengan Kementerian Kesehatan sebagai aktor utama, serta adanya
penguatan universitas sebagai lembaga peningkatan kapasitas SDM
kesehatan. Pembiayaan kesehatan di Malaysia, 52% berasal dari
pemerintah, dengan 60% di antaranya dari pajak langsung dan 40% dari
GST. Sektor swasta berkontribusi 48% pada pembiayaan kesehatan,
meliputi 39% out of pocket, asuransi swasta dan swasta lainnya 9%.
Alokasi belanja kesehatan dari pemerintah mencapai 6.1%.
Selain tingginya out-of-pocket, tantangan yang dihadapi Malaysia
yaitu tingginya pengeluaran untuk penyakit katastropik, waktu tunggu
yang lama di fasilitas milik pemerintah, keterbatasan stok obat-obatan di
fasilitas pemerintah khususnya untuk obat penyakit kronis tidak menular,
brain drain dokter spesialis ke sektor swasta sementara pendidikannya
disubsidi oleh pemerintah, terlalu tingginya wastage obat, serta kurangnya
monitoring untuk kualitas dan efisiensi. 

D. Sistem Pembiayaan Kesehatan Di Malaysia dilihat Dari Sisi Revenue


Collection, Pooling Mechanism, Purchasing Mechanism
Adeheryana (2016) menjelaskan tentang pembiayaan kesehatan sebagai
berikut:

1. Revenue Collection: mengumpulkan dana kesehatan yang cukup dan


berkesinambungan untuk membiayai “pelayanan kesehatan dasar” dan
perlindungan risiko sakit atau kecelakaan yang bisa membuat
kebangkrutan.

a. Melalui pemerintah atau lembaga asuransi: pajak langsung/ tidak


langsung, pendapatan non-pajak, iuran asuransi wajib dan potong gaji,
pembayaran premi ke pemerintah, serta grant/ donor dan pinjaman LN

b. Dari masyarakat: dari pasien secara perorangan dan lembaga-lembaga


sosial (Adeheryana, 2016)

Sistem pembiayaan kesehatan yang ada di Malaysia terdiri dari


kesehatan publik dan kesehatan privat. Sumber dana untuk kesehatan
publik berasal dari pajak masyarakat kepada pemerintah federal,
anggaran pendapatan negara, serta lembaga jaminana kesehatan, yang
mana dana yang ada tersebut disalurkan untuk program kesehatan
preventif dan promotif.pemerintah Malaysia menetapkan Universal
Coverage untuk program kesehatan kuratif dan rehabilitative, yang
mana semua masyarakat dijamin pelayanan kesehatannya dengan
membayar iuran sebesar 1 RM untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dari dokter umum, sedangkan untuk pelayanan dari dokter
spesialis sebesar 5 RM. Akan tetapi sistem pembiayaan kesehatan di
Malaysia ini tidak termasuk dalam kategori penyakit berat yang
membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi (Jaafar, Safurah Noh, et
all, 2013).

4 Program jaminan sosial meliputi:

1. Employees Provident Fund (EPF) atau Kumpulan Wang Simpanan


Pekerja (KWSP); sebagai tabungan dengan kepesertaan wajib bagi
pekerja swasta sesuai UU KWSP tahun 1951, yang kemudian
diperbarui dengan UU KWSP 1991.

2. Social Security Organization (Socso) atau Pertumbuhan


Kemalangan Sosial (Perkeso); sebagai program asuransi
kecelakaan kerja dan pensiun cacat bagi pekerja swasta. Program
perkeso ini dimulai sejak tahun 1929 kemudian diamendemen
dengan UU Perkeso 1969.

3. Pension System for Civil Servants (PSCS) atau Kumpulan Wang


Aparatur Pemerintah (KWAP); sebagai program pensiun pegawai
sipil yang dibiayai dengan APBN sesuai UU PSCS 1951 yang
kemudian diperbarui dengan UU 1970.

4. Forces Saving Board (AFSB) atau Lembaga Tabung Angkatan


Tentara (LTAT); sebagai program pensiun personel militer yang
dibiayai dengan APBN sesuai UU AFSB 1973.

2. Pooling: mengelola “dana kesehatan” dalam kumpulan risiko kesehatan


yang efisien dan merata. Pengumpulan dana dibagikan kepada anggota
yang memiliki risiko kesehatan diantara anggota/ pengumpul dana. Dana
yang dikumpulkan dibayarkan kepada provider kesehatan. Tempat
penampungan dana diantaranya Anggaran Pemerintah Pusat/ Daerah
(APBN/ APBD), asuransi kesehatan publik atau swasta, asuransi berbasis
kesehatan masyarakat. (Adeheryana, 2016)

Malaysia memiliki single pool (kumpulan tunggal) untuk


pengumpulan pendapatan yang merupakan asuransi kesehatan nasional.
Meskipun pendapatan masuk ke dalam satu kelompok, tarif premi
bervariasi berdasarkan status pekerjaan di negara Malaysia, didasarkan
pada pajak umum langsung dan tidak langsung dan pendapatan bukan
pajak selain pembayaran premi.

3. Pusrchasing and Payment: menjamin pembelian dan pembayaran


pelayanan kesehatan yang efisien secara teknis dan alokatif. Purchasing
adalah mekanisme pembayaran ke fasilitas kesehatan dan provider layanan
kesehatan. Komponen purchasing terdiri dari alokasi sumberdaya, paket
manfaat, mekanisme pembayaran provider.

a. Out of Pocket Payment: transaksi pembayaran paling sederhana dan


cepat antara pasien dengan provider kesehatan. Akses terhadap
pelayanan tergantung pada Ability to Pay (ATP) yaitu kemapuan
individu untuk membayar produk/ jasa kesehatan.

b. Third party Payment: pembayaran oleh pihak ketiga (perantara


keuangan). Disebabkan oleh kondisi pasien yang mengalami
kemiskinan akibat membayar biaya kesehatan. Pihak ketiga dapat dari
pemerintah atau perusahaan asuransi. (Adeheryana, 2016). Malaysia
pembayaran pelayanan dibayarkan langsung oleh pihak ketiga
(pemerintah).

State-funded systems (biaya kesehatan ditanggung negara) atau Tax


Based System (Berbasis Pajak). Sistem ini dijalankan oleh Inggris & bekas
jajahanny salah satunya Malaysia, serta beberepa negara Eropa. Dalam
sistem ini masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan gratis / nyaris
gratis namun mereka ditarik berbagai pajak sebelumnya. Keuntungan dari
sistem ini adalah biasanya mencakup lebih banyak orang (universal
coverage), serta dapat mengandalkan pada banyak sumber pembiayaan,
serta secara relatif mudah dikelola.

Namun di sisi lain karena tergantung pada anggaran yg secara tahunan


harus bersaing dengan dinas lain, maka sifatnya kurang stabil & bahkan
sering tidak memadai. Di banyak negara sistem ini ternyata tidak efisien.
Selain itu, state funded systems cenderung menguntungkan yg kaya
daripada yg miskin. Oleh karena itu, untuk menjaga agar sistem ini
berjalan baik di negara berpenghasilan rendah, harus ada kondisi yg
mendukung misalnya pertumbuhan ekonomi. yg baik, administrasi pajak
yg profesional, & institusi yg kompeten. Selain itu, yg penting terdapat
upaya khusus untuk membantu orang miskin, untuk mencegah “a poor
system for poor people” (Mossialos and Dixon 2002). Dalam sistem ini,
pemberi pelayanan dibayar langsung oleh pemerintah.

Kelebihan Model Pembiayaan Malaysia

1. Masyarakat iur bayar dengan harga yang sangat murah yaitu 1 RM – 5


RM

2. Walaupun Tenaga kesehatan (dokter) hanya boleh berpraktik di satu


tempat tetapi terjamin kesejahteraannya yaitu dengan gaji yang cukup
tinggi

3. Biaya operasional kesehatan tergolong murah karena alat kesehatan


dan obat-obatan dibebaskan dari pajak

4. Anggaran kesehatan dialokasikan juga untuk pembiyaan pendidikan


tenaga kesehatan

5. Pelayanan kesehatan milik pemerintah terstandarisasi


6. Akses pelayanan kesehatan mudah. Setiap penduduk tinggal maksimal
5 km dari layanan kesehatan (Rumah sakit atau klinik pemerintah)

7. Pajak langsung dibayarkan ke pemerintah federal sehingga tidak ada


dana yang terhambat di daerah

8. Mencangkup lebih banyak orang sampai 100% (universal coverage)

9. Sumber pendanaan berasal dari banyak sektor ( pajak, APBN, EPF,


SOSCO, dll)

10. Lebih mudah dikelola

Kekurangan Model Pembiayaan Malaysia

1. Dengan iur bayar yang murah dan layanan kesehatan yang terstandar,
antrian warga berobat panjang. Rumah sakit dan klinik pemerintah
padat oleh pengunjung dengan jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas
kesehatan yang terbatas

2. Pembayaran untuk biaya operasional rumah sakit atau klinik


pemerintah dengan cara melihat pengeluaran tahun sebelumnya
sehingga kemungkinan rumah sakit bisa mengalami kerugian apabila
terjadi pembengkakan biaya untuk tahun selanjutnya.

3. Bersifat kurang stabil atau kurang memadai karena anggaran secara


tahunan harus bersaing dengan dinas lain / bagian lain

4. Tidak efisien karena cenderung menguntungkan yang kaya dibanding


dengan masyarakat miskin apabila tidak ada kondisi yang mendukung
misalnya pertumbuhan ekonomi yang baik, administrasi pajak yang
profesional dan institusi yang kompeten

5. Rentan terhadap “moral hazard” karena masyarakat akan tergantung


dengan pelayanan kesehatan yang gratis sehingga keinginan menjaga
kesehatan menjadi rendah.
Referensi

1. https://www.manajemenpembiayaankesehatan.net/index.php/component/c
ontent/article/112-reportase/pgf/2133-reportase-pgf-2017-h2-sesi-plennary
2. https://id.scribd.com/document/361573416/Sistem-Pembiayaan-Jaminan-
Kesehatan-Antara-Malaysia-Dan-Indonesia

3. Putri, R. N. (2019). Perbandingan Sistem Kesehatan di Negara


Berkembang dan Negara Maju. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 19(1), 139.
4. Noviyanti Putri, “Perbandingan Sistem Kesehatan di Negara Berkembang
dan Negara Maju” Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Volume
19, Nomor 1, Februari 2019, (Halaman 139-146)
5. Dr.Hosizah dan Fresty Cahya Maulina, Modul Koding Klinis dan
Reimbursement, Universitas Esa Unggul, Tahun 2018.
6. Myint C-Y, Pavlova M, Thein K-N-N, Groot W (2019) A systematic
review of the health-financing mechanisms in the Association of Southeast
Asian Nations countries and the People’s Republic of China: Lessons for
the move towards universal health coverage. PLoS ONE 14(6): e0217278.
doi:10.1371/journal.pone.0217278
7. Malaysia Health System Review, Asia Pacific Observatory on Health
Systems and Policies, Health Systems in Transition Vol. 3 No.1 2013
Lembar Rencana Evaluasi
Rubrik Penilaian

No Aspek Yang Dinilai Bobot % Nilai


Artikel/paper berasal dari jurnal nasional
1
kurun waktu 5 tahun terakhir
Artikel/peper berkaitan dengan Tema Mata
2
Kuliah
3 Ketepatan dalam isi artikel
Ketepatan meringkas konsep pemikiran
4
artikel
NILAI TOTAL

Anda mungkin juga menyukai