Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era kemajuan Kemajuan Teknologi di zaman sekarang ini
menuntut masyarakat untuk cenderung dinamis dan menyesuaikan diri
dengan suatu perubahan tatanan kehidupan social kemasyarakatan
yang cepat, yang akan berpengaruh pada perubahan karakteristik
lingkungan kerja. Organisasi sebagai suatu bentuk kehidupan dalam
masyarakat juga mengalami perubahan. Organisasi yang awalnya
bersifat kaku dengan paradigma manajemen tradisional, dituntut harus
siap melakukan perubahan menuju ke manajemen baru yang dicirikan
oleh adanya visi, pelatihan dan pengembangan karyawan dalam rangka
pemberdayaan karyawan dan tim kerja. Kini organisasi yang statis
berubah menjadi organisasi dinamis. Organisasi yang mempunyai sikap
dinamis artinya organisasi itu selalu menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi.
Organisasi pada dasarnya seperti mahluk hidup, kelangsungan
hidupnya sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk beradaptasi
dengan lingkungan. Perubahan lingkungan strategik organisasi yang
sangat cepat dalam berbagai dimensi, seperti teknologi, sosial,
ekonomi, perundangan, globalisasi, dll. menuntut organisasi untuk
mampu beradaptasi pada perubahan itu. Apabila organisasi terlambat
untuk berubah maka sangat besar kemungkinan organisasi akan
mundur kinerjanya bahkan, dapat Punah. Oleh karena itu suatu hal
yang harus dilakukan oleh organisasi untuk tetap bertahan dan
berkembang adalah organisasi senantiasa mempelajari perubahan
lingkungan strategic dan segera beradaptasi pada perubahan itu.
Dalam dinamika organisasi tersebut muncul istilah Organisasi
Pembelajaran/Belajar dan Pembelajaran Organisasi.
2

Learning organization (LO) atau organisasi pembelajar adalah


organisasi yang memberikan kesempatan dan mendorong setiap
individu yang ada dalam organisasi tersebut untuk terus belajar dan
memperluas kapasitas dirinya. Dia merupakan organisasi yang siap
menghadapi perubahan dengan mengelola perubahan itu sendiri
(managing change). Untuk memulai mentransformasikan organisasi di
mana kita berada sekarang, terlebih dulu, mari kita cermati komponen-
komponen penting yang harus ada dalam organisasi pembelajar, (1).
Learning (Belajar), (2). Organization (Organisasi), (3). People (Orang),
(4). Knowlegde (Pengetahuan), (5). Technology (Teknologi). Secara
kasat mata, kelima komponen diatas ada dalam organisasi manapun,
baik organisasi konvensional maupun organisasi modern yang sudah
menerapkan prinsip-prinsip pengembangan organisasi.

Peter Senge (1990 : 3) dalam bukunya yang berjudul The Fifth


Discipline mendefinisikan learning organization sebagai organisasi
dimana orang-orang di dalamnya meng-expand kapasitas yang
dimilikinya. Orang-orang tersebut dibina dan dikembangkan sehingga
mereka bebas memberikan aspirasi kepada perusahaan. Dalam
learning organization, terjadinya proses pembelajaran sangat
tergantung pada individu-individu yang berada dalam organisasi,
karena mereka adalah pelaku pembelajaran organisasi. Seperti yang
dikatakan Senge (1990:7) “organization learn only though individuals
who learn” bahwa organisasi yang belajar hanyalah melalui individu-
individu yang belajar. Memang pembelajaran yang dilakukan individu
tidak menjamin terjadinya pembelajaran organisasi, tetapi tanpa
pembelajaran individu tidak akan terjadi pembelajaran organisasi
Puskesmas pun sebagai salah satu organisasi yang konsen
pada pelayanan kesehatan masyarakat di tingkat dasar tidak luput
untuk melakukan Learning Organization dalam menanggapi perubahan
lingkungan yang ada. Puskesmas dalam menjalankan fungsinya
3

diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang


diindikasikan dengan adanya kepuasan masyarakat pengguna layanan
terhadap pelayanan yang diberikan oleh puskesmas. Maka dalam hal
ini sebuah puskesmas harus peka terhadap aspek kebutuhan
masyarakat akan layanan yang diberikan sehingga tidak boleh bersifat
statis dan terus melakukan terobosan atau inovasi guna memberikan
pelayanan yang optimal ke masyarakat. Mengingat bahwa puuskesmas
adalah organisasi layanan public maka pembelajaran yang paling arif
bagi organisasi ini adalah dengan mengikuti perubahan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat sebagai pengguna layanannya. Puskesmas Mare
sebagai salah satu puskesmas di Kabupaten Bone yang memberikan
pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya mestinya telah
dan akan terus melakukan Learning Organization. Untuk itu dalam
makalah ini penulis ingin melihat bagaimana penerapan learning
organization pada Puskesmas Mare.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Rumah Sakit Sinjai melakukan perubahan dalam
pelayanan dengan pendekatan Learning Organization ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui strategi perubahan pada Rumah Sakit Sinjai
dengan pendekatan Learning Organization.
4

BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Learning Organization
1. Pengertian Learning Organization
Pada organisasi modern, memiliki karakteristik yang terbuka
terhadap lingkungan sekitarnya baik yang bersifat internal maupun
yang bersifat eksternal, oleh karenanya setiap organisasi modern
secara terus menerus berinteraksi dengan dan dipengaruhi oleh
lingkungannya. Oleh karena organisasi adalah sistem yang terbuka,
maka bisa dikatakan bahwa faktor lingkungan sangatlah
mempengaruhinya (Certo, Samuel C., Peter, J. Paul, 1991:36)
Pandangan mengenai learning organization tersebut sudah
banyak dikembangkan dan diterapkan sebagai salah satu strategi
sebuah organisasi atau perusahaan dalam menghadapi perubahan
dan persaingan bisnis secara global. Pengertian-pengertian tersebut
disampaikan oleh beberapa ahli: Menurut Peter Senge
(1990) Organisasi belajar adalah organisasi dimana orang-orang
secara terus menerus memperbesar kapasitasnya untuk
menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola
berpikir yang ekspansif dan baru terpelihara dengan baik, dimana
aspirasi kolektif terwadahi, dan dimana orang terus menerus belajar
melihat keseluruhan secara bersama-sama. Dasar pemikiran
organisasi semacam itu adalah dalam situasi perubahan yang sangat
cepat hanya organisasi yang fleksibel, adaptif, dan produktif yang
akan unggul. Agar ini terjadi, organisasi perlu menemukan
bagaimana memberi jalan kepada munculnya komitmen dan
kapasitas orang untuk bisa belajar disemua level. Bagi sebuah
oraganisasi belajar, “belajar adaptasi” harus digabungkan dengan
“belajar memproduksi”, pembelajaran yang bisa memperbaiki
kapasitas kita dalam mencipta.
5

Peter Senge mendefinisikan learning organization, sebagai


suatu organisasi yang secara terus menerus mengembangkan
kemampuannya untuk menciptakan masa depannya. Batasan
learning organization yang dikemukakan oleh Senge sangat jelas
menyatakan bahwa organisasi perlu secara terus menerus
menempatkan dirinya dalam perubahan. Dengan demikian seluruh
sistem organisasi selalu ditempatkan dalam posisi yang berubah.
Perubahan organisasi itu dituntun oleh kondisi masa depan yang
diidamkan. Oleh karena itu, organisasi tidak hanya dituntut untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan tetapi juga dituntut mampu
menciptakan pengetahuan baru untuk masa depan.
Untuk menjadi sebuah organisasi pembelajar, setiap
organisasi harus mampu mendorong timbulnya suatu kondisi
prasyarat yang oleh Peter Senge disebut sebagai lima hal inti dalam
pembentukan organisasi pembelajar atau disebut disiplin learning
organization. Kelima hal tersebut adalah:
Keahlian Pribadi (Personal Mastery)
Secara etimologi, Mastery berasal dari bahasa inggris dan
latin yang berarti penguasaan atau keahlian dominasi terhadap
sesuatu. Sedangkan dari bahasa Perancis, berasal dari kata
Maitre yang berarti seseorang mempunyai keahlian khusus, cakap,
dan ahli dalam sesuatu.
Menurut Peter Senge, Personal Mastery atau penguasaan
diri adalah sebuah disiplin yang terus menerus, memperjelas dan
memperdalam penglihatan personal kita, memfokuskan energi
kita, menyampaikan kesabaran dan melihat objek secara realistis.
Organisasi pembelajar hanya terjadi melalui individu yang
belajar. Pembelajaran individu tidak menjamin pembelajaran
organisasi. Tapi tanpa itu tidak terjadi pembelajaran organisasi.
Keahlian pribadi adalah disiplin terus memperjelas dan
memperdalam visi pribadi kita, memfokuskan energi kita,
6

mengembangkan kesabaran, dan melihat realitas obyektif.


Melampaui kompetensi dan keterampilan, meskipun melibatkan
mereka. Melampaui pembukaan rohani, meskipun melibatkan
pertumbuhan rohani. Penguasaan dipandang sebagai jenis khusus
dari kemahiran. Ini bukan tentang dominasi, melainkan sebuah
keterpanggilan. Visi adalah panggilan bukan hanya sekedar ide
yang baik.
Keahlian pribadi adalah suatu kecenderungan seseorang
untuk bersikap dan memperluas kemampuannya secara terus
menerus, guna menciptakan hasil-hasil yang benar-benar mereka
cari di dalam hidupnya. Hal ini menunjukkan adanya tingkat
keahlian/penguasaan seorang individu di bidang profesinya yang
berguna untuk menyelesaikan tugasnya secara baik untuk jangka
waktu yang panjang. Disiplin keahlian pribadi dapat ditanamkan
dalam iklim organisasi yang secara terus menerus memperkuat
ide bahwa pertumbuhan pribadi benar-benar dihargai di dalam
organisasi. Esensi dari keahlian pribadi mencakup keberadaan
(being), kemampuan menghasilkan (generativeness) dan
keterkaitan (connectedness), yakni adanya keyakinan dan
pengakuan, bahwa setiap kehadiran individu akan memberikan
kontribusi pada organisasi sesuai dengan keahliannya yang dapat
dipadukan melalui keterkaitan dengan individu lainnya dalam
organisasi.
Orang dengan keahlian pribadi tingkat tinggi hidup dalam
modus belajar terus menerus. Kadang-kadang, bahasa seperti
keahlian pribadi ‘istilah menciptakan rasa menyesatkan terhadap
kepastian. Tapi keahlian pribadi bukanlah sesuatu yang Anda
miliki. Ini adalah sebuah proses. Ini adalah disiplin seumur hidup.
Orang dengan keahlian pribadi tingkat tinggi sangat sadar akan
kebodohan mereka, ketidakmampuan mereka, daerah
pertumbuhan mereka. Namun mereka sangat percaya diri.
7

Salah satu aspek yang paling memikat dari keahlian


pribadi adalah perubahan yang dihasilkannya dalam suatu
rancangan organisasi. Ketika organisasi-organisasi menguasai
keahlian pribadi, mereka didorong untuk memikirkan kembali
investasi mereka dalam pengambangkan kemampuan karyawan.
Ini tidak hanya melibatkan suatu investasi dalam bentuk uang.
Untuk mendorong keahlian pribadi, suatu organisasi harus
menginvestasikan kepintaran, waktu, dan perhatian, dengan
menggunakan masalah untuk mendesain unsur-unsur baru dari
infrastruktur.

Adapun manfaat atau keuntungan bagi seseorang yang


mempunyai tingkat penguasaan diri tinggi adalah:
 Kemampuan mengambil tanggung jawab.
 Kejelasan dan profesionalisme visi.
 Kohesive dan Team Work yang berlaku.
 Penurunan jumlah karyawan yang absen melalui
peningkatan kesejahteraan karyawan.
 Mampu mengendalikan stress dan bersikap positif.
 Menciptakan petumbuhan organisasi yang tetap dan
berjangka panjang.
 Pemenuhan tanggung jawab sosial.
 Kepemimpinan kreatif yang kuat.
 Meningkatkan kecerdasan emosi.
Dengan demikian terlihat jelas bahwa Personal Mastery tidak
saja baik bagi diri sendiri namun juga mempengaruhi lingkungan
kerja, lingkungan tempat tinggal dengan cara yang positif.
Menurut Marty Jacobs (2007), seseorang yang memiliki
Personal Mastery yang tinggi akan memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Mempunyai sense khusus mengenai tujuan hidupnya.
8

b. Mampu menilai realitas yang ada sekarang secara akurat.


c. Terampil dalam mengelola tegangan kreatif untuk
memotivasi diri dalam mencapai kemajuan kedepannya.
d. Melihat perubahan sebagai suatu peluang.
e. Memiliki rasa keingintahuan yang besar.
f. Menempatkan prioritas yang tinggi terhadap hubungan
personal tanpa menunjukkan rasa egois atau
individualismenya.
g. Pemikir sistemik, dimana seseorang melihat dirinya sebagai
salah satu bagian dari sistem yang lebih besar.
Model Mental (Mental Model)
Model mental (Mental Model) adalah suatu prinsip yang
mendasar dari organisasi pembelajar. Model mental terkait
dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang
mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas
dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan
peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk
melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah
yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan
sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut
dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Dalam pembahasan
terdahulu model mental ini kemudian menghasilan cara berfikir
atau mindset.
Ini adalah ‘asumsi yang tertanam, generalisasi, atau
bahkan gambar dan gambar yang mempengaruhi bagaimana kita
memahami dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan. Kita
sering tidak menyadari dampak dari asumsi dll seperti pada
perilaku kita – dan, dengan demikian, bagian mendasar dari tugas
kita adalah untuk mengembangkan kemampuan untuk
mencerminkan tindakan. Disiplin model mental dimulai dengan
memutar cermin diri; belajar untuk menggali gambar internal kita
9

dari dunia, untuk membawa mereka ke permukaan dan menahan


mereka secara ketat untuk pemeriksaan. Hal ini juga termasuk
kemampuan untuk melakukan ‘learningful’, di mana orang
mengungkapkan pemikiran mereka sendiri secara efektif dan
membuat berpikir terbuka terhadap pengaruh orang lain.

Model mental merupakan asumsi yang mendalam baik


berupa generalisasi ataupun pandangan manusia untuk
memahami dunia dan mengambil keputusan. Pemahamam
mengenai model mental berkaitan dengan keterampilan dari
refleksi dan keterampilan mempertanyakan. Keterampilan dari
refleksi dimulai dengan suatu lompatan abstraksi dimana pikiran
kita secara harfiah bergerak cepat dan melompat untuk segera
menggeneralisasi fakta-fakta yang sebenarnya spesifik, sehingga
kita tidak pernah berpikir untuk mengujinya. Hal inilah yang
seringkali memperlambat proses belajar kita (Senge, 1990:191-
193).
Perpaduan berpikir sistem dengan model mental dapat
membuat perubahan dari mental yang selalu berdasarkan
kejadian menjadi model mental yang melihat jangka panjang dan
struktur pola tersebut. Oleh karena itu, unsur pokok model mental
adalah tercapainya keterbukaan yang akan mempermudah proses
pengambilan keputusan melalui diskusi yang optimal dan
hilangnya mental block yang menghambat dalam organisasi.
Jika organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas
untuk bekerja dengan model mental maka akan diperlukan bagi
orang untuk belajar keterampilan baru dan mengembangkan
orientasi baru, dan untuk mereka untuk menjadi perubahan
institusional yang mendorong perubahan tersebut. ‘Mental model
yang sudah berdiri kuat menggagalkan perubahan yang dapat
berasal dari sistem pemikiran.
10

Penjabaran Visi Bersama (Shared Vision)


Visi bersama (Shared Vision) adalah suatu gambaran
umum dari organisasi dan tindakan (kegiatan) organisasi yang
mengikat orang-orang secara bersama-sama dari keseluruhan
identifikasi dan perasaan yang dituju. Dengan visi bersama,
organisasi dapat membangun komitmen yang tinggi dalam
organisasi. Selain itu organisasi dapat pula menciptakan
gambaran-gambaran atau mimpi-mimpi bersama tentang masa
depan yang ingin dicapai, serta prinsip-prinsip dan praktek-praktek
penuntun yang akan digunakan dalam mencapai masa depan
tersebut.
Organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar
belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya,
maka akan sangat sulit bagi organsasi untuk bekerja secara
terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan
latar belakang, organisasi juga memiliki berbagai unit yang
pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya.
Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan
aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama
diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua
unit yang ada dalam organisasi.
Visi itu memiliki kekuatan untuk meningkatkan iman – dan
untuk mendorong eksperimentasi dan inovasi. Senge
berpendapat bahwa itu juga dapat menumbuhkan kukuatan
jangka panjang, yang merupakan dasar dari ‘disiplin kelima dalam
bukunya. Praktek visi bersama melibatkan keterampilan menggali
bersama ‘gambar masa depan’ bahwa komitmen adalah motiv
dasar manusia bukan hanya karena kepatuhan seseorang.
Visi menyebar karena ada proses penguatan. Ada
peningkatan kejelasan, antusiasme dan komitmen yang menular
11

pada orang lain dalam organisasi. ‘Sebagaimana orang berbicara,


visi tumbuh lebih jelas. Karena mendapat lebih jelas, antusiasme
untuk manfaatnya tumbuh. Ada ‘batas-batas pertumbuhan’ dalam
hal ini, tetapi mengembangkan jenis-jenis model mental yang
diuraikan di atas dapat secara signifikan memperbaiki masalah.
Dimana organisasi dapat melampaui cara pikir linier dan
memahami sistem pemikiran yang luas maka ada kemungkinan
membawa visi ke sebuah hasil.

Membangun visi bersama, terkadang tidak menyelesaikan


banyak masalah itu sendiri; melainkan menciptakan suatu
lingkungan di mana orang-orang yakin bahwa mereka merupakan
bagian dari suatu komunitas umum. Saat ini banyak pemimpin
yang berusaha untuk mencapai komitmen dan fokus yang muncul
bersama visi yang dibagikan secara tulus. Sayangnya masih
banyak yang beranggapan bahwa sebuah visi merupakan tugas
pemimpin tertiggi.

Suatu strategi yang sukses untuk membangun sebuah visi


bersama akan dibangun berdasarkan beberapa prinsip utama:

 setiap organisasi mempunyai suatu nasib, tujuan


mendalam yang mengekspresikan alasan eksistensi
organisasi.
 Petunjuk-petunjuk untuk memahami tujuan yang lebih
dalam dari suatu organisasi sering kali bisa ditemukan
dalam aspirasi-aspirasi para pedirinya dan dalam
alasan-alasan mengapa organisasinya muncul.
 Tidak semua visi itu sama.
 Mempunyai pemahaman bersama tentang tujuan
yang mendasarinya. Untuk menjadi lebih sadar akan
tujuan organisasi, bertanyalah kepada anggota
12

organisasi dan belajarlah untuk mendengarkan


jawabannya.
 Inti dari pembangunan visi bersama adalah tugas
mendesain dan mengembangkan proses-proses yang
berkelanjutan.
 Mempunyai gambaran yang jelas tentang visi yang
sejajar dengan kondisi saat ini.

Pembelajaran Tim (Team Learning)


Belajar Tim (Team Learning) adalah suatu keahlian
percakapan dan keahlian berpikir kolektif dalam organisasi.
Kemampuan organisasi untuk membuat individu-individu cakap
dalam percakapan dan cakap dalam berfikir kolektif tersebut akan
dapat meningkatkan kecerdasan dan kemampuan organisasi.
Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kecerdasan organisasi
jauh lebih besar dari jumlah kecerdasan-kecerdasan individunya.
Untuk mencapai kondisi tersebut dibutuhkan individu-individu
dalam organisasi yang memiliki emotional intelligence yang tinggi.
Pembelajaran dapat dianggap sebagai ‘proses
menyelaraskan dan mengembangkan kapasitas tim untuk
menciptakan hasil yang anggotanya sungguh-sungguh
menginginkannya. Ini didasarkan pada penguasaan pribadi dan
visi bersama – tetapi ini tidak cukup. Orang harus mampu untuk
bertindak bersama-sama. Ketika tim belajar bersama, Peter Senge
menunjukkan, tidak hanya akan ada hasil yang baik bagi
organisasi, anggota akan tumbuh lebih cepat dari yang bisa saja
terjadi sebaliknya.
Disiplin belajar tim dimulai dengan ‘dialog’, kapasitas
anggota tim untuk menangguhkan asumsi dan masuk ke dalam
suatu kesatuan berpikir bersama. Bagi orang Yunani dialog artinya
logos yang berarti bebas-mengalir jika makna melalui kelompok,
13

yang memungkinkan kelompok untuk menemukan wawasan dan


tidak dicapai secara individual. Itu juga mencakup belajar
bagaimana mengenali pola-pola interaksi dalam tim yang
melemahkan belajar. Senge berpendapat, ada kemungkinan untuk
menciptakan bahasa yang lebih cocok untuk menangani
kompleksitas, dan berfokus mendalam pada masalah struktural
bukannya dialihkan oleh pertanyaan dari gaya kepribadian dan
kepemimpinan. Memang sepertinya ada penekanan pada dialog
dalam karyanya sehingga hampir bisa diletakkan di samping
sistem berpikir sebagai fitur sentral dari pendekatannya
Kini makin banyak organisasi berbasis team, hal ini terjadi
karena organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya
berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan
kegiatan team ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan
kemampuan berfikir sistemik. Namun demikian tanpa adanya
kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam
suatu team, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat,
dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan
semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar
bersama-sama. Oleh karena itu semangat belajar dalam team,
cerita sukses atau gagal suatu team harus disampaikan pada team
yang lainnya. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi
sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam
menambah modal intelektualnya
Pedler dan Dixon (2001) mendefinisikan organisasi belajar
sebagai organisasi yang memfasilitasikan pembelajaran bagi
anggotanya dan mentransformasikan secara sadar dalam konteks
organisasi, maksud dan tujuannya untuk terus menerus
mentransformasikan organisasi untuk memenuhi
kepuasan stakeholder.
14

Pemikiran Sistem (System Thinking)


Berpikir sistem (Systems Thinking) adalah suatu kerangka
kerja konseptual. Yaitu suatu cara dalam menganalisis dan
berpikir tentang suatu kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip
organisasi pembelajar. Tanpa kemampuan menganalisis dan
mengintegrasikan disiplin-disiplin organisasi pembelajar, tidak
mungkin dapat menerjemahkan disiplin-displin itu kedalam
tindakan (kegiatan) organisasi yang lebih luas. Disiplin ini
membantu kita melihat bagaimana kita mengubah sistem-sistem
secara lebih efektif, dan bertindak lebih selaras dengan proses-
proses yang lebih besar dari alam dan dunia ekonomi. Berpikir
sistem ini pengertiannya hampir sama dengan apa yang
disampaikan oleh Guthrie tentang Melihat organisasi sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing organization as
integrated whole).
Suatu pandangan cemerlang Peter Senge adalah cara
dimana ia menempatkan teori sistem untuk bekerja. Berpikir
sistemik adalah landasan konseptual (The Fifth Discipline) dari
pendekatannya. Ini merupakan disiplin yang mengintegrasikan
orang lain, menggabungkan mereka menjadi suatu tubuh yang
koheren antara teori dan praktek. Kemampuan sistem teori untuk
memahami dan mengatasi keseluruhan, dan untuk memeriksa
keterkaitan antara bagian-bagian yang menyediakan, baik insentif
dan sarana untuk mengintegrasikan disiplin ilmu. Peter Senge
berpendapat bahwa salah satu masalah utama yang banyak yang
ditulis, dan dilakukan atas nama manajemen, adalah bahwa
kerangka kerja yang agak sederhana diterapkan untuk sebuah
sistem yang kompleks. Orang cenderung untuk berfokus pada
bagian parsial daripada melihat keseluruhan, dan gagal untuk
melihat organisasi sebagai proses dinamis. Dengan demikian
15

argumen tidak berjalan, apresiasi yang lebih baik dari sistem akan
tidak mengarah pada tindakan yang lebih tepat.
Peter Senge mendukung penggunaan ‘sistem peta’ –
diagram yang menunjukkan elemen kunci dari sistem dan
bagaimana mereka terhubung. Orang perlu melihat masalah
sistem, dan dibutuhkan kerja untuk memperoleh blok bangunan
dasar dari teori sistem, dan menerapkannya pada organisasi. Di
sisi lain, kegagalan untuk memahami dinamika sistem dapat
membawa organisasi ke dalam ‘siklus menyalahkan dan membela
diri: musuh selalu ada di luar sana, dan masalah selalu
disebabkan oleh orang lain.

Dalam berpikir system, “struktur” adalah pola hubungan


yang saling terkait antar komponen- komponen utama dari system
tersebut. Hal itu mencakup hierarki dan arus proses , namun juga
mencakup sikap dan persepsi, mutu produk, cara- cara dimana
keputusan dibuat, dan ratusan factor lainnya.
16

BAB III
PEMBAHASAN

A. Perubahan pada Aspek Personal Mastery


Mungkin sama dengan kebanyakan organisasi lainnya, tingkatan
dari personal mastery/keahlian pribadi untuk setiap karyawan di
Puskesmas Mare tidaklah sama satu dengan yang lainnya. Sebahagian
karyawan memiliki keahlian pribadi yang cukup bagus sehingga mampu
berkontribusi positif kepada organisasi lebih besar. Namun sebahagian
yang lain masih kurang sehingga relative kesulitan untuk memberikan
kontribusi optimal dibidang tugasnya. Namunpun demikian secara
umum masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran organisasi menyikapi tuntutan perubahan yang dinamis.
Terkait manfaat keahlian pribadi bagi organisasi berikut hal-hal yang
perlu diperhatikan bagi manajemen puskesmas :.
 Kemampuan mengambil tanggung jawab bagi staf yang masih
kurang harus terus dikembangkan dengan memberikan pelatihan
dan pengembangan lainnya.
 Visi misi setiap staf harus lebih dipertajam, diperjelas dan
dilaksanakan secara professional dan bertanggung jawab.
 Kemampuan bekerja sama dalam team work harus terus diasah,
staf tidak boleh lagi mengedepankan programnya masing-masing.
 Menghilangkan gap dan ketidakharmonisan diantara sesama staf
sehingga setiap staf akan merasa nyaman bekerja dalam satu
kesatuan yang utuh sehingga melahirkan ide-ide kreatif dan
inovatif.
 Setiap staf haruslah memiliki kepedulian tanggung jawab social
kepada masyarakat, tidak sekedar menyelesaikan tugas
pekerjaan.
 Kepemimpinan puskesmas harus berkarakter, bijaksana, kreatif
dan kuat.
17

 Perlunya peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual para


staf puskesmas.

B. Strategi Perubahan pada Aspek Mental Model


Mental model merupakan salah satu dari Five discipline yang
sangat penting untuk menjadi perhatian di Puskesmas Mare mengingat
jumlah staf yang besar bisa menimbulkan kerentanan terhadap
keharmonisan hubungan kerja antara sesame staf jika tidak ada
kesamaan visi untuk organisasi. Heterogenitas dalam organisasi
memang sering menjadi boomerang jika pihak manajemen tidak arif
dalam mengelolanya. Kecenderungan para staf ini untuk
mengedepankan kepentingannya masing-masing seringkali
mengabaikan visi dan misi bersama dalam organisasi. Hal ini
diperparah lagi dengan Mental Model beberapa staf yang sering
memaksakan keinginannya diakomodir secara menyeluruh tanpa
mempertimbangkan kepentingan banyak pihak.
Hal yang paling mendasar pula menyangkut mental model di
puskesmas ini adalah kedewasaan untuk bekerja dalam team work.
Sikap yang tidak cooperative harus dikesampingkan demi pencapaian
tujuan bersama dalam organisasi. Penyakit I am is my position dan The
enemy is out there juga harus di hilangkan guna mendukung
pembelajaran organisasi dalam menjawab tuntutan perubahan
kebutuhan masyarakat yang sangat dinamis.
Akhirnya, penting untuk mengenali bagaimana pemikiran yang
baru tentang mempertimbangkan tugas banyak orang di tempat kerja
khususnya pada pelayanan di puskesmas. Karena pelanggannya
adalah bukan Cuma orang-orang yang dalam keadaan sehat sejahtera.
Dengan demikian perlakukan terhadap pelanggan haruslah berbeda.
Bandingkan dengan pelayanan bagi mereka yang sehat. Sebagai
seorang manajer pada lingkungan kerja tradisional, orang harus
mengerti tentang tugas, tujuan organisasi, lingkungan politik dimana
18

anda bekerja, tetapi anda tidak perlu memahami benar tentang untuk
siapa anda bekerja dan apa hasil (output) yang diharapkan. Pada tipe
organisasi yang baru, ada orang yang kreatif “Mencari tahu untuk apa
anda bekerja”, merupakan langkah awal yang penting dalam memaknai
hubungan seseorang dengan atasan dan bawahan, konsep pekerjaan
dan peran anda dalam kegiatan di sekitar”.

C. Strategi Perubahan pada Aspek Berpikir Sistem


Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa di
Puskesmas Mare salah satu masalah utama yang dihadapi dalam
pengelolaan manajemen organisasi adalah masih kurangnya
penerapan aspek berpikir system dalam organisasi. Setiap individu
cenderung menonjolkan diri masing – masing dan melihat tujuan
organisasi secara parsial dan tidak melihatnya sebagai satu kesatuan
yang dinamis.
Perubahan pada aspek berpikir system dalam organisasi
puskesmas harus dimulai dengan pemahaman bersama terhadap visi
organisasi puskesmas sebagai representasi dari visi setiap individu
yang harus dicapai secara bersama pula oleh setiap individu dalam
organisasi. Hal ini penting dillakukan untuk mencapai kinerja secara
team work dengan semaksimal mungkin. Mini Lokakarya yang rutin
dilaksanakan di puskesmas hendaknya bisa menjadi wadah untuk
pembelajaran organisasi khususnya aspek berpikir system.
19

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Suatu organisasi seperti Puskesmas memang sedikit sekali
merasakan tantangan untuk berubah. Pada dasarnya organisasi
dibangun dalam kondisi stabil, sedikit mengalami goncangan untuk
likuidasi atau bubar. Melakukan perubahan betul-betul justru
merupakan tantangan. Para manajer atau pimpinan yang sudah di
posisi nyaman dan memiliki kekuasaan akan merasa gamang untuk
melakukan perubahan. Pemimpin di Puskesmas memang harus
berjuang keras, karena staf dan bawahan akan melihat mereka
sebagai panutan. Kalau para manajer atau pemimpin itu sendiri tidak
mau berubah, maka janganlah mengharapkan terjadi perubahan
pelayanan di lini bawah.

B. Saran
Menerapkan learning organization di suatu organisasi bukan
tanpa hambatan. Banyak hambatan yang muncul yang dapat
menghalangi kesuksesan penerapan learning organization. Oleh
sebab itu untuk membentuk suatu learning organization dalam suatu
organisasi membutuhkan keinginan kuat serta adanya kerelaan dari
pemimpin untuk menginvestasikan profit dalam bentuk
pengembangan sistem organisasi dan pertumbuhan individu dalam
organisasi. Selain itu, yang terpenting dalam mewujudkan learning
organization adalah berbagi. Kemauan berbagi adalah sifat dasar
organisasi yang belajar; berbagi pengalaman sukses dan gagal,
sharing informasi dan pengetahuan harus menjiwai tiap individu dalam
organisasi.
20

DAFTAR PUSTAKA

Marquardt, Michael J. (2002). Building The Learning Organization:


Mastering The 5 Element for Corporate Learning. USA: Davies-
Black Publishing, Inc.
Pedler P.M., Boydell T.H. & Burgoyne J. (1988). Learning Company:
Project Report Training Agency. New York: Mc.Graw-Hill Maiden
Head.
Reynold, Angus & Marquardt, M. (1994). The Global Learning
Organization: Gaining Competitive Advantage Through Continuous
Learning. Burr Ridge, Illinois: Irwin.
Senge, Peter M. (1990). The Fifth Discipline:The Art And Practice Of The
Learning Organization. USA: Doubleday.
Srikumar S. 2014. Creativity and Personal Mastery. New York USA: The
RAO Institute.
Susana, Ekawati. https://susanaekawati.wordpress.com/ landasan –teori –
dan – teknologi -manajemen – managemen - berbasis – sekolah /
diakes tanggal, 5 Desember 2016

Anda mungkin juga menyukai