Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MIRKOBIOLOGI DAN VIROLOGI

VIRUS EBOLA
POLYMERASE COMPLEX PROTEIN

DOSEN :
RosarioTrijuliamos Manalu, SP., M. Si.

DI SUSUN OLEH :
Kelompok 1
Kelas C
Ridho wahyu pratama 18330057
Baiq Intan Faradila Rahman 20330751

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah dengan topic “VIRUS
EBOLA” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada
mata kuliah Kimia medisinal di Institut Sains dan Teknologi Nasional. Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang VIRUS EBOLA POLYMERASE COMPLEX PROTEIN.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada selaku dosen mata kuliah
Mikrobiologi dan Virologi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, Juli 2022


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Salah satu penyakit yang dapat menyebar serta menyebabkan kematian
ialah Ebola. Virus Ebola dari famili Filoviridae merupakan penyebab
penyebaran virus Ebola.Pada tahun 1976 di Sudan merupakan wabah Ebola
untuk pertama kali. Desember 2013 warga kota Guinea dijangkiti virus Ebola
lalu menjangkiti warga di Sierra Leone dan Liberia. Di Afrika Barat, virus
Ebola kembali menjangkiti warga pada tahun 2014. Virus Ebola masih
mewabah di benua Afrika dan Eropa, namun hal itu tidak menutup
kemungkinan virus Ebola akan masuk dan mewabah di Indonesia (Arfani et
al., 2015).
Kulit yang luka (terbuka) serta mukosa yang tidak intak (utuh) merupakan
salah satu penyebab penularan virus Ebola. Masa inkubasi virus Ebola dalam
tubuh sekitar 6-8 hari. Gejala yang terlihat saat terinfeksi virus Ebola adalah
demam tinggi hingga mencapai suhu 40oC, kepala dan otot terasa nyeri,
muntah dan diare, serta terjadi perdarahan yang masif. Apabila didasarkan
pada gejala klinis maka belum ditemukan diagnosa Ebola yang tepat saat awal
terinfeksi. Pemeriksaan seperti Enzimlinked Immunosorbent Assay (ELISA),
Polimerase Chain Reaction (PCR), isolasi virus atau imunohistokimia harus
dilakukan apabila pernah melakukan kontak secara langsung dengan penderita
Ebola (Hendrawati, 2014).
Penyakit Ebola dapat ditularkan melalui kontak seksual. Virus ebola dapat
bertahan lama setelah gejala teratasi. Apabila individu dinyatakan telah
sembuh penularan melalui kontak non-seksual, maka secara seksual individu
mungkin dapat menularkan virus ebola tersebut. Hal ini dikarenakan periode
infeksi melalui kontak seksual lebih lama daripada periode infeksi melalui
kontak non-seksual (Miller, 2016).
1.2 Rumusan masalah
a. Apakah polymerase complex protein bisa dijadikan vaksin?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui polymerase complex protein bisa dijadikan vaksin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Virus ebola


Ebola termasuk dalam genus virus Filo yang merupakan penyakit
zoonosis yang menyebabkan perdarahan menyeluruh disertai demam
dengan tingkat kematian yang tinggi, berkisar antara 50-90% pada
manusia dan primata (Kuhn et al., 2010).
Virus Ebola berbentuk pleomorphic, tampak dalam bentuk filamen
panjang atau lebih pendek yang dapat berbentuk U, berbentuk 6 atau
konfigurasi melingkar. Virus Ebola mempunyai diameter 80 nm dan
panjang hingga 14.000 nm, dengan panjang rata-rata virion sekitar 1.200
nm (Sanchez et al., 2006). Genom virus Ebola terdiri dari molekul linier
RNA berantai tunggal dengan orientasi negatif yang mengkode tujuh
protein struktural yaitu nukleoprotein (NP), virus struktural protein (VP)
VP35, VP40, glikoprotein (GP), VP30, VP24, dan RNAdependent RNA
polimerase (L) (Sanchez et al, 2001). Pada infeksi Ebola, protein virus
memainkan peran kunci dalam interaksi virus dengan inangnya. Pada
manusia, protein NP dan VP40 memperoleh respon Imunoglobulin G
(IgG) yang kuat (Leroy et al., 2000). Protein GP virus Ebola diperkirakan
berfungsi untuk menginduksi gangguan terhadap sel endotel dan
sitotoksisitas dalam pembuluh darah (Yang et al., 1998) dan sebagai
perantara masuknya virus ke dalam sel inang (Watanabe et al., 2000).
VE sebenarnya menyandikan dua bentuk gen glikoprotein tersebut.
Yaitu yang bukan terkait struktural, Soluble Glicoprotein (SGP) disalin
langsung dari virus mRNA, tetapi fungsinya masih belum diketahui.
Protein ini tidak ditemukan dalam partikel virus, tetapi disekresikan dari
sel yang terinfeksi di dalam darah. Hasil glikoprotein kedua dari perbaikan
salinan tiruan glikoprotein pertama dan menyandi: trimerik, membrane-
bound form. Envelope GP spike ditunjukkan di permukaan sel dan
dimasukkan ke dalam virion agar berikatan dengannya (virus) dan melebur
dengan membran. Hal ini merupakan faktor penting penimbulan penyakit
VE. Gliko Protein sebenarnya pasca penerjemahan dipecah oleh furin
proprotein convertase untuk menghasilkan disulfida- linked subunit GP1
dan GP2. GP1 yang berikatan di sel inang, sementara GP2 memediasi
peleburan virus dan membran sel inang. Protein ini terangkai sebagai

Gambar 1. Struktur virion virus ebola. GP: Glikoprotein, N:


Nukleoprotein, VP 30: Nukleoprotein kecil, VP 24: Protein matrik, VP 40:
Protein matrik, VP 35: Polymerase complex, L: Polymerase.

Gambar 2. Genom Ebolavirus: NP: Nukleoprotein – protein struktural


utama yang terkait dengan nukleokapsid Filovirus, VP35: Protein viral
bertindak sebagai faktor tambahan dalam penyalinan dan peniruan protein
virus,: Protein matriks VP40, GP: Glikoprotein yaitu spikes virion atau
peplomers dan memediasi pemasukan virus ke dalam sel inang melalui
reseptor. SGP: disekresikan oleh sel, terdapat dalam jumlah besar dalam
darah pasien EHF dan dapat membantu menghambat respons imun, VP30:
nukleoprotein kecil yang mungkin terlibat dalam menjamin RNA ke
bagian akhir C dari NP, VP24: fungsi tidak diketahui L: Polymerase L:
Berperan sebagai polymerase dan merupakan protein virus terbesar.
trimer heterodimer yang menyelimuti virus dan akhirnya mengalami
perubahan penyesuaian bentuk ireversibel untuk menggabungkan dua
membran.
2.1.1 Transmisi virus ebola
Transmisi virus Ebola masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak
langsung dari darah, sekret tubuh, organ atau cairan tubuh lainnya dari
individu yang terinfeksi. Di Afrika, pada upacara kremasi dari penderita
yang terinfeksi virus Ebola yang kemudian terkontak dengan individu
yang sehat bisa menyebabkan terjadinya penularan virus ini. Transmisi
virus dari hewan ke manusia juga dapat terjadi saat manusia berkontak
dengan jaringan dan cairan tubuh dari hewan yang terinfeksi. Proteksi
terhadap tenaga kesehatan yang menangani penderita Ebola juga sangat
penting. Walaupun virus Ebola tidak ditularkan melalui udara, penularan
lewat droplet bisa terjadi di laboratorium
2.1.2 Gejala dan tanda klinis
Onset penyakit ini setelah terjadi inkubasi ialah 2-21 hari. Gejala
klinis dapat dibagi dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase A: Influenza like syndrome. Terjadi gejala atau tanda nonspesifik
seperti panas tinggi, sakit kepala, artralgia, mialgia, nyeri
tenggorokan, lemah badan, dan malaise
2. Fase B: Bersifat akut (hari ke 1-6). Terjadi demam persisten yang
tidak berespon terhadap obat anti malaria atau antibiotik, sakit kepala,
lemah badan yang terus menerus, dan diikuti oleh diare, nyeri perut,
anoreksia, dan muntah.
3. Fase C: Pseudo-remisi (hari ke 7-8). Selama periode ini penderita
merasa sehat dengan konsumsi makanan yang baik. Sebagian
penderita dapat sembuh dalam periode ini dan selamat dari penyakit
4. Fase D: Terjadi agregasi (hari ke 9). Pada beberapa kasus terjadi
penurunan kondisi kesehatan yang drastis diikuti oleh gangguan
respirasi; dapat terjadi gangguan hemostasis berupa perdarahan pada
kulit (petekia) serta gangguan neuropsikiatrik seperti delirium, koma,
gangguan kardiovaskular, dan syok hipovolemik.
2.1.3 Patogenesis
Efek akhir dari infeksi virus Ebola ialah syok yang disebabkan oleh
beberapa proses yang memengaruhi satu sama lainnya, yaitu: replikasi
virus sistemik, supresi sistem imun, peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, dan koagulopati. Infeksi pada sel target utama seperti
monosit/makrofag dan sel dendritik menghasilkan penyebaran sistemik
dari virus dan aktivasi diferensiasi sel. Monosit/makrofag yang
teraktivasi akan menghasilkan sitokin proinflamasi dan tissue factors,
sedangkan aktivasi sel dendritik yang terganggu menyebabkan rendahnya
perlindungan respon imun. Meskipun virus tidak menginvasi limfosit dan
sel natural killer (NK), apostosis ekstensif dari sel-sel sekitarnya dapat
terjadi. Sel endotelial kemudian diaktivasi oleh sitokin proinflamasi dan
partikel virus yang menyebabkan permeabilitas meningkat. Tissue factors
yang dihasilkan oleh monosit/makrofag menginduksi koagulopati dan
juga dapat meningkatkan inflamasi.
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis infeksi virus Ebola dapat dikonfirmasi bila dicurigai
adanya demam yang diikuti perdarahan dan adanya kontak dengan hewan
yang dicurigai terinfeksi virus Ebola. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
menggunakan metode PCR dan isolasi virus dengan Vero cells.
Pemeriksaan laboratorium tambahan mencakup ELISA untuk mendeteksi
antibodi spesifik IgG dan IgM Ebola.
2.1.5 Penanganan virus ebola
Penanganan infeksi virus Ebola hanya bersifat suportif untuk
mempertahankan fungsi jantung dan ginjal, menyeimbangkan elektrolit,
dan mencegah komplikasi penyerta. Umumnya penderita mengalami
dehidrasi sehingga dibutuhkan penggantian cairan dan faktor koagulasi
yang berguna untuk menghentikan perdarahan serta memperbaiki
oksigenasi.5 Rehidrasi oral dapat direkomendasikan tetapi kadang tidak
realistis karena adanya nyeri tenggorokan, muntah, dan lemah badan
yang berkepanjangan. Tujuan utama penanganan ialah untuk menyiapkan
layanan kesehatan yang optimal pada penderita dengan proteksi
maksimal.
Pada tahap awal infeksi virus Ebola dapat tidak terlalu berjangkit.
Kontak dengan seseorang yang sedang terjangkit virus ini pada tahap
awal tidak terlalu berjangkit, tetapi seiring dengan perjalanan penyakit,
kontak dengan cairan tubuh misalnya dari diare, muntah, atau perdarahan
dapat berakibat fatal.
2.1.6 Pencegahan virus ebola
Pencegahan terhadap infeksi virus Ebola mencakup beberapa hal:
1. Isolasi pasien infeksi Ebola dari pasien lainnya
2. Mengurangi penyebaran penyakit dari kera dan babi yang
terinfeksi ke manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa
hewan tersebut terhadap kemungkinan infeksi, serta membunuh
dan membakar hewan dengan benar jika ditemukan menderita
penyakit tersebut. Memasak daging dengan benar dan mengenakan
pakaian pelindung ketika mengolah daging juga mungkin berguna,
begitu juga dengan mengenakan pakaian pelindung dan mencuci
tangan ketika berada di sekitar orang yang menderita penyakit
tersebut. Sampel cairan dan jaringan tubuh dari penderita penyakit
harus ditangani dengan sangat hati-hati.
3. Menggunakan sarung tangan dan perlengkapan pelindung diri yang
lengkap, dalam hal ini standard precautions (termasuk mencuci
tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien)
4. Persiapan pembakaran dengan benar jenazah individu yang
meninggal karena virus Ebola untuk mencegah penularan
2.2 Metode Penelitian
Tahap pertama
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa metode yang pertama kita harus
mencari virus yang akan diteliti menggunakan NCBI Virus. Kelompok kami
menggunakan Polymerase complex protein dengan kode yang sama,
selanjutnya ketahap dimana kita akan mementukan sequence. Sequence akan
muncul setelah klik fasta. Sequence yang kita dapat kemudian kita copy ke
memo laptop. Selanjutnya kita ke tahap antigen menggunakan vaxijen,
kemudian jika hasilnya antigen maka kita dapat menggunakanya. Begitu juga
pada tahap uji Allergen menggunakan Allertop hasil yang didapat harus non
Allergen.

Sequence yang diperoleh

Uji Antigen
Uji Allergen

Hasil antigen, allergen, and physiochemical assessment of the primary sekuens


of vinal vaccine
Tahap kedua
Kita menentukan epitopnya setiap epitope diuji menggunakan
vaxijen untuk antigen, allertop untuk allergen, toxicity dan homolog.
Untuk menentukan epitope kita menggunakan iedb.org untuk mengetahui
epitope pada sel T dan sel B yaitu : MHC I, MHC II, B-CELL.
BAB III
HASIL
3.1 Hasil
Tabel hasil antigen, allergen, and physiochemical assessment of the
primary sekuens of vinal vaccine
Number of amino 341 ProtParam
Moleculer weight 37583,81 ProtParam
Theoretical pl 6,01 ProtParam
No. negatively charged residus (asp+glu) 39 ProtParam
No. positively charger residus (arg+lys) 35 ProtParam
Extincition coefficient(at 280 nm in H2O) 27305 ProtParam
Instbility index 46,79 ProtParam
Alphatic index 82,91 ProtParam
antigenicity 0,4253 Vaxijen V.2.0
Allergencity Non- Allertop v2.0
Allergen

Tabel Hasil Epitop


STAR END EPITOP PERCENTI ANTIGENIC ALLERGENI TOXICI HOMOLO
LE RANK ITY CITY TY G (E value
(MHC 1<1; > 0,06)
MHC II<10
MHC 1
HLA- 15 23 ATAAATEAY 0,05 yes yes non non
A*01:01
HLA- 46 54 YDTDSISSY 0,28 non yes non non
A*01:01
HLA- 13 21 STQPKIQPK 0,03 yes non non non
A*03:01
HLA- 31 39 HQLVQVICK 0.9 non yes non non
A*03:01
HLA- 15 23 ATAAATEAY 0,05 yes yes non non
B*40:01
HLA- 46 54 YDTDSISSY 0,28 non yes non non
B*40:01
HLA- 8 16 FQEIPPPTI 0,8 yes non non non
B*40:01
MHC II
HLA- 54 68 YTGIPPLAVKTQK 5,70 yes non non non
DRB1*09:0 PK
1
HLA- 56 70 GIPPLAVKTQKPK 2,60 yes non non non
DRB1*09:0 RV
1
HLA- 56 70 AKTIASLQRACSE 2,60 non yes non non
DRB1*09:0 MV
1
HLA- 2 26 TKRVPAFQEIPPP 3,60 non non non yes
DRB1*09:0 TI2
1
HLA- 52 67 SYTGIPPLAVKTQ 5,40 yes non non non
DRB1*09:0 KP
1
SEL B 11 29 ASSTQPKIQPKHG yes non non non
PDLSGW

Note : untuk yang diberi tanda merah digunakan untuk membedakan karena akan menjadi
gabungan untuk ADJUVANTnya.

DESIGN LINGKER

ACYCRIPACIAAGERRYGTCIYQGRLWAFCC- STQPKIQPK-EAAAK- FQEIPPPTI-


AAY- YTGIPPLAVKTQKPK-GPGPG-GIPPLAVKTQKPKRV-KK-
ASSTQPKIQPKHGPDLSGW

Visualisasi 3D Kandidat Vaksin

model 1

model 2

model 3

model 4
model 5

Kesimpulan

1. Ebola termasuk dalam genus virus Filo yang merupakan penyakit zoonosis
yang menyebabkan perdarahan menyeluruh disertai demam dengan tingkat
kematian yang tinggi.
2. Dari semua visualisasi kandidat vaksinnya bisa digunakan karena semua
bersifat antigen.

Refrensi
Fauci AS. Ebola Underscoring the Global Disparities in Health Care
resources. The New England Journal of Medicine. 2014; August:
1–3
Wiley JM. Human Disease Caused by Viruses and Prions. In Prescott
Harley and Klein’s Microbiology. 7th Ed., Americas, New York,
McGraw-Hill Companies, 2008; 942.
Miller K. Infection Mechanism of Genus Ebolavirus. https//
microbewiki.kenyon.edu. September 2010 (assessed 7 September
2014).
Baize S, Pannetier D, Oestereich L, Rieger T, Koivogui L, Magassouba N,
et al. Emergence of Zaire ebola virus disease in Guinea –
Preliminary report. N Eng J Med. 2014:1-8
Sullivan N, Yang YZ, Nabel GJ. Ebola virus pathogenesis: implications for
vaccines and therapies. J Virol. 2003;77(18):9733-7
Bente D, Gren J, Strong J, Feldmann H. Disease modeling for Ebola and
Marburg virus. DMM. 2009;2:12-7.

Anda mungkin juga menyukai