Anda di halaman 1dari 37

SEORANG PRIA DENGAN KELUHAN MATA MERAH

KELOMPOK 2

030-10-003 ADELITA YULI HAPSARI 030-10-006 ADISTI ZAKYATUNNISA 030-10-008 ADJI INDRA PRAMONO 030-10-009 ADRIAN PRADIPTA SETIAWAN 030-10-011 AGNES YUARNI 030-10-012 AGRIETIA 030-10-014 AHMAD RUDIANSAH 030-10-015 AKBAR FADHELI 030-10-016 AKHMAD KURNIADI 030-10-017 ALBERTUS BERFAN 030-10-018 ALFARIA ELIA RAHMA PUTRI 030-10-019 ALHAN RAO 030-10-020 ALICE MELISSA SIMAELA

Jakarta, Jumat, 8 Maret 2013

DAFTAR ISI

Bab I Bab II Bab III

: Pendahuluan .3 : Laporan Kasus. 4 : Pembahasan Anamnesis.... 6 Daftar masalah dan faktor resiko..7 Hipotesis.10 Pemeriksaan fisik11 Diagnosis dan pathogenesis12 Penatalaksanaan..14 Komplikasi.15 Prognosis.16 : Tinjauan Pustaka 17 : Kesimpulan 36

Bab IV Bab V

Daftar Pustaka . 37

BAB I PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu panca indera kita yang sangat penting. Mata membuat kita dapat melihat berbagai macam benda dan mempresepsikannya dalam otak kita. Penyakit mata adalah penyakit yang sangat mengganggu kehidupan sehari-hari apabila dibiarkan. Salah satu penyakit mata adalah pterigium. Pterygium adalah pertumbuhan jaringan
fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.1,2,3,5,6,7,8,9,10 Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.4 Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang pria bernama Tn. Abi berumur 35 tahun bekerja sebagai tukang ojek datang ke poli mata dengan keluhan mata merah. Kedua mata merah sejak 1 hari yang lalu. Merah tampak hanya sebagian. Disertai rasa mengganjal dan mata berair. Penglihatan buram disangkal, nyeri disangkal, fotofobia disangkal. Sebelumnya mata pasien sering merah terutama jika terkena debu, hilang timbul selama 4 tahun.riwayat operasi mata disangkal. Riwayat trauma mata disangkal Hasil Pemeriksaan di dapatkan : STATUS GENERAL : Dalam batas normal STATUS OFTALMOLOGIS : OD Virus Gerak bola mata 6/10 C-0.75 aksis 135o 6/6 OS 6/6

TIO Palpebra Konjungtiva bulbi

n/p Normal Massa/Jaringan Fibrovaskular (bagian nasal) Berbentuk segitiga denga puncak di kornea, hiperemis Dalam Bulat, isokor, BC +/+ Jernih Jernih Papil bulat, warna vital, batas tegas, CDR 0.3, aa/vv 2/3, retina baik, refleks makula +

n/p Normal Massa/Jaringan Fibrovaskular (bagian nasal) Berbentuk segitiga denga puncak di limbus kornea, hiperemis Dalam Bulat, isokor, BC +/+ Jernih Jernih Papil bulat, warna vital, batas tegas, CDR 0.3, aa/vv 2/3, retina baik, refleks makula +

Kornea COA Lensa Vitreus Fundus

Status Lokalis : OD

OS

BAB III PEMBAHASAN

Untuk menegakkan diagnosis, seorang dokter perlu melakukan anamnesis terlebih dahulu. Pada anamnesis, kita perlu menanyakan identitas pasien, sebagai rekam medis pasien tersebut. Dari identitas pasien, kita bisa mengetahui keadaan pasien seperti pekerjaan pasien yang mungkin dapat berhubungan dengan keluhan yang dialami pasien dan untuk mengetahui status social ekonomi dari pasien ini. pada kasus ini, setelah dianamnesis diketahui bahwa pekerjaan pasien adalah tukang ojek. Usia ditanyakan untuk mengetahui faktor resiko penyakit. Anamnesis tambahan juga berguna untuk menyingkirkan hipotesis dan menegakkan diagnosis pasien. Pada pasien dapat ditanyakan hal-hal sebagai berikut: 1. Apakah keluhan pasien didahului dengan demam? Ditanyakan untuk menyingkirkan penyakit-penyakit mata yang didahului oleh penyakit sistemik, contohnya episkleritis, dsb. 2. Sejak kapan pasien menjadi tukang ojek? Untuk mengetahui lamanya kemungkinan paparan dan lamanya manifestasi penyakit pada pasien, dan juga untuk mengetahui penyakit pasien tersebut akut atau kronis. 3. Apakah terdapat rasa gatal? Untuk menyingkirkan hipotesis-hipotesis penyakit mata lain yang disertai dengan rasa gatal. Contohnya pada konjungtivitis alergi. 4. Apakah pasien memiliki riwayat alergi? Untuk menyingkirkan hipotesis-hipotesis penyakit mata lain yang disertai dengan rasa gatal. Contohnya pada konjungtivitis alergi. 5. Apakah terdapat kotoran mata? Bila iya, berapa banyak jumlahnya? Bagaimana konsistensinya dan warnanya?

Untuk mengetahui jenis penyakit dan penyebab penyakit yang diderita pasien. 6. Selama menjadi tujang ojek, apakah pasien menggunakan kacamata pelindung saat berkendara? Untuk mengetahui kemungkinan etiologi dari penyakit yang menjadi hipotesis pada pasien ini. 7. Riwayat trauma: untuk mengetahui apakah ada kemungkinan trauma yang mengenai mata atau bagian wajah pada pasien ini. 8. Obat-obatan yang pernah diterima: untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu pasien. 9. Riwayat penyakit lain: untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan pasien pada kasus ini merupakan penyakit yang berdiri sendiri atau merupakan komplikasi akibat dari penyakit lain yang sedang diderita pasien. Dari anamnesis, masalah pasien dapat diidentifikasi, dan juga didapatkan beberapa hipotesis: A. IDENTITAS Nama : Tn Abi Usia : 35 tahun Pekerjaan : Tukang Ojek Alamat : -

B. KELUHAN UTAMA : Mata merah

C. DAFTAR MASALAH DAN FAKTOR RESIKO 1. Usia Berkaitan dengan pasien yang berusia 35 tahun ini dapat dipertimbangkan kemungkinan keluhan yang diderita pasien bukan disebabkan oleh penyebab yang biasanya dialami oleh

anak anak maupun orang tua, sehingga hal ini lebih memudahkan untuk membuat hipotesis terhadap penyakit pasien.

2. Pekerjaan Pekerjaan pasien sebagai tukang ojek merupakan faktor risiko terjadinya keluhan yang dialami sekarang, yaitu besarnya frekuensi paparan sinar uv maupun debu yang sudah pasti dialami pasien. Hal tersebut tentu saja memudahkan pasien mengalami kelainan pada mata seperti iritasi (apabila tidak dalam jangka waktu yang panjang), atau pterigium maupun pinguecula.

3. Kedua mata merah sebagian sejak satu hari yang lalu Mata merah dapat disebabkan oleh adanya suatu pelebaran pembuluh darah (yang biasanya disebut dengan injeksi), atau adanya pembuluh darah pada mata yang pecah. Ada berbagai macam kelainan mata yg menyebabkan mata merah dan dibagi dalam 2 kelompok. 1. Mata merah visus normal Pada kelompok ini mata merah yang dialami tidak disertai dengan kelainan refraksi dan dapat dibagi menjadi dua bagian; a. Mata merah sebagian. Misalnya pada episkleritis, perdarahan subkonjungtiva, pterigium, pinguekulitis, konjungtivitis flikten. b. Mata merah menyeluruh. Misalnya pada konjungtivitis.

2. Mata merah visus tidak normal Pada kelompok ini mata merah yang dialami disertai dengan kelainan refraksi Misalnya pada keratitis, ulkus kornea, maupun glaukoma.

Pada laporan kasus diketahui bahwa mata pasien merah sejak 1 hari yang lalu, hal ini menandakan bahwa keluhan yang dialami pasien adalah bersifat akut ataupun kronik eksaserbasi akut. Namun, perlu anamnesis lanjutan serta pemeriksaan fisik lebih detail agar dapat ditentukan jenis mata merah yg dialami pasien.

4. Pasien mengeluh pada matanya ada yang mengganjal dan berair Sedangkan mata terasa ada yang mengganjal, kemungkinan disebabkan karena adanya corpus alienum, jaringan fibrosis atau neoplasma disekitar mata.

5. Sebelumnya mata pasien sering merah terutama jika terkena debu, hilang timbul selama 4 tahun Hal tersebut kemungkinan terjadi akibat iritasi yg terjadi pada mata pasien mengingat pekerjaan pasien sebagai tukang ojek yang tidak menggunakan helm full face.

6. Riwayat operasi dan trauma disangkal Hal ini dapat dijadikan sebagai alasan hipotesis yang dibuat tidak difokuskan pada perdarahan subkonjungtival. Karena, perdarahan subkonjungtival lebih sering terjadi akibat trauma.

Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien ini, pada akhirnya didapatkan beberapa hipotesis, yaitu: 1. Mata merah visus normal Merah sebagian Perdarahan subkonjungtiva : Pecahnya pembuluh darah oleh karena batuk lama, konjungtivitis berat, kelainan darah, dan defisiensi vitamin C. Mata merah ini timbul berupa bercak merah yang akan berubah menjadi hitam. Pterygium : Pertumbuhan fibrovaskuler invasif dan degeneratif berbentuk segitiga dengan puncak disentral atau kornea. Pseudopterygium : Perlekatan konjungtiva dengan kornea akibat radang Konjungtivitis flikten : konjungtivitis akibat alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu. Pinguekula : degenerasi hyaline pada jaringan submukosa konjungtiva.

Untuk mengeliminasi hipotesis, selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik sebagai berikut : PEMERIKSAAN FISIK: Pemeriksaan opthalmologi pada pasien ini merupakan sebuah hal yang harus dilakukan untuk mengetahui kondisi mata pasien secara keseluruhan dan juga sangat berguna untuk menentukan diagnosis pasien dengan menyingkirkan hipotesis-hipotesis yang tidak sesuai dengan kondisi fisik yang ditemukan dari hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan opthalmologi, pemeriksaan mata dilakukan secara berurutan dari mata kanan lalu ke mata kiri. Berikut adalah hasil dari pemeriksaan pada pasien ini:

10

Pemeriksaan Visus

Gerak Bolamata Tekanan Intraokuler Konjunctiva Bulbi

Kanan 6/10 C -0,75 axis 135 Berarti pada pemeriksaan visus didapatkan hasil ketajaman penglihatan pasien 6/10, dimana pada orang normal gambar dapat dilihat pada jarak 10 meter, melainkan pada pasien ini gambar dapat dilhat pada 6 meter saja. C -0.75 berarti pasien menggunakan lensa silindris berkekuatan -0.75 D dengan astigmatisme axis 135o. Baik ke segala arah normal n/p tekanan intraokuler pasien normal dengan perbandingan tekanan intraokuler pemeriksa.

Kiri 6/6 visus pasien normal

Baik ke segala arah normal n/p normal

Kornea

Camera Okuli Anterior Iris

Lensa Vitreous

Didapatkan massa fibrovaskuler yang mencapai puncaknya di kornea. Massa fibrovaskular berbentuk segitiga ini didiagnosis sebagai pterigium. Hal ini yang menyebabkan pasien mengalami astigmatisme, akibat permukaan kornea yang tidak rata akibat jaringan fibrovaskular. Tampak puncak massa yang merupakan sebab dari pterigium yang sudah mencapai kornea. Dalam Sudut camera okuli anterior yang dalam merupakan suatu hal yang normal. Jika dangkal merpukan suatu kelainan akibat TIO tinggi. Bulat, isokor, dan Refleks cahaya positif mengindikasikan iris dengan pupil normal. Pupil isokor menandakan kedua pupil memiliki refleks cahaya yang sama baik dalam tes refleks cahaya direk maupun indirek (konsensuil). Ukuran pupil juga normal dengan ukuran antara 3-4mm. Jernih normal Jernih normal

Didapatkan massa fibrovaskuler yang mencapai puncaknya di limbus kornea. Visus mata kiri pasien normal, karena jaringan fibrovaskular belum mengenai kornea.

Jernih kornea jernih oleh karena massa fibrovaskuler belum mencapai kornea. Dalam normal.

Bulat, isokor, dan Refleks cahaya normal

Jernih normal Jernih normal

11

Fundus

Papil bulat, warna vital, batas tegas, CDR 0,3 dengan aa/vv 2/3, retina baik dengan refleks makula positif Merupakan hasil tanda pemeriksaan funduskopi dengan hasil normal, tidak ada kelainan pada bagian posterior bola mata

Papil bulat, warna vital, batas tegas, CDR 0,3 dengan aa/vv 2/3, retina baik dengan refleks makula positif normal

Kemudian, setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka didapatkan diagnosis untuk pasien ini adalah : Pterigium okuli dextra grade III Pterigium okuli sinistra grade I

PATOGENESIS :
Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar matahari, walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain. UV-B merupakan faktor mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF- dan VEGF (vascular endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansia propia yang akhirnya menembus kornea. Kerusakan kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia. Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik.

Pterygium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium, progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera , yaitu: 1. Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi atas 3 :

12

a. Tipe I : Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan b. Tipe II : di sebut juga pterygium tipe primer advanced atau ptrerigium rekuren tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterygium sering nampak kapiler-kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmat. c. Tipe III: Pterygium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik. Merupakan bentuk pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optik membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai kornea > 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.

2. Berdasarkan stadium pterygium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu: - Stadium I - Stadium II : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea : jika pterygium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. - Stadium III : jika pterygium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm). - Stadium IV : jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterygium dibagi menjadi 2 yaitu: a. Pterygium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala pterygium (disebut cap dari pterygium). b. Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk membran, tetapi tidak pernah hilang.

4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterygium dan harus diperiksa dengan slit lamp pterygium dibagi 3 yaitu: a. T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat b. T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat c. T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.

13

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pasien berbeda anatara mata kanan dan mata kiri. Mata kanan pasien dianjurkan untuk dilakukan operasi akibat adanya gangguan penglihatan yaitu astigmatisme, sedangkan mata kiri pasien dianjurkan dilakukan terapi konservatif. 1.Konservatif Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu, dan udara kering dengan kacamata pelindung.

Bila terdapat tanda radang berikan : a. Air mata buatan seperti Blink atau refresh drop 3 x sehari b. Obat tetes steroid Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) empat kali sehari pada mata yang terserang, biasanya hanya 1- 2 minggu dengan terapi yang terus menerus.

2. Pembedahan Indikasi : a. Terapi konservatif gagal b. Mengganggu visus c. Mengganggu pergerakan bola mata d. Kosmetik Teknik pembedahan yang dilakukan adalah kombinasi autograf konjungtiva dan eksisi. Setelah pterygium di eksisi, maka akan menyisakan sebuah defek konjungtival. Defek ini dapat dibiarkan sembuh sendiri, dijahit secara langsung melalui pendekatan primer, diberikan graft dengan sebuah autograf konjugtiva, atau diberikan graft dengan membran amniotik. Conjungtival graft : Mengggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan. (misalnya Tissel VH,Deardfield, Illinois) Pasien harus di follow up selama setahun karena 97% rekurensi terjadi dalam 12 bulan pertama setelah pembedahan.

14

3. Pencegahan 1. Pencegahan pterigium salah satunya dengan menggunakan kacamata setiap hari. Pilihlah kacamata yang memblok 99-100% radiasi ultraviolet A dan B. Kacamata yang menutup sempurna merupakan proteksi terbaik untuk menghindari mata pasien dari sinar, debu, dan udara. 2. Untuk menghindari mata yang kering diberi air mata buatan. 3.Pasien dianjurkan untuk tetap menggunakan obat tetes steroid untuk beberapa minggu. Ini akan mengurangi inflamasi dan mencegah rekurensi

KOMPLIKASI Komplikasi pterygium meliputi sebagai berikut: Pra-operatif: 1. Astigmat Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea yang berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini diduga akibat tear meniscus antara puncak kornea dan peninggian pterygium. Astigmat yang ditimbulkan oleh pterygium adalah astigmat with the rule dan iireguler astigmat. 2. Kemerahan 3. Iritasi 4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea 5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan menyebabkan diplopia. Intra-operatif:

15

Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan perdarahan subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan conjunctival autografting, namun komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak mengancam penglihatan.

Pasca-operatif: Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut: 1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina. 2. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau nekrosis sklera dan kornea 3. Pterygium rekuren.

PROGNOSIS 1) Ad vitam : bonam

Karena penyakit ini tidak mengancam keselamatan jiwa pasien secara langsung. 2) Ad functionam : dubia ad bonam

Apabila pasien mengikuti saran dokter yaitu dioperasi. 3) Ad sanationam : dubia ad bonam

Karena pasien sudah diedukasi untuk memakai pelindung mata saat mengendarai motor.

16

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

I.

ANATOMI MATA

Gambar 1. Anatomi Mata

Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik mendadak aupun perlahan) (Marieb EN & Hoehn K, 2007). Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit pigmen = biru, tidak ada pigmen = merah / pada albino) (Marieb EN & Hoehn K, 2007).

1. Media Refraksi Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

17

a. Kornea

Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu: 1. Epitel Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan

2. Membran Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolage n yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m. 5. Endotel

18

Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20 -40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

b. Aqueous Humor (Cairan Mata)

Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (di dalam mata). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi (Lauralee Sherwood, 1996).

c. Lensa Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus

19

cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata. (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa: Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia, Keruh atau apa yang disebut katarak, Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.

20

d.

Badan Vitreous (Badan Kaca)

Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi (H. Sidarta Ilyas, 2004). Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis (Lauralee Sherwood, 1996). e. Panjang Bola Mata

Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma (H. Sidarta Ilyas, 2004).

II.

HISTOLOGI

Setiap mata terdiri dari 3 lapisan konsentris, yaitu: Lapisan luar atau tunika fibrosa 5/6 posterior lapisan luar mata yang opak dan putih adalah sclera 1/6 bagian anterior tidak berwarna dan transparan yaitu kornea

1. Sklera Membentuk segmen bola Bergaris tengah 22 mm

Terdiri atas jaringan ikat padat, terutama berkas kolagen gepeng yang berjalinan namun tetap parallel terhadap permukaan organ, cukup banyak substansi dasar, beberapa fibroblast.

21

Permukaan luar (episklera) Dihubungkan oleh sebuah simpai tenon (sebuah system longgar serat kolagen halus pada lapisan padat jaringan ikat) Simpai tenon ini berhubungan dengan stroma konjungtiva longgar pada batas kornea dengan sclera. Diantara simpai tenon dan sclera terdapat ruang tenon ruang longgar inilah yang memungkinkan bola mata dapat bergerak memutar kesegala arah. Diantara sclera dan koroid terdapat lamina suprakoroid (lapisan tipis jaringan ikat longgar dengan banyak melanosit, fibroblast dan serat elastin) Sclera relative avaskular.

2. Kornea Irisan melintang kornea menunjukan bahwa kornea terdiri atas 5 lapisan :

1) Epitel Berlapis gepeng non keratin Pada bagian basal epitel ini tampak banyak gambaran mitosis yang mencerminkan kemampuan regenerasi kornea yang hebat Masa pergantian sel 7hari Terdapat mikrovili pada sel permukaan kornea Mikrovili terjulur ke dalam ruangan yang diisi lapisan tipios air mata pra-kornea merupakan lapisan pelindung yang terdiri atas lipid dan glikoprotein. Lapisan pelindung ini tebalnya 7mikrometer Kornea memiliki suplai saraf sensoris yang paling besar diantara jaringan mata.

2) Membran bowman Dibawah epitel kornea Merupakan lapisan homogeny Tebalnya antara 7-12 mikrometer Terdiri dari serat-sarat kolagen yang bersilangan secara acak, pemadatan substansi interselular, tetapi tanpa sel Membantu stabilitas dan kekuatan kornea

22

3) Stroma Terdiri atas banyak lapisan berkas kolagen parallel yang saling menyilang secara tegak lurus Serabut kolagen didalam setiap lamel saling berjajar parallel dan melintasi seluruh lebar kornea Diantara lapisan-lapisan itu terjepit juluran-julurannsitoplasma fibroblast (gepeng seperti sayap kupu-kupu Sel dan serat dari stroma terendam dalam substansi glikoprotein amorf yang metakromatik (kondroitin dan sulfat) Stroma avaskular Biasanya terdapat sel limfoid membrane (migrating) di dalam kornea.

4) Membran descement - Struktur homogeny - Tebal 5-10 mikrometer - Terdiri atas filament kolagen halis tersusun berupa jalinan 3 dimensi

5) Endotel Yaitu epitel selapis gepeng Endotel dan epitel kornea berfungsi memepertahankan kejernihan kornea Ke 2 lapisan ini mentransport ion natrium ke permukaan apikalnya Ion klorida dan air ikut secara pasif, sehingga stroma kornea dipertahankan dalam keadaan yang relative kering. Bersama susunana serabut kolagen yang sangat halus dari stroma yang disusun teratur, yang menyebabkan jernihnya kornea.

3. Limbus Limbus yaitu batas kornea dan sclera yang merupakan daerah peralihan dari berkasberkas kolagen bening dari kornea menjadi serat-serat buram putih dari sclera. - Limbus ini sangat vascular - Pembuluh darahnya memegang peranan penting dalam radang kornea

23

- Didaerah limbus yaitu jalinan trabekula membentuk saluran (canal) schlemm yang mengangkut cairan dari kamera okuli anterior - Canal schlemm berhubungan keluar dengan system vena.

Lapisan tengah /lapisan vascular/traktus uveal :

1.Koroid Lapisan yang sangat vascular Diantara pembuluh darahnya terdapat jaringan ikat longgar dengan banyak fibroblast, makrofag, limfosit, sel mast, sel plasma, serat kolagen dan serat elastin. Terdapat banyak melanosit (memberi warna hitam yang khas0 Lapisan dalam koroid disebut lapisan koriokapiler karena lebih banyak mengandung pembuluh darah kecil daripada lapisan luar. Fungsi penting untuk nutrisi retina Membrane hialin amorf tipis (3-4 mikrometer)memisahkan lapisan koriokapiler dari retina dikenal sebagai membrane brunch meluas dari diskus optikus sampai ke ora serata Discus optikus ( papilla optikus) daerah tempat nervus optikus memasuki bola mata Koroid terikat pada sclera oleh lamina suprakoroidal (lapisan jaringan ikat longgar dengan banyak melanosit)

2.Korpus siliaris Sebuah perluasan koroid ke anterior setinggi lensa Merupakan cin-cin tebal yang utuh pada permukaan dalam bagian anterior sclera Membentuk segitiga pada potongan melintang Salah satu permukaannya berkontak dengan korpus vitreus, Struktur jar ikat longgar : - Banyak serat elastin Pembuluh darah Melanosit

24

Muskulus siliaris -> 2 berkas otot polos yang berinsesi pada sclera di anterior dan pada berbagai daerah dari korpus siliaris di posterior. Salah satu berkas ini mempunyai fungsi meregangkan koroid dan berkas lain bila berkontraksi mengendurkan ketegangan pada lensa. Gerakan otot ini penting untuk akomodasi visual.

Permukaan korpus siliaris yang menghadap ke korpus vitreus, bilik posterior dan lensa ditutupi oleh perluasan retina ke anterior.

Di daerah ini retina hanya terdiri dari 2 lapis sel, yaitu : Lapisan yang langsung berbatasan dengan korpus siliaris, terdiri atas epitel selaois silindris yang mengandung melanin. Lapisan yang menutupi lapisan pertama berasal dari lapisan sensoris retina (terdiri atas epitel silindris tanpa pigmen. 3.Prosesus siliaris Juluran mirip tabung dari korpus siliaris Pusatnya ialah jaringan ikat longgar dengan banyak kapiler bertingkap (fenestrated) di tutupi oleh 2 lapis epitel yang sama dengan korpus siliaris. Dari prosesus siliaris muncul serat-serat zonula Sel-sel tanpa pigmen dari lapisan memiliki lipatan-lipatan basal. Sel-sel ini membentuk humor akueus. 4. Iris Yaitu perluasan koroid yang sebagian menutupi lensa, menyisakan lubang bulat di pusat yang disebut pupil. Permukaan anterior Tidak teratur dan kasar Dibawahnya terdapat jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah, beberapa serat, fibroblast dan melanosit.

25

Lapisan berikutnya yaitu jaringan ikat longgar dengan sangat vaskular

Permukaan posterior Rata Dilapisi oleh 2 lapis epitel yang sama dengan korpus siliaris dan prosesusnya.

Banyaknya pigmen mencegah masuknya cahaya ke dalam mata kecuali ke dalam pupil 5. Lensa Lensa kristalina berbentuk bikonveks Secara structural terdapat 3 komponen, yaitu : 1. Kapsul Lensa Tebalnya sekitar 10m di sebelah anterior dan posteriornya 5-6 m Kapsul ini homogeny, merupakan membrane tidak berbentuk, bersifat elastis, kaya akan KH Mengandung glikoprotein dan kolagen tipe IV Pada kapsul lensa melekat serat zonula yang berjalan ke badan siliar sebagai ligamen suspensorium atau penyokong

2.Epitel Subkapsular Terletak di bawah kapsular Hanya ada pada permukaan anterior Terdiri atas selapis sel epitel kuboid Bagian dasar sel ini terletak di luar berhubungan dengan kapsula Apeksnya terletak di dalam dan membentuk kompleks junctional dengan serat lensa Ke arah equator sel ini bertambah tinggi dan beralih menjadi serat lensa

26

Lensa tumbuh sepanjang kehidupan dengan penambahan serat lensa

3.Substansi lensa Terdiri dari serat lensa yang berbentuk prisma heksagonal Panjangnya 8-10mm, Lebar 8-10 m, tebal 2 m Sebagian besar serat tersusun secara konsentris dan sejajar permukaan lensa Pada korteks serat yang lebih muda menganndung beberapa inti dan organel Di bagian tengah serat yang lebih tua telah kehilangan inti dan tampak homogen

Lensa mata sama sekali tanpa pembuluh darah, karena tanpa pembuluh darah maka lensa mendapat nutrisi dari humor akueus dan badan vitreus Lensa bersifat tembus cahaya Membrane plasma serat lensa sangat tidak permeabel

6. Korpus Vitreus Menempati ruangan mata di belakang lensa Merupakan gel transparan, terdiri atas kolagen, glikosaminoglikan dimana unsure utamanya adalah asam hialuronat

7. Lapisan Dalam (Retina) Terdiri dari 2 bagian : Posterior : bagian fotosensitif Anterior : tidak fotosensitif

o Bagian Anterior (Epitel Pigmen) Terdiri atas sel silindris dengan inti di basal Daerah basal sel melekat pada membrane Bruch

27

Sitoplasmanya memiliki banyak mitokondria, RE licin, granul melanin di sebelah sitoplasma apical

Apeks sel memiliki mikrovili

o Bagian Posterior (Retina Pars Optika) Terdiri atas sekurang-kurangnya 15 jenis neuron dan sel-sel ini membentuk sekurang-kurangnya 38 jenis sinaps Terdiri atas 3 lapisan :

Lapisan luar : Terdiri atas sel batang dan kerucut Sel Batang terdiri atas segmen luar dan segmen dalam Segmen luar : - fotosensitif ( berbentuk batang luar terdiri atas banyak cakram gepeng bermembran yang bertumpuk-tumpik mirip uang logam) Dipisahkan dari segmen dalam oleh sebuah penyempitan Cakram gepeng mengandung pigmen yang disebut ungu visual atau rhodopsin yang memutih oleh cahaya dan mengawali rangsangan visual. Segmen dalam : - mengandung alat metabolic untuk biosintesis dan proses penghasil energy Banyak mengandung glikogen dan memiliki banyak kumpulan mitokondria,. Poliribosom banyak terdapat dibawah daerah mitokondria, terlibat dalam sintesis pritein. Membantu penglihatan di tempat gelap Sel Kerucut Merupakan neuron panjang Tiap retina memiliki 6 juta sel kerucut Strukturnya serupa dengan sel batang, hanya terdapat perbedaan dalam hal bentuk dan struktur segmen luarnya. Dimana pada sel kerucut membrane

28

luarnya tidak bergantung dari membrane plasma luar, tapi timbul sebagai invaginasi darinya. Protein yang baru dibentuk tidak ditimbun tapi tersebar merata pada segmen luar. Terdapat 3 jenis sel kerucut fungsional yang tidak bisa dibedakan cirri morfologinya. Tiap jenis mengandung fotopigmen kerucut yang disebut iodopsin. Membantu penglihatan di tempat terang Lapisan Tengah Terdiri atas sel-sel bipolar Menghubungkan sel batang dan kerucut dengan sel ganglion Sel bipolar difus memiliki sinaps dengan 2 atau lebih fotoreseptor Sel bipolar monosinap mempunyai satu sinaps Lapisan Dalam Terdiri atas sel-sel ganglia Selain berhubungan dengan sel bipolar, menjulurkan aksonnya ke daerah khusus pada retina, tempat mereka berkumpul membentuk nervus optikus Daerah tersebut bebas dari reseptor dan karenanya di sebut bintik tua / papilla nervus optikus / kepala nervus optikus / diskus optikus. Pada kutub posterior sumbu optic terletak fovea, sebuah lekukan dangkal dengan retina yang bagian pusatnya sangat tipis. Hal ini disebabkan oleh sel ganglion dan sel bipolar berkumpul di tepi lekukan ini, sedang bagian pusatnya ditempati oleh sel kerucut. Cahaya langsung jatuh pada kerucut di bagian pusat fovea yang membantu ketajaman penglihatan Selain ketiga jenis sel utama terdapat jenis sel lain, yaitu : 1. Sel Horizontal, menghubungkan fotoreseptor-fotoreseptor berbeda

29

2. Sel Amakrin, menghubungkan sel-sel ganglia 3.Sel Penyokong

Struktur Tambahan 1. Konjungtiva Membrane mukosa tipis dan transparan yang menutupi bagian anterior matasampai kornea dan permukaan dalam kelopak mata. Berupa epitel berlapis selindris dengan banyak sel goblet dan lamina proprianya terdiri atas jaringan ikat longgar 2. Kelopak Mata Lipatan jaringan yamg dapat digerakan yang berfungsi melindungi mata Kulit kelopak ini longgar dan elastis Terdapat 3 jenis kelenjar a. Meibom : Kelenjar sebasea panjang dalam lempeng tarsal. Tidak berhubungan dengan folikel rambut. Menghasilkan substansi sebaseus membentuk lapisan berminyak pada permukaan film air mata, membantu mencegah penguapan cepat dari lapisan air mata. b. Zeis : Kelenjar sebaceous yang lebih kecil yang memodifikasi dan berhubungan dengan folikel bulu mata. c. Moll : Kelenjar keringat, berupa tubulus mirip sinus yang tidak bercabang. 3. Alat Lakrimal Kelenjar Lakrimal : merupakan kelenjar air mata. Terdiri atas lobus-lobus. Berupa kelenjar tubuloalveolar yang lumennya besar, terdiri atas sel-sel berbentuk kolom jenis serosa. Kanalikuli : dilapisi epitel berlapis gepeng tebal

30

Sakus Lakrimalis, dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia Duktus hasalakrimalis

III.

Pemeriksaan Mata a. Pemeriksaan Visus Pemeriksaan visus yang menguji ketajaman penglihatan seseorang dilakukan dengan

memakai kartu Snellen, yang merupakan kartu dengan huruf yang mempunyai ukuran berbeda pada setiap barisnya. Baris huruf mempunyai angka di sebelahnya yang menunjukkan jarak dimana seseorang normal dapat melihat huruf pada baris tersebut dengan jelas. Kartu ditempatkan pada jarak 6 meter di depan pasien yang akan diperiksa. Pasien dengan penglihatan normal dapat melihat huruf pada baris dengan angka 6 di sebelahnya. Normalnya seseorang memiliki tajam penglihatan 6/6. Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap mata secara terpisah. Dasar pemeriksaan: Pada pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan huruf terkecil yang masih dapat dilihat pada kartu baca baku dengan jarak 6 meter atau 20 kaki. Tajam penglihatan diberikan penilaian menurut baku yang ada Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi Cara pemeriksaan: Pasien duduk menghadapi kartu Snellen dengan jarak 6 meter Dipasang gagang lensa coba Mata yang tidak akan diperiksa ditutup, biasanya diperiksa mata kanan terlebih dahulu baru kemudian mata kiri. Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai dengan membaca baris atas dan bila telah terbaca pasien diminta membaca baris di bawahnya Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca

Hasil pemeriksaan: Bila huruf yang terdapat pada baris dengan tanda 30 dikatakan tajam penglihatan 6/30 31

Bila terdapat pada baris dengan tanda 6 dikatakan tajam penglihatan 6/6 Normalnya seseorang memiliki tajam penglihatan 6/6.

b. Uji Hitung Jari Uji ini dilakukan jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada uji kartu Snellen. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui turunnya tajam penglihatan seseorang. Normalnya, jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter. Cara pemeriksaan: Bila jari yang diperlihatkan dikenal pada jarak 1 meter, maka dikatakan tajam penglihatan seseorang adalah 1/60 Jika masih dapat dilihat dalam jarak 3 meter maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60

c. Uji Lambaian Tangan Pada uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila pasien dapat melihatnya pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300. Uji pengukuran tekanan bola mata Pengukuran tekanan bola mata dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan jari pemeriksa. Tekniknya diterangkan sebagai berikut: Mata ditutup Pandangan kedua mata menghadap ke bawah Jari-jari lainnya bersandar pada dahi dan pipi pasien Kedua jari telunjuk menekan bolat mata pada bagian belakang kornea bergantian Satu telunjuk mengimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola mata

Penilaiannya diperlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subyektif. Nilai diberikan menurut dengan kesan pemeriksa mengenai berapa ringannya bola mata dapat ditekan. Penilaian dapat dicatat sebagai berikut: N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah daripada normal.

32

IV.

Pemeriksaan Fisik

Konjunctiva Cara untuk melihata apakah ada kelainan di konjunctiva adalah dengan membuka palpebra superior untuk melihat konjunctiva superior dan membuka palpebra inferior untuk melihat konjunctiva inferior. Normalnya konjunctiva bening dan tidak terlalu banyak terlihat pembuluh darah. Jika ada pelebaran pembuluh darah, warna konjunctiva akan berubah menjadi kemerahan, dan disebut sebagai injeksi konjunctiva.

Kornea Dari kornea, yang dinilai adalah kernihan dan permukaannya. Normalnya jernih dan permukaannya rata. Kornea bisa dilihat di ruangan yang gelap dan dengan cahaya buatan. Kornea dilihat kejernihannya dan permukaannya. Normalnya jernih dan permukannya rata. Kornea bisa dilihat di ruangan yang gelap dan dengan cahaya buatan

Tes yang dilakukan untuk menentukan rata tau tidaknya permukaan kornea adalah menggunakan keratoskopi plasido. Alat yang digunakan adalah papan dengan gambaran lingkaran konsentrik putih hitam. Cara: Pasien membelakangi sinar Plasidoskop diletakkan setinggi mata pasien Melalui lubang plasidoskop dilihat gambaran plasidoskop pada kornea pasien.

Penilaiannya, dilihat bayangan konsentrik pada mata pasien. Bila ada garis tak beraturan berarti terdapat astigmat pada kornea. Bila garis tidak beraturan atau lingkaran tidak simetris berarti adanya astigmat ireguler.

33

Tes Refleks Kornea dilakukan untuk memeriksa fungsi saraf trigeminus yang memberikan sensibilitas kornea. Mata akan berkedip bila terkena sinar kuat, benda yang mendekati mata terlalu cepat, mendengar suara keras, adanya perabaan pada kornea, konjungtiva, sehingga ada berbagai jenis refleks kornea yaitu taktil, optik, dan pendengaran. Refleks taktil kornea didapatkan melalui serabut aferen saraf trigeminus dan serabut eferen saraf fasial. Cara: Pasien diminta untuk melihat ke sisi yang berlawanan dari kornea yang akan dites Pemeriksa menahan kelopat mata pasien yang terbuka dengan jari telunjuk dengan ibu jari Dari sisi lain kapas digeser sejajar dengan [ermukaan iris menuju kornea yang akan diperiksa Diusahakan datang/mendekatnya kapas tidak disadari pasien Kapas ditempel pada permukaan kornea.

Normalnya akan terjadi refleks mengedip, dan timbul lakrimasi. Jika mengedip maka fungsi nervus trigeminus normal.

Camera Oculi Anterior (COA) : yang (dalam/dangkal).

dilihat adalah kejernihannya dan sudutnya

Sudut normalnya dalam, sehingga iris tidak terlalu ke atas. Jika dangkal berarti irisnya terlalu menghadap ke atas.

Cara Pasien diminta melihat ke depan, pemeriksa menyenteri mata dari lateral. Normalnya, sinar bisa menembus sampai ujung mata yaitu nasal sudutnya dalam. Sudut dangkal bayangannya tidak ada/ gelap. Sudut dangkal adalah suspek pada penyakit glaukoma karena penyempitan trabekulum.

Pupil Pada pupil yang diperhatikan adalah besar dan apakah besarnya sama antara satu dan yang lain. Pupil normalnya memiliki besar antara 3-4mm. Pupil dapat mengecil maupun membesar sesuai dengan jumlah cahaya yang diarahkan ke mata. Jika intensitas cahaya yang diberikan

34

tinggi maka pupil akan mengecil (miosis), dan apabila dalam kondisi gelap, maka pupil akan membesar (midriasis).

Pemeriksaan refleks cahaya dari pupil dapat dilakukan secara direk maupun indirek.

Dasar Ada suatu lingkaran refleks sinar dengan motorik pupil. Jika cahaya mengenai mata secara langsung disebut refleks pupil direk. Refleks tidak langsung adalah jika mata yang tidak dicahayai memberikan refleks. Mata normal akan memberikan ambang dan intensitas lampu kedua refleks sama.

Cara: Direk o Mata disinari o Dilihat keadaan pupil pada mata yang disinari apakah terjadi miosis pada saat penyinaran

Indirek (konsensuil) o Mata disinari dengan diusahakan sinar tidak masuk pada mata yang lain. Dilihat keadaan pupil mata yang tidak disinari apakah terjadi miosis pada saat penyinaran mata sebelahnya.

Kedua pupil pada keadaan normal mempunyai ukuran yang sama, bulat, dan bereaksi terhadap sinar dan saat berakomodasi atau melihat dekat.

35

BAB V KESIMPULAN Pada saat pasien datang pertama kali, didapatkan keluhan utamanya berupa mata merah dan penting diketahui bahwa pekerjaannya yaitu sebagai tukang ojek. Hipotesis dari mata merah sangat banyak dan dikelompokkan dalam berbagai klasifikasi, seperti mata merah visus normal, mata merah visus turun, dan mata tenang. Namun, setelah anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa kedua mata merah sejak 1 hari yang lalu. Merah tampak hanya sebagian. Disertai rasa mengganjal dan mata berair. Penglihatan buram disangkal, nyeri disangkal, fotofobia disangkal. Sebelumnya mata pasien sering merah terutama jika terkena debu, hilang timbul selama 4 tahun.riwayat operasi mata disangkal. Riwayat trauma mata disangkal, dari anmnesis tersebut didapatkan hipotesis, yakni Perdarahan subkonjungtiva, Pterygium, Konjungtivitis flikten , Pseudopterygium, Pinguekula yang termasuk kedalam klasifikasi mata merah sebagian. Untuk mengeliminasi hipotesis dan mengarah ke suatu diagnosis, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan fisik, seperti ststus generalis dan status oftalmologis. Dari status generalis tidak didapatkan suatu kelainan, hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada mata pasien tidak disebabkan oleh kelainan sistemik, sedangkan pada pemeriksaan fisik di kedua mata pasien didapatkan jaringan fibrovaskular namun pada mata kanan, jaringan fibrovaskular sudah mengenai kornea sehingga pasien mengalami astigmatisme. Dari pemeriksaan oftalmologis dan anamnesis, maka didapatkan diagnosis pasti pasien ini Pterigium okuli dextra grade III dan Pterigium okuli sinistra grade I. Penatalaksanaan pasien berbeda anatara mata kanan dan mata kiri. Mata kanan pasien dianjurkan untuk dilakukan operasi akibat adanya gangguan

penglihatan yaitu astigmatisme, sedangkan mata kiri pasien dianjurkan dilakukan terapi konservatif. Komplikasi dapat terjadi jika pasien tidak melakukan anjuran yang diberikan, namun jika pasien bersedia untuk dilakukan pembedahan dan bisa diminimalisasikan dan prognosis mengarah

terapi lainnya maka komplikasi kea rah yang baik.

36

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of Pterygium. Opthalmic Pearls.2010 2. Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]. Available from :

www.eyewiki.aao.org/Pterygium 3. Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asburys Oftalmologi Umum: edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119. 4. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2006.p.2-7,117. 5. Laszuarni. Prevalensi Pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis Mata.

Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009. 6. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2013 March07] http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview 7. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. [ cited 2013 March07]. Available

from : http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi 8. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2013 Maret 07] Available from :

http://www.dokter-online.org/index.php.htm . 9. Cason, John B., .Amniotic Membrane Transplantation. [online] 2007. [cited 2013

March05]. Available from : http://eyewiki.aao.org/Amniotic_Membrane_Transplant 10. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York : Thieme Stutgart. 2000 11. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions and Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In: External Disease and Cornea. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366

37

Anda mungkin juga menyukai