PENDAHALUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat
meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka
secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh
dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Seorang dengan luka
bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka
dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai
harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas
luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal
yang luar biasa untuk memulangkan pasien dengan luka bakar 95% yang
diselamatkan. (http://www.lukabakar.net.htm).
Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara
dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam
perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat
meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka
bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan
khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi)
dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang
besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan
yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka
bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai
perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang
disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Djohansjah, M. (2000)
Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang
berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api.
Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih
besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada
kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan
memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang
lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi
luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka
terhadap
lanjut. Remaja laki-laki dan pria usia kerja. Kejadian luka bakar sering
didapat
di
rumah.Kegiatan
yang
memberikan
atau
resiko
menggunakan
luka
alat-alat
penyembuhan
terjadi
spontan
dalam
waktu
masih
utuh,
10-14
hari
(http://www.lukabakar.net.htm).
Berdasarkan catatan journal of burn care and rehabilitation edisi 1992,
diperkirakan ada 2,4 juta kasus luka bakar dalam setahun di Amerika
Serikat. Dari jumlah tersebut ada 650.000 yangditangani oleh ahli medis dan
75.000 ditangani di rumah dan 12.000-nya berakhir dengan kematian (Mer,
2003). Data lain dari the national institute for burn medicine menyebutkan
bahwa sebagian besar pasien luka bakar di Amerika Serikat (75%)
disebabkan kelalaian korban. Penyebab luka bakar antara lain: air panas,
korek api, arus listrik, dan merokok pada penggunaan obat bius dan alkohol
(Smeltzer & Bare, 2000). Penelitian di Belanda menunjukkan 70% kejadian
luka bakar terjadi di lingkungan rumah tangga, 25% di tempat industri, dan
kira-kira 5% akibat kecelakaan lalu lintas.
Penyembuhan luka bakar melalui beberapa fase yakni fase inflamasi,
fase proliferasi, dan fase maturasi. Proses epitelisasi terjadi selama fase
proliferasi. 2 Lapis sel-sel yang mati karena trauma melindungi sel-sel hidup
di lapisan yang lebih dalam dari epitel. Lapis-lapis perbaikan luka terbentuk
dengan adanya integrasi antara kolagen yang disintesis oleh fibroblast
dengan substansi dasar. Selama pemulihan luka,sel-sel pada tepian luka
menggepang menjadi lembaran tipis yang menyebar menutupi celah dalam
epitel. Sedangkan pada tepi luka, pembelahan sel dimulai agak belakangan
untuk menyediakan sel yang diperlukan untuk pemulihan epitel sampai
tebalnya normal. (Smeltzer & Bare, 2000)
Berdasarkan hasil penelitian Shazita Adiba, Secara klinis proses
epitelisasi luka bakar yang dibalut madu berlangsung lebih cepat
dibandingkan luka yang dibalut kasa tulle. Namun secara statistik tidak di
dapatkan perbedaan yang bermakna pada proses epitelisasi luka bakar
derajat dua dangkal (p=0,310) yang diberi madu dan kasa tulle.Prognosis
klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan
lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan
sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar
dan pengaruh lain yang menyertai. Madu adalah cairan kental manis yang
dihasilkan oleh lebah. Bahan ini telah lama digunakan sebagai obat, dan
penelititan yang dilakukan pada dekade terakhir telah menunjukkan manfaat
yang besar dari madu.8-10 Selain memiliki efek anti mikroba, madu juga
memiliki
efek
anti
inflamasi
dan
meningkatkan
fibroblastik
serta
data
yang
digunakan
adalah
metode
pengumpulan secara empirik dan teoritis berdasarkan dari buku sumber dan
internet.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang
lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan
suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000)
B. Etiologi
1
a. Gas
b. Cairan
c.
Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
2.
b.
c.
Keadaan hipermetabolisme.
Doenges M.E. (2000).
3.
Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
apendises
kulit
yang
tersisa.
Biasanya
2.
E.
: 9%
2) Lengan masing-masing 9%
: 18%
: 36%
: 36%
5) Genetalia/perineum
: 1%
Total
: 100%
F.
1)
2)
3)
4)
Umur klien.
5)
6)
Parah critical:
a)
Tingkat II
b)
Tingkat III
c)
d)
2.
3.
Sedang moderate:
a) Tingkat II
: 15 30%
b) Tingkat III
: 1 10%
Ringan minor:
a) Tingkat II
: kurang 15%
b) Tingkat III
: kurang 1%
10
Psikologis
Imun
Daya tahan tubuh menurun
11
Perubahan
Pergeseran
Tingkatan hipovolemik
Tingkatan diuretik
Mekanisme
Dampak dari
Mekanisme
Dampak dari
Vaskuler ke
Hemokonsentrasi
Interstitial ke
Hemodilusi.
12
cairan
insterstitial.
ekstraseluler.
Fungsi renal.
oedem pada
vaskuler.
Oliguri.
Peningkatan
berkurang karena
aliran darah
desakan darah
renal karena
turun dan CO
desakan darah
berkurang.
meningkat.
Kadar
Na+ direabsorbsi
sodium/natriu
melalui diuresis
m.
kehilangan Na+
(normal kembali
melalui eksudat
setelah 1
minggu).
Defisit sodium.
Kehilangan Na+
Diuresis.
Defisit sodium.
cairan oedem.
Kadar
K+ dilepas sebagai
potassium.
akibat cidera
kembali ke
jarinagn sel-sel
dalam sel, K+
darah merah, K+
terbuang
berkurang ekskresi
melalui diuresis
berkurang.
setelah luka
Hiperkalemi
K+ bergerak
Hipokalemi.
bakar).
Kadar
Kehilangan protein
Hipoproteinemia.
Kehilangan
protein.
ke dalam jaringan
protein waktu
akibat kenaikan
berlangsung
permeabilitas.
terus
Hipoproteinemia.
katabolisme.
Keseimbang
Katabolisme
Keseimbangan
Katabolisme
Keseimbangan
an nitrogen.
jaringan,
nitrogen negatif.
jaringan,
nitrogen negatif.
kehilangan protein
kehilangan
dalam jaringan,
protein,
lebih banyak
immobilitas.
kehilangan dari
13
masukan.
Keseimbnag
Metabolisme
Asidosis
Kehilangan
Asidosis
an asam
anaerob karena
metabolik.
sodium
metabolik.
basa.
perfusi jarinagn
bicarbonas
berkurang
melalui diuresis,
peningkatan asam
hipermetabolis
me disertai
fungsi renal
peningkatan
berkurang
produk akhir
(menyebabkan
metabolisme.
Terjadi karena
Aliran darah
Terjadi karena
Stres karena
stres.
trauma,
renal berkurang.
sifat cidera
luka.
peningkatan
berlangsung
produksi cortison.
lama dan
terancam
psikologi
pribadi.
Eritrosit
Terjadi karena
Luka bakar
Tidak terjadi
Hemokonsentrasi
panas, pecah
termal.
pada hari-hari
menjadi fragil.
Lambung.
pertama.
Rangsangan
Akut dilatasi
Peningkatan
pada gaster),
central di
dan paralise
jumlah cortison.
perdarahan
hipotalamus dan
usus.
lambung, nyeri.
peingkatan
jumlah cortison.
Jantung.
MDF meningkat 2x
Disfungsi
14
Peningkatan zat
CO menurun.
lipat, merupakan
jantung.
MDF (miokard
glikoprotein yang
depresant
toxic yang
factor) sampai
26 unit,
yang terbakar.
bertanggung
jawab terhadap
syok spetic.
Penatalaksanaan
A.
Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a)
b)
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
B.
Kebutuhan faal:
15
: BB x 75 cc
3 5 tahun
: BB x 50 cc
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak
F.
Tulle.
Obat obatan:
o
Antibiotika
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai
16
hasil kultur.
o
Analgetik
Antasida
: kalau perlu
Penggunaan Madu
Efek penggunaan madu dan tulle sebagai kontrol terhadap proses
epitelisasi luka bakar derajat dua dangkal dianalisis dengan uji MannWhitney. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak didapatkan perbedaan
yang signifikan antara proses epitelisasi dengan madu dan dengan tulle
sebagai kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan secara klinis proses epitelisasi luka bakar
balut madu lebih cepat dibandingkan dengan balut kasa tulle. Namun
secara staistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada proses
epitelisasi luka bakar derajat dua dangkal yang dibalut madu dan kasa
tulle.
Alasan yang dapat menjelaskan perbedaan ini adalah jenis madu yang
digunakan. Kualitas madu bagi penyembuhan luka sangat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain, komposisi nektar, jenis bunga, cuaca
dan iklim, cara pengolahan, dan beberapa faktor lain. Sebagian besar
peneliti tidak menyebutkan jenis madu yang digunakan. Tetapi bila
dilihat dari tempat pelaksanaan penelitian, sebagin besar dilakukan di
negara sub-tropis, dimana kelembaban udara jauh lebih rendah dan
memiliki jenis tanaman yang berbeda dengan daerah tropis sehingga
berdampak pada kandungan madu dan manfaatnya di bidang medis.
Berbagai penelitian terdahulu menyebutkan bahwa madu efektif sebagai
alternatif pengobatan untuk berbagai macam luka termasuk luka bakar.
Namun tidak dijelaskan bagaimana peranan madu dalam proses
penyembuhan luka bakar. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui derajat kesembuhan (re-epitalisasi) luka
17
bakar derajat dua dangkal dengan menggunakan madu dan kasa tulle
sebagai media pembalut luka.
1.
Pengkajian Primer
Pemeriksaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang
mengancam nyawa dan meliputi A, B, C, D, E. Mencatat tanda vital awal
( baseline recording ) penting untuk memantau respon penderita terhadap
terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda tanda vital, produksi urine dan
tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul
bila keadaan penderita mengijinkan
a. Airway
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen dan feel.
Look atau melihat yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan
napas,
berupa
agitasi:
hipoksemia),
penurunan
kesadaran
18
2.
Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past
illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala
hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang
lebih spesifik sperti foto thoraks dan lain lain.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan
jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya di evaluasi dan
distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk
19
tanda tanda dan gejala gejala syok. Jangan hanya berpatokan pada
tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok.
Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik
secara signifikan hingga pasien kehilangan 30 % dari volume darah.
Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan.
Pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami
takikardi, tanpa memperhatikan drajat syoknya.
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume
darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada
pasien hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan
langsung lebih berkaitan pada respon terapi di bandingkan klasifikasi awal.
3.
Pengkajian Umum
a)
Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar)
c)
Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
d)
Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
20
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai
stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e)
Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f)
Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
g)
Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri;
smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung
pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h)
Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda:
serak;
batuk
mengii;
partikel
karbon
dalam
sputum;
21
i)
Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa
luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan
dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara
mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan
jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
j)
Pemeriksaan diagnostik:
(1)
(2)
22
(4)
(5)
Urinalisis
menunjukkan
mioglobin
dan
hemokromogen
(7)
(8)
2.
Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and
documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
c.
23
kerusakan
perlinduingan
kulit;
jaringan
traumatik.
f.
Resiko
tinggi
kerusakan
perfusi
jaringan,
perubahan/disfungsi
h. Kerusakan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
gangguan
i.
j.
k.
3.
Tindakan Keperawatan
a. Kaji
refleks
gangguan/menelan;
perhatikan
pengaliran
air
liur,
24
j.
Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
k. Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan
hemates sesuai indikasi.
l.
m. Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
n. Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.
o. Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang
diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Identitas pasien
Identitas Keluarga
Nama
: Tn. E
Nama
: Tn A
Umur
: 32 Tahun
Umur
: 42 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki - Laki
Pekerjaan
:Wiraswsta
Tgl. Pengkajian
: 16 Januari 2015
25
No. Medrek
: 150204
Diagnosa Medis
Alamat
Jam
15.0
Data
Primary Survey
0
15.0
Airway
Sekret (-)
Darah (-)
Sisa Makanan (-)
15.0
Breathing
0
Rochi (-)
Wheezing (-)
Retraksi dada (+)
PCH (-)
Dispnea (+)
RR 25 x/menit
Pergerakan dada
simetris
Klien tampak sesak
SPO2 98 %
15.1
Circulation
0
Alamat : Purwakarta
Masalah Keperawatan
Jam
Tindakan Keperawatan
Clear
Pola napas tidak
efektif
15.1
0
Gangguan Perfusi
Jaringan
15.1
5
RL 20 gtt/menit
Memberikan
gtt/menit
Hb 16,1 g/dL
15.1
Disability
0
Kesadaran : compose
mentis
15.1
GCS : 15
Exsposure
Clear
1. Nyeri
2. Resiko Infeksi
26
15.1 - Memberikan
0
Tramadol
Paraf
3x 100mg/IV
- Mengkaji
infeksi
tanda-tanda
(rubor,
kalor,
laesa)
- R/
kemerahan
disekitar luka
tampak
- Membalut
6%,
luka
bakar
Jam
15.4
DX.P
EVALUASI
Pola Napas Tidak Efektif
O : Klien tampak sesak, terpasang O2 NRM 8 liter/menit, RR 24 x/menit, retraksi dada (+)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Gangguan perfusi Jaringan
S : Klien mengeluh pusing
P : klien tampak berbaring, akral dingin, CRT < 2 detik, konjungtiva ananemis, TD 130/70, N
90 x/menit, terpasang infus RL 20 gtt/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Nyeri
S : Klien mengeluh nyeri di area luka bakar
O : klien tampak meringis, Tampak luka bakar 41 %, area sekitar luka tampak kemerahan,
luka bakar tampak menghitam
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Resiko Infeksi
S:O : area sekitar luka tampak kemerahan, luka bakar tampak menghitam, leukosit 23.100
27
mm3
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Jam
17.00
Secondary Survey
Anamnesa
Alergi :
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi baik itu makanan ataupun obat
Medikasi :
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat minum obat sebelumnya
Past Ilness :
Klien mengatakan mempunyai riwayat penyakit DM dan Hipertensi.
Last Meal :
Klien mengatakan minum 2 jam yang lalu 1 gelas, klien belum makan.
Event/Environtmen :
5 jam SMRS di daerah pleret, klien berjalan di atap rumah bangunan tingkat II, tiba-tiba klien
tersangkut kabel listrik, yang melintasi bangunan tersebut, klien kemudian kejang dan terjatuh, klien
lalu pingsan, kulit wajah sebelah kanan, leher, dada, lengan kanan, dan kedua tungkai tampak
menghitam dan mengelupas, kemudian klien dibawa ke RS. Banyu Asih, diberikan infus RL 600cc dan
di rujuk ke RSHS.
Pemeriksaan Fisik Head to toe :
Setelah Dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh di dapatkan data abnormal pasien terpasang
NGT, terpasang kateter warna urine kuning pekat 200 cc, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada
trauma pada tulang belakang, tidak ada pembesaran hepar/limfa, BU (+) 7 x/menit, perkusi dullness,
kekuatan otot 5, tidak ada edema pada ekstremitas.
28
Hasil laboratorium
Pemeriksaan
Hematologi
Nilai Normal
Hb
16.1 g/dl
L: 13.5-17.5
Ht
47 %
L: 40-52
23.100 /mm3
4400-11300
5.32 juta/ul
L: 4.5- 6.5
227.000 /mm3
150.000- 450.000
MCV
87.4 fL
80-100
MCH
30.3 pg
26-34
MCHC
34.6 %
32-36
Basopile
0-1
Eosinofil
1-6
Batang
3-5
Segmen
88
40-70
Limfosit
30-45
Monosit
2-10
Leko
Erit
Trombo
Index eritrosite
Kimia klinik:
SGOT
408
SGPT
264
Ureum
30
mg/dL
Kreatinin
1.00 mg/dL
L:0.7-1.2
Natrium
137 mEq/L
135-145
Kalium
3-7
3.6-5.5
mEq/L
15-50
Lain-lain
Analisa Gas Darah
PH
PCO2
7.386
L: 7.34-7.44
36.4 mm Hg
L: 35-45
29
PO2
88.9 mm Hg
L:69-116
HCO3
21.5 mEq/L
22-26
TCO2
42.1 mmol/L
22-29
Base excess
-2.7
Saturasi O2
96.8 %
Jam
(-2)-(+3)
95-98
Therapy
-
Jam
18.00
mEq/L
DX.P
EVALUASI
Pola Napas Tidak Efektif
S : Klien mengatakan sesak napas
O : Klien tampak sesak, terpasang O2 NRM 8 liter/menit, RR 24 x/menit, retraksi dada (+)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Gangguan perfusi Jaringan
S : Klien mengeluh pusing
P : klien tampak berbaring, akral dingin, CRT < 2 detik, konjungtiva ananemis, TD 130/70, N
90 x/menit, terpasang infus RL 20 gtt/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
Nyeri
S : Klien mengeluh nyeri di area luka bakar
O : klien tampak meringis, Tampak luka bakar 41 %, area sekitar luka tampak kemerahan,
luka bakar tampak menghitam
30
O : area sekitar luka tampak kemerahan, luka bakar tampak menghitam, leukosit 23.100
mm3
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
Luka bakar merupakan penyebab trauma yang sering terjadi dan dapat
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang relatif tinggi dibandingkan dengan
cedera oleh sebab lain. Insidensi luka bakar di dunia berkisar lebih dari 800
kasus persatu juta jiwa tiap tahunnya dan merupakan penyebab kematian
tertinggi kedua akibat trauma setelah kecelakaan lalu lintas ( Hettiaratchy dan
Dziewulski, 2004).
Di United Kingdom (UK) sekitar 250 000 orang mengalami luka bakar
setiap tahun. Dari semua pasien luka bakar tersebut sekitar 175000 terjadi
karena kecelakaan dan di rawat di unit gawat darurat, 13000 di rawat di bangsal
rumah sakit. Sekitar 1000 pasien dengan luka bakar yang berat mendapatkan
resusitasi cairan yang cukup, 50% dari pasien adalah anak-anak dengan umur di
bawah 12 tahun. Dengan angka mortalitas 300 per tahun( Hettiaratchy dan
Dziewulski, 2004). Luka bakar juga merupakan masalah besar di negara
berkembang, lebih dari 2 juta kasus luka bakar terjadi di india tiap tahunnya.
Angka mortalitas di negara berkembang lebih tinggi di banding negara maju,
misalkan Nepal 1700 kematian per tahun untuk 20 juta penduduk , dengan angka
kematian sekitar 17 kali dibanding UK ( Hettiaratchy dan Dziewulski, 2004).
Berdasarkan data American Burn Association (ABA) pada tahun 2002,
diperkirakan lebih dari 1,1 juta orang menderita luka bakar tiap tahunnya di
Amerika Serikat, dengan 50.000 kasus perlu dirawat di rumah sakit dan lebih dari
4500 di antaranya meninggal karena komplikasi dari luka bakar ( Klingensmith ,
2003). Angka mortalitas penderita luka bakar di Indonesia masih cukup tinggi,
31
yaitu 38,59% (2001) di RSCM dan 26,41% (2000) di RS Dr. Soetomo. Tercatat di
RSUP DR Sardjito, jumlah kasus luka bakar yang dirawat di bagian bedah terjadi
peningkatan dari 76 kasus pada tahun 2005 menjadi 82 kasus pada tahun 2006,
dengan derajat luka bakar terbanyak adalah derajat II (81,63%). Luka bakar
derajat II masih memiliki faktor-faktor yang mendukung terjadinya penyembuhan
spontan sehingga dengan penatalaksanaan luka yang baik, luka bakar derajat ini
tidak mudah terinfeksi dan jatuh pada derajat yang lebih parah.
Dengan demikian diharapkan penyembuhan luka bakar ini pun tidak
bergantung pada
tindakan bedah ( Klingensmith,2003). Faktor-faktor yang mendukung terjadinya
penyembuhan spontan tersebut diharapkan dari proliferasi lapisan epitel
(Reepitelisasi) di tepi luka dan struktur adneksa kulit. Adanya proliferasi sel-sel ini
diharapkan masa penyembuhan luka bakar derajat II Deep partial-thickness
sekalipun tidak melebihi 4 minggu. Dengan demikian komplikasi berupa
hipertropik jaringan parut dapat ditekan (Pusponegoro, 2004). Reepitelisasi
bergantung pada banyak komponen yang sangat kompleks yang terjadi pada
proses penyembuhan luka, seperti adanya Growth factor, sistem imun tubuh
terhadap infeksi dan komponen-komponen lainnya (Klein, 2007). Banyak
alternatif pengobatan digunakan untuk penanganan pertama pada luka bakar.
Aloe vera telah dipakai untuk penanganan luka bakar derajat dua, dan telah
diteliti di Australia dibandingkan dengan penggunaan saliva manusia. Hasil
penelitian menunjukkan penanganan alternatif secara signifikan menurunkan
temperatur subdermal pada kulit selama periode pengobatan. Akan tetapi tidak
bisa menurunkan mikroflora atau meningkatkan reepitelisasi, kekuatan skar dan
penampilan kosmetik pada skar (Cuttle et al, 2008). Proses reepitelisasi ini dapat
dipicu dengan menciptakan suasana lembab fisiologis (moist environtment).
Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah moist wound dressing, seperti
penutupan luka dengan kasa yang dibasahi dengan NaCl (Galagher,1995).
Selain itu suasana lembab fisiologis juga dapat diciptakan melalui pemberian
agen topikal Aloe vera yang terbukti membantu proses reepitelisasi sehingga
mempercepat proses penyembuhan luka (Muhammad, 2013). Pada penelitian
terkini pun, di dalam saliva manusia ditemukan banyak komponen-komponen
yang berperan dalam proses reepitelisasi tersebut, seperti antibakteri, antifungi,
antiviral, analgetik, dan berbagai jenis growth factor . Pemberian komponen-
32
komponen
dalam
saliva
ini
telah
terbukti
mampu
mempercepat
umur, status
kesehatan
sebelumnya
dan
inhalasi
asap
dapat
mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Madu
adalah cairan kental manis yang dihasilkan oleh lebah. Bahan ini telah lama
digunakan sebagai obat, dan penelititan yang dilakukan pada dekade terakhir
telah menunjukkan manfaat yang besar dari madu.8-10 Selain memiliki efek anti
mikroba, madu juga memiliki efek anti inflamasi dan meningkatkan fibroblastik
serta angioblastik.11 Analisis mengenai kandungan madu menyebutkan bahwa
unsur terbesar komponen madu adalah glukosa dengan kadar fruktosa paling
besar (76,8%), disamping mineral dan vitamin.12
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. E dengan luka bakar
di Ruang IGD Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, pengkajian yang sesuai
dengan seimbang untuk penyembuhan luka dan harus dilakukan perawatan luka
dengan teknik antiseptik. Diagnosa yang ditemukan meliputi Gangguan
kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler,
Nyeri berhubungan dengan luka bakar, Infeksi berhubungan dengan proses
inflamasi. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain Mengobservasi
tanda-tanda vital, Mengkaji tanda-tanda dehidrasi, Memasang infus untuk
memenuhi kebutuhan cairan, Mengajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam,
Mengatur posis klien senyaman mungkin, Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian anti nyeri analgesic, Mengkaji tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor,
tumor
dan
fungsio
Mempertahankan
laesa),
teknik
Membalut
antisptik.
luka
Pada
bakar
dengan
perencanaan
kasa
semua
steril,
tindakan
keperawatan pada pasien dengan luka bakar adanya kerja sama yang baik
antara perawat dan pasien, keluarga pasien, perawat ruangan dan dokter
33
merawat serta rencana tindakan yang disusun dan disesuaikan dengan waktu
saat dirumah sakit.
Selain teknik pengobatan dan perawatan luka bakar yang baik, pasien luka
bakar juga membutuhkan nutrisi yang baik untuk mendukung penyembuhannya.
Gangguan nutrisi pada pasien yang dirawat dapat disebabkan karena adanya
keadaan penyakit penderita atau dapat juga disebabkan kurangnya perhatian
keluarga dalam perawatan. Menurut ahli gizi 75 persen status gizi pasien yang
dirawat di rumah sakit mengalami penurunan. Karena itu pelayanan gizi pasien
khususnya bagi pasien luka bakar yang masih dalam proses penyembuhan agar
dapat dilakukan upaya pemberian nutrisi yang adekuat.
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka,
berdasarkan ukuran luas luka bakar dan berdasarkan berat ringannya.
Berdasarkan penyebabnya luka bakar terdiri dari luka bakar yang
disebabkan oleh radiasi, air panas, listrik, bahan/ zat kimia, api dan
sebagainya.
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa
faktor antara lain presentase luasnyaa, kedalaman, umur klien riwayat
pengobatan yang lalu dan trauma yang menyertai atau bersamaan.
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat
meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka
secara langsung. Luka bakar perlu ditangani secara seksama untuk
mencegah kejadian yang mengancam jiwa. Prinsip utama penanganan luka
bakar meliputi pengurangan rasa sakit, mencegah infeksi, menyeimbangkan
cairan dan elektrolit tubuh, serta asupan gizi yang baik.
35
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. (2001). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth
Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 1328.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi
2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (2001). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press.
Surabaya.
Doenges M.E. (2000). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2
nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik
Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I.
Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1999). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
36
37