Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH IMUNOLOGI

PENERAPAN IMUNOLOGI DALAM BIDANG KEFARMASIAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
Nama: Maria Eustakia Dewiraya 198114124
Hyasintas Mega P. R Laka 198114143
Rina Pratiwi 198114134
Stanislaus Erri K. Anggara 198114135
Thinsi Novitasari 198114139
Agustina Theresia Resubun 198114143
Helena Gustiani Lesing 198114144
Calvin Andikha P.E Tandy 198114145
Kurniawan Irvan Sanak 198114150
Juanirius Kause 198114151

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA
2020

A. PENDAHULUAN
WHO mengumumkan adanya outbreak dari virus Ebola (EBOV) yang ditandai
dengan adanya demam, diare berat, dan muntah. Di Afrika, terdapat 3 jenis virus Ebola
yang menyebabkan wabah terbesar, yaitu: EBOV, Sudan ebolavirus, dan Bundibugyo
ebolavirus. Transmisi virus Ebola masuk ke dalam tubuh manusia ialah dengan kontak
langsung dari darah, sekret tubuh, organ atau cairan tubuh lainnya dari orang yang
terinfeksi. Onset dari penyakit ini setelah terjadi inkubasi period adalah 2 sampai 21 hari.
Mortalitas dari infeksi virus Ebola masih tinggi pada manusia.
Pada bulan Maret 2014 WHO mengumumkan adanya wabah dari penyakit
menular yang ditandai adanya demam, diare berat, dan muntah dengan tingkat keparahan
yang tinggi di Guinea. Wabah ini disebabkan oleh virus Ebola (EBOV) dan Marburg
(MARV). Virus Ebola menyebabkan tingkat keparahan mencapai 30-90%, bergantung
pada spesies virus itu sendiri.1 Wabah penyakit ini telah diidentifikasi setiap tahun
selama 3 tahun terakhir di Afrika Tengah. Laporan terakhir didapatkan di Republik
Congo dan menurut WHO terdapat sekitar lebih dari 125 kasus yang fatal.
B. PEMBAHASAN
EBOV merupakan patogen agresif yang menyebabkan gejala demam dengan
perdarahan yang letal pada manusia dan hewan. Adanya penyakit ini pertama kali
ditemukan di dekat sungai Ebola dengan wabah di Zaire pada tahun 1976. Outbreak
sudah terjadi di Afrika selama 27 tahun dengan mortalitas berkisar antara 50-90%.2
Penyebaran virus Ebola tidak hanya terjadi di Afrika. Jenis virus yang baru Reston
ebolavirus (REBOV) ditemukan pada kera-kera yang diimpor dari Manila (Filipina) ke
Amerika pada tahun 1989.
a. Virus Ebola
1. Virus Ebola dan fatalitas
Virus Ebola berasal dari golongan Filoviridae. Jenis ini merupakan virion
pleomorfik yang dapat berbentuk huruf U, angka 6, atau lingkaran, tetapi yang paling
sering terlihat di mikroskop elektron ialah struktur tubular panjang. Virus Ebola
mengandung 1 molekul linear singlestranded dengan negative-sense RNA yang
hampir mirip dengan Paramyxoviridae.
2. Patogenesis
EVD menular melalui darah, muntah, feses, dan cairan tubuh dari manusia
pengidap EVD ke manusia lain. Virus Ebola juga bisa ditemukan dalam urin dan
cairan sperma. Infeksi terjadi ketika cairan-cairan tubuh tersebut menyentuh mulut,
hidung, atau luka terbuka orang sehat. Bersentuhan melalui kasur, pakaian, atau
permukaan yang terkontaminasi juga bisa menyebabkan infeksi, tetapi pada orang
sehat hanya melalui luka terbuka.

Tahapan EVD:
1. Virus Ebola menginfeksi subjek melalui kontak dengan cairan tubuh atau sekret
pasien terinfeksi dan didistribusikan melalui sirkulasi. Kontak dapat terjadi
melalui lecet di kulit selama perawatan pasien, ritual penguburan, dan mungkin
kontak dengan daging terinfeksi atau di permukaan mukosa. Jarum suntik dapat
merupakan rute utama paparan di rumah sakit.
2. Sekitar 1 minggu setelah infeksi, virus mulai melakukan replikasi pada sel – sel
target utama, yaitu sel endotel, fagosit mononuklear, dan hepatosit.
3. Virus kemudian mengambil alih sistem kekebalan dan sintesis protein dari sel
yang terinfeksi. Barulah kemudian virus Ebola mulai mensintesis glikoprotein
yang membentuk trimerik kompleks, berfungsi mengikat virus ke sel-sel endotel
yang melapisi permukaan interior pembuluh darah. Glikoprotein juga membentuk
protein dimer, yang memungkinkan virus menghindari sistem kekebalan tubuh
dengan menghambat langkah-langkah awal aktivasi neutrofil.
4. Kehadiran partikel virus dan kerusakan sel yang dihasilkan menyebabkan
pelepasan sitokin, yang berhubungan dengan demam dan peradangan. Efek
sitopatik infeksi di selsel endotel menghilangkan integritas vaskuler.
5. Tanpa integritas pembuluh darah, kebocoran darah secara cepat menimbulkan
perdarahan internal dan eksternal sampai tahap masif dan bahkan dapat
menyebabkan syok hipovolemik.
Masa inkubasi virus Ebola mulai dari hari ke-2 sampai hari ke- 21, umumnya
antara 5 sampai 10 hari. Gejala-gejalanya antara lain demam, perdarahan, nyeri
kepala, nyeri otot dan sendi, radang tenggorokan, lesu, disertai muntah, diare, dan
nyeri perut. Perdarahan mulai muncul hampir bersamaan dengan munculnya ruam
makulopapular, yaitu pada hari ke- 5 – 7, terjadi di berbagai tempat seperti mulut,
mata, telinga, hidung, dan kulit. Perdarahan hanya terjadi pada kurang dari 50%
penderita dan bahkan tidak ditemui pada beberapa kasus fatal. Dapat juga ditemukan
edema pada wajah, leher, dan daerah genital (skrotum/ labia) dan hepatomegali. Bila
sistem imun penderita kuat, maka dalam 10 – 12 hari setelah onset demam dapat
berangsur – angsur menghilang. Pasien meninggal biasanya karena tidak
meresponsnya sistem imun terhadap virus. Tingkat kematian dapat mencapai 50%
sampai 90%.
3. Diagnosis
Diagnosis pada orang yang baru terinfeksi virus Ebola cukup sulit karena
gejala awal, seperti demam, tidak spesifik dan sering terlihat sebagai penyakit yang
lebih umum, seperti malaria dan demam tifoid. Namun, jika seseorang memiliki
gejala awal EVD dan memiliki riwayat kontak dengan darah atau cairan tubuh
penderita EVD, kontak dengan benda-benda yang telah terkontaminasi dengan darah
atau cairan tubuh dari penderita EVD, atau kontak dengan hewan terinfeksi, mereka
harus diisolasi dan petugas kesehatan masyarakat diinformasikan. Sampel pasien
dikumpulkan dan diuji untuk konfirmasi infeksi virus Ebola.
Sebagian besar pasien EVD memiliki konsentrasi virus tinggi di dalam darah.
Teknik deteksi antigen ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) sensitif
mendeteksi virus di dalam darah. Pemeriksaan dengan cara isolasi virus dan RT –
PCR (reverse transcription polymerase chain reaction) juga efektif dan sensitif untuk
mendeteksi virus Ebola pada beberapa kasus. Pasien dalam masa pemulihan
menghasilkan antibodi IgM dan IgG yang dapat dideteksi menggunakan ELISA dan
beberapa tes antibodi lain. Biopsi kulit sangat bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis postmortem karena terdapat antigen dalam jumlah besar di kulit.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas peran imunologi dalam wabah virus Ebola yang terjadi
di Afrika Barat pada tahun 2013-2016. Peran imunologi, yaitu sebagai diagnosis, dimana
diagnosis pada orang yang baru terinfeksi virus Ebola cukup sulit karena gejala awal, seperti
demam, tidak spesifik dan sering terlihat sebagai penyakit yang lebih umum, seperti malaria
dan demam tifoid. Teknik deteksi antigen ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)
sensitif mendeteksi virus di dalam darah. Pasien dalam masa pemulihan menghasilkan
antibodi IgM dan IgG yang dapat dideteksi menggunakan ELISA dan beberapa tes antibodi
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Jayanegara, Andi P., 2016. Ebola Virus Disease -Masalah Diagnosis dan Tatalaksana.
Continuing Medical Education. 43 (8), 1-4.
Rampengan, Novie H., 2014. Infeksi Virus Ebola. Jurnal Biomedik (JBM). 6 (3), 1-4.

Anda mungkin juga menyukai