Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS

POPULASI RENTAN PENYAKIT KRONIS


Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan komunitas II

Disusun oleh kelompok 3:


1. Addiyansah Robby (2002001)
2. Diah Amei Rakasiwi (2002010)
3. Dian Maharani (2002051)
4. Gilang Jagur (2002059)
5. Ibnu Fiksani (2002021)
6. Mariska Inayatul (2002065)
7. Mickael Yoki (2002027)
8. Nurul Hidayah (2002070)
9. Reni Ardiani (2002072)
10. Tetik angraini (2002039)
11. Trecya Pebrianti (2002078)
12. Zullaiqah F (2002081)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
PURWODADI
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat serta karunia Nya
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Salawat dan salam kami ucapkan kepada nabi
Muhammad SAW. Dan penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik
dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Purwodadi, 06 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I
A. Latar belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................................................2

BAB II

A. Pengertian kronis.............................................................................................................3
B. Etilogi penyakit kronik.....................................................................................................3
C. Fase penyakit kronik........................................................................................................4
D. Kategori penyakit kronik..................................................................................................4
E. Manifestasi klinis dari penyakit kronik.............................................................................5
F. Pencegahan penyakit kronik............................................................................................5
G. Penatalaksanaan penyakit kronik....................................................................................6
H. Sifat penyakit kronik........................................................................................................6
I. Dampak penyakit kronik terhadap klien.........................................................................6
J. Respon jkien terhadap penyakit kronik.........................................................................7
K. Perilaku klien dengan pemyakit kronis............................................................................8

BAB III
A. KASUS............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia saat ini telah memasuki periode aging population, dimana terjadi peningkatan
umur harapan hidup yang diikuti dengan jumlah lansia yang meningkat. Jumlah lansia di
Indonesia pada tahun 2018 mencapai 24,9 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi
63,31 juta jiwa pada tahun 2045 (Badan Pusat Statistik, 2018).
Gambaran peningkatan jumlah lansia tersebut, menyebabkan transisi struktur demografi,
yaitu lapisan lansia akan semakin melebar, dan sebaliknya jumlah balita akan semakin
berkurang. Menurut Engheepi et al. (2017), peningkatan jumlah penduduk lansia akan memiliki
dampak negatif dari sisi epidemiologis transisi penyakit, yaitu meningkatkan kondisi morbiditas
penyakit kronis yang dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia.
Lansia mengalami proses penuaan sebagai proses yang wajar dan alamiah yang akan dijalani
oleh setiap manusia. Individu yang telah memasuki usia lanjut secara perlahan akan mengalami
kemunduran struktur dan fungsi organ atau dikenal dengan istilah masa degeneratif. Lansia
identik dengan penderitaan akibat berbagai macam penyakit yang dialaminya. Persepsi tersebut
tidak sepenuhnya benar, akan tetapi secara teori biologis menjelaskan bahwa terdapat penurunan
sistem imun tubuh. Hal tersebut yang mendasari lansia rentan terhadap penyakit, bahkan tidak
sedikit lansia yang mengalami beberapa penyakit secara bersamaan atau multipatologis,
berlangsung secara progresif, dan berkembang menjadi kronis (Kholifah, 2016).
Penyakit kronis atau non-communicable disease (NCD) merupakan penyakit tidak
menular yang tingkat kejadiannya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Prevalensi penyakit
tidak menular pada tahun 2018 berdasarkan diagnosa dokter terjadi peningkatan dari tahun 2013,
diantaranya penyakit kanker naik dari 1,4% menjadi 1,8%, stroke meningkat dari 7% menjadi
10,9%, gagal ginjal kronis naik dari 2% menjadi 3,8%, diabetes mellitus berdasarkan
pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% menjadi 8,5%, dan hipertensi berdasarkan
pengukuran tekanan darah naik dari 25,8% menjadi 34,1% (Riskesdas, 2018).
Penyakit kronis membutuhkan perawatan dalam waktu yang lama (Long Term Care).
Disamping itu, penyakit kronis seringkali menimbulkan komplikasi, baik komplikasi fisik,
psikologis, sosial dan ekonomi. Menurut Tamara et al. (2015), komplikasi fisik yang timbul

1
berupa kerusakan mata, nefropati diabetik, paralis, bahkan dapat menimbulkan gangren. Stress
dan kecemasan muncul sebagai dampak psikologis akibat long term disease ataupun karena
proses berduka. Penelitian yang dilakukan oleh Azizah dan Hartanti (2016) menyatakan bahwa
terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat stress dengan kualitas hidup pasien hipertensi,
dimana semakin tinggi tingkat stress, maka kualitas hidup pasien semakin buruk. Secara sosial
dan ekonomi, penderita penyakit kronis akan mengalami keterbatasan aktivitas dan penurunan
produktifitas. Beban tersebut dapat menurunkan kualitas hidup penderita penyakit kronis.
Menurut Lazuardi (2016), kualitas hidup merupakan hal yang kompleks, multidinamis, dan
holistik yang mencakup empat dimensi meliputi, kesehatan fisik berupa kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Kesehatan psikologis berhubungan dengan pengaruh spiritual,
daya ingat, konsentrasi,

A. Rumusan masalah
Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kualitas hidup lansia penderita
penyakit kronis?
B. Tujuan
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut
a. Tujuan umum
Tujuan dari peneliti ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan kualitas hidup penderita kronis di wilayah kerja
b. Tujuan khusus
a. Menjelaskan gambaran karakteristik demografi responden.
b. Mengukur tingkat pengetahuan lansia penderita penyakit kronis tentang
penyakit yang dialaminya.
c. Mengukur tingkat kualitas hidup lansia penderita penyakit kronis.
d. Mengetahui arah dan kekuatan hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan kualitas hidup penderita penyakit kronis.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian kronis
Penyakit kronik adalah gejala penyakit yang dirasakan dalam jangka waktu lebih dari 6
bulan dan menyebabkan perubahan fungsi biologis, psikologis, dan sosiokultural .penyakit
kronik gejala yang dirasakan begitu lama dan tidak terlalu menjadi perhatian penderita hingga
menimbulkan deficit mayor yang jelas. tujuan penanganan adalah memberikan perawatan yang
berguna untuk mengatasi gejala penyakit kronik,artinya dalam ,merawat klien dengan penyakit
kronik kita harus berfokus pada bagaimana supaya klien dapat melakukan fungsi pada level yang
optimal secara fisik, social, spiritual, dan psikologis .
pencapaian tujuan perawatan pada penyakit kronik dilihat melalui peningkatan kualitas
hidup klien dan penurunan modibitas ( ketidakmampuan ) tujuan lain dari keperawatan penyakit
kronikadalah untuk memungkinkan klien meninggal dalam damai, tujuan ini adalah tujuan
realistic yang harus disadari oleh perawat pemberi layanan.
B. Etilogi penyakit kronik
Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia,tingkat social ekonomi, dan
budaya .penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang bersifat permanen yang
memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya suatu kemampuan untuk menjalankan
berbagai fungsi, terutama muskuloskletal dan organ-organ pengindraan. Ada banyak factor yang
menyebabkan penyakit kronis dapat menjadi kesehatan yang banyak ditemukan hampir diseluruh
negara, diantaranya kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang telah mengarah pada
menurunnya angka kematian dari penyakit infeksi dan kondisi serius lainya, nutrisi yang
membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan di tempat kerja yang telah memungkinkan
orang hidup lebih lama, dan gaya hidup yang berkaitan dengan masyarakat modern yang telah
meningkatkan insiden penyakit kronis (Smeltzer& Bare, 2010 )
C. Fase penyakit kronik
Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada Sembilan fase dalam penyakit kronis, yaitu sebagai
berikut:
1. Fase pra-trajectory adalah resiko terhadap penyakit kronis karena factor-faktor genetic
atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit kronis.

3
2. Fase trajectory adalah adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis fase ini
sering tidak jelas karena sedang dievelauasi dan sering dilakukan pemeriksaan diagnostik
3. Fase stabl adalah tahap yang terjadi Ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit
terkontrol.aktivitas kehiduapan sehari-hari tertangani dalam keterbatasan penyakit.
4. Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap terkontrol
atau reaktivasi penyakit.terdapat gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
5. Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih
atau komplikasi yang membutuhkan perawatan dirumah sakit untuk penanganannya
6. Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang
membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan
7. Fase pulih adalah keadaan pulih Kembali pada cara hidup yang diterima dalam Batasan
yang dibebani oleh penyakit kronis.
8. Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi Ketika perjalanan penyakit berkembang
disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-
gejala .
9. Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat
fungsi tubuh dan penghentian huBungan individual.
D. Kategori penyakit kronik
Menurut Christensen et al. ( 2006 ) ada beberapa kategori penyakit kronis, yaitu seperti
dibawah ini:
a. Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptai dan mempelajari
kondisi penyakitnya selama hidup dan biasanya tidak mengalami kehidupan yang
mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes ,asma ,arthritis,
dan epilepsy.
b. Mortal illnesses. Kategori ini secara jelas kehidupan individu terancam dan individu
yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala penyakit dan ancaman
kematian. Peyakit dalam kategori ini adalah kanker dan penyakit kardiokvaskuler .
c. At risk illnesses.kategori penyakit ini sangat berbeda dari dua kategori sebelumnya.
Pada kategori ini tidak ditekankan pada penyakitnya , tetapi pada resiko
penyakitnya.penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi dan penyakit
yang berhubungan dengan herditas.

4
E. Manifestasi klinis dari penyakit kronik
Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak pasti,memiliki factor resiko
yang multiple, membutuhkan durasi yang lama, menyebabkan kerusakan fungsi atau
ketidakmampuan, dan tidak dapat disembuhkan secara sempurna (Smeltzer & Bare,2010)
tanda-tanda lain penyakit kronis adalah batuk dan demam yang berlangsung lama,sakit pada
bagian tubuh yang berbeda, diare berkepanjangan,kesulitan dalam buang air kecil, dan warna
kulit abnormal ( Heru, 2007 )
F. Pencegahan penyakit kronik
Sekarang ini pencegahan penyakit diartikan secara luas.dalam pencegahan penyakit dikenal
pencegahan primer,sekunder,dan tersier (Djauzi, 2009). Pencegahan primer merupakan upaya
untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau 11 mencegah orang yang sehat
menjadi sakit. Secara garis besar upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum (melalui
pendidikan Kesehatan dan kebersihan lingkungan ) dan pencegahan khusus (ditujukan kepada
orang- orang yang mempunyai resiko dengan melakukan imunisasi ) pencegahan sekunder
merupakan upaya untuk menghambat progresivitas penyakit,,menghindari komplikasi ,dan
mengurangi ketidakmampuan yang dapat dilakukan melalui deteksi dini dan pengobatan secara
cepat dan tepat. Pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi
organ yang mengalami kecacatan ( Budiarto & Anggrein, 2007 ).
G. Penatalaksanaan penyakit kronik
Kondisi kronis mempunyai ciri khas dan masalah penatalaksanaan yang berbeda. Sebagai
contoh , banyak penyakit kronis berhubungan. Dengan gejala seperti nyeri dan keletihan.
Penyakit kronis yang parah dan lanjut dapat menyebabkan kecacatan sampai tingkat
tertentu ,yang selanjunya membatasi partisipasi individu dalam beraktivitas. Banyak penyakit
kronis yang harus mendapatkan penatalaksanaan teraur untuk menjaganya tetap terkontrol,
seperti penyakit gagal ginjal kronis (Smeltzer & Bare, 2008)
H. Sifat penyakit kronik
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa
sifat diantaranya adalah :
1. Progresi
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh penyakit jantung
2. Menetap

5
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada
individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
3. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu -waktu dengan kondisi yang sama atau
berbeda. Contoh penyakit arthritis.
I. Dampak penyakit kronik terhadap klien
Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap l;ien diantranya
(purwanigsih dan kartina,2009) adalah:
1. Dampak psikologis
Dampak ini dimanicestikan dalam perubahan perilaku, yaitu;
a. Klien menjadi pasif
b. Tergantung
c. Kekanak-kanakan
d. Merasa tidak nyaman
e. Bingung
f. Merasa menderita
2. Dampak somatic
Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh karena keadaan
penyakitnya.keluhan somatic sesuai dengan keadaan penyakitnya.
3. Dampak terhadap gangguan seksual Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik
(kerusakan organ)dan perubahan secara psikologis(persepsi klien terhadap fungsi
seksual)
4. Dampak gangguan aktivitas
Dampak ini akan mempengaruhi hubungan social sehingga huBungan sosial dapat
terganggu baik secara total maupun sebagian.

J. Respon klien terhadap penyakit kronik


Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon bio-psiko-sosial-spritual
ini akan meliputi respon kehilangan (purwaningsih dan kartina,2009)
1. Kehilangan kesehatan

6
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan Kesehatan dapat berupa klien merasa takut
cemas dan pandangan tidak realistis, aktivitas terbatas.
2. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai
perilaku, bersifat kekanak-kanakan ,ketergantungan
3. Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari Bersama keluarga
4. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas,
nyeri,dll
5. Kehilangan fungsi fisik.
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal ginjal harus
dibantu melalui hemodialisa.
6. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilngan fungsi mental seperti klien mengalami
kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien
tidak dapat berpikir secara rasional
7. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi
sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional(bodi image)oeran serta identitsnya hal
ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah
8. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga

K. Perilaku klien dengan pemyakit kronis


Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis yang
dideritanya oleh klien atau individu (purwaningsih dan kartina,2009),yaitu:
1. Penolakan
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti
jantung,stroke dan kangker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan
memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat(menolak
untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat)dan meyakini bahwa

7
penyakit kronis ini akan segera sembuhdan hanya akan memberi efek jangka
pendek(menolak untukmengakui bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat
disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa ada efek jangka Panjang
atas penyakit ini, misalnya perubahan body image).
2. Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis ,reaksi kecemasan merupakan sesuatu yang
umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan perubahanyang terjadi
pada dirnya bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi padanya .bagi individu
yang telah menjalani operasi jantung.rasa nyeri yang muncul didaerah dada, akan
memberikan reaksi emosional tersendiri.perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan
memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit kangker.
3. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis kurang
lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit jantung mengalami
depresi.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. KASUS
1.Data umum
a. lokasi
RW 04 terletak di
JL.rancapacingkelurahanCisarantenKidulKecamatanGedebageBandung.
RW o4 terbagimenjadi 3 RT yaitu RT 01,02 dan 03. Lokasi RW 04
sebelahutaraberbatasdengansungaiCinambodanbaratberatbatasandenganSekamala
RW 11, sebelahselatanberbatasdengan RW 14 dan RW 8,
sedangkansebelahtimurberbatasandengan Jl. Rancasagatan. Keadaangeografis
RW 04adalahdaratanrendah,berupapesawahan.
b. Demografi
Jumplahpenduduk RW 04 adalah 751 jiwa yang terdirisebagianbesar
(51,1%) laki-lakidanhampirsetengahnya (48,9%)
perempuandimanakategoriumur palingbanyakadalahusia. Dewasa (19-59 tahun)
yang berjumplah 399 jiwa (53,1%) usianconatusdanbayi (0 bulan -1 tahun)
berjumplah 19 jiwa (2,5%), Usiatoodler (1-3tahun)berjumplah 32 jiwa
(4,3%), UsiaPraSekolah(>3-6tahun)berjumplah 42 jiwa (5,6%), usiasekolah (>6-
11 tahun) berjumlah 73 jiwa (9,7%), usiaRemaja (>12-20 tahun)berjumplah 130
jiwa (17,3%), usiadewasa (>20-59 tahun) berjumlah 399 jiwa (53,1%), usialansia
(>60 tahun) berjumlah 56 jiwa (7,5%)
Tingkat pendidikansebagianbesaradalah SD yang berjumlah 283 jiwa
(37,7%) BelumSekolahberjumlah 81 jiwa (10,8%), TK berjumlah 12 jiwa
(1,6%), SMP berjumlah 200 jiwa (26,6%), SMA berjumlah 161 jiwa
(21,4%).D1/D2/D3 berjumlah 7 jiwa (0,9%).S1/S2/S3 berjumlah 4 jiwa (0,5%),
dantidaksekolahnerjumlah 3 jiwa (0,4%).
Pekerjaanmasyarakat di Rw 04 adalahpelajar/Mahasiswberjumlah 192
jiwa (25,6%),IRT berjumlah 171 jiwa (22,8%),KaryawanSwastberjumlah 90 jiwa
(12.0%)BelumBekerjaberjumlah 89 jiwa (11,8%). Buruhberjumlah 87

9
jiwa (11.6%) Tidakbekerjaberjumlah 69 jiwa (9,2%),
wiraswastaberjumlah 40 orang (%,3%) .PNS/POLRI berjumlah 6 jiwa (0,8%)
, Petani berjumlah 3 jiwa (0,4%). Guru berjumlah 2 jiwa (0,3%). Pensiunan dan
lain – lain sebanyak (0,2%)

10
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelompok rentan adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau
keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan
dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang di peradaban Jadi kelompok
menyewa sebuah dapat didefinisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan
perlindungan dari pemerintah karena kondisi sosial yang sedang mereka
menghadapi. Kelompok masyarakat yang rentan adalah orang lanjut usia, anak-
anak perempuan, dan penyandang cacat. Untuk mengurangi jalan bencana pada
individu dari kelompok-kelompok rentan di atas petugas-petugas yang terlibat
dalam perencanaan dan penanganan bencana perlu Mempersiapkan peralatan-
peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan kelompok-kelompok rentan
tersebut, contohnya ventilasi untuk anak, alat bantu untuk individu yang cacat,
alat-alat bantuan pribadiinan, dll, Rencana intervensi-intervensi untuk mengatasi
hambatan informasi dan komunikasiya, menyediakan transportasi dan rumah
penyimpanan yang dapat diakses, menyediakan pusat bencana apa yang diakses.
Lansia merupakan salah saat kelompok yang rentan secara fisik, mental dan
ekonomik saat dan setelah bencana yang disebabkan karena penurunan
kemampuan mobilitas fisik dan atau karena mengalami masalah kesehatan kronis.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyarankan kepada para pembaca
agar memahami secara mendalam bahan yang telah dipaparkan dalam makalah
ini, karena dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut Sangat bermanfaat untuk
meningkatkan taraf kelompok rentan.

11
DAFTAR PUSTAKA
Ihsan, Fuad H. 2005. Dasar-dasar kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Dewey, Jhon. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam.Singapore: Elseiver.Moorhead, S., Johnson,
M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC)
Pengukuran Outcome Kesehatan Edisi Kelima.Singapore: Elseiver.NANDA. (2017).
NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.Jakarta:
EGC.Nies, M. A. & McEwen, M. (2016). Keperawatan Kesehatan Komunitas dan
Keluarga.Mosby: Elseiver.Smeltzer, Suzanne.C, Brenda.G.B., (2014). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai