Disusun oleh :
Pembimbing:
AKBP dr. Karjana, Sp.KJ
2
BAB II
ISI
2.1 Definisi Demensia
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit atau gangguan otak
yang biasanya bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur
kortikal yang multipel (multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya :
daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya tangkap, berhitung, kemampuan
belajar, berbahasa, dan daya nilai.
Umumnya disertai, dan kalanya diawali, dengan kemerosotan dalam pengendalian
emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.
Ditandai dengan adanya penurunan daya ingat dan daya pikir yang sampai
mengganggu kegiatan harian seseorang seperti : mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil. Tidak didapatkan gangguan kesadaran
dan gejala sudah nyata paling sedikit selama enam bulan (PPDGJ III dan DSM V,
2013).
2.2 Epidemiologi
3
2.3 Etiologi
Etiologi dari Demensia terjadi akibat disfungsi otak yang bermanifestasi sebagai
gejala-gejala defisit kognitif seperti kelemahan memori, hendaya berbahasa,
gangguan fungsi eksekutif, apraksia, dan agnosia (DSM IV).
Penyebab Demensia semua penyakit yang menyebabkan disfungsi otak, antara
lain penyakit Alzheimer, Stroke, Hidrosephalus, Parkinson, AIDS, Huntington,
dan gangguan metabolik termasuk defisiensi vitamin.
4
dapat mendahului. Demensia selalu terjadi pada stadium akhir. Penyakit
ini termasuk autosomal dominan (lengan pendek dari kromosom p),
sehingga perlu ditelusuri adakah riwayat penyakit dalam keluarga.
3. Penyakit Parkinson
Lesi terletak di basal ganglia (subkorteks) pada beberapa pasien terdapat
depresi(40%) dan atau demensia. Pemberian Levodopa hanya
memperbaiki gejala sementara saja.
4. Lain-lain
Penyebab Demensia lainnya adalah kelumpuhan progresif supranuklear,
degenerasi spinoserebelar, penyakit pick, Parkinsonisme-Demensia
kompleks Guam, SSPE, Penyakit Creutzfeldt Jacob, Ensefalitis herpes
simpleks, Multiple sklerosis, HIV, dan trauma kepala.
B. Demensia yang dapat pulih
1. Demensia Vaskular
Merupakan suatu penyakit heterogen dengan patologi vaskular yang luas
termasuk infark tunggal, demensia multi-infark, lesi kortikal iskemik,
stroke perdarahan, gangguan hipoperfusi,gangguan hipoksik dan demensia
tipe campuran.
Suatu onset yang mendadak atau detorientasi yang bertahap, disertai
adanya gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis
demensia vaskuler.
Ditandai dengan fungsi kognitif tidak merata, hilangnya daya ingat,
gangguan daya pikir, dan gejala neurologis fokal. Daya relatif dan daya
nilai relatif tetap baik.
2. Hidrosefalus tekanan normal (Normal Pressure Hidrocephalus)
Memiliki trias gejala klasik yaitu ataksia, inkontinensia, dan demensia
progresif-demikian juga idiopatik dan setelah trauma serebri, perdarahan
atau infeksi.
3. Demensia menetap yang diinduksi oleh zat
Diagnosis dilakukan dengan menyingkirkan kemungkinan diagnosis
lainnya. Umumnya ada riwayat menjadi peminum alkohol berat
5
selama bertahun-tahun. Sebagian kasus dapat reversibel dengan nutrisi
yang baik dan abstinensia. Kemungkinan penyebab demensia meliputi:
- Intoksikasi Obat : Sering pada usia lanjut. Umumnya karena
tterlalu banyak makan obat, dan tidak paham intruksi nya
- Tumor Otak : Terutama tumor metastatik (dari paru dan mammae)
dan meningioma. Biasanya ada tanda fokal, kecuali jika tumor ada
di lobus frontal.
- Trauma Otak : pada trauma otak tidak biasa dijumpai demensia
kecuali pada hematom subdural yang dapat terjadi pada usia lanjut.
Gejala berupa demensia, sakit kepala, dan mengantuk yang
berkembang selama beberapa minggu atau bulan dengan atau tanpa
riwayat trauma.
- Infeksi : Setiap infeksi bermakna (pneumonia, ISK) dapat
menyebabkan delirium dan memperburuk demensia pada usia
lanjut. Demensia dapat disebabkan oleh abses otak, sifilis SSP, TB,
dan meningitis kriptokokus.
- Gangguan Metabolik : Paling banyak adalah gangguan tiroid-
hipotiroidisme. Demensia terjadi bahkan dengan kadar hormon
yang mendekati normal dapat reversibel. Ketidakstabilan elektrolit
juga merupakan penyebab demensia yang umum dijumpai pada
usia lanjut, seperti hipo atau hipernatremia, hiperkalsemia.
- Gangguan jantug, paru-paru hati dan ginjal : terutama gagal
jantung kronik, aritmia, emfisema
- Lainnya : malnutrisi, terutama pada vitamin B12 dan defisiensi
folat.
2.6 Diagnosis
6
Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis berpedoman pada ICD 10 atau
PPDGJ III. Kriteria diagnosis lain yang umum digunakan adalah DSM IV dan
NINCDS-ADRDA, diagnosis dibedakan mulai dari diagnosis pasti, diagnosis
probable, dan diagnosis possible untuk demensia tipe Alzheimer dan Vaskular.
Umumnya diagnosis dibuat berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan dan
observasi langsung, tes psikometrik, pemeriksaan laboratorium dan radio imaging
jika perlu.akurasi informasi yang didapat sangat bermakna dalam menentukan ada
tidaknya kemunduran intelektual individu dari kecakapan mental sebelumnya
dalam bidang sosial dan pekerjaan.
Kriteria Diagnostik :
1. Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang
sampai menganggu kegiatan harian seseorang seperti mandi,
berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
2. Tidak ada gangguan kesadaran
3. Gejala dan disabilitas sudah nyata selama minimal 6 bulan.
7
- Subjek yang memiliki resiko tinggi demensia (adanya riwayat
keluarga dengan demensia)
8
- Hendaya berbahasa : seringkali samar dan tidak begitu persis;
kadang-kadang hampir mutisme. Adakah perseverasi, blocking,
atau afasia dini. Tanyakan tentang penyakit kronis
Pemeriksaan laboratorium
Pemilihan tes berdasarkan etiologi yang dicurigai. Pertimbangkan skrining dengan
ESR, CBC, STS, SMA 12, T3%T4, Vitamin B12, CT scan. Tes lain nya
dilakukan sesuai kadar obat, EEG yang berfungsi untuk mengidentifikasi patologi
yang tersembunyi di area SSP.
Psikometrik
Pemeriksaan Psikometrik berguna untuk membantu mengidentifikasi lesi fokal,
memberikan gambaran data dasar, membantu diagnosis, dan mengidentifikasi
kekuatan/kelebihan pasien untuk dipakai perencanaan terapi.
Tes yang bermanfaat untuk klinikus adalah WAIS, tes Bender Gestalt, tes Luria,
dan tes baterai Halstead.
Tes skrining yang singkat naun bermanfaat adalah pemeriksaan status mini mental
(MMSE) dari Folstein, dilengkapi dengan tes menggambar jam.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
9
Proses menua normal dapat menyerupai demensia ringan, terutama jika
pasien tertekan oleh lingkungan nya, isolasi sosial, kelelahan, atau gangguan
penglihatan dan pendengaran. Dalam mendiagnosis demensia pastikan bahwa
terdapat defisit kognitif yang terjadi multipel (amnesia, afasia, agnosia, apraksia,
penurunan fungsi eksekutif dll) yang disebabkan disfungsi otak karena berbagai
kondisi medis.
DETEKSI DINI
Deteksi dini demensia dapat dilakukan oleh berbagai kalangan bila gejala
dan tanda demensia dapat terpantau. Pencegahan primer merupakan salah satu
cara menghambat progresivitas penyakit. Ada berbagai macam kondisi peralihan
antara normal dan demensia yang disebut ringan (Mild Cognitive Impairment),
(Vascular Cognitive Impairment)
2.7 Penatalaksanaan
TERAPI SUPORTIF
-Berikan perawatan fisik yang baik, nutrisi yang bagus, berikan kacamata, alat
bantu dengar.
-Pertahankan pasien berada dalam lingkungan yang sudah dikenalnya dengan
baik, seperti berkumpul dengan teman-teman lama nya.
-Pertahankan keterlibatan pasien melalui kontak personal, diskusikan berita aktual
dengan pasien menggunakan televisi,kalender dan radio.
-Bantu untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien.
TERAPI SIMTOMATIK
-Ansietas akut, kegelisahan, agresi, agitasi : Haloperidol 0,5 mg per oral 3x1,
Risperidon 1 mg per oral sehari.
-Ansietas non psikotik, agitasi : Diazepam 2 mg per oral 2x1
-Agitasi kronik: SSRI seperti Fluoxetine 10-20 mg/hari, Buspiron 15 mg 2x1.
Pertimbangkan beta bloker dosis rendah.
10
-Depresi : pertimbangkan SSRI dan anti depresan baru lainnya dahulu dengan
Trisiklik mulai perlahan-lahan dan tingkatkan sampai ada efek. Misal despiramin
75-150 mg per oral sehari.
-Insomnia : hanya untuk penggunaan jangka pendek.
2.8 Prognosis
Prognosis demensia bervariasi tergantung pada penyakit atau kondisi
medik yang mendasari nya. Jiak penyebab demensia dapat dikoreksi atau
disembuhkan maka prognosis baik, namun untuk jenis penyakit
degeneratif yang belum ada obatnya maka prognosis kurang baik.
11
Delirium merupakan salah satu jenis Gangguan Mental Organik yang penting dan
sering dijumpai dalam klinik. Kondisi ini bukan merupakan penyakit tetapi
merupakan gejala sehingga untuk menentukan adanya delirium harus didasarkan
penyebabnya.
3.2. Epidemiologi
Penyebab utama delirium adalah penyakit pada sistem saraf pusat, penyakit
sistemik, intoksikasi atau withdrawal obat-obatan atau zat toksik. Beberapa
laporan menyebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya delirium adalah karena
terjadi penurunan aktivitas acetylcholine dalam otak. Salah satu penyebab lain
timbulnya delirium adalah toksisitas penggunaan obat dengan aktivitas
antikolinergik tersebut amitryptiline,doxepine,imipramine,thioridazine, dan
chlorpramazine yang merupakan obat-obatan sering digunakan dalam psikiatri.
3.4. Klasifikasi
- Delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum
- Delirium yang diinduksi oleh zat (intoksikasi zat&putus zat)
- Delirium akibat etiologi multipel
- Delirium yang tidak tergolongkan
3.5. Kriteria diagnostik
12
dengan atau tanpa waham sementara, yang khas terdapat sedikit
inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang.
c. Awitannya tiba-tiba, perjalanan penyakitnya singkat dan kecenderungan
fluktuasi tiap hari,
d. Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau
laboratorium untuk menemukan penyebab delirium ini.
13
Delirium yang disebabkan putus obat (DSM-IV-TR)
a. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap
lingkungan dalam bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan
perhatian
b. Khas terdapat inkoherensi sedikit, disorientasi waktu, tempat dan orang.
c. Awitannya tiba-tiba, perjalanan penyakit singkat dan ada kecenderungan
berfluktuasi sepanjang hari.
d. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau
laboratorium untuk menemukan penyaakit delirium ini dalam kriteria A
dan B. Keadaan ini berkembang selama atau dalam waktu singkat sesudah
sindroma putus zat.
14
Terdiri dari hiperaktivitas dan hipoaktivitas. Hiperaktivitas kaitannya
dengan sindrom putus zat, seperti berkeringat, takikardi, nausea.
Hipoaktivitas seluruh aktivitas menurun hingga sering dikatakan depresi
4. Gangguan pemusatan perhatian
Ditandai dengan adanya kesulitan mempertahankan, memusatkan dan
mengalihkan perhatian
5. Orientasi
Gangguan orientasi waktu sering terjadi pada delirium yang ringan. Bila
pada delirium berat akan mencakup orientasi tempat dan orang.
6. Bahasa dan kognitif
Sering terjadi abnormalitas dalam berbahasa dan terjadi inkoherensi, daya
ingat dan fungsi kognitif umum mungkin terganggu.
7. Persepsi
Halusinasi visual dan auditorik sering ditemukan
8. Mood
Gejala yang sering nampak adalah marah, mengamuk, ketakutan yang tak
beralasan. Perubahan mood dapat berfluktuasi sepanjang hari.
9. Gangguan tidur bangun
Sering menunjukkan agitasi pada malam hari dan masalah perilaku pada
saat waktu tidur.
10. Gejala neurologi
Meliputi disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi, dan inkontinensia urin.
3.7. Diagnosis Banding
- Delirium dengan demensia
Perbedaan paling nyata diantara kedua nya adalah mengenai
awitannya. Yaitu delirium awitannya secara tiba-tiba, sedangkan
pada demensia berjalan perlahan, meskipun keduanya mengalami
gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil dan pada
delirium berfluktuasi
15
- Delirium dengan skizofrenia
Beberapa pasien dengan gangguan psikotik terutama skizofrenia
atau episode manikmungkin pada satu keadaanmenunjukkan
perilaku yang sangat kacau sulit dibedakan dengan delirium.
Secara umum, halusinasi dan waham pada skizofrenia lebih
menetap dan konstan dibandingkan pada pasien delirium.
3.8. Terapi
Dalam mengobati pasien delirium hal yang paling utama adalah
mengobati penyebabnya. Bila penyebabnya akibat toksisitas
antikolinergik maka gunakan pisotigmin salisilat 1-2 mg intravena atau
intramuskular dapat diulang 15-30 menit jika diperlukan.
Farmakoterapi
Dua gejala utama delirium yang memerlukan terapi obat yaitu psikosis
dan insomnia. Obat yang dianggap cocok untuk psikosis adalah
haloperidol umum nya dosis 2-10 mg intramuskular da dapat diulang
satu jam kemudia bila pasien masih menunjukkan agitasi. Bila pasien
sudah tenang dapat diberikan obat peroral yang terbagi atas dua dosis
yang sepertiganya diberikan pada pagi hari dan dua pertiga pada saat
tidur. Dosis efektif haloperidol pada kebanyakan penderita delirium
berkisar 5-10mg.
Pada pasien insomnia sebaiknya diatasi dengan golongan
benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh pendek atau menengah
seperti lorazepam 1-2mg sebelum tidur.
3.9. Prognosis
Awitan delirium yang akut, gejala prodromalnya seperti gelisah dan
perasaan takut mungkin muncul pada awal awitan. Bila penyebabnya
telah diketahui dan dapat dihilangkan maka gejala-gejala nya akan
menghilang dalam waktu 3-7 hari dan menghilang seluruhnya dalam
waktu dua minggu.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Margaret Chan. Psychosis and Bipolar disorder, bab II and III in mhGAP
Intervention Guide for mental, neurological and substance use disorders in
non-specialized health settings. Version 1.0. Switzerland: World Health
Organization. 2008. p 18-30.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan sadock Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2.
Jakarta: Penerit Buku EGC; 2010.h.366-85.
3. Kegawatdaruratan bipolar. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/77881152/Afektif-Bipolar; 4 Oktober 2012
4. Bipolar disorder. National Institute of Mental Health.
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/complete-
index.shtml. Accessed Nov. 2, 2011.
5. Bipolar disorders. The Merck Manuals: The Merck Manual for Healthcare
Professionals.
http://www.merckmanuals.com/professional/psychiatric_disorders/mood_diso
rders/bipolar_disorders.html#v1028598. Accessed Nov. 2, 2011.
6. Mood disorders. In: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
DSM-IV-TR. 4th ed. Arlington, Va.: American Psychiatric Association; 2000.
http://www.psychiatryonline.com. Accessed Nov. 3, 2011
7. Practice parameter for the assessment and treatment of children and
adolescents with bipolar disorder. Washington, D.C.: American Academy of
Child and Adolescent Psychiatry.
http://www.aacap.org/cs/root/member_information/practice_information/
practice_parameters/practice_parameters. Accessed Nov. 2, 2011.
17
8. Joska JA. Mood disorders. In: Hales RE, et al. The American Psychiatric
Publishing Textbook of Psychiatry. 5th ed. Washington, D.C.: American
Psychiatric Publishing; 2008.
http://www.psychiatryonline.com/pracGuide/pracGuideChapToc_8.aspx.
Accessed Nov. 3, 2011.
9. Martinez M, et al. Psychopharmacology. In: Hales RE, et al. The American
Psychiatric Publishing Textbook of Psychiatry. 5th ed. Washington, D.C.:
American Psychiatric Publishing; 2008.
http://www.psychiatryonline.com/content.aspx?aID=320111. Accessed Nov.
3, 2011.
10. Post RM. Bipolar disorder in adults: Maintenance treatment.
http://www.uptodate.com/home/index.html. Accessed Nov. 2, 2011.
11. Andreescu C, et al. Complementary and alternative medicine in the treatment
of bipolar disorder: A review of the evidence. Journal of Affective Disorders.
2008;110:16.
12. Sarris J, et al. Bipolar disorder and complementary medicine: Current
evidence, safety issues, and clinical considerations. The Journal of Alternative
and Complementary Medicine. 2011;17:881.
13. Hall-Flavin DK (expert opinion). Mayo Clinic, Rochester, Minn. Nov. 8,
2011.
14. Yatham LN, et.al., Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments
(CANMAT) guidelines for the management of patients with bipolar disorder:
update 2007, Bipolar Disorders 2006: 8: 721–739
18