Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN TINGKAT KUALITAS

HIDUP PADA PENDERITA TB PARU DI UPT


PUSKESMAS KECAMATAN MANTUP
KABUPATEN LAMONGAN

Ruchus Adhi Pradana


Program Studi S1 Keperawatan STIKES Bina Sehat PPNI Mojokerto,
adhipradana027@gmail.com

Abstrak
Kualitas hidup seseorang merupakan fenomena yang multidimensional. Kualitas hidup dalam
kesehatan didefinisikan sebagai nilai yang diberikan selama hidup dan dapat berubah karena adanya
penurunan nilai fungsional, persepsi, sosial yang dipengaruhi oleh cedera, penyakit dan pengobatan.
Penderita yang merasa cemas akan berdampak pada kondisi psikologisnya dan akhirnya akan
mempengaruhi keberhasilan pengobatan, keluhan psikologis ini akan mempengaruhi kualitas
hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Antara Tingkat Kecemasan dengan
Tingkat Kualitas Hidup pada Penderita TB Paru di UPT Puskesmas Kecamatan Mantup Kabupaten
Lamongan. Desain penelitian ini menggunakan analitik korelasional dengan pendekatan cross
sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita TB Paru di UPT Puskesmas
Kecamatan Mantup Kabupaten Lamongan sebanyak 97 penderita. Sampel penelitian diambil
menggunakan teknik quota sampling sejumlah 49 responden. Data dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner DASS-42 Modifikasi (DASS-A) dan WHOQOL – BREF. Data dianalisis
menggunakkan uji Spearman rho. Variabel independen tingkat kecemasan dan variabel dependen
tingkat kualitas hidup. Hasil penelitian didapatkan bahwa tidak terdapat Hubungan Antara Tingkat
Kecemasan dengan Tingkat Kualitas Hidup pada Penderita TB Paru di UPT Puskesmas Kecamatan
Mantup Kabupaten Lamongan. Dengan hasil uji Sperman rho menunjukkan korelasi sebesar p =
0,083 (p > 0,0,5). Diharapkan pasien TB Paru tidak mengalami kecemasan yang lebih parah serta
selalu menjaga kesehatan baik secara fisik mapun psikologis, agar tidak terjadi penurunan kualitas
hidup dalam aktivitas kehidupan sehari–hari.

Kata kunci: tingkat kecemasan, tingkat kualitas hidup, tuberkulosis paru

PENDAHULUAN
Penyakit TBC Paru sudah di kenal sejak lingkungan (Putri, S., 2015). Kualitas hidup
dahulu kala. Penyakit ini disebabkan oleh seseorang merupakan fenomena yang
kuman /bakteri mycobacterium multidimensional. Kualitas hidup dalam
tuberculosis.(Soep, 2013). TBC Paru kesehatan didefinisiskan sebagai nilai yang
merupakan penyebab kematian nomor dua diberikan selama hidup dan dapat berubah
setelah penyakit kardiovaskuler (Stroke) pada karena adanya penurunan nilai fungsional,
semua kelompok usia, dan nomor satu dari persepsi, sosial yang dipengaruhi oleh cedera,
golongan penyakit infeksi. Seorang pasien TB penyakit dan pengobatan (Andika, S., 2016).
Paru akan kehilangan waktu kerjanya 3 sampai Penderita yang merasa cemas akan berdampak
4 bulan, hal tersebut disebabkan adanya pada kondisi psikologisnya dan akhirnya akan
penurunan pada kualitas hidup yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan,
dipengaruhi oleh beberapa aspek, yang meliputi keluhan psikologis ini akan mempengaruhi
aspek fisik, psikologis, sosial maupun kualitas hidupnya (Ratnasari, 2012).
Menurut penelitian mengenai kualitas penderita TB Paru di Kabupaten Lamongan
hidup pada pasien TB paru yang pernah pada Tahun 2017 sejumlah 1381 orang,
dilakukan oleh Ratnasari (2012) di BP4 sedangkan di UPT Puskesmas Mantup Mantup
Yogyakarta, menunjukan bahwa kualitas hidup 93 orang, pasien kambuh sejumlah 4 orang
penderita TB paru yang berobat jalan di BP4 (Dinkes Lamongan, 2018). Setiap individu
Yogyakarta terkait aktivitas pada satu minggu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak
terakhir tergolong baik. Sebanyak 34 orang hanya menggunakan satu strategi tetapi dapat
(68%) responden, menyatakan bahwa mereka dilakukan bervariasi tergantung dari
dapat bekerja atau belajar dengan normal. kemampuan dan kondisi individu. Reaksi yang
Sebaliknya, responden yang menyatakan tidak berorientasi pada ego merupakan reaksi yang
mampu bekerja atau belajar dalam keadaan sering digunakan dalam menghadapi
apapun sebesar 4%. Sebesar 80% responden kecemasan, jika individu melakukannya dalam
menyatakan mereka dapat makan, mencuci, waktu sesaat maka akan dapat mengurangi
berpakaian sendiri, naik kendaraan umum tanpa kecemasan tetapi jika digunakan dalam waktu
bantuan orang lain. Kemampuan untuk yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan
melakukan kegiatan seharihari, seperti orientasi realita, memburuknya hubungan
mengurus diri sendiri serta dapat berfungsi interpersonal dan menurunnya produktifitas
sosial merupakan salah satu komponen dalam kerja sehingga memberikan kontribusi terhadap
kualitas hidup terkait kapasitas fungsional penurunan kualitas hidup pada seseorang
(Ratnasari, 2012; Putri S, 2015; 63). (Suryani, A., 2016). Kualitas hidup merupakan
Menurut data WHO (2017), pada indikator penting untuk menilai keberhasilan
terdapat 10,4 juta kasus baru tuberkulosis atau dari intervensi pelayanan kesehatan, baik dari
142 kasus/100.000 populasi, dengan 480.000 segi pencegahan maupun pengobatan.
kasus multidrug-resistant (Kemenkes RI., Pengobatan Tb bertujuan untuk menyembuhkan
2017). Pada tahun 2016 jumlah kasus tertinggi pasien, mencegah kematian, mencegah
yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
Jawa Timur dan Jawa Tengah sebesar 44% dari Obat Anti Tuberkulosis (OAT) (Putri, S., 2015;
jumlah seluruh kasus baru di Indonesia 63).
(Kemenkes RI., 2017). Cakupan penemuan Adapun faktor – faktor yang
kasus TB Paru BTA (+) di Jawa Timur kasus mempengaruhi kualitas hidup yaitu usia,
baru TB Paru BTA (+) sebanyak 21.606, semua pendidikan, sosial ekonomi, serta psikologis.
kasus 45.239, 21.606 kasus (BTA (+)). Faktor psikologis sendiri dapat berupa
Sedangkan cakupan angka kesembuhan TB kecemasan yang bisa menurunkan kemampuan
Paru BTA (+) sejumlah 18.916 (80,6%). Jumlah individu untuk mengatasi stressor. Stressor
tersebut menyebabkan perubahan dalam METODE PENELITIAN
kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut Desain penelitian yang digunakan dalam
terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian penelitian ini adalah penelitian secara analisis
diri untuk menanggulanginya, dan apabila tidak korelatif menggunakan pendekatan Cross
dapat menanggulangi maka akan timbul Sectional Design. Jenis penelitian yang
keluhan seperti cemas. Psikologis menjadi salah menekankan waktu pengukuran/observasi data
satu faktor yang menentukan kualitas hidup variabel independen dan dependen hanya satu
seseorang serta penting bagi individu untuk kali pada satu saat (Nursalam, 2013; 163).
melakukan kontrol terhadap semua kejadian Populasi dalam penelitian ini adalah semua
yang dialami dalam hidupnya dan kesejahteraan pasien sesuai dengan kriteria peneliti.
psikologisnya agar kualitas hidup menjadi baik Pengambilan sampel menggunakan teknik non
(Suryani, A., 2016). probability sampling yaitu quota sampling yaitu
Solusi untuk mengatasi kecemasan dan suatu teknik penetapan sampel dengan cara
meningkatkan kualitas hidup yaitu dengan menetapkan sejumlah anggota sampel secara
memberikan kebutuhan rasa aman, kebutuhan quotum atau jatah (Notoatmodjo, 2012; 125).
rasa kasih sayang dan psikologi positif bagi Ukuran sampel yang digunakan dalam
kesejahteraan. Psikologi positif ini menekankan penelitian ini yaitu 49 responden. Variabel
hal yang baik dan mempelajari kekuatan independen "Tingkat Kecemasan" dan Variabel
manusia secara formal, dan bagaimana agar Dependen "Tingkat Kualitas Hidup". Penelitian
manusia hidup lebih baik, agar kebutuhannya dilakukan pada 30 Mei – 7 Juni 2018 di Poli
dapat terpenuhi. Selain itu, dengan memberikan Paru UPT Puskesmas Mantup – Lamongan.
dukungan pada penderita, diharapkan dalam Alat ukur menggunakan Kuesioner DASS42
pengobatannya, dapat berjalan dengan lancar Modifikasi/DASS – A untuk Tingkat
dan berhasil, serta tidak bosan atau jenuh akibat Kecemasan dengan 14 pernyataan dan
dari lama pengobatan TB paru yang sering WHOQOL – BREF untuk Tingkat Kualitas
membuat pasien mengalami kecemasan, yang Hidup dengan 26 pertanyaan. Uji statistik
kemudian berpengaruh terhadap penurunan dalam penelitian ini menggunakan Spearman
tingkat kualitas hidupnya. (Suryani, A., 2016).. Rho Test adalah untuk mengetahui hubungan
Tujuan penelitian ini adalah adakah Hubungan antara tingkat kecemasan dengan tingkat
Antara Tingkat Kecemasan dengan Tingkat kualitas hidup. H 0 ditolak, jika nilai p <α (0,05).
Kualitas Hidup pada Penderita TB Paru di UPT Analisis data ini menggunakan program
Puskesmas Kecamatan Mantup”. perangkat lunak SPSS 24.
HASIL PENELITIAN responden yaitu normal dengan frekuensi 16
1. Data Umum responden ( 32,7 %).
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat
Data Umum Frekuensi Prosentase (%) kualitas hidup pada penderita
Umur TB paru di UPT Puskesmas
≤ 30 tahun 8 16,3 Mantup Kab. Lamongan
31 – 40 tahun 11 22,4
41 – 50 tahun 8 16,3 Tingkat Kualitas Hidup Frekuensi Prosentase (%)
> 50 tahun 22 44,9 Tinggi 31 63,3
Total 49 100 Rendah 18 36,7
Jenis Kelamin Total 49 100.0
Laki-laki 25 51,0 Sumber: Data primer tahun 2018
Perempuan 24 49,0
Total 49 100.0 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa tingkat
Pendidikan kualitas hidup pada penderita TB paru di
SD/MI 23 46,9
SLTP/ SMP/MTS 11 22,4 UPT Puskesmas Mantup Kab. Lamongan
SLTA/SMA/MA 15 30,6
Sarjana 0 0,0 sebagian besar dari responden yaitu tinggi
Total 49 100.0 dengan frekuensi 31 responden (63,3 %).
Sumber: Data primer tahun 2018
Tabel 4.4 Tabulasi Silang hubungan
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa antara tingkat kecemasan
sebagian besar responden dengan berumur dengan tingkat kualitas hidup
pada penderita TB paru di
>50 tahun, yaitu sebanyak 22 responden UPT Puskesmas Mantup Kab.
(44.9%), sebagian besar responden berjenis Lamongan
Tingkat Kualitas Hidup
kelamin laki – laki yaitu sebanyak 25 Tingkat Kualitas Kualitas Total
Kecemasan Hidup Tinggi Hidup Rendah
responden (51,0%), sebagian besar F (%) F (%) F (%)
Normal 8 50,0 8 50,0 16 100
responden berpendidikan SD/MI yaitu Rendah 6 60,0 4 40,0 10 100
sebanyak 23 responden (46,9%). Sedang 7 63,6 4 36,4 11 100
Parah 5 83,3 1 16,7 6 100
2. Data Khusus Sangat Parah 5 83,3 1 16,7 6 100
Total 31 63,3 18 36,7 49 100
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tingkat p = 0,083 α = 0,05
kecemasan pada penderita TB Sumber: Data primer tahun 2018
paru di UPT Puskesmas
Mantup Kab. Lamongan Tabel 4.4 bahwa setengah dari 16
Tingkat Kecemasan Frekuensi Prosentase (%) responden yang mempunyai Tingkat
Normal 16 32,7
Ringan 10 20,4 Kecemasan Normal memiliki Tingkat
Sedang 11 22,4
Parah 6 12,2 Kualitas Tinggi dan Rendah yang sama yaitu
Sangat Parah 6 12,2 sebanyak 8 responden (50,0%) dan hampir
Total 49 100.0
Sumber: Data primer tahun 2018 seluruh dari 6 responden yang mempunyai

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa tingkat Tingkat Kecemasan Parah dan Sangat Parah

kecemasan pada penderita TB paru di UPT sama sama memiliki Tingkat Kualitas Hidup

Puskesmas Mantup Kab. Lamongan Tinggi yaitu sebanyak 5 responden (83,3%).

sebagian kecil/hampir setengah dari


PEMBAHASAN salah satu faktor internal yang berkontribusi
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa terhadap timbulnya kecemasan pada orang tua,
sebagian besar dari responden mempunyai Bahkan ada yang berpendapat bahwa faktor
tingkat kecemasan yaitu normal sebanyak 16 umur muda lebih mudah mengalami cemas
responden (32,7%). Kecemasan adalah emosi, daripada umur tua, tetapi ada juga yang
perasaan yang timbul sebagai respon awal berpendapat sebaliknya (Kaplan & Sadock
terhadap stres psikis dan ancaman terhadap dalam Soep, 2013). Sehingga sebagian dari
nilai-nilai yang berarti bagi individu (Azizah, responden merasa dirinya baik-baik saja dan
L.M., Zainuri, I., & Akbar, A., 2016). Penyakit tidak merasa cemas, serta tidak mengalami
TB masih menjadi ancaman bagi masyarakat kesulitan bernafas saat melakukan aktivitas
sekitar, karena jika salah satu anggota fisik dan tidak merasa berkeringat secara
keluarganya ada yang menderita TB maka berlebihan pada tubuh saat malam hari.
kemungkinan akan sangat berpengaruh pada Dari faktor jenis kelamin pada tabel 4.1
anggota keluarga lain, salah satunya timbulnya didapatkan sebagian besar dari 25 responden
kecemasan pada pasien TB terhadap adanya (51,0%) berjenis kelamin laki-laki yaitu
penularan. Selain itu, pasien TB juga sebanyak 9 responden (36,0%) memiliki
mengalami gangguan pola tidur karena batuk kecemasan yang sedang. Laki-laki lebih
dan sesak napas. Dari tanda dan gejala tersebut cenderung mengalami kecemasan dibandingkan
dapat menimbulkan kecemasan (Andika, S., dengan perempuan, hal ini dikarenakan laki–
2016). laki dirasa lebih sensitif terhadap permasalahan,
Hasil analisa data menunjukkan bahwa sehingga mekanisme koping laki-laki kurang
sebagian besar dari jumlah responden yang baik dibandingkan perempuan (Soep, 2013).
memiliki tingkat kecemasan normal merasa Sehingga sebagian dari responden tidak
dirinya baik-baik saja dan tidak merasa cemas, merasakan dadanya mau "copot" dan berdetak
responden yang dirinya tidak mengalami "kencang" saat beraktivitas fisik. Serta tidak
kecemasan merasa tidak khawatir dan panik mengalami kesulitan dalam menelan obat yang
dengan situasi/tanda–tanda penyakit yang diberikan, sehingga mereka merasa dirinya
dialaminya dan yakin bahwa penyakit yang baik-baik saja dan tidak merasa cemas, dan
dideritanya akan sembuh, meskipun harus tidak merasa gemetar pada tangan atau tubuh.
menjalani lama pengobatan selama 6 bulan. Dari faktor pendidikan pada tabel 4.1
Dari faktor umur pada tabel 4.1 didapatkan sebagian besar dari 23 responden
didapatkan hampir dari setengah dari 22 (46,9%) berpendidikan SD/MI yaitu sebanyak 9
responden (44,9%) berumur >50 tahun yaitu responden (39,1%) memiliki kecemasan yang
sebanyak 9 responden (40,9%) memiliki normal. Semakin tinggi pendidikan seseorang,
kecemasan yang normal. Umur merupakan maka semakin mudah untuk penerimaan
informasi. ini berarti semakin tinggi pendidikan memiliki perasaan negatif seperti kesepian,
semakin tinggi pula tingkat pengetahuan putus asa, dan cemas, responden yang puas
seorang maka akan lebih mengatasi dalam terhadap kesehatan yang dimilikinya merasa
menggunakan koping yang efektif dibanding dapat melakukan aktifitas sehari–hari dengan
tingkat pengetahuan rendah (Yeti, A., dkk, baik tanpa ada keluhan yang diakibatkan oleh
2015; 40). Sehingga sebagian dari responden penyakit yang dialami dan lama terapi
merasa dirinya baik-baik saja dan tidak merasa pengobatannya selama 6 bulan.
cemas, panik, dan khawatir, karena tidak Dari faktor umur pada tabel 4.1
mengalami kesulitan dalam menelan obat yang didapatkan hampir dari setengah dari 22
diberikan, dan merasa tidak ketakutan dengan responden (44,9%) berumur >50 tahun yaitu
akibat penyakit yang dialami. sebanyak 13 responden (59,1%) memiliki
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa kualitas hidup yang tinggi. Kualitas hidup
sebagian besar dari responden mempunyai menurun seiring peningkatan umur. Penderita
tingkat kualitas hidup yang tinggi sebanyak 31 dengan umur produktif merasa termotivasi
responden (63,3%). Kualitas hidup untuk sembuh, mempunyai harapan hidup yang
didefinisikan sebagai persepsi individu tinggi, dan menjadi tulang punggung keluarga.
mengenai posisi mereka dalam kehidupan Sementara, penderita umur tua menyerahkan
dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana keputusan kepada keluarga. Tidak sedikit dari
mereka hidup dan dalam kaitannya denga mereka merasa sudah bosan, capek menunggu
tujuan, harapan standar dan perhatian mereka waktu, sehingga kurang termotivasi dalam
(Nursalam, 2013; 84). Rendahnya kualitas menjalani terapi. (Abrori, I & Ahmad, Riris A.,
hidup pada responden diakibatkan adanya 2018; 58). Sehingga sebagian dari responden
gangguan kesehatan fisik yang menyebabkan merasa puas terhadap kesehatan yang
terganggunya aspek – aspek kehidupan yang dimilikinya, dapat menerima penampilan tubuh,
lainnya. Dengan terganggunya kesehatan fisik penyediaan askses layanan kesehatan serta tidak
dam pengobatan yang cukup lama pada memiliki perasaan negatif seperti kesepian,
penderita Tuberkulosis Paru sangat putus asa, dan cemas.
mempengaruhi pada kesehatan psikologis, Dari faktor jenis kelamin pada tabel 4.1
keleluasaan aktivitas (pekerjaan), hubungan didapatkan sebagian besar dari 25 responden
sosial, dan lingkungan (Hastuti, Ina D., (51,0%) berjenis kelamin laki-laki yaitu
Setiawan, R., dan Fikri, J., 2014). sebanyak 17 responden (68,0%) memiliki
Hasil analisa data menunjukkan bahwa kualitas hidup yang tinggi. Laki–laki memiliki
sebagian besar dari jumlah responden yang kepatuhan lebih rendah daripada perempuan.
memiliki tingkat kualitas hidup tinggi puas Kecenderungan laki-laki lebih tinggi untuk
terhadap kesehatan yang dimilikinya dan tidak mangkir berobat karena memiliki aktivitas lebih
tinggi dalam sehari-harinya, dan laki-laki Rendah yaitu sebanyak 8 responden (50,0%)
merupakan tulang punggung keluarga yang dan hampir seluruh dari 6 responden yang
harus bekerja, namun laki-laki cenderung mempunyai Tingkat Kecemasan Sangat Parah
memiliki kualitas hidup lebih buruk daripada memiliki Tingkat Kualitas Hidup Tinggi yaitu
perempuan. (Abrori, I & Ahmad, Riris A., sebanyak 5 responden (83,3%).
2018; 58). Sehingga sebagian dari responden Faktor psikologis sendiri dapat berupa
merasa puas terhadap kesehatan yang kecemasan yang bisa menurunkan kemampuan
dimilikinya, dan rasa sakit akibat penyakit TB individu untuk mengatasi stressor. Stressor
tidak mencegahnya untuk beraktivitas bekerja tersebut menyebabkan perubahan dalam
untuk memiliki cukup uang agar dapat kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut
memenuhi kebutuhannya. terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian
Dari faktor pendidikan pada tabel 4.1 diri untuk menanggulanginya, dan apabila tidak
didapatkan sebagian besar dari 23 responden dapat menanggulangi maka akan timbul
(46,9%) berpendidikan SD/MI yaitu sebanyak keluhan seperti cemas. Psikologis menjadi salah
14 responden (60,9%) memiliki kualitas hidup satu faktor yang menentukan kualitas hidup
yang tinggi. Tingkat pendidikan termasuk salah seseorang. Penting bagi individu untuk
satu faktor yang memengaruhi kualitas hidup, melakukan kontrol terhadap semua kejadian
pengetahuan merupakan domain untuk yang dialami dalam hidupnya serta
membentuk tindakan. Penderita berpendidikan kesejahteraan psikologisnya, agar kualitas
tinggi memiliki pengetahuan lebih luas hidup individu tersebut menjadi lebih baik
sehingga dapat mengontrol diri dalam (Suryani, A., 2016). Dampak dari beban
mengatasi masalah yang dihadapi. (Abrori, I & psikologis pada pasien Tuberkulosis paru akan
Ahmad, Riris A., 2018; 59). Sehingga sebagian memperburuk kesehatan psikologis sehingga
dari responden yang lebih matang dalam akan menurunkan kualitas hidup pasien.
berfikir akan tahu bagaimana cara untuk dapat Ketidakberdayaan pasien Tuberkulosis paru
mengelola aktivitas keseharian–hariannya, akan menimbulkan perubahan adaptasi pada
sehingga seseorang tersebut dapat menikmati respon psikologis, sosial, dan spiritual sehingga
hidupnya. Mereka merasa hidupnya sangat akan berpengaruh terhadap Quality of Life
berarti, puas dapat bersosialisasi dengan baik, (QoL) penderitanya (Kusnanto, dkk., 2016;
serta puas dengan kesehatan dan layanan yang 221)
diberikan. Kenyataan yang terjadi pada penelitian
Berdasarkan tabel 4.4 diatas ini menunjukkan bahwa 8 responden yang
menunjukkan bahwa setengah dari 16 memiliki tingkat kecemasan normal memiliki
responden yang mempunyai Tingkat tingkat kualitas hidup rendah. Mereka merasa
Kecemasan Normal memiliki Tingkat Kualitas bahwa kecemasan tidak menimbulkan efek
pada kualitas hidupnya, karena mereka merasa pada kualitas hidupnya, karena mereka merasa
dirinya baik-baik saja dan tidak merasa cemas, dirinya baik-baik saja dan tidak mengalami
khawatir, panik ataupun gemetaran pada tangan ketakutan, kekhawatiran, ataupun kepanikan
dan tubuh saat beraktivitas. Sedangkan 5 yang disebabkan penyakit yang dialaminya.
responden yang memiliki tingkat kecemasan Sedangkan 5 responden yang mengalami
sangat parah memiliki tingkat kualitas hidup tingkat kecemasan sangat parah memiliki
tinggi, meskipun salah satu timbulnya tingkat kualitas hidup tinggi, merasa bahwa
kecemasan pada pasien TB disebabkan karena kecemasan tidak menggangu kegiatan sehari-
pemilihan koping yang maldapatif. Akan tetapi hari dan mereka merasa puas terhadap
mereka merasa bahwa kecemasan tidak kesehatan yang dimilikinya, dapat menerima
menggangu kegiatan sehari-hari dan mereka penampilan tubuh, akses layanan, dan tidak
merasa puas terhadap kesehatan mereka. memiliki perasaan negatif seperti kesepian,
Sehingga mereka masih dapat bersosialisasi putus asa, dan cemas.
dengan baik dan tidak memiliki perasaan Dari faktor jenis kelamin pada tabel 4.1
negatif seperti kesepian, putus asa, dan cemas. didapatkan sebagian besar dari responden yang
Dari faktor umur pada tabel 4.1 berjenis kelamin laki–laki yaitu sebanyak 25
didapatkan hampir sebagian besar dari responden (51,0%). Laki-laki lebih cenderung
responden yang berumur >50 tahun yaitu mengalami kecemasan dibandingkan dengan
sebanyak 22 responden (44,9%). Dengan perempuan, hal ini dikarenakan laki–laki dirasa
semakin cukup umur tingkat kematangan dan lebih sensitif terhadap permasalahan, sehingga
kekuatan seseorang maka akan lebih matang mekanisme koping laki-laki kurang baik
dalam berfikir dan bagaimana cara untuk dapat dibandingkan perempuan (Soep, 2013). Laki–
mengatasi kecemasan yang dirasakannya. (Yeti, laki memiliki kepatuhan lebih rendah daripada
A., dkk, 2015; 39). Sedangkan seiring perempuan, sehingga laki-laki cenderung
peningkatan umur maka kualitas hidup semakin memiliki kualitas hidup lebih buruk daripada
menurun. Penderita dengan umur produktif perempuan. (Abrori, I & Ahmad, Riris A.,
merasa termotivasi untuk sembuh, mempunyai 2018; 58).
harapan hidup yang tinggi, dan menjadi tulang Kenyataan dalam penelitian ini,
punggung keluarga. (Abrori, I & Ahmad, Riris menunjukkan bahwa 8 responden yang
A., 2018; 58). memiliki tingkat kecemasan normal memiliki
Kenyataan dalam penelitian ini, tingkat kualitas hidup rendah. Mereka merasa
menunjukkan bahwa 8 responden yang bahwa kecemasan tidak menimbulkan efek
memiliki tingkat kecemasan normal memiliki pada kualitas hidupnya, karena mereka tidak
tingkat kualitas hidup rendah. Mereka merasa merasakan dadanya mau "copot" dan berdetak
bahwa kecemasan tidak menimbulkan efek "kencang" dengan penyakit yang dialaminya.
Serta tidak mengalami ketakutan dengan bahwa kecemasan tidak menimbulkan efek
penyakit yang dialaminya ataupun dalam pada kualitas hidupnya, karena mereka merasa
menelan obat yang diberikan, karena mereka dirinya bak-baik saja dan tidak merasa cemas,
merasa dirinya baik-baik saja dan tidak merasa khawatir, ataupun panik, serta tidak merasa
cemas, ataupun merasa gemetar pada tangan ketakutan dengan akibat penyakit yang dialami.
atau tubuh. Sedangkan 5 responden yang Sedangkan 5 responden yang mengalami
mengalami tingkat kecemasan sangat parah tingkat kecemasan sangat parah memiliki
memiliki tingkat kualitas hidup tinggi, merasa tingkat kualitas hidup tinggi, merasa bahwa
bahwa kecemasan tidak menggangu kegiatan kecemasan tidak menggangu kegiatan sehari-
sehari-hari dan mereka merasa puas terhadap hari dan mereka merasa puas terhadap
kesehatan yang dimilikinya, rasa sakit akibat kesehatan yang dimilikinya, dapat bersosialisasi
penyakit TB tidak mencegahnya untuk dengan baik, serta merasa puas dengan akses
beraktivitas bekerja untuk memiliki cukup uang layanan kesehatan yang telah diberikan.
agar dapat memenuhi kebutuhannya serta akses Berdasarkan hasil uji statistik Spearman
pelayanan kesehatannya. rho test didapat nilai r sebesar - 250 dan
Dari faktor pendidikan pada tabel 4.1 menunjukkan nilai p (0,083) > α (0,05). Karena
didapatkan sebagian besar dari responden yang sig. (2-tailed) 0,083 > α 0,05 sehingga artinya
berpendidikan SD/MI yaitu sebanyak 23 H0 diterima, jadi tidak terdapat hubungan
responden (46,9%). Semakin tinggi pendidikan tingkat kecemasan dengan tingkat kualitas
seseorang, maka semakin mudah untuk hidup pada penderita TB Paru di UPT
penerimaan informasi. Berarti semakin tinggi Puskesmas Kecamatan Mantup Kabupaten
pendidikan semakin tinggi pula tingkat Lamongan.
pengetahuan seorang maka akan lebih Dengan melihat hasil uji statistik dapat
mengatasi dalam menggunakan koping yang dijelaskan bahwa tidak terdapat hubungan
efektif dibanding tingkat pengetahuan rendah tingkat kecemasan dengan tingkat kualitas
(Yeti, A., dkk, 2015; 40). Tingkat pendidikan hidup pada penderita TB Paru di UPT
termasuk salah satu faktor yang memengaruhi Puskesmas Kecamatan Mantup Kabupaten
kualitas hidup, penderita berpendidikan tinggi Lamongan. Diharapkan pasien TB Paru tidak
dapat mengontrol diri dalam mengatasi masalah mengalami kecemasan yang lebih parah serta
yang dihadapi. (Abrori, I & Ahmad, Riris A., selalu menjaga kesehatan baik secara fisik
2018; 59). mapun psikologis, agar tidak terjadi penurunan
Kenyataan dalam penelitian ini, kualitas hidup dalam aktivitas kehidupan
menunjukkan bahwa 8 responden yang sehari–hari
memiliki tingkat kecemasan normal memiliki
tingkat kualitas hidup rendah. Mereka merasa
SIMPULAN DAN SARAN 2. Bagi Keluarga dan Masyarakat
Simpulan Diharapkan keluarga penderita TB
Sebagian kecil/hampir setengah dari Paru dan masyarakat yang ada disekitar agar
responden mempunyai tingkat kecemasan yaitu memberikan motivasi dan dukungan kepada
normal sebanyak 16 responden (32,7%). penderita TB Paru untuk proses
Sebagian besar dari responden mempumyai kesembuhannya. Hal ini diupayakan agar
tingkat kualitas hidup yang tinggi sebanyak 31 penderita paru tidak mengalami kecemasan
responden (63,3%). Hasil uji spearman rho yang dapat mempengaruhi kualitas
dengan menggunakan SPSS 24 didapatkan nilai hidupnya, sehingga keluarga penderita agar
signifikasi = 0,083. Ketentuan α = 0,05 dimana mampu memberikan ketenangan dan
H0 ditolak jika Sig. (2-tailed) < α atau H0 semangat pada penderita TB Paru.
diterima jika Sig. (2-tailed) > α. Karena sig. (2- 3. Bagi Tenaga Kesehatan
tailed) 0,083 > α 0,05 maka H0 diterima artinya Diharapkan dapat memberikan
tidak terdapat hubungan antara tingkat informasi dan mengembangkan ilmu
kecemasan dengan tingkat kualitas hidup pada keperawatan jiwa terkait kualitas hidup.
penderita TB Paru di UPT Puskesmas 4. Bagi Peneiliti Selanjutnya
Kecamatan Mantup Kabupaten Lamongan. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
Saran dapat meneliti faktor lain yang berhubungan
1. Bagi Responden dengan tingkat kualitas hidup pada penderita
Bagi pasien tuberkulosis paru TB paru. Diharapkan penelitian selanjutnya
disarankan untuk memperbaiki perilaku bisa dilakukan dengan cara door to door atau
ataupun kebiasaan sehari – hari untuk lebih kunjungan ke rumah pasien. Dikarenakan
mengarah pada perilaku baik supaya tidak saat penelitian door to door waktu yang
menularkan tuberkulosis pada orang dibutuhkan lebih lama serta responden bisa
disekelilingnya terutama keluarganya dan lebih konsentrasi dalam mengisi kuesioner,
diharapkan mencari tahu lebih dalam tentang daripada saat di ruang poli paru. Serta
penyakit tuberkulosis sehingga tidak diharapkan ada penambahan item lama
mengalami kecemasan yang lebih lanjut menjalani pengobatan TB Paru pada lembar
serta selalu menjaga kesehatan baik secara pengisian data umum.
fisik mapun psikologis, terutama yang
menyebabkan penurunan kualitas hidup DAFTAR PUSTAKA
pada penderita TB Paru sehingga dapat Abrori, I & Ahmad, Riris A. (2018). Kualitas
Hidup Penderita Tuberculosis Resistan
mengurangi dampak dari kecemasan.
Obat di Kabupaten Banyumas. Berita
Kedokteran Masyarakat, 34, (2), 55 – 61.
Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publicatio
ns/227862-kualitas-hidup-penderita- indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-
tuberculosis-re85fcd9a7.pdf. Diakses 2016.pdf. Diakses pada tanggal 11
pada tanggal 05 Mei 2018 Oktober 2017
Andika, Surya. (2016). Hubungan Tingkat Kemenkes RI. (2017). Data & Infromasi Profil
Kecemasan dengan Tingkat Kualitas Kesehatan Indonesia 2016. Retrieved
Hidup Pasien Tuberkulosis Paru di from
Puskesmas Perumnas II Kecamatan http://www.depkes.go.id/resources/downl
Pontianak Barat. Skripsi. Fakultas oad/pusdatin/lain-
Kedokteran Universitas Tanjungpura. lain/Data%20dan%20Informasi%20Kese
Retrieved from hatan%20Profil%20Kesehatan%20Indon
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmke esia%202016%20-
perawatanFK/article/view/22009. %20%20smaller%20size%20-
Diakses pada tanggal 05 Mei 2018 %20web.pdf. Diakses pada tanggal 07
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur September 2017
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Ed Kusnanto, Pradanie R., & Karima, Inas A.
4. Jakarta: Rineka Cipta (2016). Spiritual Emotional Freedom
Azizah, Lilik Ma’rifatul, Zainuri, Imam, & Technique (SEFT) and the Quality of Life
Akbar, Amar. (2016). Buku Ajar of People Living with Lung Tuberculosis.
Keperawatan Kesehatan Jiwa – Teori & Jurnal JKP, 4, (3), 213 – 224. Retrieved
Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: from
Indomedia Pustaka https://media.neliti.com/media/publicatio
Dinkes Lamongan. (2018). Laporan Penemuan ns/104426-ID-spiritual-emotional-
Dan Pengobatan Pasien TB. Lamongan: freedom-technique-se.pdf. Diakses pada
Dinkes Lamongan tanggal 05 Mei 2018
Hastuti, Ina D., Setiawan, R., dan Fikri, J. LPPM. (2017). Buku Panduan Penulisa Skripsi.
(2014). Hubungan Dukungan Sosial dan Mojokerto: Stikes Bina Sehat PPNI
Kualitas Hidup pada Penderita TB Paru Mojokerto
di Balai Kesehatan Kerja Masyarakat Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian
Provinsi Jawa Barat Tahun 2014. Jurnal Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Bhakti Kencana Medika, 4, (1), 58 – 63. Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu
Retrieved from Keperawatan. Ed 3. Jakarta: Salemba
http://ejurnal.stikesbhaktikencana.ac.id/fi Medika
le.php?file=jurnal&id=574&cd=0b2173ff Putri, Suci.T., (2015). Kualitas Hidup Pada
6ad6a6fb09c9595f6d50001df6&name=H Pasien Tuberkulosis Paru Berdasarkan
ub%20dukungan%20sosial%20dgn%20k Aspek Kepatuhan Terhadap Pengobatan
ualitas%20hidup.pdf. Diakses pada Di Puskesmas Padasuka Kota Bandung.
tanggal 12 Juni 2018 Jurnal Keperawatan Aisyiyah, 2 (2), 62 –
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. 63. Retrieved from
Retrieved from http://jurnalkeperawatan.stikes-
http://www.depkes.go.id/resources/downl aisyiyahbandung.ac.id/jurnal.php?detail=
oad/general/Hasil%20Riskesdas%202013 jurnal&file=SuciTutyPutri_JKA_Vol2_N
.pdf. Diakses pada tanggal 25 September o2_Desember_2015_08.pdf&id=546&cd
2017 =0b2173ff6ad6a6fb09c95f6d50001df6&
Kemenkes RI. (2016). Infodatin TBC Temukan name=SuciTutyPutri_JKA_Vol2_No2_D
Obat Sampai Sembuh. Retrieved from esember_2015_08.pdf. Diakses pada
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/downl tanggal 19 Oktober 2017
oad.php?file=download/pusdatin/infodati Ratnasari, Nita Y. (2012). Hubungan Dukungan
n/Infodatin-TB-2016.pdf.Diakses pada Sosial dengan Kualitas Hidup pada
tanggal 07 September 2017 Penderita TB Paru di Balai Pengobatan
Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta Unit
Indonesia Tahun 2016. Retrieved from Minggiran. Jurnal Tuberkulosis
http://www.depkes.go.id/resources/downl Indonesia, 8 (2), 1 – 35. Retrieved from
oad/pusdatin/profil-kesehatan- http://ppti.info/ArsipPPTI/PPTI-Jurnal-
Maret-2012.pdf. Diakses pada tanggal 05 On Mental Health. Genewa: WHO.
Mei 2018 Retrieved from
Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan http://www.who.int/mental_health/media
Riset Keperawatan,Eds.2. Jogjakarta: /en/76.pdf. Diakses pada tanggal 31
Graha Ilmu Oktober 2017
Soep. (2014). Faktor-Faktor Yang WHOQOL. (2012). Programme On Mental
Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Health WHOQOL User Manual.
Pasien Tb Paru Di Ruang 3 RSUP Haji International: Division Of Mental Health
Adam Malik Medan. Jurnal Ilmiah And Prevention Of Substance Abuse.
PAMED, 9 (2), 195 – 198. Retrieved Retrieved from
from http://repository.poltekkes- http://apps.who.int/iris/handle/10665/779
medan.ac.id/files/1701173dda0328/3988 32. Diakses pada tanggal 31 Oktober
30305/files/jurnalvol9no2thn2014.pdf. 2017
Diakses pada tanggal 19 Oktober 2017 WHO. (2016). Global Tuberculosis Report.
Suryani, A., (2016). Hubungan Antara Tingkat Retrieved from
Kecemasan Dengan Kualitas Hidup http://www.who.int/tb/publications/globa
Lanjut Usia Di Panti Wredha Dharma l_report/gtbr2016_executive_summary.p
Bhakti Pajang Surakarta. (Skripsi). df. Diakses pada tanggal 20 September
Retrieved from 2017
http://eprints.ums.ac.id/44708/27/NASK Yeti, A., Candrawati, E., & Ragil., C.A.W.
AH%20PUBLIKASI%20rev.pdf. (2015). Pengetahuan Pasien Tuberkulosis
Diakses pada tanggal 28 Januari 2018 Berimplikasi terhadapt Keoatuhan
UPT Puskesmas Mantup. (2017). Narasi Profil Berobat. Jurnal Care, 3, (2), 35 – 44.
Puskesmas Mantup 2017. Lamongan: Retrieved from
UPT Puskesmas Mantup https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/care/a
WHO.(1996). WHOQOL – BREF Introduction, rticle/view/481. Diakses pada tanggal 05
Administration, Scoring, and Generic Mei 2018
Version of The Assesment Programme

Anda mungkin juga menyukai