Anda di halaman 1dari 40

REFERAT

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Disusun oleh :
Ega Rahmadani / 30101306927

Preseptor:
Dr. dr. H. Ahmadi NH, Sp.KJ

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2019

0
BAB I

1. PENDAHULUAN

Gangguan otak organik merupakan suatu gangguan dimana terdapat keadaan


patologis yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak, penyakit cerebrovaskuler,
intoksifikasi obat). Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada
dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya skizofrenia, depresi). Dari
sejarahnya, bidang neurologi telah dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut
organik dan psikiatri dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional.
Di dalam DSM IV diputusakan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan
fungsional telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang disebut
“Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai delirium,
demensia, gangguan amnestik gangguan kognitif lain, dan gangguan mental karena suatu
kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa
yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit,
cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak. Disfungsi ini dapat primer
seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak,
atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai
salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh. PPDGJ II membedakan antara Sindrom
Otak Organik dengan Gangguan Mental Organik. Sindrom Otak Organik dipakai untuk
menyatakan sindrom (gejala) psikologik atau perilaku tanpa kaitan dengan etiologi.
Gangguan Mental Organik dipakai untuk Sindrom Otak Organik yang etiologinya (diduga)
jelas. Sindrom Otak Organik dikatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau tidak
dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak atau Sindrom Otak dan
berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala atau lamanya penyakit yang menyebabkannya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. PERBANDINGAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL


ORGANIK

Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut :
F00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT)

F01 Demensia Vaskular


F01.0 Demensia Vaskular onset akut
F01.1 Demensia multi-infark
F01.2. Demensia Vaskular subkortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT

F02 Demensia pada penyakit lain (YDK)


F02.0 Demensia pada penyakit Pick
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt – Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit huntington
F02.3 Demensia pada penyakit Parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV)
F02.8 Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK

F03 Demensia YTT

2
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03
sebagai berikut :
.x0 Tanpa gejala tambahan
.x1 Gejala lain, terutama waham.
.x2 Gejala lain, terutama halusinasi
.x3 Gejala lain, terutama depresi
.x4 Gejala campuran lain

F04 Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya

F05 Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya


F05.0 Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
F05.1 Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
F05.8 Delirium lainya
F05.9 DeliriumYTT

F06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
F06.0 Halusinosis organik
F06.1 Gangguan katatonik organik
F06.2 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
F06.3 Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik
.30 Gangguan manik organik
.31 Gangguan bipolar organik
.32 Gangguan depresif organik
.33 Gangguan afektif organik campuran
F06.4 Gangguan anxietas organik
F06.5 Gangguan disosiatif organik

3
F06.6 Gangguan astenik organik
F06.7 Gangguan kopnitif ringan
F06.8 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain
YDT
F06.9 Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik YTT

F07 Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak
F07.0 Gangguan keperibadian organik
F07.1 Sindrom pasca-ensefalitis
F07.2 Sindrom pasca-kontusio
F07.8 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan
disfungsi otak lainnya
F07.9 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan
disfungsi otak YTT

F09 Gangguan mental organik atau simtomatik YTT

Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut:


1. Demensia dan Delirium
2. Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala
3. Aterosklerosis otak
4. Demensia senilis
5. Demensia presenilis
6. Demensia paralitika
7. Sindrom otak organik karena epilepsi
8. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan intoksikasi
9. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial

Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut:

4
1. Delirium
1.1. Delirium karena kondisi medis umum
1.2. Delirium akibat zat
1.3. Delirium yang tidak ditentukan (YTT)
2. Demensia
2.1. Demensia tipe Alzheimer
2.2. Demensia vaskular
2.3. Demensia karena kondisi umum
2.3.1. Demensia karena penyakit HIV
2.3.2. Demensia karena penyakit trauma kepala
2.3.3. Demensia karena penyakit Parkinson
2.3.4. Demensia karena penyakit Huntington
2.3.5. Demensia karena penyakit Pick
2.3.6. Demensia karena penyakit Creutzfeldt – Jakob
2.4. Demensia menetap akibat zat
2.5. Demensia karena penyebab multipeL
2.6. Demensia yang tidak ditentukan (YTT)
3. Gangguan amnestik
3.1.Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.
3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat
3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )
4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan

5
1. DELIRIUM

Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat
bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan
perilaku adlah gejala psikiatrik yang umum. Tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan
inkontinensia urine merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya, delirium
mempunyai onset yang mendadak (bebrapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan
berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan.
Tetapi, masing-masing dari ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien
individual. Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium diketahui
mempunyai banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang
berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar
penyebab delirium terletak di luar system saraf pusat contohnya pada gagal ginjal atau hati.
Delirium tetap merupakn gangguan klinis yang kurang dikenali dan kurang
didiagnosis. Bagian dari masalah adalah bahwa sindrom disebut dengan berbagai nama
lain- sebagai contoh, keadaan konfusional akut, sindrom otak akut, ensefalopati metabolis,
psikosis toksis, dan gagal otak akut.
Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk
mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah
perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium. Komplikasi tersebut adalah
cedera kecelakaan karena kesadaran pasien yang berkabut atau gangguan koordinasi atau
penggunaan pengekangan yang tidak di perlukan. Kekacauan rutin bangsal adalah
merupakan masalah yang terutama mengganggu pada unit nonpsikiatrik, seperti pada unit
perawatan intensif dan bangsal medis dan bedah umum.

Epidemiologi

Delirium adalah gangguan yang umum. Usia lanjut adalah faktor risiko untuk
perkembangan delirium. Kira-kira 30 sampai 50 persen pasien rawat di rumah sakit
yang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor

6
predisposisi lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia muda, cedera otak yang
telah ada sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes, kanker,
gangguan sensoris dan malnutrisi. Adanya delirium merupakan tanda prognostik yang
buruk.

Penyebab

Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sitem saraf pusat dan intoksikasi
maupun putus dari agen farmakologis atau toksik. Neurotransmitter utama yang
dihipotesiskan berperan pada delirium adalah asetilkolin, dan daerah neuroanatomis
utama adalah formasio retikularis. Beberapa jenis penelitian telah melaporkan bahwa
berbagai factor yan gmenginduksi delirium menyebabkan penurunan aktifitas
asetilkolin di otak. Juga, satu penyebab delirium yang paling sering adalah toksisitas
dari banyak sekali medikasi yang diresepkan yang mempunyai aktivitas kolinergik.
Formasi retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian dan
kesadaran, dan jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental
dorsalis, yang keluar dari formasi retikularis mesensefalik ke tektum dan thalamus.
Mekanisme patologi lain telah diajukan untuk delirium. Khususnya, delirium yang
berhubungan dengan putus alcohol telah dihubungkan dengan hiperaktivitas lokus
sereleus dan neuron nonadrenergiknya. Neurotransmiter lain yangberperan adalah
serotonin dan glutamate.
Penyebab Delirium:
a. Penyakit intrakranial
1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang
2. Trauma otak (terutama gegar otak)
3. Infeksi (meningitis.ensetalitis)
4. Neoplasma
5. Gangguan vaskular
b. Penyebab ekstrakranial
1. Obat-obatan (di telan atau putus)

7
Obat antikolinergik, Antikonvulsan, Obat antihipertensi, Obat antiparkinson.
Obat antipsikotik, Cimetidine, Klonidine. Disulfiram, Insulin, Opiat,
Fensiklidine, Fenitoin, Ranitidin, Sedatif(termasuk alkohol) dan hipnotik,
Steroid.
2. Racun
Karbon monoksida, Logam berat dan racun industri lain.
3. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
Hipofisis, Pankreas, Adrenal, Paratiroid, tiroid.
4. Penyakit organ nonendokrin
Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik),
Paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem kardiovaskular (gagal
jantung, aritmia, hipotensi).
5. Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asain folat)
6. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis
7. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun
8. Keadaan pasca operatif
9. Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
10. Karbohidrat: hipoglikemi

Diagnosis

Kriteria diagnostik untuk delirium karena kondisi medis umum:


 Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesdaran terhadap lingkungan)
dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau
mengalihkan perhatian.
 Perubahan kognisi atau oerkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik
diterangkan demensia yan gtelah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang
sedang timbul.
 Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cendrung
berfluktuasi selama perjalanan hari.

8
 Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa pgangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung
dari kondisi medis umum.

Kriteria Diagnostik untuk Delirium Putus Zat:


a. Gangguan kesadaran (yaitu penurunan kejernihan kesadaran tehadap lingkungan)
dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankanm atau
mengalihkan perhatian.
b. Perubahan kognisis (seperti defisit daya ingat, disorientasi, gangguan bahasa) atau
perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang
telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan atau yang sedang timbul.
c. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat dan cenderung
berfluktiasi selama perjalanan hari.
d. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gejala dalam kriteria a dan b berkembang selama, atau segera
setelah suatu sindrom putus.

Kriteria Diagnostik untuk Delirium yang Tidak Ditentukan:


Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak memenuhi
kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan dalam bagian ini.
a. Suatu gambaran klinis delirium yang dicuriagai karena kondisi karena kondisi
media umum atau pemakaian zat tetapi di mana tidak terdapat cukup bukti untuk
menegakkan suatu penyebab spesifik.
b. Delirium karena penyebab yang tidak dituliskan dalam bagian ini misal pemutusan
sensorik.

Pemeriksaan fisik dan Laboratorium

Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur dan ditandai oleh onset gejala
yang tiba-tiba. Penggunaan status pemeriksaan mental bedside seperti Mini Mental
State Examination (MMSE) pemeriksaan fisik sering kali mengungkapkan petunjuk

9
adanya penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang diketahui atau riwayat trauma
kepala atau ketergantungan alcohol ata zat lain meningkatkan kemungkinan diagnosis.

Pemeriksaan laboratorium untuk seorang pasien dengan delirium harus termasuk tes-
tes standar dan pemeriksaan tambahan yang diindikasikan oleh situasi klinis. EEG pada
delirium secara karakteristik menunjukkan perlambatan umum pada ktivitas dan dapat
berguna dalam membedakan delirium dari depresi atau psikosis. EEG dari seorang
pasien yang delirium sering kali menunjukkan daerah fokal hiperaktivitas. Pasa kasus
yang jarang, mungkin sulit membedakan delirium yang berhubungan denganepilepsi
dari delirium yang berhubungan dengan penyebab lain.

Gambaran Klinis

Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, keadaan delirium
mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk,
insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari, dan kegelisahan.
Selain itu, pasien yang pernah mengalami episode rekuren di bawah kondisi yang
sama.
a. Kesadaran (Arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium.
Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan
kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesioagaan. Pasien dengan delirium
yang berhubungan dengan putus zat sering kali mempunyai delirium yang
hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan, kulit
pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual muntahdan hipertermia.
Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi,
katatonik, atau mengalami demensia. Pasien dengan pola gejala campuran
hipoaktivitas dan hiperaktivitas juga ditemukan dalam klinis.
b. Orientasi
Terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada pasien dengan delirium.
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yan

10
gringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang laun
mungkin juga terganggu pada kasus yang ebrat. Pasein delirium jarang kehilangan
orientasi terhadap dirinya sendiri.
c. Bahasa dan kognisi
Pasien dengan delirium sering kali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan
dapat berupa bicara yang ngelantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren)
dan gangguan untuk mengerti pembicaraan.
Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah
fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan,
dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang
jauh mingkin dipertahankan. Di samping penurunan kognitif yang dramatis, sebagai
suatu gejala hipoaktif delirium yang karakteristik. Pasien delirium juga mempunyai
gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham
yang tidak sistematik, kadang paranoid.
d. Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk
membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang
dengan pengalaman masa lalu mereka, akibatnya pasien sering kali tertarik oleh
stimuli yang yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika dihadapkan denga
informasi baru. Halusinasi juga relative sering pada pasein delirium. Halusinansi
yang paling sering adalah visual dan auditoris, walaupun halusinansi dapat juga
taktil atau olfaktoris. Halusinasi visual dapat terentang dari gambar geometric
sederhana atau pola berwarna orang yang berbentuk lengkap dengan pemandangan.
Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium.
e. Mood
Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood. Gejala
yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak
beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah
apati, depresi, dan euphoria. Beberapa pasien dengan cepat berpindah di antara
emosi tersebut dalam perjalanan sehari.

11
Gejala Penyerta

Gangguan bangun tidur. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah
terganggu. Pasien sering kali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan
tertidur sekejap. Tetapi tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-
putus. Sering kali keseluruhan siklus tidur bangun pasien dengan delirium semata-mata
terbalik. Pasien sering kali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur
situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning. Kadang pasien dengan delirium
mendapat mimpi buruk yang terus berlangsung ke keadaan terjaga sebagai pengalaman
halusinasi.

Gejala neurologis. Pasien dengan delirium sering kali mempunyai gejala neurologis
yang menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi dan inkontinensia
urine. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan
delirium.

Diagnosa Banding

a. Delirium vs demensia
Penting untuk membedakan delirium dari demensia, dan sejumlah gambaan klinis
membantu membedakannya. Berbeda dengan onset delirium yang tiba-tiba, onset
demensia biasanya perlahan. Walaupun kedua kondisi melibatkan gangguan
kognitif, perubahan dementia adalah lebih stabil dengan berjalannya waktu dan
tidak berfluktuasi selama perjalanan sehari. Kadang-kadang delirium terjadi pada
pesien yang menderita demensia, suatu keadaan yang dikenal sebagai pengaburan
demensia (beclouded dementia). Suatu diagnosis delirium dapat dibuat jika terdapat
riwayat definitive tentang demensia yang ada sebelumnya.
b. Delirium vs Psikosis atau Depresi
Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan depresif. Pasien
dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk mensimulasi gejala delirium.
Pasien dengan gejala hipoaktif dari delirium mungkintampak agak mirip dengan

12
pasien yang depresi berat tapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Diagnosis psikiatrik
lain yang dapat dipertimbangkan dalam diagnosis banding delirium adalah
gangguan psikotik singkat, gejala skizofreniform, dan gangguan disosiatif.

Pengobatan

Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium.
Jika kondisinya dalah toksisitas antikolinergik, penggunaan physostigmine salicylate
(Antrilirium) 1- 2 mg intravena (IV) atau intramuscular (IM) dengan dosis ulang dalam
15 sampai 30 menit, dapat diindikasikan. Tujuan pengobatan yang penting lainnya
dalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan fisik adalah
diperlukan sehingga pasien delirium tidak masuk ke dalam situasi dimana mereka
mungkin mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium tidak boleh dalam lingkungan
tanpa stimulasi sensorik atau dengan stimulasi yang berlebihan. Delirium kadang dapat
terjadi pada pasien lanjut usia dengan penutup mata setelah pembedahan katarak
(black-patch delirium).

Pengobatan medikamentosa
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan medikamentosa
adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih dari psikosis adalah haloperidol
(Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butyrophenone. Tergantung pada usia, berat
badan, dan kondisi fisik pasien, dosis awal dapat terentang antara 2 sampai 10 mg IM,
dapat diulang dalam satu jam jika pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang,
medikasi oral dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan dua
pertiga dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis
oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dari dosis parenteral. Dosis harian efektif total
dari haloperidol mugnkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien
delirium. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat
tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna. Insomnia paling baik
diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau dengan
hydroxyzine 25 sampai 100 mg. golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang

13
dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai bagian
dari pengobatan untuk gangguan dasar.

2. DEMENSIA

Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia
adalah inteligensia umum, belajar, dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah,
orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan social.
Kepribadian pasien juga terpengaruhi. Jika pasien memiliki suatu gangguan kesadaran,
maka pasien kemungkinan memenuhi kriteria diagnostic untuk delirium. Butir klinis
dari demensia adalah identifikasi sindrom dan pemeriksaan klinis tentang
penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis, permanen atau reversible.
Kemungkinan pemulihan demensia adalah berhubungan dengan patologi dasar dan
ketersediaan serta penerapan pengobatan yang efektif. Diperkirakan 15 persen orang
dengan demensia mempunyai penyakit-penyakit yang reversible juka dokter memulai
pengobatan tepat pada waktunya, sebelum terjadi kerusakan yang irreversible.

Epidemiologi

Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Kira-kira lima persen dari semua
orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer, dibandingkan
dengan 15 sampai 25% sari semua orang yang berusia 85 atau lebih. Faktor risiko
untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita, mempunyai sanak
saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut. Dan mempunyai riwayat cedera
kepala. Sindrom down juga secara karakteristik berhubungan dengan perkembangan
demensia tipe Alzheimer. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia
vascular- yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit
serebrovakular. Demensia vascular berjumlah 15 sampai 30 persen dari semua kasus
demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemukan pada orang berusia antara 60
sampai 70 tahun, dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Hipertensi

14
merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit. Kira-kira 10 sampai 15 persen
pasien menderita demensia vascular dan demensia tipe Alzheimer yang terjadi
bersama-sama. Penyebab demensia lainnya yang sering masing-msing mencerminkan
satu sampai 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan
gangguan pergerakan. Contoh penyakit Huntington, dan penyakit Parkinson.

Penyebab

Demensia mempunyai banyak penyebab tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia
vascular secara bersama-sama berjumlah 75% dari semua kasus.

a. Demensia tipe Alzheimer


Diagnosis akhir penyakit alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi
otak, namun demikian, demensia tipe Alzheimer bisanya didiagnosis dalam
lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari
pertimbangan diagnostik. Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih
tidak diketahui, beberapa penelitian menyatakan bahwa sebanyak 40% pasien
mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi faktor
genetik dianggap berperan sebagian dalam perkembangan gangguan dalam
sekurangnya beberapa kasus. Angka persesuaian untuk kembar monozigotikadalah
lebih tinggi dari angka untuk kembar dizigotik. Dan dalam beberapa kasus yang
telah tercatat baik, gangguan telah di transmisikan dalam keluarga melalui suatu gen
autosomal dominan, walaupun transimis tersebut adalah jarang.

Neuropatologi

Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seorang psien dengan
penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan
pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik
adalah bercak-bercak senilis, kekusustan neurofibriler hilangnya neuronal dan

15
degenerasi granovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur dengan
elemen sitoskletal lainnya juga ditemukan.

Protein prekusor amiloid

Gen untuk protein prekusor amyloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21.

Kelainan neurotransmitter

Neurotransmitter yang paling berperan yang paling berperan dalam patologis adalah
asetilkolin dan norepinephrine, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada
penyakit Alzheimer. Ditemukan juga penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin
asetil transferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk
sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase menyatakan
penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis
deficit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis kolinergik seperti
physostigmine dan arecholine telah dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif.
Penurunan aktivitas norepinephrine pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari
penurunan neuron yang mengandung norepinephrine di dalam lokus sereleus yang
telah ditemukan pada pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit
Alzheimer. Dua neurotransmitter lain yang berperan adalah dua peptide neuroaktif,
somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit
Alzheimer.

Penyebab potensial lainnya

Teori kausatif lainnya adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolism


fosfolipid membrane menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih
kaku dibandingkan normal. Bebrapa peneliti telah menggunakan pencitraan
spektroskopik resonansi molecular untuk memeriksa hipotesis tersebut pada pasein
dengan demensia Alzheimer. Toksisitas alumunium juga telah dihipotesiskan

16
sebagai factor kausatif, karena kadar alumunium yang tinggi tlah ditemukan dalam
otak beberapa pasien dengan Alzheimer. Suatu gen E4 juga telah dihubungkan
dalam etiologi penyakit Alzheimer.

b. Demensia Vaskular
Penyebab utama demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral
yang multipel, yang menyebabkan pola gejala demensia. Gangguan dulu disebut
sebagai demensia multi infark. Demensia vascular paling sering ditemui pada laki-
laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelunya atau
faktor kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah
serebral berukuran kecil dansedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi
parenkim multipel yang menyebabr pada daerah otak yang luas. Penyebab infark
mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat asal yang jauh. Suatu pemeriksaan pasien dapat
menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi atau pembesaran kamar jantung.

Penyakit Binswanger
Penyakit ini juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal. Penyakit
ini ditandai dengan adanya infark kecil pada substansia alba, jadi menyerang daerah
korikal. Walaupun penyakit ini sebelumnya dianggap sebagai kondisi yang jarang,
kemajuan teknik pencitraan telah menemukan bahwa kondisi tersebut lebih sering
terjadi.

c. Penyakit Pick
Penyakit ini ditandai dengan atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal.
Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan
pick neuronal, yang merupakan masa elemen sitoskletal. Penyakit pick ini
berjumlah kira-kira lima persen dari semua demensia yang irreversible. Penyakit
pick ini sulit dibedakan dengan demensia Alzheimer walaupun stadium awal dari

17
penyakit ini lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan
fungsi kognitif lain yang lebih bertahan.

d. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit ini adalah penyakit degeneratif otak yang jarang disebabkan oleh agen
yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan, paling mungkin suatu prion
yagn merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung RNA dan DNA.
Penyakit ini secara cepat dan progresif menyebabkan demensia yang berat dan
kematiandalam usia 6 sampai 12 tahun. Penyakit ini ditandai oleh adanya pola
elektroensefalogram (EEG) yang tidak bisa, yang terdiri dari lonjakan gelombang
lambat dengan tegangan tinggi.

e. Penyakit Huntington
Penyakit ini bisanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang
terlihat pada penyakit ini adalah tipe demensia subkortikal yang ditandai dengan
kelainan motoric yang lebih banyak dan kelainan bicara yagn lebih sedikit
dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia pada penyakit huntinton ditandai
oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi
ingatan,bahasa, dan tilikan tetap relative utuh pada stadium awal dan menegah
penyakit. Tetapi saat penyakit berkembang demensia menjadi lengkap, can ciri yang
membedakan ini dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi
depsresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan kortikosteroid yang klasik.

f. Penyakit Parkinson
Seperti penyait Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit ganglia basalis
yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20-30% pasien
dengan dengan penyakit perkinson menderita demensia. Pergerakan yang lambat
pada penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa
pasien yang terkena, hal ini disebut juga bradyphenia.

18
g. Demensia yang berhubungan dengan penyakit HIV
Infeksi virus HIV seingkali menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya.
Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh
tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.

h. Demensia yang Berhubungan dengan Trauma Kepala


Demensia dapat merupakan suati sekuel dari trauma kepala, demikian juga sindrom
neuropsikitrik.

Diagnosis

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer :


a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru
dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).
2. Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut :
a. Afasia (gangguan bahasa)
b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motoric adalah utuh)
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi benda walaupun
fungsi sensorik adalah utuh)
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan, dan abstrak)
b. Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu
penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
c. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan
menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat.
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat
(misalnya suatu obat yang disalahgunakan).

19
Kondisi akibat zat

Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya (misalnya,
gangguan depresif berat, skizofrenia)

Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol :


1. Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang
2. Dengan delirium : jika delirium menumpang pada demensia
3. Dengan waham : jika waham merupakan ciri yang menonjol
1. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi
(termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif
berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan
karena kondisi medis umum tidak diberikan.
2. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis
sekarang
Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku.
Catatan penulisan juga tuliskan penyakit Alzheimer pada aksis III.

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular :


a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik,
1. Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
a. Afasia (gangguan bahasa)
b. Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motorik ataupun
fungsi motorik adalah utuh)
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik adalah utuh)
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan, dan abstrak)
1. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :

20
b. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.
c. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon
ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu
ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit
serebrovaskular (misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan substansia putih
di bawahnya) yang berhubungan secara etiologi dengan gangguan.
d. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang menonjol
1. Dengan delirium jika delirium menumpang pada demensia
2. Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol
3. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk
gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah
ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi
medis umum tidak diberikan.
4. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada gambaran klinis
sekarang.Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku
Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.

Diagnosis Klinis

Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis pasien, termasuk pemeriksaan


status mental dan pada informasi dari anggota keluarga, dan kerabat. Keluhan dari
pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus diperhatikan, perhatikan
juga bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi yang ditujukan untuk
menyembunyikan deficit kognitifketeraturan yang berlebihan, penarikan social, atau
kecendrungan untuk menghunungkan perstiwa dalam perincian yang kecil-kecil dapat
merupakan karakteristik. Ledakan kemaraha yang tiba-tiba, atau sarkasme dapat terjadi.
Labilitas emosional, dandanan yang kotor, ucapan yang tidak tertahan, gurauan yang

21
bodoh, atau ekspresi wajah dan gaya yang bodoh, apatik, atau kosong menyatakan
demensia, terutama jika disertai dengangn gangguan ingatan.

Gambaran klinis

Pada stadium awal demensia, pasein menunjukkan kesulitan untuk kesulitan untuk
mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecendrungan untuk gagal jika suatu tugas
adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi pemecahan masalah.
Ketidak mampuan mengerjakan tugas menjadi semakin berat. Defek utama dalam
demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi intelektual, dan pemikiran. Dan
semua fungsi tersebut menjadi secara progresif terkena saat proses penyakit berlanjut .
perubahan afektif dan perilaku, seperti control impuls yang defektif dan labilitas
emosional sering ditemukan., seperti juga penonjolan dan perubahan sifat kepribadian
premorbid.
1. Gangguan Daya Ingat
Gangguan daya ingat merupakan ciri yang awal dan menonjol pada demensia
yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer, pada awal perjalanan
demensia gangguan daya ingat adalah ringan dan biasanya paling jelas untuk
peristiwa yang baru terjadi. Saat perjalanan demensia berkembang gangguan
emosional menjadi parah dan hanya informasi yang dipelajari paling baik
dipertahankan.
2. Orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan
waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif, selama perjalanan penyakit
demensia.
3. Gangguan Bahasa
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer
sdan demensia vaskular dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien.
Kesulitan berbahasa mungkin ditandai oleh cara berkata yang samar, stereotipik,
tidak tepat atau berputar-putar. Pasien juga kesulitan untuk menyebutkan nama
suatu benda.

22
4. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian ini merupakan hal yang paling mengganggu. Sifat
kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat Selama perkembangan demensia.
Pssien dengan demenisa juga mungkin introvert dan tampaknya kurang
memperhatikan tentang efdek prilaku mereka terhadap orang lain. Pasien
demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan
terhadap anggota keluarga dan orang lain. Pasein dengan gangguan frontal dan
temporal kemunginan mengalami perubahan kepribadian yangjelas dan mudah
marah yang meledak-ledak.
5. Psikosis
Diperkirakan 20-30% pasien demensia terutama pasien dengan demensia tipe
Alzheimer memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40% memiliki waham, terutama
dengan sifat paranoid atau presekutorik yang itdak sistematik, walaupunn
waham yang kompleks menetap, tersistematik dengan baik juga dilaporkan pada
pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk kekerasan lainnya adalah seringpad
pasien demensia yang juga mempunyai gejala psikotik.

6. Gangguan lain
6.1. Psikiatrik.
Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi, kecemasan adalh gejala
utama pada kira-kira 40 sampai 50% pasien demensia. Walaupun sindrom
gangguan depresif yang mungin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 % psien
demensia. Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis
yang patologis, yaitu emosi yang extreme tanpa provokasi yang terlihat.
6.2. Neurologis
Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia sering juga
terjadi. Tanda neurologis lain adalah kejang dan presentasi neurologis yang
atipikal seperti sindrom lobus parietalis non dominan. Reflex primitive seperti
reflex menggenggam, moncong, mengisap, kaki tonik, dan palmomental
mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis dan ditemukan juga jerks

23
mioklonis. Pasien dengan demensia vascular mungkin mempunyai gejala
tambahan seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis
fokal dan ganggua tidur yang mungkin menunjukkan lokasi penyakit
serebrovaskular. Pasli serebrobulbar, disatria dan disfagia jugalebih sering pada
demnsia vaksular daripada demensia lain.
6.3. Reaksi katastropik
Pasein demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan dalam berprilaku
abstrak, kesulitan dalam menbentuk konsep, mengambil perbedaan dan
persamaandari konsep tersebut. Sulit memecahkan masalah dan alasan yang
logis. Ditemukan juga control impulse yang buruk, khususnya pada ademnsia
yang mempenaruhi lobus frontalis.
6.4. Syndrome Sundowner
Sindrom ini ditandai dengan mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara
tidak sengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia dengan yang
mengalami sedasi berat da pada pasien demensia yang bereaksi secara
menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindrom ini juga
terjadi pada pasien demensia jika mendapatkan stimuli external.

Diagnosis Banding

Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan pada pasien dengan demensia.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi penyebab reversible dari demensia dan
untuk memberikan pasien dan kelaurga suatu diagnosis definitif. Pemeriksaan pencitraan
menggunakan MRI dan SPECT (Singe Photon Emission Computed Tomography) yang
berguna unutk mendeteksi pola metabolism otak dalam berbagai demensia dapat
membantu menyingkirkan diagnosis banding.
1. Demensia Tipe Alzheimer vs Demensia Vaskuler
Demensia vaskuler dibedakan dengandemensia Alzheimer adalah dari adanya
perburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskuler selama suatu periode
waktu. Gejala fokal lebih sering ditemukan pada demensia vaskuler.
2. Demensia Vaskuler vs Serangan Iskemik Transien

24
Serangan iskemik transien adalah episode singkt disfungsi neurologis fokal yang
berlangsung kurang dari 24 jam. Keadaan ini seringkali disebabkan oleh
mikroembolisasi dari suatu lesi intracranial proksimal. Dan jika hal ini menghilang
biasanya tanpa perubahan patologis yang bermakna pada jaringa parenkim.
3. Delirium
Delirium dibedakan dari onsetnya yang cepat durasi yang singkat, fluktuasi
gangguan kognitif selama perjalanan hari, eksaserbasi nokt nal dari gejala,
gangguan jelas dari siklus bangun tidur, dan gangguan perhatian dan persepsi yang
menonjol.
4. Depresi
Pada suatu keadaan dimana gangguan kognitif dari demensia sulit dibedakan dari
depresi, hal ini dikenal sebagai pseudodemensia. Pasien dengan disfungsi kognitif
yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang menonjol, dan
mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibanding pasien demensia.,
dan sering kali mempunyai riwayat episode depresif dimasa lalu.
5. Skizofrenia
Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan adanya suatu derajat gangguan
intelektual di dapat gejalanya jauh kurang berat dibandingkan gejala yang
berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada demensia.
6. Penuaan Normal
Ketuaan tidak selalu disertai dengan adanya penurunan kognitif yang bermakna,
tapi suatu derajat ringan masalah ingatan dapat terjadi sebagai bagian dari proses
penuaan normal. Kejadian normal tersebut sering kali disebut sebagai benign
senescent forgetfulness atau age associated memory impairment. Keadaan tersebut
dapat dibedakan dari demensia oleh keparahannya yang ringan dan oleh kenyataan
bahwa keadaan tersebut tidak mengganggu secara bermakna pada kehidupan sosial
atau pekerjaan pasien.

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis

25
Perjalanan klasik dari dementia adalah onsetnya pada pasien yang berusia 50 an dan 60
an denga perburukan bertahap selama 5 sampai 10 tahun, yang akhirnya menyebabkan
kematian. Usia saat onset dan kecepatan perburukannya adalah bervariasi diantara tipe
demensia yang berbeda dan dalam kategori diagnostik individual.

Perjalanan demensia yang paling sering dimulai dengan sejumlah tanda yang samar-
samar yang pada awalnya mungkin diketahui oleh pasien dan orang yang paling dekat
denga pasien. Onset gejala yang bertahap paling sering berhubungan denga demensia
tipe Alzheimer, demensia vascular, endokrinopati, tumor otak dan gangguan metabolik.
Sebaliknya onset demensia yang disebabkan oleh trauma kepala, henti jantung dan
hipoksia serebral atau ensefalopati mungkin terjadi secara tiba-tiba. Walaupun gejala
fase awal demensia adalah samar-samar, gejala menjadi jelas saat demensia
berkembang. Pasien demensia mungkin peka terhadap penggunaan benzodiazepine atau
alcohol yang dapat mencetuskan perilaku yang teragitasi, agresif dan psikotik. Dengan
pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena sifat otak yang dapat
menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat berkembang hanya lambat untuk
suatu waktu atau bahkan mundur sesaat.

Regresi gejala tersebut jelas merupakan suaatu kemungkinan pada demensia yang
reversible jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan yang
tetap dampai bemburukan demensia yang bertambah sampai suatu demensia yang
stabil.
1. Faktor psikososial
Keparahan dan perjalanan semensia dapat dipengaruhi oleh factor psikososial.
Pasien yang mempunyai onset demensia yang cepet menggunakan lebih sedikit
pertahanan dibandingkan denga pasien yang mengalami onset bertahap kecemasan
dan depresi mungkin memperkuat dan memperburuk gejala, pseudodemensia terjadi
pada pasien depresi yang mengeluh gangguan daya ingat, tetapi pada kenyataannya,
menderita dari suatu gangguan depresif. Jika depresi diobati, defek kognitif
menghilang.
2. Demensia Tipe Alzheimer

26
Demensia ini dapat dimulai pada setiap usia. Kira-kira setengah dari pasien dengan
demensia tipe Alzheimer mengalami gejala pertamanya pada usia kurang dari 65
dan 70 tahun. Perjalanan gangguan secara karakteristik adalah penurunan bertahap
selama 8 sampai 10 tahun, walaupun perjalanan dapat jauh lebih cepat atau jauh
lebih bertahap. Jika gejala demensia telah menjadi berat kematian sering kali terjadi
setelah periode waktu yang singkat.
3. Demensia Vaskular
Berbeda dengan onset demensia tipe Alzheimer, onset demensia vascular
kemungkinan mendadak. Juga berbeda denga demensia tipe Alzheimer terdapat
penahanan kepribadian yang lebih besar pada pasiendengan demensia vascular.
Perjalanan demensia vaskular sebelumnya telah digambarkan sebagai bertahap dan
setengah-setengah.

Pengobatan

Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan
tepat pada waktunya. Pendekatan pengobatan umumpada pasien demensia adalah untuk
memberikan perawatan media suportif, bantuan emosional untuk pasien dan
keluarganya, dan pengobatan medika mentosa untuk gejala spesifik.
1. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan yang tersedia saat ini untuk insomnia dan kecemasan, dokter
meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk
depresi, dan antipsikotik untuk waham dan halusinasi. Tapi perlu diperhatikan
adanya efdek idiosinkrartik dari obat lanjut usia sperti perangsangan yang
paradoksal, konfusi, dan peningkatan sedasi. Obat dengan aktivitas kolinergik tinggi
dihindari. Benzodiazepine kerja singkat dalam dosis kecil adalah medikasi ansiolitik
dan sedative lebih disukai untuk pasien demensia.

Tetrahydroaminoacridine telah dianjurkan oleh FDA sebagai suatu pengobatan


untuk penyakit Alzheimer. Obat ini merupakan inhibitor akitivitas antikolinesterase

27
dengan lama kerja yang agak panjang. Karena aktivitas kolinimimetik dari obat,
dapat terjadi peningktan kadar enzim hati.

2. Faktor psikodinamik
Pemburukan kemampuan mental mempunyai arti pskiologis yang bermakna pada
pasien dengan demensia. Pengalaman seseorang memiliki kontinuitas selama
perjalanan waktu adalah tergantung pada ingatan. Dari segi psikodinamik, dapat
tidak terdapat hal tertentu seperti suatu demensia yang tidak dapat diobati.

3. GANGGUAN AMNESTIK

Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat
yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis
dibuat apabila pasien mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif. Gangguan
amnestik ini dibedakan dari gangguan dissosiatif.

Epidemiologi

Tidak ada data pasti mengenai gangguan amnestic ini, bebrapa penelitian melaporkan
adanya insidensi atau prevelensi gangguan ingatan pada penggunaan alkohol dan
cedera kepala.

Etiologi

Struktur anatomi yang terlibat dalam daya ingat dan perkembangan gangguan amnestik
adalah terutama struktur diensefalik, dan struktur lobus midtemporalis. Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa hemisfer kiri lebih kritikal dibanding hemisfer
kanan dalam perkembangan gangguan daya ingat. Gangguan amnestik memiliki
banyak penyebab. Berikut table penyebab gangguan amnestik.

28
Penyebab utama gangguan amnestik:
a. Kondisi medis sistemik
Defisiensi tiamin, hipoglikemia
b. Kondisi otak primer
Kejang, trauma kepala, tumor serebral, penyakit serbrovaskular, prosedur bedah
pada otak, ensefalitis, hipoksia, amnesia global transien, trapi elektrokonvulsif,
sclerosis multiple.
c. Penyebab berhubungan dengan zat
Gangguan penggunaan alkohol, neurotoksin, benzodiazepine

Diagnostik

Berikut diagnosis berdasarkan DSM-IV


Kriteria Diagnostic Untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum
a. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan
kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium
atau suatu demensia
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum
termasuk trauma fisik

Gambaran Klinis dan Subtipe

Pusat gejala dari gangguan daya ingat yang diandai oleh gangguan pada kemampuan
untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograde) dan ketidakmampuan untuk
mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia retrograde) gejala harus

29
menyebabkan masalah bermakna bagi pasien dalam fungsi social dan pekerjaanya. Daya
ingat jangka pendek dan daya ingat baru saja biasanya terganggu. Daya ingat jauh untuk
informasi atau yang dipelajari secara mendalam adalah baik. Tetapi daya ingat untuk
peristiwa yang kurang lama adalah terganggu.

Onset gejala dapat mendadak seperti pada trauma, serangan serebrovaskuler dan
gangguan akibat zat kimia neurotoksik atau bertahap. Amnesia dapat terjadi singkat atau
lama. Berbagai gejala lain dapat menyertai gangguan amnestik. Tetapi jika pasien
mempunyai gangguan kognitif lainnya, diagnose demensia atau delirium adalah lebih
tepat dibandingkan diagnosis gangguan amnestik. Pasein dengan gangguan amnestik
mungkin apatik, tidak memiliki inisiatif, mengalami episode agitasi tanda provokasi,
atau tampak sangat bersahabat dan mudah setuju. Pasien dengan gangguan amnestik
mungkin juga tampak kebingungan dan berusaha menutupi konfusinya dengan jawaban
konfabulasi terhadap pertanyaan.
1. Penyakit Serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular yang mempengaruhi hipokampus mengenai artrei
serebralis posterior dan basilaris beserta cabang-cabangnya. Infark adalah jarang
terbatas pada hipokampus. Infark sering kali mengenai lobus oksipitalis dan
parietalis. Jadi gejala penyerta yang sering dari penyakit serebrovaskuler di daerah
tersebut adalah tanda neurologis fokal yang mengenai modalitas penglihatan atau
sensorik. Penyakati serebrovaskular yang mengenai thalamus medial secara
bilateral, khususnya pada bagian anterior, sering disertai gejala gangguan amnestik.

2. Sklerosis Multipel
Proses patologis dari sklerosis multipel adalah pembentukan plak yang tampaknya
terjadi secara acak di dalam parenkim otak. Jika plak terjadi di lobus temporalis dan
daerah diensefalik, gejala gangguan daya ingat dapat terjadi.
3. Sindrom Korsakof
Sindrom Korsakof adalah sindrom amnestik yang disebabkan oleh defisiensi tiamin,
yang paling sering berhubungan dengan kebiasaan nutrisional yang buruk dari
seseorang dengan penyalahgunaan alkohol kronis. Penyebab lain nutrisi yagn

30
bururk, karsinoma lambung, hemodialysis, hyperemesis gravidarum,
hiperalimentasi intravena berkepanjangan dan pelipatan lambung juga dapat
mengakibatkan defisiensi tiamin. Penyakit ini sering disertai dengan ensefalopati
Wernicke yang merupakan sindrom penyerta berupa konfusi, ataksia, dan
oftalmoplegia. Temuan neurofisologi pada penyakit ini menggambarkan adanya
perubahan samar pada akson neuronal. Walaupun delirium menghilang dalam
dalam sebulan atau lebih, sindrom amnestik menyertai atau mengikuti ensefalopati
Wernicke.
4. Blackout Alcoholic
Pada beberapa orang yang menyalahgunakan alcohol, keadaan ini dapat terjadi
dimana pasien akan terbangun dipagi hari dan tidak mampu mengingat kejadian
pada malam sebelumnya saat terintoksikasi.
5. Terapi Elektrokonvulsif
Terapi elektrokonvulsif (ECT) biasanya disertai dengan amnesia retrogard selama
beberapa menit sebelum pengobatan dan suatu amnesia anterogard setelah
pengobatan. Defisit daya ingat ini menetap selama satu sampai dua bulan setelah
siklus pengobatan.
6. Cedera Kepala
Cedera kepala dapat menyebabkan berbagai gejala neuropsikiatrik termasuk
demensia, depresi, perubahan kepribadian, dan gangguan amnestic. Gangguan
amnestic yang disebabkan oleh cedera kepala seringkali berhubungan dengan suatu
periode amnesia retrogard sebelum kecelakaan traumatis dan amnesia teerhadap
kecelakaan traumatis sendiri. Beratnya cedera otak agak berhubungan dengan
lamanya danberatnya sindrom amnestik, tetapi yang berhubungan paling baik
dengan perbaikan akhir adalah derajat perbaikan klinis amnesia selama minggu
pertama setelah pasien mencapai kesadaran.

Diagnosis Banding

1. Demensia dan Delirium

31
Gangguan daya ingat sering ditemukan pada pasien demensia tetapi disertai dengan
defisit kognitif lainnya. Gangguan daya ingat juga sering ditemukan pada delirium
tetapi tejadi pada keadaan gangguan atensi dan kesadaran.
2. Penuaan normal
Beberapa gangguan ringan pada daya ingat dapat menyertai penuaan nomal. DSM-
IV mengharuskan bahwa gangguan bermakna pada fungsi sosial dan pekerjaan
harus menyingkirkan pasien yang mengalami penuaan nomal dari diagnosis.
3. Gangguan Disosiatif
Gangguan disosiatif kadang-kadang sulit dibedakan dari gangguan amnestik. Tetapi
pasien dengan gangguan disosiatif adalah lebih mungkin mengalami kehilangan
orientasi pada dirinya sendiri dan mungkin menderita defisit daya ingat yang lebih
selektif dibandingkan pasien dengan gangguan manestik. Gangguan disosiatif juga
sering disertai dengan peristiwa kehidupan yang secera emosional menyebabkan
stress yang elibatkan uang, sistem hukum, atau hubungan yang terganggu.
4. Gangguan buatan
Pasien dengan gangguan buatan yang menyerupai suatu gangguan amnestik sering
kali mempunyai hasil tes daya ingat yang tidak konsisten dan tidak mempunyai
bukti-bukti suatu penyebab yang dapat diidentifikasi.

Pengobatan

Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari ganggau amnestik. Setelah
resolusi episode amnestik, suatu jenis psikoterapi dapat membantu pasien menerima
pengalaman ke dalam kehidupannya.
1. Faktor psikodinamika
Intervensi psikodinamika mungkin mempunyai nilai yang baik bagi pasien yang
menderita gangguan amnestik yang disebabkan oleh kerusakan pada otak.
Fase pemulihan pertama dimana pasien tidak mampu memproses apa yagn terjadi
karena pertahanan ego yang sangat besar, membuat klinisi melayani sebagai ego
penolong yang membantu menjelaskan kepada pasien tentang apa yang terjadi dan
memberikan fungsi ego yang hilang. Pada pemulihan fase kedua, saat realisasi

32
tentang kejdian cedera timbul, pasien mungkin menjadi marah. Pemulihan fase
ketiga adalah fase integrative. Kesedihan terhadap kecakapan yang hilang
merupakan ciri penting fase ini.
Sebagian besar pasien yang amnestic akibat cedera otak terlibat dalam
penyangkalan. Untuk itu diperlukan empati dan pendekatan yang sensitif kepada
pasien. Selain itu diperlukan juga suatu pemeriksaan gangguan kepribadian
sebelumnya, dimana ciri kepribadian tersebut dapat menjadi bagian penting dari
psikoterapi psikodinamika.

4. GANGGUAN MENTAL KARENA KONDISI MEDIS UMUM

a. Gangguan Degeneratif
Gangguan degeneratif yang sering mengenai ganglia basalis sering disertai dengan
tidak saja gangguan pergerakan tetapi juga depresi, demensia, dan psikosis.

Beberapa contoh dari gangguan degeneratif adalah Penyakit Parkinson melibatkan


suatu degenerasi terutama pada substansia nigra, dan biasanya tidak mempunyai
sebab yang diketahui. Penyakti Huntington, melibatkan suatu degenerasi terutama
di nucleus kaudatus, dan merupakan penyakit autosomal dominan.

b. Epilepsi
Epilepsi adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum. Masalah utama
adalah pertimbangan suatu diagnostik epilepsi pada pasien psikiatrik, pembedaan
psikososial dari suatu diagnosis epilepsi untuk seorang pasien, dan efek psikologis
dan efek kognitif dari obat antiepileptik yang sering digunakan. Gejala perilaku
yang paling umum dari epilepsi adalah perubahan kepribadian; psikosis, kekerasan,
dan depresi adalah gejala yang lebih jarang dari gangguan epileptik.

c. Tumor Otak

Gambaran Klinis, Perjalanan Penyakit, dan Prognosis

33
Kira-kira 50% pasien dengan tumor otak mengalami gejala mental, kira-kira 80%
pasien tumor otak dengan gejala mental mempunyai tumor di daerah otak frontalis
atau limbic. Meningioma kemungkinan dapat menyebabkan gejala fokal karena lesi
menekan daerah korteks yang terbatas, sedangkan glioma kemungkinan
menyebabkan gejala yang difus. Delirium merupakan suatu komponen yang paling
sering dari tumor yang tumbuh dengan cepat, besar atau metastatik. Jika pada
pemeriksaan fisik ditemukan intoktinensia kandung kemih atau usus, suatu tumor
lobus frontalis harus dicurigai. Jika riwayat penyakit dan pemeriksaan menemukan
kelainan pada daya ingat dan pembicaraan, suatu tumor lobus temporalis harus
dicurigai.
1. Kognisi
Gangguan fungsi intelektual sering menyertai adanya tumor otak, dan tidak
tergantung pada jenis dan lokasinya
2. Keterampilan berbahasa
Gangguan fungsi berbahasa dapat berat, terlebih jika pertumbuhan tumor dapat
cepat.
3. Daya ingat
Hilangnya daya ingat merupakan gejala yang paling sering dari tumor otak.
Peristiwa yang belum lama, bahkan peristiwa yang menyakitkan dapat hilang,
tetapi ingatan yang lama dapat dipertahankan, dan pasien tidak menyadari
kehilangan ingatannya terhdap peristiwa yang baru saja terjadi.
4. Persepsi
Defek persepsi yang berat sering berhubungan dengan gangguan perilaku,
khususnya jika pasien perlu mengintegrasi persepsi taktil, auditoris, dan visual.
5. Kesiagaan
Perubahan kesadaran merupakan gajala yang lambat dan sering dari peningkatan
tekanan intra kranial yang disebabkan oleh suatu tumor otak. Pasien tidak dapat
bergerak dan menjadi bisu, walaupun pasien itu sadar.

34
d. Gangguan Kekebalan

Gangguan kekebalan utama yang mengenai masyarakat pada umumnya adalah


Lupus Eritematosus Sistemik (LES) Lupus eritematosus sistemik adalah suatu
penyakti autoimun yang melibatkan peradangan pada berbagai system organ. Gejala
neuropsikiatrik utama adalah depresi, insomnia, labilitas emosional, kegelisahan,
dan konfusi.

e. Gangguan Endokrin

Ganggan Tiroid
Hipertiroidisme ditandai oleh konfuusi, kecemasan, dan sindrom depresif teragitas.
Pasien juga mengeluh mudah lelah, insomnia, penurunan berat badan, gemetan,
palpitasi. Gejala psikiatrik yang serius adalah munculnya gangguan daya ingat,
orientasi, dan pertimbangan, kegembiraan manik, waham dan halusinasi.

Gangguan Paratiroid
Disfungsi kelenjar paratiroid menghasilkan regulasi abnormal pada metabolisme
kalsium, sekresi hormon paratiroid yang berlebihan menyebabkan hiperkalsemia,
yang menyebabkan delirium, perubahan kepribadian, dan apati. Eksitabilitas
neuromuscular yang tergantung pada konsentrasi ion kalsium yang tepat adalah
menurun dan dapat terjadi kelemahan otot. Hipokalsemia dapat menyebabkan gejala
neuropsikiatrik berupa delirium dan perubahan kepribadian.

Gangguan Adrenal
Gangguan adrenal dpat menyebabkan perubahan sekresi normal hormon-hormon
dari korteks adrenal dan menyebabkan perubahan neurologis dan psikologis yang
bermakna. Pasien dengan insufisiensi adrenokortikal kronis sering menunjukkan
gejala mental ringan, seperti apati, mudah lelah, iritabilitas, dan depresi. Jumlah
kortisol yang berlebihan yang diproduksi secera endogen oleh suatu tumor
menyebabkan gangguan mood sekunder, sindrom depresi teragitasi dan kadang

35
bunuh diri. Penurunan konsentrasi dan dan defisit daya ingat juga mungkin
ditemukan. Pemberian kortikosteroid eksogen dosis tinggi biasanya menyebabkan
ganggaun mood sekunder yang mirip dengan mania. Jika terapi steroid dihentikan
dapat muncul depresi berat.

f. Gangguan Metabolisme

Ensefalopati metabolik adalah penyebab disfungsi organik yang sering dapat


menyebabkan perubahan proses mental, perilaku, dan fungsi neurologis. Diagnosis
harus dipertimbangkan bila terjadi perubahan perilaku, pikiran dan kesadaran yang
baru saja dan cepat. Tanda yang paling awal kemungkinan adalah gangguan daya
ingat, dan gangguan orientasi.
Ensefalopati Hepatik

Gagal hati berat dapat menyebabkan ensefalopati hepatik, yang ditandai dengan
perubahan kesadaran, asteriksis, hiperventilasi dan kelainan EEG. Perubahan
kesadaran dapat terentang dari apati sampai mengantuk hingga koma. Gejala
psikiatrik yang berhubungan adalah perubahan daya ingat, keterampilan intelektual
umum dan pada kepribadian.

Ensefalopati Uremik
Gagal ginjal sering disertai dengn perubahan daya ingat, orientasi dan kesadaran.
Gejala neuropsikiatrik cenderung reversibel.

g. Gangguan Nutrisional

Defisiensi Niasin
Gejala neuropsikiatrik yang mungkin timbul adalah apati, iritabilitas, insomnia,
depresi, dan delirium.

Defisiensi Tiamin

36
Gejala neuropsikiatrik yang timbul berupa apati, depresi, iritabilitas, kegelisahan,
dan konsentrasi yang buruk.

Defisiensi kobalamin
Perubahan mental yang dapat muncul berupa apati, depresi, iritablitas dan
kemurungan sering ditemukan.

37
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu patologi
yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit cerebrovaskuler, intoksifikasi
obat). Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada dasar
organik yang dapat diterima secara umum (contohnya skizofrenia, depresi)

Gangguan mental organik diantaranya adalah delirium, demensia, dan gangguan amnestik
serta gangguan kognitif lainnya dan gangguan mental karena kondisi medis umum.

Diperlukan pemeriksaan yang cermat untuk menentukan diagnosis pasien dengan gangguan
mental organik ini, sebab penyakit yang mendasari yang dibahas di sini memiliki fokus-
fokus tertentu di otak yang mengakibatkan timbulnya gejala neuropsikiatrik.

38
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Psikiatri, Edisi kedua. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, Jakarta 2013.
2. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri
Klinis, edisi ketujuh, jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 1997.
3. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi keenam,
cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995.
4. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001.
5. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi
Maslim. 2003.
6. Maramis. W.F, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI, Airlangga University
Press, Surabaya 1992.
7. Kaplan. H. I, Sadock B.J. phsychiatry text book.

39

Anda mungkin juga menyukai