Anda di halaman 1dari 20

I.

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Menurut PPDGJ-III (1993), gangguan mental organik adalah gangguan mental


yang berkaitan dengan penyakit atau gangguan sistemik atau otak yang dapat
didiagnosis tersendiri. Termasuk ke dalam gangguan mental simtomatik dimana
pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari penyakit atau gangguan
sistemik di luar otak. Gambaran umum yang dapat tampak seperti:

1. Gangguan fungsi kognitif, misalnya daya ingat, daya pikir, dan daya
belajar, gangguan sensorium, misalnya gangguan kesadaran, dan
perhatian.
2. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang persepsi, isi
pikiran, dan suasana perasaan dan emosi.

Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai


berikut :
F00. Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini.
F00.1 Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).
F01. Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular onset akut.
F01.1 Demensia multi-infark
F01.2 Demensia Vaskular subkortikal.
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.4 Demensia Vaskular lainnya
F01.8 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain
(YDK)
F02.0 Demensia pada penyakit Pick.
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt – Jakob.
F02.2 Demensia pada penyakit huntington.
F02.3 Demensia pada penyakit Parkinson.

1
2

F02.4 Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).


F02.8 emensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK
F03 Demensia YTT.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00 – F03
sebagai berikut :
.X0 Tanpa gejala tambahan.
.X1 Gejala lain, terutama waham.
.X2 Gejala lain, terutama halusinasi
.X3 Gejala lain, terutama depresi
.X4 Gejala campuran lain.
F04 Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif
lainnya

F05 Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya


F05.0 Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
F05.1 Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
F05.8 Delirium lainya.
F05.9 DeliriumYTT.
F06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik.
F06.0 Halusinosis organik.
F06.1 Gangguan katatonik organik.
F06.2 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
F06.3 Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.
F06.3.0 Gangguan manik organik.
F06.3.1 Gangguan bipolar organik.
F06.3.2 Gangguan depresif organik.
F06.3.3 Gangguan afektif organik campuran.
F06.4 Gangguan anxietas organik
F06.5 Gangguan disosiatif organik.
F06.6 Gangguan astenik organik.
F06.7 Gangguan kopnitif ringan.
3

F06.8 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
lain YDT.
F06.9 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
YTT.
F07 Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan
fungsi otak
F07.0 Gangguan keperibadian organik
F07.1 Sindrom pasca-ensefalitis
F07.2 Sindrom pasca-kontusio
F07.8 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan
disfungsi otak lainnya.
F07.9 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan
disfungsi otak YTT.
F09 Gangguan mental organik atau simtomatik YTT

Sindroma otak organik adalah gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik
yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi jaringan
otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak
(seperti; meningoensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak, dan
sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (seperti; tifus,
endomtritis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoxikasi, dan sebagainya). .
(Maramis, 2009)

Sindrom otak organik dinyatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau
tidak dapat kembalinya gangguan jaringan otak atau sindrom otak organik itu dan
bukan berdasarkan penyebabnya, permulaan, gejala atau lamanya penyakit yang
menyebabkannya. (Maramis, 2009)

Pembagian menjadi psikotik dan nonpsikotik lebih menunjukkan kepada


gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan
menahun. Gejala utama s.o.o akut ialah kesadaran yang menurun dan sesudahnya
terdpat amnesia, pada s.o.o. menahun ialah demensia. (Maramis, 2009)
4

1. Delirium

Delirium menunjuk kepada sindrom otak organik karena gangguan fungsi


atau metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yang menghambat
metabolisme otak. Gejala utama ialah kesadaran menurun. Gejala-gejala lain ialah
penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik, ada yang
bingung atau cemas, gelisah dan panik, ada pasien yang terutama berhalusinasi
dan ada yang hanya berbicara komat-kamit dan inkohoren. (Maramis, 2009)

o Penyebab

Penyebab utama delirium adalah penyakit system saraf pusat (sebagai


contoh, epilepsi), penyakit sistemik (sebagai contoh, gagal jantung), dan
intoksikasi maupun putus dari agen farmakologis atau toksik. Jika memeriksa
seorang pasien delirium, dokter harus menganggap bahwa tiap obat yang
digunakan oleh pasien mungkin secara kausatif berhubungan dengan delirium.
(Maramis, 2009)

o Pedoman diagnostik dalam PPDGJ III:


 Gangguan kesadaran dan perhatian
 Gangguan kognitif
 Gangguan psikomotor
 Gangguan siklus tidur-bangun
 Gangguan emosional
 Onset biasanya cepat, perjalanan penyakit hilang timbul sepanjang
hari, dan keadaan itu berlangsung kurang dari 6 bulan.

o Gambaran klinis
Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran. Dua pola
umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu pola
ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan.
Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang
berhubungan dengan putus zat seringkali mempuyai delirium hiperaktif yang juga
dapat disertai dengan tanda otonomik seperti kulit kemerahan, pucat, berkeringat,
5

pupil berdilatasi, takikardi, mual, muntah dan hipertermi. Pasien dengan pola
gejala campuran hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai sedang depresi,
katatonik, atau mengalami demensia. (Kaplan, 2010)
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang bahkan pada kasus delirium
yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang
ain mungkin juga terganggu pada kasus yang berat. Pasien delirium jarang
kehilangan orientasi terhadap diri sendiri. (Kaplan, 2010)
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa.
Fungsi ingatan dan kognitif umum juga dapat terganggu. Pasien dengan delirium
seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk membedakan stimulasi
sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa
lalu mereka. Halusinasi juga relatif sering pada pasien delirium. (Kaplan, 2010)
Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu. Pasien
seringkali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap di
tempat tidurnya atau di ruang keluarga. Tetapi tidur pada pasien delirium hampir
selalu singkat dan terputus-putus.
Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan
mood. Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran dan rasa takut yang
tidak beralasan. Selain itu, pasien dengan delirium sering kali mempnyai gejala
neurologis yang menyertai termasuk disfasia, tremor, inkoordinasi dan
inkontinensia urin.
o Diagnosis Banding

Delirium perlu didiagnosisbandingkan dengan skizofrenia, demensia,


histeria dan isolasi sensorik. Skizofrenia jenis katatonik yang stupor atau gaduh
gelisah bila timbul sangat akut memang sukar dibedakan dari delirium. Diagnosis
jangan berdasarkan psikopatologi saja pada fase ini, tetapi carilah gejala-gejala
badaniah. (Kaplan, 2010)
6

o Pengobatan

Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan


delirium. Jika disebabkan toksisitas antikolinergik, digunakan physostigmine
salisilat 1- 2 mg IV atau IM.

Tujuan pengobatan penting yang lain adalah memberikan bantuan fisik,


sensorik dan lingkungan. Bantuan fisik diperlukan sehingga pasien dengan
delirium tidak berada dalam kondisi yang mungkin akan menglami kecelakaan.
Pasien dengan delirium tidak boleh dalam lingkungan tanpa stimulasi sensorik
atau dengna stimulasi yang berlebihan.

Pengobatan framakologis. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin


memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat untuk
psikosis adalah haloperidol. Insomnia diobati dengan benzodiazepine dengan
waktu paruh pendek atau hydroxyzine.

o Prognosis

Delirium biasanya hilang bila penyakit badaniah yang menyebabkannya


sudah sembuh, mungkin sampai kira-kira 1 bulan sesudahnya. Jika disebabkan
oleh proses yang langsung menyerang otak, bila proses itu sembuh maka gejala-
gejalanya tergantung pada besarnya kerusakan yang ditinggalkan gejala-gejala
neurologis dan atau gangguan mental dengan gejala utama gangguan inteligensi.

Prognosisnya tergantung pada dapat atau tidak dapat kembalinya penyakit


yang menyebabkannya dan kemampuan otak untuk menahan pengaruh penyakit
itu.

2. Demensia

Demensia adalah sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi


kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada
demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan
7

maslah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan


kemapuan sosial. (Kaplan, 2010)

o Etiologi

Demensia mempunyai banyak penyebab; tetapi demensia tipe Alzheimer


dan demensia vascular secara bersama-sama berjumlah sebanyak 75 persen dari
semua kasus. (Kaplan, 2010)

Gangguan yang dapat menyebabkan demensia:

o Penyakit Alzheimer
o Demensia vascular
o Obat dan toksin
o Massa intracranial
o Anoksia
o Trauma
o Hidrosefalus tekanan normal
o Infeksi
o Gangguan nuteisional
o Gangguan metabolic
o Gangguan peradangan kronis

o Pedoman diagnostik dalam PPDGJ III:

 Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang


sampai mengganggu kegiatan harian seseorang seperti mandi, makan,
berpakaian kebersihan diri, buang air kecil dan buang air besar.
 Tidak ada gangguan kesadaran (clear conciousness)
 Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan

o Gambaran klinis

Pada stadium awal demensia, pasien menunjukkan kesulitan untuk


mempertahankan kinerja mental, lemah, dan kecenderungan untuk gagal jika
8

suatu tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi
pemecahan masalah. Ketidakmampuan melakukan tugas menjadi semakin berat
dan menyebar ke tugas-tugas harian, seperti belanja, saat demensia berkembang.
Defek utama dalam demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi
intelektual dan pemikiran, dan semua fungsi tersebut menjadi secara progresif
terkena saat proses penyakit berlanjut. Perubahan afektif dan perilaku, seperti
kontrol impuls yang defektif dan labilitas emosional, sering ditemukan, seperti
juga penonjolan dan perubahan sifat kepribadian premorbid. (Kaplan, 2010)

Gangguan ingatan biasanya merupakan cirri yang awal dan menojol pada
demensia. Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang,
tempat, dan waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan
penyakit demensia. Proses demensia yang mengenai korteks, dapat mempengaruhi
kemampuan berbahasa pasien. Pasien dengan demensia mungkin menjadi
introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka
terhadap orang lain. Diperkirakan 20-30% pasien demensia, terutama pasien
Alzheimer, memilki halusinasi, dan 30-40% pasien memiliki waham, terutama
dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik. (Kaplan, 2010)

o Pengobatan

Tujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia


adalah mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan meyediakan
situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien. (Rochmah, W., Harimurti, K.,
2007)

Seorang dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan


kecemasan, antidepresan untuk deperesi, dan obat antipsikotik untuk waham dan
halusinasi; tetapi, dokter harus menyadari kemungkinan efek idiosinkratik dari
obat pada lanjut usia. (Kaplan, 2010)

o Prognosis

Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena


sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejalademensia dapat
9

berkembang hanya lambat untuk suatu waktu atau bahkan mundur sesaat. Regresi
gejala tersebut jelas merupakan suatu kemungkinan pada demensia yang
reversibel (sebagai contoh, demensia yang disebabkan oleh hipotiroidisme,
hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) jika pengobatan dimulai. (Kaplan,
2010)
10

II. GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT


PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif bervariasi


luas dan berbeda keparahannya. Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan
dapat dilaukan berdasarkan :

1. Data laporan individu


2. Analisis objektif dari spesimen urin, darah, dan sebagainya
3. Bukti lain(adanya sampel obat yang ditemukan pada pasein, tanda dan
gejala klinis, atau dari laporan pihak ketiga)

Selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari satu
sumber, yang berkaitan dengan penggunaan zat.

Analisis objektif memberikan bukti yang paling dapat diandalkan perihal


adanya pengguanaan akhir-akhir ini. Banyak pengguna menggunakan lebih dari
satu jenis obat namun bila mungkin diagnosis gangguan harus diklasifikasikan
sesuai dengan zat tunggal yag paling penting yang digunakannya. (DepKes, 1993)

o Pedoman diagnostik
1. Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan: tingkat dosis yang digunakan,
individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya
2. Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu
dipertimbangkan
3. Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat
pengguanaan alkohol atau zat psikoaktif kain sehingga terjadi gangguan
kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilakum atau fungsi dan
respon psikofisiologis lainnya.
4. Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada
akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi pengguanaan zat lagi.
Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali
jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi lainnya.
11

Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis ketergantungan zat


“mutlak diperlukan bukti adanya penggunaan dan kebutuhan terus menerus”.
Terdapatnya gejala abstensi bukan satu-satunya bukti dan juga tidak selalu ada,
misalnya pada penghentian pemakaian kokain dan ganja. Obat yang diberikan
dokter tidak termasuk dalam pengertian ini selama pengguanaan obat tersebut
berindikasi medis. (Maramis, 2009)

Istilah ketergantungan zat mempunyai arti yang lebih luas daripada istilah
ketagihan atau adiksi obat. WHO mendefinisikan ketagihan sebagai berikut: suatu
keadaan keracunan yang periodik atau menahun, yang merugikan individu sendiri
dan masyarakat dan yang disebabkan oleh penggunaan suatu zat yang berulang-
ulang dengan ciri-ciri sebagai berikut, yaitu adanya: (Maramis, 2009)

1. Keinginan atau kebutuhan yang luar biasa untuk meneruskan penggunaan


obat itu dan usaha mendapatkannya dengan segala cara
2. Kecendrungan menaikkan dosis
3. Ketergantungan psikologis dan kadang-kadang juga ketergantungan fisik
pada zat itu
o Faktor penyebab

Faktor kepribadian seseorang cenderung mempengaruhi apakah ia akan


tergantung pada suatu obat atau tidak. Orang yang merasa mantap serta
mempunyai sifat tergantung dan pasif lebih cenderung menjadi ketergantungan
pada obat. (Maramis, 2009)

Faktor sosiobudaya juga tidak kalah penting dan saling mempengaruhi


dengan faktor kepribadian. Di Indonesia banyak penderita ketergantungan obat
berasal dari golongan sosioekonomi menengah. Faktor fisik dan badaniah
seseorang menentukan efek fisik obat itu seperti hilangya rasa nyeri dan
ketidakenakkan badaniah yang lain, berkurangnya dorongan sexual, rasa lapar dan
mengantuk atau justru berkurangnya hambatan terhadap dorongan-dorongan.
(Maramis, 2009)

Faktor kebiasaan yang dikemukakan dalam “hipotesis kebiasaan” bekerja


sebagai berikut: karena obat itu mengurangi ketegangan dan perasaan dan tidak
12

enak, maka kebiasaan diperkuat dengan tiap kali pemakaian. Ketergantungan


obat merupakan hasil saling pengaruh dan mempengaruhi yang komplex berbagai
faktor tadi ditambah dengan mudah sukarnya obat itu diperoleh dan kesempatan
untuk mengunakannya. Pemberian obat oleh dokter dapat meninmbulkan
ketergantungan juga. (Maramis, 2009)

o Sindrom ketergantungan

Pedoman diagnosis

Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan tiga atau lebih
gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya: (Anonym, 1993)
a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa untuk
menggunakan zat psikoaktif
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk
sejak mulainya, usaha penghentian atau pada tingkat sedang menggunakan
c. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian pengguanaan zat
atau pengurangan terbukti dengan adanya gejala putus zat khas , atau
orang tersebut menggunakan zat atau yang khas atau dorongan tersebut
mengguanakan zat golongan zat yang sejenis dengan tujuan untuk
menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat
d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang
diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh
dengan dosis lebih rendah
e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain
disebabkan pengguanaan zat psikoaktif , menignkatnya jumlah waktu
yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk
pulih dari akibatnya
f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang
merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum
alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode
penggunaan zat yang berat atau hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan
penggunaan zat, upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa
13

penggunan zat sungguh-sungguh atau dapat diandalkan , sadar akan


hakekat dan besarnya bahaya.
o Keadaan Putus Zat

Pedoman diagnostik

1. Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom


ketergantungan dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus turut
dipertimbangkan

2. Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini
merupakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian
medis secara khusus

3. Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan


psikologis merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini. Yang
khas ialah pasien akan melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda
dengan meneruskan penggunaan zat.

o Keadaan Putus Zat dengan Delirium

Pedoman diagnostik

1. Suatu keadaan putus zat disertai komplikasi delirium

2. Termasuk: De;irium Tremens yang merupakan akibat dari putus obat


secara absolut atau relatif pada penguna ketergantungan berat dengan
riwayat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus
alkohol. Keadaan gaduh gerlisah toksik yang berlangsung singkat tetapi
adakalanya dapat membahayakan jiwa yang disertai gangguan somatik

3. Gejala prodormal khas berupa: insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset


dapat didahului oleh kejang setelah putus zat.

Trias yang klasik dari gejalanya adalah kesadaran berkabut dan


kebingungan, halusinasi dan ilusi yang hidup yang mengenai salah satu
panca indera, tremor berat. Biasanya ditemukan juga waham, agitasi,
14

insomnia atau siklus tidur yang terbakik, dan aktivitas otonomik yang
berlebihan.

o Gangguan Psikotik

Pedoman diagnostik

1. Gangguan psikotik yang terjadi atau segera sesudah penggunaan sat


psikoaktif (48 jam) bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus zat
dengan delirium atau suatu onset lambat .

2. Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil


dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis
zat yang digunkannya dan kepribadian pengguna zat. Pada penggunaan
obat stimuilan seperti kokain dan amfetamin gangguan psikotik yang
diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat dengan tingginya dosis
dan atau penggunaan zat yang berkepanjangan.

o Sindrom Amnesik

Pedoman diagnosis

1. Sindrom amnesik yang disebabkan oleh zat psikoaktif harus memenuhi


kriteria umum untuk sindrom amnesik organik

2. Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah:

a. Gangguan daya ingat jangaka pendek, gangguan sensai waktu

b. Tidak ada gangguan daya ingat segera, tidak ada ganggaun


keasadaran, dan tidak ada gangguan kognitif secara umumn

c. Adanya riwayat atau bukti yang objektif dari pengguanaan alkohol


atau zat yang kronis
15

1. Metamfetamin

Rasemik amphetamine sulfate pertasma kali disintesis tahun 1887 dan


diperkenalkan dlam praktek klinis dalam tahun 1932 sebagai inhaler yang dapat
dibeli bebas untuk mengobati kongesti hidung dan asma. (Kaplan, 2010)

o Bentuk-bentuk

Sekarang ini, amfetamin utama yang tesedia di Amerika Serikat adalah


dextroamphetamine, methamphetamine, methylphenidate. Obat tersebut beredar
dengna nama jalanan seperti crack, crystal, crystal meth, dan speed. (Kaplan,
2010)

o Neurofarmakologi

Semua amfetamin cepat diabsorbsi peroral dan disertai dengan onset kerja
yang cepat, biasanya dalam satu jam jika digunakan peroral. Amfetamin.
Methamphetamine efek primernya yaitu menyebabkan pelepasan katekolamin,
terutama dopamine, dari terminal parasinaptik. Efek tersebut terutama kuat pada
neuron dopaminergik yang keluar dari area tegmental ventralis ke korteks serebral
dan area limbic. (Kaplan, 2010)

o Kriteria diagnostk untuk intoksikasi amfetamin:


a. Pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan yang belum lama
terjadi
b. Perilaku maladaptive atau perubahan perilaku yang bermakana secara
klinis yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian
amfetamin atau zat yang berhubungan
c. Dua (atau lebih) hal berikut, berkembang selama atau segera sesudah,
pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan:
1. Takikardia atau bradikardia
2. Dilatasi pupil
3. Peninggian atau penurunan tekanan darah
4. Berkeringat atau menggigil
16

5. Mual atau muntah


6. Tanda-tanda penurunan berat badan
7. Agitasi atau retardasi psikomotor
8. Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, atau
aritmia jantung
9. Konfusi, kejang, diskinesia, distonia atau koma
d. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain

Gejala putus amfetamin yang paling serius adalah depresi, yang dapat berat
setelah penggunaan amfetamin dosis tinggi secara terus-menerus dan yang dapat
disertai dengan ide atau usaha bunuh diri. (Kaplan, 2010)

o Gambaran klinis

Pada seseorang yang sebelumnya belum pernah penggunakan amfetamin,


dosis tunggal 5 mg meningkatkan rasa kesehatannya dan menyebabkan elasi,
euphoria dan keramahan. Dosis kecil biasanya memperbaiki pemusatan perhatian
mereka dan meningkatkan kinerja dalam tugas menulis, oral, dan kinerja.
Terdapat juga penurunan kelelahan, menyebabkan anoreksia, dan peningkatan
ambang rasa nyeri. (Kaplan, 2010)

Efek merugikan yang paling sering akibat penyalahgunaan amfetamin


yaitu padaa serebrovaskular, jantung, dan gastrointestinal. Keadaan spesifik yang
mengancam kehidupan adalah infark miokardium, hipertensi berat, penyakit
kardiovaskular, dan colitis iskemik. Efek pada psikologis yang merugikan yaitu
kegelisahan, insomnia, iritabilitas, sikap permusuhan, dan konfusi. (Kaplan, 2010)

o Pengobatan

Pengobatan gangguan spesifik akibat penyalahgunaan amfetamin dengan obat


spesifik mungkin diperlukan dalam jangka waktu pendek. Antipsikotik, baik
phenothiazine atau haloperidol, dapat diresepkan pada beberapa hari pertama.
Tanpa adanya psikosis, diazepam berguna untuk mengobati agitasi dan
hiperaktifitas pasien. Diazepam IM atrau per-oral 5-10 mg tiap 3 jam; untuk
17

takiaritmia: propranolol 10-20 mg peroral tiap 4 jam, vitamin C 0,5 g empat kali
sehariperoral dapat meningkatkan ekskresi urin dengan mengasmakan urin.
(Kaplan, 2010)

2. Kanabis

Kanabis adalah nama singkat untuk tanaman rami Cannabis sativa.


Tanaman kanabis biasanya dipotong, dikeringkan, dipotong kecil-kecil,
selanjutnya digulung menjadi rokok. Nama yang umum untuk kanabis adalah
mariyuana, grass, pot, weed, tea dan Mary Jane.

o Neurofarmakologi.

Komponen utama kanabis adalah Δ9-TCH. Suatu reseptor spesifik untuk


kanabinol telah diidentifikasi, diklon, dan dikarakterisasi. Reseptor adalah anggota
dari keluarga reseptor yang berkaitan dengan protein G. Reseptor kanabinoid
diikat dengna protein G inhibitor (Gi) yang berikatan dengna adenilil siklase di
dalam pola menginhibisi. Reseptor kanabinoid ditemukan dalam konsentrasi yang
tertinggi di ganglia basalis, hipokampus dan serebelum, dengan konsentrasi yang
lebih rendah di korteks serebral. (Kaplan, 2010)

o Diagnosis dan gambaran klinis

Efek fisik yang paling sering dari kanabis adalah dilatsi pembuluh darah
konjungtiva dan takikardia ringan. Pada dosis tinggi, hipotensi ortostatik dapat
terjadi. Peningkatan nafsu makan, dan mulut kering adalah efek intoksikasi
kanabis yang sering lainnya. Beberapa data menyatakan bahwa penggunaan
kanabis yang berat berada dalam resiko mengalami penyakit pernapasan kronis
dan kanker paru-paru. Banyak laporan menyatakan bahwa penggunaan kanabis
jangka panjang berhubungan dengan atrofi serebral, kerentanan kejang, kerusakan
kromosom, defek kelahiran, gangguan reaktifitas kekebalan, perubahan
konsentrasi testosterone dan disregulasi siklus menstruasi. Tetapi, laporan tersebut
belum secara pasti ditegakkan, dan hubungan antara efek tersebut dengan
penggunaan kanabis adalah tidak pasti.
18

o Pengobatan

Pengobatan pemakaian kanabis terletak pada prinsip yang sama dengan


pengobatan penyalahgunaan substansial lain, yaitu abstinensia dan dukungan.
Abstinensia dapat dicapai melalui intervensi langsung, seperti perawatan di rumah
sakit,atau melalui monitoring ketat atas dasar rawat jalan dengan menggunakan
skrining obat dalam urin, yang dapat mendeteksi kanabis selama tiga hari sampai
empat minggu setelah pemakaian.Dukungan dapat dicapai dengan menggunakan
psikoterapi individual, keluarga, dan kelompok. (Kaplan, 2010)

3. Inhalan

Di dalam DSM-IV, kategori gangguan berhubungan dengan inhalan


memasukkan sindrom psikiatrik yang disebabkan oleh penggunaan pelarut, lem,
perekat, bahan pembakar aerosol, pengencer cat, dan bahan bakar. Senyawa aktif
di dalam inhalan tersebut adalah toluene, acetone, benzene, trichloretane,
perchlorethylene, trichloloethylene, 1,2,-dichloropropane dan hidrokarbon
berhalogen. (Kaplan, 2010)

o Neurofarmakologi

Inhalan biasanya dilepaskan ke paru-paru dengan menggunakan suatu


tabung, kaleng, atau kantung plastik, atau dengan suatu kain yang direndam
dengan inhalan, melalui atau dari mana pemakai dapat menghirup inhalan melalui
hidung atau menyedot inhalan memalui mulut. Kerja umum inhalan adalah
sebagai depresan system saraf pusat. (Kaplan, 2010)

Inhalan sangat cepat diserap malalui paru-paru dan cepat dikirim ke otak.
Efeknya tampak dalam 5 menit dan dapat berlangsung selama 30 menit sampai
beberapa jam, tergantung pada zat inhalan dan dosisnya. Efek farmakodinamik
spesifiknya tidak dimengerti dengan baik. Karena efeknya biasanya mirip dengan
dan menambahkan pada efek depresan sistem saraf pusat lainnya, beberapa
peneliti telah menyatakan bahwa inhalan bekerja melalui suatu peningkatan
19

GABA. Peneliti lain menyatakan bahwa inhalan mempunyai efeknya melalui


fluidisasi membran. (Kaplan, 2010)

o Gambaran klinis

Dalam dosis awal yang kecil inhalan dapat menginhibisi dan


menyebabkan perasaan euphoria, kegembiraan dan sensai mengambang yang
menyenangkan; obat kemungkinan digunakan untuk mendapatkan efek tersebut.
Gejala psikologis lain pada dosis tinggi dapat termasuk rasa ketakutan, ilusi
sensorik, halusinasi auditoris dan visual, dan distorsi ukuran tubuh. Gejala
neurologis dapat termasuk bicara yang tidak jelas, penurunan kecepatan bicara,
dan ataksia. Penggunaan dalam periode lama dapat disertai dengan iritabilitas,
labilitas emosi, dan gangguan ingatan.

o Pengobatan

Biasanya, penggunaan inhalan relatif singkat dalam kehidupan seseorang.


Orang tersebut menghentikan aktifitas menggunakan zat atau pindah ke zat lain.
Identifikasi penggunaan inhalan pada seorang remaja adalah suatu indikasi bahwa
remaja tersebut harus mendapatkan konseling dan pendidikan tentang masalah
umum penggunaan zat.
20

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. Pedoman


Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
Departemen Kesehatan: Jakarta

Kaplan. H. I., Sadock. B. J., dan Greeb. J. A., 2010 Sinopsis Psikiatri. Binarupa
Aksara Publisher: Tangerang

Maramis, W. F., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Airlangga


University Press: Surabaya

Rochmah, W., Harimurti, K., 2007. Demensia dalam Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
Penerbitan FKUI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai