Anda di halaman 1dari 29

Makalah

MATA KULIAH
DOSEN

: Leadership dan System Thinking


: Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M. Kes

Menuntun Perubahan Pada Institusi Badan Pengawasan Obat Dan


Makanan (BPOM) Dengan Penguatan Sistem Thinking

OLEH:
NUR FAUZIA ASMI
(P1803215010)

KONSENTRASI GIZI
PROGRAM MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha


Esa yang telah memberikan kekuatan, kesempatan dan kesehatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dalam mata kuliah
Leadership dan System Thinking, sesuai waktu yang telah diberikan.
Tak Lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada bapak Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M. Kes selaku dosen
dalam mata kuliah Leadership dan System Thinking dan kepada
segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangankekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karena

itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.

Makassar, Desember 2015


Penulis

DAFTA DAFTAR ISI


Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................
C. Tujuan ......................................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian BPOM.....................................................................
B. Kepemimpinan .........................................................................
C. Learning Organization ..............................................................
C. Tinjauan tentang Penelitian Sebelumnya..................................
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.

Profil BPOM Makassar .............................................................


Gambaran Kinerja BPOM...
Kendala yang dihadapi BPOM.
Pendekatan Learning organization dalam meningkatkan
pelayanan BPOM Makassar.......................................................

BAB IV. PENUTUP


A. Kesimpulan ..............................................................................
B. Saran ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan salah satu agenda
reformasi pembangunan nasional bidang kesehatan. Obat dan
Makanan yang aman akan meningkatkan kesehatan masyarakat dan
daya saing bangsa. Dengan demikian, pembangunan di

bidang

pengawasan Obat dan Makanan merupakan salah satu upaya untuk


meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia

yang akan

mendukung percepatan pencapaian tujuan pembangunan nasional.


Sebagai pelaksanaan amanat Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Strategis Badan

Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019,

Renstra Sekretariat Utama Tahun 2015-2019 disusun mengacu pada


Visi,

Misi,

Kebijakan,

dan

Strategi

BPOM

2015-2019

dan

mempertimbangkan berbagai kekuatan/kelemahan, peluang, dan


tantangan yang ada atau mungkin timbul.
Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik internal dan
eksternal BPOM, potensi dan permasalahan yang dihadapi Sektama
tidak terlepas dari potensi dan permasalahan secara kelembagaan
BPOM yang semakin kompleks.
BPOM adalah instansi yang merupakan suatu lembaga organisasi
yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di
Indonesia. Tugas-tugas BPOM sebagai pengawas obat dan makanan
tidak terlepas

dengan sarana dan prasarana pendukung. Faktor

utama BPOM dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai


lembaga pengawasan obat dan makanan adalah tersedianya sarana
dan prasarana yang memadai dan

berkualitas tidak hanya

laboratorium maupun layanan publik tetapi juga fasilitas pendukung


lainnya seperti gedung kantor yang sesuai standar, lahan parkir yang
memadai, jaringan listrik dan air yang tertata, serta kendaraan

operasional

maupun laboratorium keliling

mobilitas kerja

yang

memungkinkan

dan pengawasan Obat dan Makanan. Untuk itu,

sarana dan prasarana merupakan faktor kekuatan yang harus dimiliki


oleh BPOM dalam menjalankan tugas dan perannya.
Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM
berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan
yang

berisiko

terhadap

kesehatan

dan

secara

terus-menerus

meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada


seluruh pemangku kepentingan. Oleh karena itu, diperlukan sistem
kepemimpinan yang baik agar dapat mewujudkan fungsi dan tugas
pokoknya. Dalam hal ini saya melakukan pendekatan learning
organization (LO).

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini, yakni:
1. Bagaimana gambaran masalah BPOM Makassar ?
2. Bagaimana pendekatan learning organization dalam meningkatkan
pelayanan BPOM Makassar ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan makalah ini, yakni:
1. Untuk mengetahui gambaran masalah BPOM Makassar.
2. Untuk mengetahui pendekatan learning organization dalam
meningkatkan pelayanan BPOM Makassar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian BPOM
Lembaga Pemerintahan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(Badan POM) adalah suatu institusi dalam melindungi masyarakat dari
produk

obat

dan

makanan

yang

membahayakan

kesehatan

diruangkan dalam sistem pengawasan full spectrum mulai dari premarket hingga post-market control yang disertai dengan upaya
penegakan

hukum

dan

pemberdayaan

masyarakat.

Dalam

pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya,


Badan POM tidak dapat melakukannya sendiri. Kerja sama dengan
berbagai lintas sektor terutama Pemerintah Daerah (PEMDA)
diperlukan untuk memperluas cakupan pengawasan obat dan
makanan. Sebagai sebuah lembaga pemerintahan tentunya perlu
adanya kegiatan hubungan internal dan eksternal dalam kegiatan
kegiatan yang ada di perusahaan kepada masyarakat.
Badan POM sebagai lembaga institusi pemerintahan
tugasnya
mengawasi

peredaran

berbagai

produk

makanan,

yang

obat-obatan

kosmetika, dan memberikan penilaian mutu produk-produk tersebut,


sangat membantu dan melindungi masyarakat dalam menentukan
produk-produk yang baik untuk dikonsumsi dan tidak beresiko. Namun
saat ini masyarakat belum sepenuhnya masyarakat menyadari tugastugas Badan POM tersebut dapat memberikan pengaruh baik dan
mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat. Masih
banyak
masyarakat menganggap kinerja Badan POM tidak mendatangkan
pengaruh besar dan kurang terlihat hasilnya. Hal tersebut tergantung
pada kesadaran masyarakat itu sendiri dalam melindungi diri mereka
dari produk-produk yang beredar dipasaran, serta peran komunikasi
antar lembaga dan masyarakat. Gerald R. Miller berpendapat

Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan


kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi
perilaku penerima. Peran komunikasi sangat penting dalam kehidupan
manusia sehari-hari. Komunikasi merupakan suatu tindakan yang
memungkinkan bagi kita untuk dapat memberi dan menerima
informasi atau pesan sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Manusia
selalu berkomunikasi karena manusia merupakan makhluk sosial yang
tidak dapat hidup dengan manusia lain. Sementara itu proses
komunikasi dapat diartikan
sebagai transfer informasi atau pesan-pesan dari pengirim pesan
sebagai

komunikator

komunikan.

Tujuan

dan
dari

kepada
proses

penerima

komunikasi

pesan

sebagai

tersebut

adalah

tercapainya saling pengertian antara kedua belah pihak. Lembaga


Badan POM adalah suatu perusahaan/organisasi yang didalamnya
terjalin sebuah komunikasi yang baik antara pihak-pihak terkait dan
juga menentukan pencapaian tujuan perusahaan, seperti halnya
Lembaga Pemerintahan.
Badan POM yang juga memperhatikan kelangsungan komunikasi
yang baik antara pihak-pihak terkait demi kegiatan operasionalnya.
Perusahaan ini telah mengalami beberapa kali evolusi sistem dengan
tujuan untuk lebih mengoptimalkan kinerja dan layanan demi
mempertahankan citra positif perusahaan dimata publik. Komunikasi
dengan berbagai pihak merupakan satu peran yang memiliki pengaruh
besar dalam menciptakan serta menjaga komunikasi yang baik secara
internal maupun eksternal.
Dalam mempertahankan kinerja karyawan BPOM, diperlukan
adanya pemimpin yang dapat mengontrol bawahannya dalam
menjalankan tugasnya sesuai job description yang telah ditetapkan.
Pemimpin adalah acuan dan bisa menjadi motivasi bagi bawahan
untuk bekerja dengan maksimal. Jika seorang pemimpin tidak dapat
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik maka suatu
lembaga akan mengalami permasalahan.

B. Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut Sutarto (1998b:25) adalah rangkaian
kegiatan penataan berupa kemampuan menpengaruhi perilaku orang
lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Ralph M. Stoggdill
( 1998b:13) memberikan pengertian kepemimpinan sebagai suatu
proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang
terorganisasi dalam usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan.
1. Teori Kepemimpinan
a. Teori Genetis (Keturunan)
Inti dari teori ini menyatakan bahwa leader are born and not
made (pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukannya
dibuat). Para penganut aliran teori ini berpendapat bahwa
seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah
dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalam keadaan
yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah
ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul
sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis
pandangan

ini

tergolong

pada

pandangan

fasilitas

atau

determinitis.
b. Teori Sosial
Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada
satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya.
Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa leader are made and not
born (pemimpin itu dibuat atau dididik dan bukannya kodrati).
Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para
penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan
bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan
pendidikan dan pengalaman yang cukup.
c. Teori Ekologis
Kedua teori yang ekstrim di atas

tidak

seluruhnya

mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua


teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori

ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan


berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki
bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan
melalui

pendidikan

yang

teratur

dan

pengalaman

yang

memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini


menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu
sehingga

dapat

dikatakan

merupakan

teori

yang

paling

mendekati kebenaran
2. Kriteria Pemimpin
Pimpinan yang dapat dikatakan sebagai pemimpin setidaknya
memenuhi beberapa kriteria, yaitu :
a. Pengaruh
Seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki orang-orang
yang mendukungnya yang turut membesarkan nama sang
pimpinan. Pengaruh ini menjadikan sang pemimpin diikuti dan
membuat orang lain tunduk pada apa yang dikatakan sang
pemimpin. John C. Maxwell, penyusun buku-buku kepemimpinan
pernah berkata: Leadership is Influence (Kepemimpinan adalah
soal pengaruh).
b. Kekuasaan/power
Seorang pemimpin umumnya diikuti oleh orang lain karena
dia memiliki kekuasaan/power yang membuat orang lain
menghargai keberadaannya. Tanpa kekuasaan atau kekuatan
yang dimiliki sang pemimpin, tentunya tidak ada orang yang mau
menjadi pendukungnya. Kekuasaan/kekuatan yang dimiliki sang
pemimpin ini menjadikan orang lain akan tergantung pada apa
yang dimiliki sang pemimpin, tanpa itu mereka tidak dapat
berbuat apa-apa.

c. Wewenang
Wewenang di sini dapat diartikan sebagai hak yang diberikan
kepada pemimpin untuk menetapkan sebuah keputusan dalam
melaksanakan suatu hal/kebijakan. Wewenang di sini juga dapat
dialihkan kepada bawahan oleh pimpinan apabila sang pemimpin
percaya bahwa bawahan tersebut mampu melaksanakan tugas
dan tanggung jawab dengan baik, sehingga bawahan diberi
kepercayaan untuk melaksanakan tanpa perlu campur tangan
dari sang pemimpin.
d. Pengikut
Seorang

pemimpin

kekuasaaan/power, dan

yang
wewenang

memiliki
tidak

pengaruh,

dapat dikatakan

sebagai pemimpin apabila dia tidak memiliki pengikut yang


berada di belakangnya yang memberi dukungan dan mengikuti
apa yang dikatakan sang pemimpin. Tanpa adanya pengikut
maka pemimpin tidak akan ada. Pemimpin dan pengikut adalah
dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri
sendiri.
3. Gaya Kepemimpinan
Gaya yang dikembangkan seorang pemimpindipengaruhi oleh

10

tiga faktor (kekuatan) utama. Ketiganya akan menentukan sejauh


mana ia akan melakukan pengawasan terhadap kelompok yang
dipimpin. Faktor kekuatan pertama bersumber pada dirinya sendiri
sebagai pemimpin. Faktor kedua bersumber pada kelompok yang
dipimpin, dan Faktor ketiga tergantung pada situasi. Teori ini
disebut dengan continuum leadership yang dikembangkan oleh
Tannenbaum, Weschter dan Massari pada tahun 1961 (Muninjaya,
2004).
a. Gaya Kepemimpinan Otokratis

Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan


kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan
strukturnya.

Kekuasaan

sangat

dominan

digunakan.

Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi


dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi
pegawai

sehingga

mau

melakukan

apa

saja

yang

diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang


berdasarkan atas ancaman dan hukuman.
b. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Lebih banyak mendesentrelisasikan

wewenang

yang

dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat


sepihak.
c. Gaya Kepemimpinan Demokrasi
Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya
menggunakan

pendekatan

pengambilan

keputusan

yang

kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang demokrasis


cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan
mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
d. Gaya Kepemimpinan Kendali Bebas
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh

terhadap

bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin


bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung
jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik
dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya
sendiri
D. Learning Organization
Garvin (2000) mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai
organisasi

yang

memiliki

kemampuan

untuk

menciptakan,

mendapatkan dan memindahkan pengetahuan serta memodifikasi


perilaku organisasi untuk merefleksikan pengetahuan dan wawasan
baru. Menurut Peter Senge (1990) organisasi pembelajaran adalah
organisasi dimana orang terus-menerus memperluas kapasitas
mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan,

dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi


kolektif dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat
bersama-sama secara menyeluruh. Sedangkan menurut Hubber
(1991), menyatakan bahwa organisasi pembelajar adalah sebuah
entitas yang belajar apabila terjadi pemrosesan informasi dan
merupakan

perilaku

potensial

yang

memungkinkan

terjadinya

perubahan.

1. Prinsip-prinsip dalam Learning Organization


Pembelajaran

organisasi

dasar pembelajaran

yakni

didasarkan

pada

menerima

dan

informasi, menginterpretasikannya,
interpretasi

dari

informasi

prinsip-prinsip
mengumpulkan

dan bertindak
tersebut

berdasarkan

(Garvin,

2000:13).

Pembelajaran organisasi menyediakan prinsip-prinsip dan dasardasar yang memungkinkan organisasi belajar

(Cleveland and

Plastrik, 1995).
Peter senge dalam bukunya The Fifth Discipline: The Art and
Practice of the Learning Organization seperti yang telah diadaptasi
oleh beberapa ahli maupun peneliti, mengungkapkan bahwa
terdapat 5 disiplin atau prinsip dalam Learning Organization, yakni:
a. Penguasaan Pribadi (Personal Mastery)
Penguasaan pribadi adalah suatu budaya dan norma lembaga
yang terdapat dalam organisasi yang diterapkan sebagai cara
bagi semua individu dalam organisasi untuk bertindak dan
melihat dirinya. Penguasaan pribadi merupakan suatu disiplin
yang antara lain menunjukkan kemampuan untuk senantiasa
mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi,
mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara
obyektif. Penguasaan pribadi juga merupakan kegiatan belajar

11

untuk meningkatkan kapasitas pribadi kita untuk menciptakan


hasil yang paling kita inginkan, dan menciptakan suatu
lingkungan organisasi yang mendorong semua anggotanya
mengembangkan diri mereka sendiri ke arah sasaran-sasaran
dan tujuan-tujuan yang mereka pilih (Suprayogi, 2008).
Dalam learning organization, individu dan profesinya
dipandang

sebagai

faktor

yang

krusial

untuk

13

membawa

keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, individu tidak boleh


berhenti belajar. Dia harus memiliki visi (mimpi) pribadi, harus
kreatif, dan harus komit pada kebenaran (Mustafa, 2001) .
b. Model/Pola Mental (Mental Mode)
Model mental adalah suatu prinsip yang mendasar dari
Learning Organization, karena dengannya, organisasi dan
individu yang ada di dalamnya diperkenankan untuk berpikir dan
merefleksikan struktur dan arahan (perintah) dalam organisasi
dan

juga

dari

dunia

luar

selain

organisasinya.

Senge

menyebutkan bahwa model mental adalah suatu aktivitas


perenungan,

terus

menerus

mengklarifikasikan,

dan

memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tentang dunia,


dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan
keputusan kita.
Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir
dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia
melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi. Model
mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka
kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana melakukan
pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata
lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang,
yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan
terbaiknya (Suprayogi, 2008).
Setiap orang mempunyai pola mental tentang bagaimana ia
memandang dunia di sekitarnya dan bertindak atas dasar asumsi
atau generalisasi dari apa yang dilihatnya itu. Seringkali

14

seseorang tidak menyadari pola mental yang mempengaruhi


pikiran dan tindakannya tersebut. Oleh karena itu setiap orang
perlu berpikir secara reflektif dan senantiasa memperbaiki
gambaran internalnya mengenai dunia sekitarnya, dan atas
dasar itu bertindak dan mengambil keputusan yang sesuai
(Yusuf, 2008).
Respon atau perilaku kita atas lingkungan dipengaruhi oleh
asumsi yang ada dalam pikiran kita tentang pekerjaan dan
organisasi. Persoalannya muncul ketika mental kita terbatas atau
bahkan tidak berfungsi, sehingga menghalangi perkembangan
organisasi. Dalam Learning Organization model mental menjadi
tidak terbatas, melainkan bebas dan selalu bisa berubah. Jika
organisasi menginginkan berubah menjadi Learning Organization
maka

harus

bisa

mengatasi

ketakutan-ketakutan

atau

kecemasan-kecemasan untuk berpikir (Mustafa, 2001)


c. Visi Bersama (Shared Vision)
Visi bersama adalah suatu gambaran umum dari organisasi
dan tindakan (kegiatan) organisasi yang mengikat orang-orang
secara bersama-sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan
yang dituju. Dengan visi bersama organisasi. dapat membangun
suatu rasa komitmen dalam suatu kelompok, dengan membuat
gambaran-gambaran bersama tentang masa depan yang coba
diciptakan, dan prinsip-prinsip serta praktek- praktek penuntun
yang melaluinya kita harapkan untuk bisa mencapai masa depan
(Suprayogi, 2008).
Tujuan, nilai, misi akan sangat berdampak pada perilaku
dalam organisasi, jika dibagikan dan dipahami bersama, dan
dimiliki oleh semua anggota organisasi. Gambaran masa depan
organisasi merupakan juga mimpi- mimpi indah kelompok dan
individu. Visi bersama akan menghasilkan komitmen yang kokoh
dari individu ketimbang visi yang hanya datang dari atas
(Mustafa, 2001).
d. Pembelajaran Tim (Team Learning)

15

Tim senantiasa ada dalam setiap organisasi. Sebutannya


bermacam-macam: departemen, unit, divisi, panitia, dan lain
sebagainya. Seringkali seorang individu berfungsi di beberapa
tim. Dalam organisasi individu harus mampu mendudukkan
dirinya dalam tim. Dia harus mampu berpikir bersama, berdialog,
saling melengkapi, saling mengoreksi kesalahan. Individu melihat
dirinya sendiri sebagai satu unit yang tidak terpisahkan dari unit
lain, dan saling tergantung (Mustafa, 2001).
Belajar tim adalah suatu keahlian percakapan dan keahlian
berpikir kolektif, sehingga kelompok-kelompok manusia secara
dapat

diandalkan

bisa

mengembangkan

kecerdasan

dan

kemampuan yang lebih besar daripada jumlah bakat para


anggotanya (Suprayogi, 2008).
e. Pemikiran Sistem (System Thinking)
Setiap usaha manusia, termasuk bisnis, merupakan sistem
karena senantiasa merupakan bagian dari jalinan tindakan atau
peristiwa yang saling berhubungan, meskipun hubungan itu tidak
selalu tampak. Oleh karena itu organisasi harus mampu melihat
pola perubahan secara keseluruhan, dengan cara berpikir bahwa
segala usaha manusia saling berkaitan, saling mempengaruhi dan
membentuk sinergi (Yusuf, 2008).
Pemikiran sistem (berpikir sistem) adalah suatu kerangka kerja
konseptual, yaitu suatu cara dalam menganalisis dan berpikir
tentang suatu kesatuan dari keseluruhan prinsip- prinsip Learning
Organization.

Tanpa

kemampuan

menganalisis

dan

mengintegrasikan disiplin-disiplin Learning Organization, tidak


mungkin dapat menerjemahkan disiplin- disiplin itu ke dalam
tindakan (kegiatan) organisasi yang lebih luas. Disiplin ini
membantu kita melihat bagaimana kita mengubah sistem-sistem
secara lebih efektif, dan bertindak lebih selaras dengan prosesproses yang lebih besar dari alam dan dunia ekonomi. Secara
sederhana berpikir sistem ini dapat dikatakan sebagai melihat

organisasi

sebagai

satu

kesatuan

yang

tidak

terpisahkan

(Suprayogi, 2008).
2. Konsep Learning Organization
Watkins dan Marsick (1998) memiliki 7 (tujuh) dimensi yang
berkaitan dengan pembentukan organisasi pembelajar, yaitu:
a. Menciptakan kesempatan belajar yang terus menerus (continous
learning),

yaitu

menciptakan

menggambarkan

usaha

kesempatanlearning

organisasi

dalam

berkesinambungan

untuk

seluruh anggotanya
b. Mendukung Inquiry dan dialog, yaitu usaha organisasi dalam
membangun

budaya

mempertanyakan,

umpan

balik

dan

melakukan percobaan.
c. Mendorong kelompok learning dan kolaborasi (team learning),
yaitu menggambarkan semangat kerjasama dan kemampuan
kerjasama yang mendukung pemanfaatan tim secara efektif.
d. Memberikan kewenangan kepada karyawan melalui visi bersama
(empowerment), yang diartikan dengan proses organisasi untuk
membangun

dan

mensosialisasikan

visi

bersama

dan

mendapatkan umpan balik darianggotanya tentang kesenjangan


antara keadaan saat ini dengan visi yang baru.
e. Menyusun sistem untuk mengakomodasi dan menyebarkan
learning (embedded sistem), yaitu menandakan usaha organisasi
untuk

menerapkan

suatu

sistem

guna

menampung

dan

menyebarkan learning.
f. Menghubungkan organisasi dengan lingkungannya (system
connection) yang memperlihatkan pemikiran global dan tindakantindakan

yang

dilakukanuntuk

menghubungkan

organisasi

dengan lingkungan eksternal dan internalnya.


g. Menyediakan kepemimpinan strategik untuk learning (strategic
leadership), memperlihatkan sejauh mana pemimpin berpikir
secara strategis tentang bagaimana memanfaatkan learning
untuk menciptakan perubahan dan membawa organisasi ke
tujuan / pasar baru.
E. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

17

Menurut penelitian Irna Nurhayati 2009 tentang efektifitas


pengawasan BPOM terhadap pengelolaan pangan olahan impor
dalam mewujudkan perlindungan konsumen diperoleh hasil bahwa
pengawasan pengedaran produk pangan olahan impor di Indonesia
belum efektif, masih terdapat kendala0kendala dalam pengawasan
terhadap peredaran produk pangan olahan impor, baik aspek impor,
baik

aspek

internal

maupun

eksternal.dibutuhkan

koordinasi

pengawasan dengan instansi terkait.


Menurut Hasil penelitian oleh Artanti Arubusman tahun 2007
tentang analisis tingkat penerapan model organisasi pembelajar
(learning

organization)

dalam

rangka

membangun

organisasi

pembelajar (learning organization) di direktorat akunting dan sistem


pembayaran Bank Indonesia, menunjukkan penerapan masingmasing sub sistem organisasi pembelajaran di direktorat akunting dan
sistem pembayaran secara rata-rata sudah diterapkan dengan cukup
baik. Hal ini tercapai karena organisasi telah menyadari akan
pentingnya menjadi organisasi pembelajar (learning organization ),
sehingga dalam kesehariannya direktorat akunting dan sistem
pembayaran baik secara disadari maupun tidak telah melakukan
upaya-upaya/strategi

menjadi

organisasi

pembelajar

(learning

organization) yaitu dengan melaksanakan transformasi organisasi


menerapkan manajemen pengetahuan, pemberdayaan orang-orang.
Menurut penelitian Syahrian Nur saleh tahun 2013 tentang kinerja
balai besar pengawas obat dan makanan (bbpom) samarinda dalam
penerapan

quality

management

system

(qms)

iso

9001:2008

menyimpulkan bahwa Pengaturan, regulasi dan standarisasi obat dan


makanan merupakan keputusan yang diatur oleh BPOM RI (Pusat).
Balai Besar POM Samarinda merupakan kepanjangan dari pusat
dalam melakukan pengawasan di daerah/provinsi. Dan segala
ketentuan dan prosedur yang diterapkan telah menerapkan standar
yang sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu (QMS).

27

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil BPOM Makassar


Pembentukan Badan POM berdasarkan Keppres No. 103 tahun
2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan
organisasi dan tata kerja lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND) bertanggung jawab kepada Presiden.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia no. 64
tahun 2005 tentang perubahan ke enam atas Keppres no. 103 tahun
2001

tersebut,

POM/LPND

maka

dalam

dikoordinasikan

melaksanakan

oleh

Menkes,

tugasnya

Badan

khususnya

dalam

perumusan kebijakan yang berkaitan dengn Instansi Pemerintah


lainnya

serta

penyelesaian

permasalahan

yang

timbul

dalam

pelaksanaan kebijakan tersebut.


Berdasarkan Keppres no. 178 tahun 2000 tentang susunan
organisasi dan tugas lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir dengan Keppres
no. 43 tahun 2001 untuk pembentukan BBPOM/BPOM yang ditindak
lanjuti dengan Keputusan Kepala Badan POM no. 05018/SK/KBPOM
tanggal 17 Mei 2001 tentang organisasi dan tata kerja unit
pelaksanaan teknis di lingkungan Badan POM; Bab II bagian ke 2,
Pasal 17. BBPOM terdiri dari:
1. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplimen.
2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya.
3. .Bidang Pengujian Mikrobiologi
4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
5. Bidang Sertifikasi dan LIK
6. Sub. Bagian Tata Usaha
Visi dan Misi Balai Besar POM di Makassar mengacu pada Visi dan
Misi Badan POM, yaitu:
Visi Badan POM
Menjadi Institusi Pengawas Obat dan
Kredibel dan Diakui
Masyarakat.
Misi Badan POM

Makanan yang Inovatif,

Secara Internasional

untuk Melindungi

1. Melakukan Pengawasan Pre-Market dan Post-Market Berstandar


Internasional.
2. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu Secara Konsisten.
3. Mengoptimalkan Kemitraan dengan Pemangku Kepentingan di
Berbagai Lini.
4. Memberdayakan Masyarakat agar Mampu Melindungi Diri dari
Obat dan Makanan Yang Berisiko Terhadap Kesehatan.
5. Membangun Organisasi Pembelajar (Learning Organization).
6. Kelompok Jabatan Fungsional
Berdasarkan SK Kepala Badan POM no. 05018/SK/KBPOM/tahun
2001 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksanaan teknis di
lingkungan Badan POM mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
Melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik,
narkotik, psikotropik dan zat adiktif lain, obtra, kosmetik, produk
komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.
Untuk menjalankan tugas tersebut, Balai Besar POM di Makassar
(sesuai pasal 3) menjalankan fungsi yaitu :
1. Menyusun rencana dan program pengawasan obat dan makanan
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan
penilaian mutu produk terapetik, narkotik, psikotropik, dan zat adiktif
lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan
bahan berbahaya.
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk secara mikrobiologi
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan
pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi
5. Pelaksanaan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum
6. Pelaksanaan proses sertifikasi produk, sarana produksi dan
distribusi tertentu
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan
9. Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan
10. Pelaksaanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan
POM, sesuai dengan bidang tugasnya.

B. Gambaran Kinerja Pelayanan BPOM


Badan POM mempunyai tugas yaitu untuk melaksanakan tugas
pemerintahan dibidang pengawasan obat dan makanan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan menganalisi data yang ada terkait pengawasan yang
dilakukan BPOM terhadap peredaran produk pangan di Indonesia
dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, sebenarnya efektif
atau tidaknya dapat dilihat dari criteria apakah tugas kewenangan
BPOM dalam pengawasan peredaran produk pangan olahan menurut
ketentuan sudah dipenuhi.
Kewenangan Badan POM

dibidang

pengawasan

obat

dan

makanan yaitu:
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dibidang
pengawasan obat dan makanan
2. Pelaksanaan kebijakan tertentu dibidang pengawasan obat dan
makanan
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas badan
POm
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap
kegiatan instansi pemerintah dibidang pengawasan obat dan
makanan
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum
dibidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasni dan
tata laksana, kepegawaiaan, keuangan, kearsipan, persandian,
perlengkapan dan rumah tangga.
Dikaji dari implementasi pengawasan badan BPOM terhadap
tugas pengawasan yang seharusnya dilakukan Badan POM terhadap
peredaran produk pangan di Indonesia menurut peraturan dapat
dikatakan bahwa implementasinya masih kurang efektif. Hal ini dapat
dilihat dari masih terdapatnya produk pangan olahan yang masuk
dan beredar di Indonesia tanpa izin, serta masih adanya produk
pangan yang sudah mendapat izin masuk ke Indonesia tetapi terbukti

mengandung bahan-bahan yang membahayakan bagi konsumen


yang mengonsumsinya, padahal tujuan pengawasan peredaran
pangan olahan tersebut adalah untuk memberikan perlindungan
terhadap konsumen.
Perlindungan konsumen

dikatakan

efektif

apabila

hak-hak

konsumen terpenuhi. Seperti :


1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
konsumsi barang dan atau jasa
2. Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang
dan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan jasa.
4. Hak untuk didengarkan pendapat dan keluhannya atas barang
dan jasa yang digunakan
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaiaan sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta diskriminatif
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantuan, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Realitanya, masih banyak produk pangan yang impor adalah
illegal, dan juga produk pangan olahan yang legal tetapi
mengandung

bahan-bahan

yang

membahayakan

kesehatan

konsumen Indonesia, maka aspek perlindungan konsumen terkait


hak konsumen

untuk memperoleh kenyamanan, keamanan,

keselamatan, dan mengonsumsi barang dan atau jasa itu belum


terpenuhi. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan
jasa juga belum terpenuhi dengan baik. Hal ini dikarenakan badan
POM sering terlambat memberikan klarifikasi mengenai kebenaran

isu yang merebak, atau badan POM juga sering terlambat


melakukan pemeriksaan atau pengajian terhadap produk pangan
yang disukan mengandung bahan bahaya.
C. Kendala yang dihadapi BPOM
Kendala-kendala yang dihadapi Badan POM dalam pengawasan
terhadap peredaran produk pangan olahan di Indonesia bersifat
internal dan eksternal. Kendala Internal meliputi :
1. Keterbatasan staf badan POM baik yang berada di pusat maupun
di propinsi sehingga menjadi kinerja Badan POM tidak maksimal.
Jumlah staf yang terbatas ini tentu mempengaruhi pelaksanaan
tugas pengawasan dari badan POM, apalagi ditambah dengan
wilayah kinerja yang sangat luas, sehingga akan berpengaruh
pada intensitas pengawasan yang rendah ataupun lingkup
pengawasan produk yang lebih sempit.
2. Pengawasan Badan POM yang dilakukan secara berkala dan
acak, sehingga menyebabkan adanya produk pangan olahan yang
lepas dari pengawasan. Sistem pengawasan secara berkala dan
acak ini tentu akan berpengaruh pada luas lingkup produk pangan
olahan yang dapat diawasi, karena akan berpengaruh pada
adanya produk illegal maupun produk yang membahayakan yang
beredar di pasar pada saat tidak dilakukan pengawasan, serta
akan adanya produk yang mungkin illegal dan atau mengandung
bahan yang berbahaya yang beredar dipasar karena mendapatkan
giliran

pemeriksaan

dilakukan

secara

oleh
berkala

Badan
oleh

POM.
Badan

Pengawasan
POM

ini

yang
sering

disalahgunakan oleh pengusaha untuk mengambil kesempatan


dalam kesempitan untuk memasukkan produk ke Indonesia pada
periode saat tidak dilakukan pengawasan.
Kendala eksternal terdiri dari :

1. Kurang ketatnyya sistem pengawasan yang dilakukan oleh instansi


terkait sebagai penunjang pengawasan yang dilakukan dilakukan
oleh instansi terkait sebagai penunjang pengawasan yang
dilakukan Badan POM, sehingga pada akhirnya ini mempengaruhi
tidak efektifnya pengawasan oleh Badan POM.
2. Kurang dipatuhinya persyaratan-persyaratan

produk

pangan

olahan seperti tidak jelasnya informasi yang tertera pada label


yang dicantumkan pada pproduk. Para importir terkadang tidak
mencantumkan label sesuai dengan yang terdaftar. Hal ini
meragukan bagi Badan POM untuk memberikan ijin beredar
kepada

produk

pangan

olahan

impor

tersebut

daripada

menolaknya untuk masuk dan beredar di Indonesia yang belum


memiliki ijin edar, jadi hanya berupa stiker sehingga sulit di ketahui
ijin edar tersebut asli atau palsu.
3. Masih rendahnya kesadaranhukum konsumen untuk melakukan
pengaduan atau laporan kepada pemerintah ataupun lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat terkait adanya
produk oangan olahan yang mengandung bahan berbahaya bagi
konsumen.
D. Isu-isu Strategik
Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi BPOM
di Makassar tersebut di atas telah diupayakan secara optimal sesuai
dengan target hasil pencapaian kinerjanya. Namun demikian, upaya
tersebut masih menyisakan permasalahan yang belum sepenuhnya
sesuai dengan harapan masyarakat, antara lain:
1. belum sepenuhnya tercapai penapisan produk dalam rangka
pengawasan.
2. Obat dan Makanan sebelum beredar (pre-market),
3. belum optimalnya pengawasan Obat dan Makanan

pasca

beredar di masyarakat (post-market) dan


4. belum efektifnya pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi
Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektivitas
pengawasan Obat dan Makanan.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas terdapat


beberapa penyebab yang dianggap sangat krusial dan strategis bagi
fungsi BBPOM di Makassar dalam melakukan pembenahan di masa
mendatang, sehingga diharapkan pencapaian kinerja berikutnya akan
lebih optimal.
E. Pendekatan

Learning

organization

dalam

meningkatkan

pelayanan BPOM Makassar


Berdasarkan kondisi obyektif yang dipaparkan di atas, kapasitas
BPOM di Makassar sebagai pengawas
Sulawesi Selatan dan Barat
penguatan,

baik

secara

Obat dan Makanan di

masih perlu
kelembagaan

terus
maupun

dilakukan
dari

sisi

manajemen sumber daya manusianya, agar pencapaian kinerja di


masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya
proses pengawasan Obat dan Makanan di Provinsi

Sulawesi

Selatan dan Sulawesi Barat yang lebih ketat dalam menjaga


keamanan,
tersebut,

mutu
yang

serta

khasiat/manfaat

Obat

dan

Makanan

pada akhirnya diharapkan dapat memberikan

kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan masyarakat.


Untuk itu, ada 3 (tiga) isu strategis dari permasalahan pokok yang
dihadapi BPOM sesuai dengan peran dan kewenangannya agar lebih
optimal, yang perlu terus diperkuat dalam peningkatan kinerja di masa
yang akan datang sebagai berikut:
1. Penguatan sistem dalam pengawasan Obat dan Makanan,
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Kerjasama,
Komunikasi,

Informasi

dan

Edukasi

Publik

dalam

rangka

mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan


keamanan Obat dan Makanan serta mendorong peningkatan
kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan,
3. Penguatan kapasitas kelembagaan BPOM di

Makassar,

serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber


daya.

Untuk mengatasi permasalahan yang ada maka dapat


dilakukan dengan arah pendekatan learning organization. Learning
organization merupakan suatu konsep dimana organisasi dianggap
mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri
(self leraning) sehingga organisasi tersebut memiliki kecepatan
berpikir dan bertindak dalam merespon beragam perubahan yang
muncul. Senge (1996), organisasi pembelajaran adalah:
a. Organisasi yang terus menerus mau berkembang untuk
meningkatkan kinerjanya termasuk didalamnya perubahan
budaya organisasi.
b. Organisasi yang berusaha mengatasi ketidakmampuan belajar
untuk memahami secara jelas ancaman dan berusaha untuk
mengenal peluang baru untuk kemajuan organisasi.
Hal ini dapat dilakukan ketika para pegawai secara sadar dan
bertanggung jawab terus-menerus memperhatikan pengembangan
dirinya dan belajar dengan berbagai bentuk dan cara. Tidak hanya itu,
di dalamnya juga terjadi sebuah proses sharing pengetahuan antara
pegawai yang satu dengan yang lain. Dengan demikian ilmu yang
dimiliki masing-masing pribadi berubah menjadi ilmu yang dimiliki oleh
pegawai lainnya.
Dalam masalah ini yang dibutuhkan adalah pendekatan system
thinking organisasi hal ini disebakan karena pada dasarnya organisasi
terdiri atas unit yang harus bekerja sama untuk menghasilkan kinerja
yang optimal. Unit-unit itu antara lain ada yang disebut devisi,
direktorat, bagian, cabang. Kesuksesan suuatu organisasi sangat
ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan
secara sinergis. Kemampuan untuk membangun hubungan yang
sinergis hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling
memahami pekerjaan unit lain dan memahami juga dampak dari
kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya. Dalam hal tersebut
mengajarkan pada tiap individu untuk bekerja bersama-sama dalam

mencapai tujuan sehingga tidak terdapat kesalahan persepsi atau


komunikasi sehingga mengakibatkan keterbengkalaian tugas karena
tiap anggota bekerja untuk tujuan yang sama.
Menurut J.Marquardt (2002) dalam bukunya building the
learning Organization menyatakan bahwa dalam organisasi pembelajar
terdapat lima elemen subsistem. Subsistem pembelajar tersebut
adalah pembelajaran (learning), organisasi (organization), orang
(people), pengetahuan (knowledge) dan teknologi (technology).
Pembelajaran tidak akan berkelanjutan tanpa pemahaman dan
pengembangan lima subsistem ini. Semua subsistem tersebut harus
dipertahankan pada keberlangsungan orgaanisasi pembelajar untuk
pencapaian kesuksesaan organisasi.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Masalah BPOM Makassar diantaranya adalah banyak produk pangan
yang impor adalah illegal, dan juga produk pangan olahan yang legal
tetapi mengandung bahan-bahan yang membahayakan kesehatan
konsumen Indonesia, maka aspek perlindungan konsumen terkait hak
konsumen untuk memperoleh kenyamanan, keamanan, keselamatan,
dan mengonsumsi barang dan atau jasa itu belum terpenuhi.
2. Untuk menangani masalah yang terdapat di Badan POM Makassar
dapat dilakukan dengan pendekatan learning organization yaitu
dengan mendorong kelompok learning dan kolaborasi (system thinking
organisasi)

yang

menggambarkan

semangat

kerjasama

dan

kemampuan kerjasama yang mendukung pemanfaatan tim secara


efektif sehingga dapat melakukan koordinasi dan pengawasan dengan
baik
B. Saran
1. Diperlukan seseorang yang mampu menggerakkan nafas perubahan
dalam suatu organisasi untuk selalu belajar.
2. Perubahan yang telah direncanakan, dilaksanakan, dan dicapai perlu
dipertahankan mengikuti dinamika pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA

Artanti Arubusman, 2007 .Analisis Tingkat Penerapan Model Organisasi


Pembelajar (Learning Organization) Dalam Rangka Membangun
Organisasi Pembelajar (Learning Organization) Di Direktorat
Akunting

Dan

Sistem

Pembayaran

Bank

Indonesia.

http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-70992.pdf. (Diakses tanggal 1


Desember 2015)
Sinaga, Dameria., 2012. Organisasi Belajar. Peter Senge & Marquardt.
http://dameriasinaga.wordpress.com.

(Diakses

tanggal

Desember 2015)
Tangkilisan, Nogi, 2005. Manajemen Publik. PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia : Jakarta.
Nurhayati, Irna. 2009. Efektivitas Pengawasan Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Terhadap Peredaran Produk Pangan Olahan Impor
Dalam Mewujudkan Perlindungan Konsumen. Mimbar Hukum. 21
(2) : 203-408
Saleh, Syahriannuur. 2013. Kinerja balai Pengawasan Obat dan Makanan
(BBPOM) Samarinda dalam penerapan Quality Management
System (QMS). Ejurnal Ilmu Pemerintahan, 1 (3): 1206-1215
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Rencana Strategis Sekertariat
Umuum Tahun 2015-2019. Keputusan Sekertaris Utama pengawas
Obat dan makanan republic Indonesia.
Marquardt Michael J. 2002. Building The Learning Organization : mastering
the 5 element for corporate learning. United State of America.
Devies Black Publishing, Inc

Anda mungkin juga menyukai