ABSTRAK
Desentralisasi kesehatan merupakan bentuk pembagian urusan pemerintahan di
bidang kesehatan dari pemerintah pusat ke daerah. makalah ini bertujuan menganalisis
tantangan/permasalahan pelaksanaan desentralisasi kesehatan di Indonesia dan bagaimanakah
dampaknya terhadap pembangunan kesehatan di Indonesia. Hasil kajian menunjukkan
bahwa pelaksanaan desentralisasi kesehatan di Indonesia terdapat banyak hambatan baik
level individu maupun organisasi (pemerintah daerah) sehingga menyebabkan disparitas yang
tinggi antar daerah dalam upaya pembangunan kesehatan. Namun demikian terdapat
beberapa perubahan yaitu 1) upaya kesehatan khususnya cakupan pertolongan persalinan dan
tenaga penolong persalinan. 2) ada perubahan jumlah kuantitas sumber daya manusia
kesehatan namun perbandingan antara jumlah tenaga medis, perawatan dan kesehatan
masyarakat tidak seimbang (seharusnya lebih banyak tenaga kesehatan masyarakat).
PENDAHULUAN
Otonomi daerah sejatinya merupakan pemberian kewenangan dari pemerintah pusat
kepada daerah untuk membuat kebijakan dalam mengelola dan mengatur daerah guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun tidak semua kewenangan yang diberikan
oleh pemerintah pusat, secara prinsip otonomi daerah diharapkan mampu meningkatkan
pelayanan publik, daya saing serta potensi dan keanekaragaman yang dimiliki daerah agar
dikelola secara arif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Melalui otonomi daerah,
diharapkan pengambilan keputusan menjadi lebih cepat sehingga efisiensi dan efektifitas
pelayanan publik dapat ditingkatkan.1
Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, terdapat pembagian urusan pemerintahan
antara pemerintah pusat dan daerah. Urusan pemerintahan yang tetap menjadi kewenangan
pemerintah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, moneter, yustisi.
Disamping itu terdapat urusan pemerintahan yang penanganannya dilaksanakan bersama
antara pemerintah pusat dan daerah. Pembagian urusan pemerintahan yang demikian ini, ada
yang bersifat wajib dan pilihan. Bersifat wajib meliputi urusan pemerintahan yang berkaitan
dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup
minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan
terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.2
Desentralisasi kesehatan merupakan bentuk pembagian urusan pemerintahan di
bidang kesehatan dari pemerintah pusat ke daerah. Selama ini ada pandangan bahwa sistem
sentralisasi cenderung kurang memenuhi kebutuhan masyarakat dan desentralisasi yang
menghasilkan unit pemerintahan yang lebih kecil dianggap serbagai solusi untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.3 Tidak di sadari, sudah 12 tahun
lamanya desentralisasi kesehatan di Indonesia sudah diterapkan. Dibalik tingginya harapan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ternyata terdapat banyak tantangan dalam
pelaksanaan desentralisasi kesehatan di Indonesia.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 ditemukan banyak kesenjangan antara
daerah di Indonesia dalam hal pembangunan kesehatan. Sebagai contoh cakupan pemeriksaan
kehamilan, secara nasional sebesar 83,8% (kisaran 44,1- 98,4). Namun jika dilihat
berdasarkan provinsi yang cakupan pemeriksaan kehamilan dilakukan oleh tenaga kesehatan
masih rendah adalah Gorontalo (44,1%), Maluku Utara (54%) dan Sulawesi Tenggara
(56,4%).4Data ini menunjukkan bahwa meskipun sudah ada regulasi baru yaitu desentralisasi
kesehatan, namun masih banyak kendala yang harus di hadapi oleh daerah. Makalah ini
secara khusus mengupas apa saja tantangan dan kendala pelaksanaan desentralisasi dan apa
daya ungkitnya terhadap pembngunan kesehatan setelah 12 tahun lamanya diterapkan.
TUJUAN
Secara umum makalah ini bertujuan menganalisis tantangan/permasalahan
pelaksanaan desentralisasi kesehatan di Indonesia dan bagaimanakah dampaknya terhadap
pembangunan kesehatan khususnya bila di tinjau dari aspek upaya kesehatan, sumber daya
manusia kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Kesehatan
Sistem Kesehatan terdiri dari berbagai subsistem yang saling terkait. Menurut
WHO, Sistem Kesehatan terdiri dari organisasi, masyarakat dan berbagai langkah yang
tujuan utamanya adalah untuk mempromosikan, memperbaiki dan menjaga kesehatan.
Secara garis besar menurut WHO, sistem kesehatan terdiri dari berbagai subsistem yaitu
pelayanan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, informasi kesehatan, ObatObatan dan Teknologi, Finansial, kepemimpinan dan tata kelola serta masyarakat
sebagai kekuatan pendorong sistem kesehatan tersebut. berikut ini merupakan kerangka
sistem kesehatan menurut WHO:5
Services Delivery
Health Workforce
Acces Coverage
Improved Health
Health Information
Responsiveness
Medical Technologies
Financial
Quality Safety
Improved Efficiency
Leadership/Governance
b.
c.
d.
e.
3. Level Micro
a. Mneyediakan pelayanan kesehatan dan program promosi
b. Mengembangkan form baru tentang interaksi provider-pasien
c. Mengembangkan koordinasi yang lebih luas antara agen sistem kesehatan dan
penduduk
d. Melakukan pengambilan keputusan dan kepemimpinan terhadap seluruh
komponen sistem kesehatan
Sistem kesehatan mencakup tidak hanya berbagai macam komponen sistem kesehatan
tetapi juga interaksi antar komponen dan antara individu yang terlibat dalam sistem.6
Sebuah sistem kesehatan berfungsi dengan baik jika dapat merespon dengan seimbang
kebutuhan dan harapan masyarakat dengan cara 7:
1.
2.
3.
4.
5.
menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Adanya perubahan
lingkungan strategis seperti diberlakukannya undang-undang nomor 32 tahun 2004
B. Pendelegasian Kewenangan
Pendelegasian kewenangan dilakukan karena manajer tidak akan mampu
menyelesaikan pekerjaan seorang diri.9 Secara prinsip kewenangan terdiri dari 3
komponen dasar yaitu: authority, responbility, accountability. Jika dilihat dari
tingkatannya kewenangan di bedakan menjadi 3 yaitu kewenangan lini, staf dan
fungsional. Tidak adanya pelimpahan kewenangan kepada bawahan disebut sentralisasi.
Sentralisasi adalah merujuk kepada cara pengorganisasian dimana keseluruhan tugas,
tanggung jawab, dan perintah dipusatkan dari hirarki yang paling tinggi untuk kemudian
hirarki yang dibawahnya menerjemahkan dalam bentuk tindak lanjut dari apa yang telah
diputuskan dari hirarki yang tertinggi. Berikut ini adalah jenis-jenis desentralisasi:10
1. Dekonsentrasi : Penyerahan sejumlah kewenangan dan tanggungjawab admninistrasi
kepada pemerintah lebih rendah. Dekonsentrasi melahirkan local state government
atau field administration
2. Devolusi : Penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada tingkat
pemerintahan lokal yang otonom.Terbentuk lokal self government (kewenangan
untuk mengatur (policy making) dan kewengan untuk mengurus (policy
implementing)
3. Tugas pembantuan : Kewenangan untuk mengatur (policy making) masih milik
pemerintah daerah sedangkan kewengan untuk mengurus (policy implementing)
diberikan pada daerah.
Kendala dalam Pelimpahan Wewenang
a. Kapasitas Staf yang terbatas
b. Kurang bertanggung jawabnya atasan akibat pelimpahan wewenang
Kunci Pelimpahan Wewenang agar Efektif
a. Kepercayaan atasan pada bawahan
pemerintah pusat kepada daerah. Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang
berkaitan dengan desentralisasi kesehatan di Indonesia.
Tabel 1. Peta Analisis Hasil Kajian Sebelumnya Mengenai Pelaksanaan Desentralisasi di
Indonesia
No
Penulis (tahun) dan Judul
Ruang lingkup
Hasil Ilmiah
penelitian
A. Laporan sebelum desentralisasi
dan Periode 2001-2006/2007
Laporan Riskesdas (1997)13
Tempat para ibu a. Regional jawa bali :
1
Di rumah responden
memperoleh
(65,8%), bidan (9,7%),
pelayanan kebidanan
Puskesmas (2,5%)
(melahirkan)
rumah sakit (5,8%),
lainnya (
b. Di Luar jawa-bali I
Di rumah responden
(69,4%), bidan (3,5%),
Puskesmas (2,4%)
rumah sakit (6,3%),
lainnya (
c. Di Luar Jawa-Bali II
Di rumah responden
(75,8%), bidan (1,1%),
Puskesmas (1,6%)
rumah sakit (8%),
lainnya (
Membandingkan
pelayanan antenatal
care sebelum dan
sesudah
desentralisasi di 2
Provinsi yaitu Jawa
Tengah dan Jawa
Timur
(10
kabupaten).
Penelitian
ini
dilakukan pada tahun
2006
Menganalisis
ketersediaan
sumberdaya manusia
kesehatan
di
15
Kabupaten (di jawa
barat, jawa tengah,
dan jawa timur,
status
pekerjaan,
tempat bekerja serta
dampak
Bangsawan,M(2001).
Faktor-faktor yang berhubungan
dengan keaktifan kader Posyandu di
Kecamatan Teluk Betung Barat Kota
Bandar Lampung.Tesis. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. 16
6.
Laporan Riskesdas(2007)18
desentralisasi
terhadap manajemen
sumber
daya
manusia.
Menganalisis
keaktifan
kader
dalam
kegiatan
posyandu dan faktorfaktor
yang
mempengaruhinya.
Banyak
provider
dengan status kontrak.
Menganalisis
keaktifan
kader
posyandu dan faktorfaktor
yang
berhubungan dengan
keberlangsungan
kader posyandu
Tenaga
penolong a. NTT, Maluku,
Maluku Utara, Papua
persalinan,
Barat, Papua
pemanfaatan
mayoritas di tolong
posyandu,
Bidan
dukun, bidan
Desa
b. Pemanfaatan
posyandu :
Secara nasional
27,3%
memanfaatkan, 72,
8% tidak
memanfaatkan)
alasan tidak
memanfaatkan adalah
layanan tidak lengkap
(49,6%), tidak ada
posyandu (24,3%)
dan 26,1 % letaknya
jauh
c. Pemanfaatan Bidan
Desa : 21,9%
memanfaatkan,
78,1% tidak
memanfaatkan
Laporan Riskesdas(2010)19
Profil
Kesehatan
20
(2011).
Indonesia 1. Kunjungan
ibu
hamil (k1 dan k4)
serta
tenaga
penolong
persalinan.
2. Jumlah
tenaga
kesehatan
3. IPM
kehamilan sebesar
83,8%
(kisaran
44,1- 98,4). Namun
jika
dilihat
berdasarkan
provinsi
yang
cakupan
pemeriksaan
kehamilan
dilakukan
oleh
tenaga
kesehatan
masih
rendah
adalah Gorontalo
(44,1%),
Maluku
Utara (54%) dan
Sulawesi Tenggara
(56,4%)
b. Imunisasi
TT:
66,2%, BB: 89,6%,
TB:48,5%,
TD:88,4%, Tablet
Fe:86,1%,
Tingg
Fundus
uteri;
28,6%, 5T:19,9%
dan
Pemeriksaan
darah: 85,9%
a. K1 : 95,71%,
K4 : 88, 27%
b. Persalinan
di
tolong
oleh
nakes : 86,38%
c. SDM kesehatan
Dokter spesialis :
16.836
Dokter
umum:
32.492
Perawat : 220.575
Bidan ; 124.164
SKM: 45.490
Perkelompok :
Medis : 59.492
Keperawatan
234.176
Bidan : 124.162
Kesmas: 61.654
10
Laporan
pencapaian
pembangunan
millennium
Indonesia 2010. Bappenas.21
MDGs 4 dan 5
124
MDGs 4 :
Angka kematian balita
telah menurun dari 97
per 1.000 kelahiran
pada tahun 1991
menjadi 44 per 1.000
kelahiran pada tahun
2007 dan diperkirakan
target 32 per 1.000
kelahiran
pada tahun 2015 dapat
tercapai
MDgs 5
Angka kematian ibu
menurun dari 390 pada
tahun 1991 menjadi
228 per 100.000
kelahiran hidup pada
tahun 2007. Diperlukan
upaya keras untuk
mencapai target pada
tahun
2015 sebesar 102 per
100.000
kelahiran
hidup
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Permasalahan Yang Berkaitan Dengan Desentralisasi Kesehatan Di Indonesia
Sejak diberlakukannya desentralisasi kesehatan, terdapat beberapa permasalahan
yang muncul yaitu salah satunya berkaitan dengan penyediaan sumber daya manusia
kesehatan yaitu:3
a. Pemerintah daerah cenderung lebih mengutamakan upaya kuratif daripada preventif.
Hal ini di tandai dengan kecenderungan pemerintah daerah membangun atau
memperbaiki infrastruktur rumah sakit daripada infrastruktur kesehatan masyarakat.
Sebagai dampaknya pemerintah daerah lebih prihatin terhadap kekurangan tenaga
medis (dokter/dokter spesialis) daripada tenaga kesehatan masyarakat. Bahkan
pemerintah daerah rela membayar mahal kontrak pendidikan dokter spesialis dengan
perguruan tinggi untuk memastikan bahwa persediaan tenaga medis di daerah tersebut
aman di masa depan. Hambatan lainnya adalah adanya persepsi yang berkembang di
11
PEMBAHASAN
Desentralisasi kesehatan jika dikaji berdasarkan teori merupakan bentuk
manajemen perubahan pemerintah Indonesia yang sebelumnya menganut sistem
sentralisasi menjadi desentralisasi dengan tujuan utama percepatan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Setiap perubahan selalu diawali dengan kekuatan perubahan.
Di Indonesia kekuatan perubahan terutama berasal dari lingkungan eksternal yaitu adanya
perubahan
lingkungan
strategis
(tuntutan
pencapaian
MDGs,
perubahan
tata
12
Changing:
Agen perubahan adalah Pemerintah Daerah (Provinsi dan
Kabupaten)
Refreezing:
Sistem baru : Desentralisasi Kesehatan
Dampak Perubahan:
Dampak Perubahan :
13
232/U/2000 23dan No. 045/U/2002 24serta akreditasi perguruan tinggi oleh BAN Perguruan
Tinggi.
Penyebab lainnya munculnya permasalahan pelaksanaan desentralisasi di
daerah adalah perimbangan keuangan pusat dan daaerah terutama sistem tax assignment 25
yaitu masih didominasi pemerintah pusat. Berdasarkan UU No 33 tahun 2004 bahwa dana
bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil dari sumber daya
alam adalah kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas bumi dan pertambangan gas bumi. Sistem bagi hasil yang sangat
mencolok untuk dikaji adalah sistem bagi hasil pertambangan minyak bumi (84,5% untuk
pemerintah dan 15,5% untuk daerah), gas bumi (69,5% untuk pemerintah, 30,5% untuk
daerah). Dari 15, 5% pendapatan daerah yang berasal dari minyak bumi masih di bagi lagi
yaitu 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 6% (enam persen)
dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan 6% (enam persen) dibagikan untuk
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Sedangkan untuk gas bumi,
dari penerimaan 30,5% untuk daerah diperinci lagi menjadi 6% (tiga persen) dibagikan
untuk provinsi yang bersangkutan, 12% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota
penghasil; dan 12% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yang bersangkutan.
B. DAYA
UNGKIT
DESENTRALISASI
KESEHATAN
TERHADAP
14
Belum
informasi
ada a. Perbandinga
n
jumlah
SDM
kesehatan
dengan
populasi
penduduk
masih
rendah yaitu
tidak
mencapai
2,5/1000
penduduk
(SDM
kurang)
b. Banyaknya
tenaga
kontrak
Dokter
spesialis
:
16.836
Dokter
umum:
32.492
Perawat :
220.575
Bidan
;
124.164
SKM:
45.490
Perkelompok :
Medis
:
59.492
Keperawata
n : 234.176
Bidan
:
SDM
Kesehatan
sudah cukup
banyak
tetapi
orientasi
perencanaan
SDM
cenderung
pada upaya
kuratif
(ada
perubahan
dalam hal
kuantitas
tetapi
orientasi
perencanaan
15
Pemberdayaan
Masyarakat
Belum
informasi
ada
Keaktifan
kader
posyandu
rendah
124.162
Kesmas:
61.654
Keaktifan
kader
posyandu
rendah
kurang
tepat)
Tidak ada
perubahan
PEMBAHASAN
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa untuk upaya kesehatan
khususnya antenatal care terjadi pergeseran tenaga penolong persalinan. Pada era sebelum
desentralisasi, yang menjadi tenaga penolong persalinan yang utama di Indonesia adalah
dukun. Seiring dengan perubahan zaman (modernisasi) keberadaan dukun semakin sedikit,
hal ini berpengaruh terhadap pola pencarian pelayanan kesehatan oleh masyarakat.
Disamping itu dengan semakin gencarnya upaya promosi kesehatan melalui media, sedikit
banyak berpengaruh juga terhadap pola pencarian kesehatan masyarakat dalam melakukan
persalinan. Berdasarkan data Bappenas (2010), saat ini Indoensia berhasil menurunkan
angka kematian ibu dari dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2007 (SDKI) sedangkan target Indonesia adalah 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015. Demikian juga pertolongan persalinan di fasilitas
kesehatan terus meningkat secara bertahap. Pada tahun 2007, pertolongan persalinan di
fasilitas kesehatan mencapai 46,1 persen dari total persalinan pada tahun 2007. Angka
tersebut meningkat menjadi 59,4 persen pada tahun 2010.21Meskipun secara umum
Indonesia berhasil menurunkan angka kematian ibu, permaslahan yang masih terus
dihadapi Indoensia adalah disparitas yang tinggi antar daerah. Kenyataan ini menimbulkan
kesenjangan pencapaian pembangunan kesehatan di Indonesia. Jika di bandingkan dengan
angka kematian di Negara tetangga lainya seperti Malaysia dan singapura, jauh tertinggal
yaitu 62 per 100.000 kelahiran hidup di Malaysia dan 14 per 100.000 kelahiran hidup di
singapura tahun 2008.
Dari aspek sumber daya manusia juga mengalami perubahan permasalahan. Pada
era 1997 permasalahan sumber daya manusia kesehatan di Indonesia adalah kurangnya
sumber daya manusia kesehatan. Sedangkan pada era desentralisasi tepatnya tahun
2010/2011 permasalahannya adalah pendistribusian, kualitas dan tidak berimbangnya
jumlah sumber daya manusia dari kelompok medis/paramedic dengan kesehatan
masyarakat. Hal ini berakibat terhadap kurang maksimalnya pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan kesehatan masyarakat.20
16
Upaya yang harus dilakukan adalah penguatan sistem kesehatan. Penguatan sistem
kesehatan seperti sistem informasi kesehatan perlu dilakukan. Melalui data dan informasi
yang akurat maka dapat dilakukan perencanaan yang lebih tepat. Di samping itu melalui
data yang akurat dapat dilakukan monitoring dan evaluasi. Desentralisasi juga dianggap
sebagai strategi jitu untuk meningkatkan status kesehatan suatu Negara. Berdasarkan studi
kasus di Liberia, hambatan utama desentralisasi adalah keterbatasan sumberdaya dan
kemampuan untuk mengelola. Jika dibandingkan dengan Amerika serikat khususnya
pelayanan kesehatan masyarakat yaitu salah satunya dari segi pendanaan, infrastruktur.
Sumber pendanaan untuk pelayanan kesehatan masyarakat tidak hanya dari pemerintah
saja namun dari beberapa sumber lain yaitu federal, state, and local governments,
foundations, insurance payments, and patient and regulatory fees. 26
KESIMPULAN
Dalam upaya pelaksanaan desentralisasi kesehatan di Indonesia terdapat banyak hambatan
baik level individu maupun organisasi (pemerintah daerah) sehingga menyebabkan
disparitas yang tinggi antar daerah dalam upaya pembangunan kesehatan. Terdapat
beberapa perubahan terkait pembangunan kesehatan setelah era desentralisasi yaitu 1)
upaya kesehatan khususnya cakupan pertolongan persalinan dan tenaga penolong
persalinan. 2) ada perubahan jumlah kuantitas sumber daya manusia kesehatan namun
perbandingan antara jumlah tenaga medis, perawatan dan kesehatan masyarakat masih
masih seimbang (seharusnya lebih banyak tenaga kesehatan masyarakat) 3) Kurangnya
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan baik sebelum maupun sesudah
desentralisasi.
SARAN
1. Sebaiknya pemerintah daerah lebih memprioritaskan upaya kesehatan masyarakat
untuk lebih mendorong percepatan pengunan kesehatan di daerah
2. Sebaiknya pemerintah daerah menerapkan human resources management dalam
mengelola sumber daya manusia kesehatan di daerah
3. Adanya capacity building baik pada personel maupun kader untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia yang ada
4. Pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah termasuk
perimbangan keuangan antar pusat dan daerah.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. UU No 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah
2. Haris, Syamsudin (2007). Desentralisasi dan Otonomi Daerah.LIPI Press.Jakarta
3. Thabrany (2006). Human Resources in Decentralized Health Systemsin Indonesia:
Challenges for Equity. Regional Health Forum Volume 10, Number 1, 2006
4. Depkes RI(2010). Riset Kebijakan Dasar Puskesmas.Jakarta
5. WHO (2009).Systems Thinking For Health Systems Strengthening. Geneva. Switzerland.
6. Gilson, L( 2012).Health policy and systems research: a methodology reader.Publised by
World Health Organization.ISBN 978 92 4 150313 6
7. WHO (2010). Key components of a well functioning health system. Geneva. Switzerland
8. Depkes RI (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
9. Koontz (1984). Management. Prentice Hall.
10. Yuliani (2005). Decentralization, deconcentration and devolution: what do they mean.The
Interlaken Workshop on Decentralization, Switzerland.
11. Linda K Stroh (2002). Organizational Behavior : A Management Challenge. Third
Edition Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. London
12. Stephen P. Robbins (2002). Essentials of Organizational Behaviour. Seventh Edition.
Prentice Hall.
13. Depkes RI(1997). Riset Kesehatan Dasar.Jakarta
14. Heywood, P & Choi (2010).Health system performance at the district level in Indonesia
after decentralization. BMC International Health and Human Rights 2010,
http://www.biomedcentral.com/1472-698X/10/3
15. Heywood, P& Harahap, NP (2009). Human resources for health at the district level in
Indonesia: the smoke and mirrors of decentralization . Human Resources for Health
2009, http://www.human-resources-health.com/content/7/1/6
16. Bangsawan,M(2001). Faktor-faktor yang berhubungan dengan keaktifan kader Posyandu
di Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung.Tesis. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
17. Mastuti (2003).Studi Uji Hubungan Beberapa Faktor Kader Yang Berhubungan Dengan
Kelangsungan Kader Posyandu Di Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Bulan Maret 2003. Undergraduate thesis, Diponegoro
University.
18. Depkes RI (2007). Riset Kesehatan Dasar.Jakarta
18