Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN HASIL DISKUSI

SARAF DAN JIWA


PEMICU 4

KELOMPOK DISKUSI 2

1. Gusti Angri Angalan


2. Dodi Novriadi
3. Siska
4. Qurratul Aini
5. Andyani Pratiwi
6. Hendri Saputra
7. Yehuda Lutfi Wibowo
8. Putri Umagia Drilna
9. Novia Rosita Maringga
10. Jamalludin

I11112004
I11112014
I11112019
I11112021
I11112031
I11112043
I11112066
I11112067
I11112074
I11108071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu

Tn D, 35 tahun, seorang pegawai pertambangan tembaga, datang ke IGD, dibawa oleh


keluarganya. Mereka berasal dari Timika. Tn D mengalami demam tinggi yang hilang timbul
disertai keringat banyak sejak 2 minggu yang lalu. Sejak 2 hari yang lalu ia berbicara kacau,
mudah marah, dan memukul orang-orang di dekatnya. Teman-temannya berusaha
menenangkan namun ia tetap gelisah, berbicara meracau, dan tampak tidak mengenali temantemannya. Temannya merasa bingung karena Tn D biasanya sopan dan tidak pernah
berperilaku kasar. Mereka bertambah kaget setelah Tn D berulang kali mengatakan bahwa
orang-orang di sekitarnya berbuat jahat kepadanya dan Ia yakin ada orang yang akan
membunuhnya.
Saat masuk IGD, Tn D tampak gelisah, mudah menjadi marah, berulangkali turun dari
tempat tidur periksa, bicara kacau. Ia berulang kali menyatakan bahwa ia melihat bayangan
putih yang menakutkan, kemudian Ia tampak ketakutan dan bersembunyi dibalik meja
periksa.
Dalam pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 110
kali/menit, dan suhu 39,50C.
1.2 Klarifikasi dan Definisi Masalah
1.3 Kata Kunci
1. Demam tinggi hilang timbul (39,5oC)
2. Berbicara kacau
3. Tn. D 35 tahun berasal dari Timika
4. Halusinasi
5. Perubahan perilaku
1.4 Rumusan Masalah
Tn. D 35 tahun berasal dari Timika mengalami demam tinggi yang hilang timbul,
perubahan kepribadian, paranoid, dan halusinasi visual.
1.5 Analisis Masalah
Anamnesis:

Keluhan Utama:
Demam tinggi Hilang
timbul (2 minggu)

-Perubahan kepribadian
-Berbicara kacau
-Halusinasi
-Paranoid
-Disorientasi wajah
-Gelisah (Agitasi)

Tn. D 35 tahun
Pem. Umum:
-BP: 140/90 mmHg
-HR: 110x/menit
-Suhu: 39,5oC

Faktor Predisposisi:
-Asal Timika
-Pegawai tambang tembaga
1

DD :
- Malaria Serebral
- Skizofrenia
- Ensefalitis
Gangguan Mental Organik:
-Delirium
-Demensia
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Diagnosis
Tata laksana

1.6 Hipotesis
Tn. D 35 tahun mengalami gangguan mental organik berupa delirium et causa malaria
serebral.
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Gangguan mental organik
a.
b.
c.
d.
e.

Definisi
Klasifikasi
Gejala klinis
Etiologi
Epidemiologi

f.
g.
h.
i.

Patofisiologi
Diagnosis
Tata laksana
Prognosis

2. Malaria Serebral
a. Definisi
e. Manifestasi klinis
b. Epidemiologi
f. Diagnosis
c. Etiologi
g. Tatalaksana
d. Patofisiologi
h. Prognosis
3. Bagaimana proses terjadinya gelisah?
4. Apa saja kelainan organik yang menyebabkan gelisah?
5. Bagaimana tata laksana gelisah ?
6. Obat untuk mengatasi gelisah?
7. Siklus hidup plasmodium falciparum?
8. Penjelasan tentang skizofrenia dan ensefalitis?
9. Bagaimana pemeriksaan fisik dan penunjang dari kasus?
10. Bagaimana hubungan pekerjaan dan tempat tinggal dengan keluhan pasien?
2

11. Jelaskan mengenai halusinasi?


12. Apa penyakit gangguan mental pada pasien ini dan bagaimana prognosisnya?
13. Bagaimana cara membedakan gangguan mental organik dan non-organik?
14.
15.
16.
17.

18. BAB II
19. PEMBAHASAN
2.1 Gangguan mental organik
a. Definisi
20.
Gangguan mental organik merupakan gangguan mental yang berkaitan
dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat di diagnosis tersendiri.
Termasuk, gangguan mental simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan
akibat sekunder dari penyakit/gangguan sistemik di luar otak (extracerebral).1
1. Delirium
21.

Delirium merupakan suatu sindroma bukan suatu penyakit. Delirium

diketahui mempunyai banyak penyebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang


sama yang berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien da gangguan kognitif.
Sebagian besar penyebab delirium terletak di luar sistem saraf pusat (contoh, gagal
ginjal atau hati). Delirium kurang dikenali dan kurang didiagnosis, hal ini
dikarenakan banyaknya sinonim atau nama sebutan untuk delirium, seperti keadaan
konfusional akut, sindroma otak akut, ensefalopati metabolic, psikosis toksik, dan
gagal otak akut. Maka dari itu penting untuk mengenali delirium dengan tujuan
untuk kebutuhan klinis dalam mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan
kebutuhan untuk mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan
delirium.2
2. Demensia
22.
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada
demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan
masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan
kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga terpengaruhi.2
23.
b. Klasifikasi
1

24. Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut1:
25. l. Demensia pada penyakit Alzheimer
26.
1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini.
27.
1.2.Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.
28.
1.3.Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.
29.
1.4. Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).
30. 2. Demensia Vaskular
31.
2.1.Demensia Vaskular onset akut.
32.
2.2. Demensia multi-infark
33.
2.3 Demensia Vaskular subkortikal.
34.
2.4. Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
35.
2.5. Demensia Vaskular lainnya
36.
2.6. Demensia Vaskular YTT
37. 3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)
38.
3.1. Demensia pada penyakit Pick.
39.
3.2. Demensia pada penyakit Creutzfeldt Jakob.
40.
3. 3. Demensia pada penyakit huntington.
41.
3.4. Demensia pada penyakit Parkinson.
42.
3.5. Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).
43.
3.6. Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK
44. 4. Demensia YTT.
45.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4
sebagai berikut1:
46. 1. Tanpa gejala tambahan.
47. 2. Gejala lain, terutama waham.
48. 3. Gejala lain, terutama halusinasi
49. 4. Gejala lain, terutama depresi
50. 5. Gejala campuran lain.
51. 5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
52. 6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya
53.
6.1. Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
54.
6.2. Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
55.
6. 3. Delirium lainya.
56.
6.4 DeliriumYTT.
57. 7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit
fisik.
58.
59.
60.
61.

7.1. Halusinosis organik.


7.2. Gangguan katatonik organik.
7.3. Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
7.4. Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.
62. 7.4.1. Gangguan manik organik.
63. 7.4.2. Gangguan bipolar organik.
64. 7.4.3. Gangguan depresif organik.
65. 7.4.4. Gangguan afektif organik campuran.
66.
7.5. Gangguan anxietas organik
2

67.
68.
69.
70.

7.6. Gangguan disosiatif organik.


7.7. Gangguan astenik organik.
7.8. Gangguan kopnitif ringan.
7.9. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit

fisik lain YDT.


71.
7.10. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit
fisik YTT.
72. 8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak
73.
8.1. Gangguan keperibadian organik
74.
8.2. Sindrom pasca-ensefalitis
75.
8.3. Sindrom pasca-kontusio
76.
8.4. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit,
kerusakan dan disfungsi otak lainnya.
77.
8.5. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit,
kerusakan dan disfungsi otak YTT.
78. 9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT
79.
80. Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut3:
1. Demensia dan Delirium
2. Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala.
3. Aterosklerosis otak
4. Demensia senilis
5. Demensia presenilis.
6. Demensia paralitika.
7. Sindrom otak organik karena epilepsi.
8. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan
intoksikasi.
9. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial.
81.
82. Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut2:
83. 1. Delirium
84.
1.1. Delirium karena kondisi medis umum.
85.
1.2.
Delirium akibat zat.
86.
1.3. Delirium yang tidak ditentukan (YTT)
87. 2. Demensia.
88.
2.1. Demensia tipe Alzheimer.
89.
2.2. Demensia vaskular.
90.
2.3. Demensia karena kondisi umum.
91. 2.3.1. Demensia karena penyakit HIV.
92. 2.3.2. Demensia karena penyakit trauma kepala.
93. 2.3.3.
Demensia karena penyakit Parkinson.
94. 2.3.4.
Demensia karena penyakit Huntington.
95. 2.3.5.
Demensia karena penyakit Pick
96. 2.3.6.
Demensia karena penyakit Creutzfeldt Jakob
3

97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.

2.4. Demensia menetap akibat zat


2.5. Demensia karena penyebab multipel
2.6. Demensia yang tidak ditentukan (YTT)
3. Gangguan amnestik
3.1.Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.
3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat
3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )
4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.

105.
c. Gejala klinis
1. Delirium
106. Gejala utama dari delirum adalah gangguan kesadaran, yang dalam DSMIV digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan,
dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau
mengalihkan perhatian. Pada beberapa pebelitian juga menyatakan bahwa gejala
utama lainnya yang tampak pada pasien delirium adalah ketidakmampuan dalam
mempertahankan perhatian. Keadaan delirium juga biasanya diawali dengan
perkembangan kecemasan, mengantuk, insomnia, halusinasi transien, mimpi
menakutkan di malam hari, dan kegelisahan.2
1. Kesadaran (Arousal)
107.
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien
dengan delirium. Pertama, ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan
dengan peningkatan kesiagaan. Kedua, ditandai dengan penurunan kesiagaan.
Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat seringkali
mempunyai delirium hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda
otonomik, seperti kemerahan kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil
berdilatasi, mual, muntah, dan hipertermua. Pasien dengan gejala hipoaktif
kadang-kadang diklasifikasikan sebagai sedang depresi, katatonik, atau
mengalami demensia. Pola campuran juga ditemukan dalam klinis.2
2. Orientasi
108.
Orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada
seorang pasien dengan delirium. Orientasi terhadap waktu seringkali hilang,
bahakan pada kasus delirium yang ringan, orientasi terhadap tempat dan
kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada kasus

yang berat. Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya


sendiri.2
3. Bahasa dan Kognisi
109.
Pasien dengan delirum seringkali mempunyai kelainan dalam
bahasa. Kelainan dapat berupa bicara melantur, tidak relevan, atau
membingungkan dan kemampuan untuk mengerti pembicaraan. Fungsi kognitif
lainnya yang mungkin terganggu pda pasien delirium adalah fungsi ingatan dan
kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan, dan
mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan yang jauh
mungkin dipertahankan. Pasien juga dapat mengalami penurunan perhatian,
gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham
yang tidak sistematik, kadang-kadang paranoid.2
4. Persepsi
110.
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan
umum untuk membedakan stimulus sensorik dan untuk mengintegrasikan
persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka. Dengan demikian,
pasien lebih tertarik oleh stimulus yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika
dihadapkan dengan informasi baru. Halusinasi juga telatif sering pada pasien
delirium. Halusinasi yang paling sering adalah visual atau auditoris.2
5. Mood
111.
Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam
pengaturan mood. Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan
rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan mood ini dapat berupa apatis, depresi,
dan euphoria.2
6. Gejala penyerta
112.

Gangguan tidur-bangun artinya tidur pasien sering terputus-putus

disertai mimpi menakutkan yang mengakibatkan pengalamanan halusinasi.2


7. Gejala neurologis
113.
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai gejala neurologis
yang menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi, dan
inkontinensia urin. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola
gejala pasien delirium.2
114.
2. Demensia
115. Gejala klinis dari gangguan demensia antara lain adalah2:
5

1. Gangguan Daya Ingat


116.
Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don
menonjol pada demensia, khususnya pada demensia yang mengenai korteks,
seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan demensia, gangguan
daya ingat adalah ringan dan paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi.2
2. Orientasi
117.
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang,
waktu dan tempat, orientasi dapat terganggu secara progresif selama perialanan
penyaki Demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan Demensia mungkin lupa
bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi. tetapi, tidak
masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak menunjukkan gangguan
pada tingkat kesadaran.2
3. Gangguan Bahasa
118.
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe
Alzheimer dan demensia vaskular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa
pasien. Kesulitan berbahasa ditandai oleh cara berkata yang samar-samar,
stereotipik tidak tepat, atau berputar-putar.2
4. Perubahan Kepribadian
119.
Perubahan kepribadian merupakan

gambaran

yang

paling

mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien demensia mempunyai


waham paranoid. Gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami
perubahan keperibadian yang jelas, mudah marah dan meledak ledak.2
5. Psikosis
120.
Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer, memiliki
halusinasi, dan 30 40% memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau
persekutorik dan tidak sistematik.2
6. Gangguan Lain
121. Psikiatrik
122.
Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang
patologis yaitu, emosi yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.2
123. Neurologis
124.
Disamping afasia, apraksia dan afmosia pada pasien demensia
adalah sering. Tanda neurologis lain adalah kejang pada demensia tipe
Alzheimer clan demensia vaskular.2
125.
Pasien demensia vaskular mempunyai gejala neurologis tambahan
seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan
6

gangguan tidur. Palsi serebrobulbar, disartria, dan disfagia lebih sering pada
demensia vaskular.2
126. Reaksi yang katastropik
127.
Ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang
defisit intelektualnya di bawah keadaan yang menegangkan, pasien biasanya
berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut dengan menggunakan strategi
untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual, seperti
mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan
cara lain.2
128. Sindroma Sundowner
129.
Ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara
tidak disengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami
sedasi berat dan pada pasien demensia yang bereaksi secara menyimpang
bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif.2
130.
3. Gangguan Amnestik
131. Pusat gejala dan gangguan amnestik adalah perkembangan gangguan daya
ingat yang ditandai oleh gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi
baru (amnesia anterograd) dan ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan
yang sebelumnya diingat (amnesia retrograd). Periode waktu dimana pasien terjadi
amnesia kemungkinan dimulai langsung pada saat trauma atau beberapa saat
sebelum trauma. Ingatan tentang waktu saat gangguan fisik mungkin juga hilang.
Daya ingat jangka pendek (short-term memory) dan daya ingat baru saja (recent
memory) biasanya terganggu. Daya ingat jangka jauh (remote post memory) untuk
informasi atau yang dipelajari secara mendalam (overlearned) seperti pengalaman
maka anak-anak adalah baik, tetapi daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama
(lewat dart 10 tahun) adalah terganggu.4
132.
133.
134.
d. Etiologi
1. Delirium
135. Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sistem saraf pusat, penyakit
sistemik, dan intoksikasi maupun putus dari agen farmakologis atau toksik.
7

Neurotransmitter utama yang diduga berperan pada delirium adalah asetilkolin, dan
daerah neuroanatomis utama adalah formasi retikularis, dimana merupakan daerah
utama yang mengatur perhatian dan kesadaran. Jalur utama pada formasi retikularis
yang berperan dalam delirium adalah tegmental dorsalis, yang keluar dari formasi
retikularis mesensefalik ke tektum dan thalamus. Beberapa jenis penelitian telah
melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium menyebabkan
penurunan aktivitas asetilkolin di otak. Di samping itu, penyebab delirium yang
paling sering adalah toksisitas dari banyak sekali medikasi yang diresepkan yang
mempunyai aktivitas antikolinergik, contoh obat antikolinergik adalah, amitriptylin
(Elavil), doxepin (sinequan), nortriptilin (Aventyl), imipramine (tofranil),
thioridazine (mellaril), dan chlorpromazine (thorazine).2
136. Mekanisme patofisiologi lain telah diajukan untuk delirium. Khususnya,
delirium yang berhubungan dengan putus alkohol telah dihubungakan dengan
hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron nonadrenergiknya. Neurotransmitter lain
yang berperan adalah serotonin dan glutamat.2
137. Pasien dengan konsentrasi lithium serum lebih besar dari 1,5 mEq/L
berada dalam resiko delirium. Onset delirium pada pasien tersebut mungkin
ditandai oleh letargi umum, kegagapan, dan fasikulasi otot yang berkembang
selama perjalanan beberapa hari sampai minggu.2
138.
2. Demensia
139.
Penyebab-penyebab terjadinya demensia antara lain adalah2:
1. Penyakit Alzheimer
2. Demensia Vaskular
3. Infeksi
4. Gangguan nutrisional
5. Gangguan metabolik
6. Gangguan peradangan kronis
7. Obat dan toksin (termasuk demensia alkoholik kronis)
8. Massa intrakranial : tumor, massa subdural, abses otak
9. Anoksia
10. Trauma (cedera kepala, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome))
11. Hidrosefalus tekanan normal
140.
3. Gangguan Amnestik
141.
Penyebab-penyebab terjadinya gangguan amnestik antara lain adalah2:

142. 1. Kondisi medis sistemik


143. a. Defisiensi tiamin (Sindroma Korsakoff)
144. b. Hipoglikemia
145. 2. Kondisi otak primer
a. Kejang
b. Trauma kepala (tertutup dan tembus)
c. Tumor serebrovaskular (terutama thalamik dan lobus temporalis)
d. Prosedur bedah pada otak
e. Ensefalitis karena herpes simpleks
f. Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan keracunan
karbonmonoksida)
g. Amnesia global transien
h. Terapi elektrokonvulsif
i. Sklerosis multipel
146. 3. Penyebab berhubungan dengan zat
147. a. Gangguan pengguanan alkohol
148. b. Neurotoksin
149. c. Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain)
150. d. Banyak preparat yang dijual bebas.
151.
152.
153.
e. Epidemiologi
1. Delirium
154.

Delirium adalah gangguan yang umum, kira-kira 10 sampai 15 %

pasien di bangsal bedah umum dan 15 sampai 25 % pasien di bangsal medis


umum mengalami delirium selama meraka tinggal di rumah sakit. Kira-kira 30 %
pasien di unit perawatan intensif dan unit perawatan jantung intensif dan 40
sampai 50 % pasien dalam pemulihan setelah pembedahan fraktur panggul
mempunyai suatu episode delirium. Diperkirakan 20% pasein dengan luka bakar
berat dan 30 % pasien dengan sindroma imunodefisiensi didapat (AIDS)
mempunyai episode delirium saat dirwat di rumah sakit. Penyebab delirium
pascaoperasi adalah stres pembedahan, jalur pascaoperasi, insomnia, medikasi
nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, demam, dan kehilangan darah.2
155.
Usia lanjut adalah faktor resiko utama umtuk perkembangan
delirium. Kira-kira 30 sampai 40 % pasien rawat di rumah sakit yang berusia
lebih dari 65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor predisposisi
lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia yang muda, cedera otak yang

telah ada sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alcohol, diabetes, kanker,


gangguan sensoris, dan malnutrisi.2
156.
Adanya delirium merupakan tanda prognostik yang buruk. Angka
mortalitas tiga bulan pada pasien yang mempunyai suatu episode delirium
diperkirakan adalah 23 sampai 33 %. Angka mortalitas satu tahun untuk pasien
yang mempunyai suatu episode delirium mungkin sampai 50%.2
157.
2. Demensia
158.

Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Dan semua pasien

demensia, 50 60% menderita demensia tipe Alzheimer yang merupakan ripe


demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia
65 tahun menderita demensia tipe Alzhermer, dibandingkan 15 25% dan semua
orang yang berusia 85 tahun atau lebih. Tipe demensia yang paling sering kedua
adalah demensia vaskular yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan
dengan penyakit serebrovaskular, berkisar antara 15 30% dari semua kasus
demensia, sering pada usia 60 70 tahun terutama pada laki-laki. Hipertensi
merupakan faktor predisposisi terhadap penyakit demensia vaskular.2
159.
3. Gangguan Amnestik
160.

Beberapa penelitian melaporkan insiden atau prevalensi gangguan

ingatan pada gangguan spesifik (sebagai contohnya sklerosis multipel). Amnesia


paling sering ditemukan pada gangguan penggunaan alkohol dan cedera kepala.2
161.
f. Patofisiologi
1. Delirium
162. Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal,
biasanya melibatkan area di korteks serebri dan reticular activating sistem. Dua
mekanisme yang terlibat langsung dalam terjadinya delirium adalah pelepasan
neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik muskarinik dan dopamin) serta
jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebih dari neuron kolinergik
muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus berperan pada
gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir konkrit, dan inattention) dalam
delirium. Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali dopamin yang
10

berkurang misalnya pada peningkatan stress metabolik. Adanya peningkatan


dopamin yang abnormal ini dapat bersifat neurotoksik melalui produksi oksiradikal
dan pelepasan glutamat, suatu neurotransmiter eksitasi. Adanya gangguan
neurotransmiter ini menyebabkan hiperpolarisasi membran yang akan menyebabkan
penyebaran depresi membran.5,6
163.
Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga5,6:
1. Delirium hiperaktif
164.
Ditemukan pada pasien dalam keadaan penghentian alkohol yang
tiba-tiba, intoksikasi Phencyclidine (PCP), amfetamin, dan asam lisergic
dietilamid (LSD).5,6
2. Delirium hipoaktif
165.
Ditemukan pada pasien Hepatic Encefalopathy dan hiperkapnia.5,6
166.
3. Delirium campuran
167.

Mekanisme

delirium

belum

sepenuhnya

dimengerti.

Delirium dapat disebabkan oleh gangguan struktural dan fisiologis. Hipotesis


utama adalah adanya gangguan yang irreversibel terhadap metabolisme
oksidatif otak dan adanya kelainan multipel neurotransmiter.5,6
168.
Asetilkolin
169. Obat-obat anti kolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan
acute confusional states dan pada pasien dengan gangguan transmisi
kolinergik seperti pada penyakit Alzheimer. Pada pasien dengan postoperative delirium, aktivitas serum anticholonergic meningkat.5,6
170.
Dopamin
171. Diotak terdapat hubungan reciprocal antara aktivitas kolinergic dan
dopaminergic. Pada delirium, terjadi peningkatan aktivitas dopaminergik.5,6
172.
Neurotransmitter lain
173. Serotonin: ditemukan peningkatan serotonin pada pasien hepatic
encephalopathy dan sepsis delirium. Agen serotoninergic seperti LSD dapat
pula menyebabkan delirium. Cortisol dan beta-endorphins: pada delirium
yang disebabkan glukokortikoid eksogen terjadi gangguan pada ritme
circadian dan beta-endorphin.5,6
174.
Mekanisme inflamasi

11

175. Mekanisme inflamasi turut berperan pada patofisiologi delirium,


yaitu karena keterlibatan sitokoin seperti intereukin-1 dan interleukin-6,
Stress psychososial dan angguan tisur berperan dalam onset delirium.5,6
176.
Mekanisme struktural
177. Formatio retikularis batang otak adalah daerah utama yang
mengatur perhatian kesadaran dan jalur utama yang berperan dalam delirium
adalah jalur tegmental dorsalis yang keluar dari formatio reticularis
mesencephalic ke tegmentum dan thalamus. Adanya gangguan metabolik
(hepatic encephalopathy) dan gangguan struktural (stroke, trauma kepala)
yang mengganggu jalur anatomis tersebut dapat menyebabkan delirium.5,6
178.
g. Diagnosis
1. Delirium
179. Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur pasien (bedside) dan
ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba. Penggunaan status pemeriksaan mental
bedside-seperti

Mini-Mental

State

Examination

(MMSE),

Mental

Status

Examination, atau Tes Wajah-Tangan, dapat berguna dalam mencatat gangguan


kognitif dan memberikan suatu dasar yang digunakan untuk mengukur perjalanan
klinis pasien . pemeriksaan fisik seringkali menunjukkan pada penyebab delirium.
Adanya penyakit fisik yang diketahui atau riwayat trauma kepala atau
ketergantungan alkohol atau zat lain meningkatkan kemungkinan diagnosis.2
180. Pemeriksaan labortorium untuk seorang pasien dengan delirium harus
termasuk tes-tes standar dan pemeriksaan tambahan yang diindikasikan oleh situasi
klinis. Elektroensefalogram (EEG) pada delirium secara karakteristik menunjukkan
perlambatan umum pada aktivitas dan dapat berguna dalam membedakan delirium
dari depresi atau psikosis. EEG dari seorang pasien yang delirium seringkali
menunjukkan daerah fokal hiperaktivitas. Pada kasus yang jarang, mungkin sulit
untuk membedakan delirium yang berhubungan dengan epilepsy dari delirium yang
berhubungan dengan penyebab lain.2
181.
182.
Kriteria diagnostik delirium berdasar DSM IV
183.
Untuk Delirium karena kondisi medis umum7:
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan
perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
12

2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.


3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan
berfluktuasi sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan disebabkan oleh pengobatan umum, atau obatobatan, atau gejala putus obat.
184.
Untuk Delirium Intoksikasi Zat7:
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan
perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan
berfluktuasi sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium (A) atau (B)
A. Gejala dalam kriteria 1 dan 2 berkembang selama intoksikasi zat
B. Pemakaian medikasi secara etiologi berhubungan dengan gangguan.
185.
Untuk Delirium Putus Zat7:
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan
perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan
berfluktuasi sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gejala dalam kriteria (1) dan (2) berkembang selama ,
atau segera setelah suatu sindroma putus
186.
Untuk Delirium Karena Penyebab Multipel7:
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan
perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan
berfluktuasi sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa delirium telah memiliki lebih dari satu penyebab
(misalnya lebih dari satu penyebab kondisi medis umum, suatu kondisi medis
umum ditambah intoksikasi zat atau efek samping medikasi).
187.
Untuk Delirium Yang Tidak Ditentukan: Kategori ini harus digunakan
untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak memenuhi kriteria salah satu tipe
delirium yang dijelaskan pada bagian ini.7
13

188.
2. Demensia
189.
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer7:
190. a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik
191. 1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari
informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya).7
192. 2. Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut7:
193.
a. Afasia (gangguan bahasa)
194.
b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh)
195.
c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi
benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh)
196.
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan,
197.

mengorganisasi, mengurutkan, dan abstrak)


b. Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan

gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.7
198. c. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu
delirium dan menetap
zat.7
199.

melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus

d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan

laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap


dari pemakaian zat (misalnya suatu obat yang disalahgunakan).7
200.
201. Kondisi akibat zat
202.
Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya
(misalnya, gangguan depresif berat, skizofrenia). Kode didasarkan pada tipe onset
dan ciri yang menonjol7:
1. Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang
2. Dengan delirium : jika delirium menumpang pada demensia
3. Dengan waham : jika waham merupakan ciri yang menonjol
1. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi
(termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk
episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis
terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak
diberikan.7
14

2. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada
gambaran klinis sekarang.7
203. Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku.
204. Catatan penulisan juga tuliskan penyakit Alzheimer pada aksis III.7
205.
206.
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular7:
207. a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh
baik,
1. Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2. Afasia (gangguan bahasa)
3. Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motorik
ataupun fungsi motorik adalah utuh)
4. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik adalah utuh)
5. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan, dan abstrak)
6. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut.
208. b. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.7
209. c. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon
dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan,
kelemahan pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif
untuk penyakit serebrovaskular (misalnya, infark multipel yang mengenai korteks
dan substansia putih di bawahnya) yang berhubungan secara etiologi dengan
gangguan.7
210. d. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium.7
211. Kode didasarkan pada ciri yang menonjol7
1. Dengan delirium :jika delirium menumpang pada demensia
2. Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol
3. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi
(termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk
episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis
terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak
diberikan.

15

4. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada
gambaran klinis sekarang.
Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku
Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.7

212.
213.
214.
215.
Pemeriksaan lengkap3
1. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neorologis lengkap
2. Tanda vital
3. Mini mental state exemenation ( MMSE )
4. Pemeriksaan medikasi dan kadar obat
5. Skrining darah dan urin untuk alkohol
6. Pemeriksaan fisiologis
1. Elektrolit, glukosa, Ca , Mg.
2. Tes fungsi hati, ginjal
3. SMA -12 atau kimia serum yang ekuivalen
4. Urinalisa
5. Hit sel darah lengkap dan sel deferensial
6. Tes fungsi tiroid
7. FTA ABS
8. B12
9. Kadar folat
10. Kortikosteroid urine
11. Laju endap eritrosit
12. Antibodi antinuklear, C3C4, anti DSDNA
13. Gas darah Arterial
14. Skrining H I V
15. Porpobilinogen Urin.
216. 7. Sinar-X dada
217. 8. Elektrokardiogram (EKG)
218. 9. Pemeriksaan neurologis
219.
a. CT atau MRI kepala
220.
b. SPECT
221.
c. Pungsi lumbal
222.
d. EEG
223. 10. Tes neuropsikologis
224.
3. Gangguan Amnestik
225.

Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis

Umum.2
1. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh
gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidak
mampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya.

16

2. Ganguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial


atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dan tingkat fungsi
sebelumnya.
3. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu
delirium atau suatu demensia.
4. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi
medis umum (termasuk trauma fisik)
226.
Sebutkan jika2:
227.
Transien : jika gangguan daya ingat berlangsung selama 1 bulan atau
kurang
228.
Kronis : jika gangguan daya ingat berlangsung lebih dari 1 bulan.
229.
Catatan penulisan: Masukkan juga nama kondisi medis umum pada Aksis
I, misalnya, gangguan amnestik karena trauma kepala, juga tuliskan kondisi pada
Aksis III.2
230.
h. Tata laksana
1.
Delirium
231. Pengobatan secara langsung baik identifikasi dari underlying physical
cause maupun menilai pengobatan dari anxietas, distress, dan problem perilaku.2,5,6
- pasien perlu penentraman hati, dan reorientasi untuk mengurangi anxietas,
-

cara ini perlu dilakukan dengan sering.


Keluarga pasien perlu diberitahukan dan diterangkan secara jelas mengenai
penyakit pasien agar mengurangi kecemasannya sehingga keluarga pasien

dapat menolong pasien dalam perawat menjadi lebih tentram.


Pada perawatan di rumah sakit pasien sebaiknya dirawat di ruangan yang
tenang juga cukup cahaya agar pasien dapat tahu dimana dia berada namun

dengan penerangan dimana tidak mengganggu tidur pasien.


Keluarga maupun teman perlu menemani dan menjenguk pasien.
Penting untuk memberi sedapat mungkin sejak terjadi perburukan dari

delirium.
Dosis yang kecil dari benzodiazepin atau obat hypnotic lain sangat berguna
untuk membut pasien tidur saat malam. Benzodiazepin harus dihindari saat

siang dimana efek sedasinya dapat meningkatkan disorientasi.


Ketika pasien dalam keadaan yang menderita dan gangguan prilaku, monitor
pengobatan antipsikotik secara hati-hati dapat sangat berharga. Ikuti dengan
17

dosis inisial yng cukup untuk mengobati situasi akut, dosis obat oral secara
reguler dapat diberikan secara adekuat agar pasien tidak mengantuk
berlebihan. Haloperidal dapat diberikan dimana dosis harian 10-60mg. Jika
perlu dosis pertama antara 2-5mg dapat diberikan intramuskular.2,5,6
232.
233.

234.
235.
Pengobatan Farmakologis Delirium
236. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan
farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis
adalah Haloperidol. Droperidol (Inapsine) adalah suatu butyrophenone yang
tersedia sebagai suatu formula intravena alternative , walaupun monitoring
elektrokardiogram adalah sangat penting pada pengobatan ini. Golongan
phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium karena obat tersebut disertai
dengan aktifitas antikolinergik yang bermakna.Insomnia paling baik diobati dengan
golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau dengan hydroxyzine
(Vistaril), 25 sampai 100mg.2,5,6
1. Pengobatan termasuk pengobatan pada penyakit yang mendasari dan
identifikasi medikasi yang mempengaruhi derajat kesadaran.
2. Olanzapine (Zyprexa) : adalah obat neuroleptic atipikal, dengan efek
ekstrapiramidal yang ringan, efektif untuk pengobatan delirium yang disertai
agitasi. Dosisnya dimulai dengan 2,5mg, dan meningkat sampai 20 mg po jika
dibutuhkan. Olanzepine dapat menurunkan ambang kejang, namun sisanya
dapat ditoleransi dengan cukup baik.
3. Risperidone (risperidal), juga efektif dan dapat ditoleransi dengan baik,
dimulai dengan 0,5 mg dua kali sehari atau 1mg sebelum waktu tidur,
meningkat sampai 3 mg 2 kali sehari jika dibutuhkan.
4. Haloperidol (haldol), dpat digunakan dengan dosis yang rendah (0.5 mg
sampai dengan 2 mg 2 kali sehari), jika dibutuhkan secara intravena. Efek
samping ekstra pyramidal dapat terjadi, dapat ditambahkan sedative, misalnya
lorazepam diawali 0,5 mg sampai 1 mg setiap 3 sampai 8 jam jika
dibutuhkan.2,5,6
237.
2. Demensia

18

238.

Pendekatan

pengobatan

umum

adalah

untuk

memberikan

perawatan medis suportit, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan
pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik (perilaku yang mengganggu).
Pengobatan farmakologis dengan obat yang mempunyai aktivitas antikolinergik
yang tinggi harus dihindari. Walaupun thioridazine (Mellaril), yang mempunyai
aktivitas antikolinergik yang tinggi, merupakan obat yang efektif dalam
mengontrol perilaku pasien demensia jika diberikan dalam dosis kecil.
Benzodiazepim kerja singkat dalam dosis kecil adalah medikasi anxiolitik dan
sedatif yang lebih disukai untuk pasien demensia. Zolpidem (Ambient) dapat
digunakan untuk tujuan sedatif. TetrahidroaminoKridin (Tacrine) sebagai suatu
pengobatan untuk penyakit Alzheimer, obat ini merupakan inhibitor aktivitas
antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang.2
239.
3. Gangguan Amnestik
240.

Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari

gangguan amnestik Setelah resolusi episode amnestik, suatu jenis psikoterapi


(sebagai contohnya, kognitif, psikodinamika, atau suportif dapat membantu
pasien menerima pangalaman amnestik kedalam kehidupannya.2,3
241.
i. Prognosis
1.

Delirium

242. Onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (kegelisahan dan


ketakutan) dapat terjadi pada hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium
biasanya berlangsung selama faktor penyebab yang relevan ditemukan, walaupun
delirium biasanya berlangsung kurang dari I minggu setelah menghilangnya faktor
penyebab, gejala delirium menghilang dalam periode 3 7 hari, walaupun beberapa
gejala mungkin memerlukan waktu 2 minggu untuk menghilang secara lengkap.
Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin
lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Terjadinya delirium
berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi pada tahun selanjutnya, terutama
disebabkan oleb sifat serius dan kondisi medis penyerta.2
243.
19

2.
244.

Demensia
Perjalanan klasik dan demensia adalah onset pada pasien usia 50 60

tahun dengan pemburukan bertahap selama 5 10 tahun, yang akhirnya


menyebabkan kematian. usia saat onset dan kecepatan pemburukannya adalah
bervariasi diantara tipe demensia yang berbeda dan dalam kategori diagnostik
individual.2
245.
3.

Gangguan Amnestik
246. Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau
menetap dan hasil akhir dapat terentang dari tanpa perbaikan sampai pemulihan
lengkap.2

247.
2.2 Malaria Serebral
a. Definisi
248.

Malaria serebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium

falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang
terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya
mendapatkan perawatan yang tepat. Pada malaria falciparum, 10% kasus akan
mengalami komplikasi malaria serebral, dan jumlah ini memenuhi 80% kematian pada
malaria. Malaria serebral merupakan penyebab utama ensefalopati non-traumatik di
dunia, sehingga merupakan penyakit parasitik terpenting pada manusia.8
249.
b. Epidemiologi
250.

Terjadi kira-kira 2% pada penderita non-imun, walaupun demikian masih

sering dijumpai pula didaerah endemik seperti di Jepara ( Jawa Tengah), Sulawesi
Utara, Maluku, dan Irian Jaya.9
251.
Pada daerah endemik Afrika, malaria serebral terutama banyak pada anak
umur 6 bulan sampai 5 tahun. Hampir 10% anak yang sembuh dari malaria serebral
menderita sekuele neurologi yang penting. Sekuele ini adalah hemiparesis pada lebih
dari 50%, kebutaan kortikal dan gejala lain yang difus. Namun, penyembuhan
sempurna terjadi dalam kira-kira 6 bulan pada separuh anak yang pulang dengan
masalah neurologi pasca malaria serebral. Di daerah endemis, anemia berat sering

20

menjadi komplikasi malaria berat pada anak, dengan kematian yang sering disebabkan
oleh anemia (yaitu kegagalan curah jantung tinggi).10
252.
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan
dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki,
namun kehamilan dapat meningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut
mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah11:
1. Ras atau suku bangsa
253. Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi
sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat
menghambat perkembangbiakan P. falciparum.11
2. Kekurangan enzim tertentu
254. Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi
terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada
wanita.11
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan Plasmodium
yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.11
255.
c. Etiologi
256.

Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler

di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah. selain
itu, beberapa faktor yang juga mempengaruhi manifestasi neurologi pada malaria,
antara lain8,9:

Demam derajat tinggi, akan mengganggu kesadaran, kejang demam (pada anak),
dan psikosis. Manifestasi tersebut akan menurun bila derajat panas diturunkan.
Apabila kesadaran tidak mengalami gangguan setelah serangan kejang atau

demam, maka prognosis penderita umumnya baik


Obat-obat antimalaria, seperti klorokuin, kuinin, meflokuin, dan halofantrin juga
dapat menyebabkan gangguan perilaku, kejang, halusinasi, dan psikosis. Bila
tidak terdapat demam tinggi atau parasitemia yang menyertai manifestasi
neurologis, maka kemungkinan penyebabnya adalah obat antimalaria.

21

Hipoglikemia, pada infeksi malaria berat , dapat terjadi hipoglikemia. Kejadian


hipoglikemia lebih sering terjadi pada ibu hamil. Perlu adanya pertimbangan

pemberian infus dextrose 25-50% untuk mengatasi hal ini.


Hiponatremia, hampir selalu terjadi pada kasus yang dialami orang tua

danseringkali akibat muntah berlebih.


Anemia berat dan hipoksemia dapat menyebabkan disfungsi serebral padapasien
dengan malaria.

257.
d. Patofisiologi
258.

Patofisiologi malaria serebral yang terkait dengan infeksiusitas parasit

masih belum diketahui secara pasti. Meskipun dasar kelainan adalah adanya sumbatan
mikrosirkulasi serebral yang disebabkan parasit, namun mekanisme pastinya masih
merupakan hipotesis.9
259.
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina menggigit
manusia, akan masuk kedalam sel hati dan terjadi skizogoni ektsra eritrosit. Skizon hati
yang matang akan pecah dan selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan
terjadi skizogoni intra eritrosit, menyebabkan eritrosit mengalami perubahan seperti
pembentukan knob, sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting.9
260.
261.
Gambar 1. Lingkaran Hidup Plasmodium falciparum9
262. Eritrosit Parasit (EP)
263.
EP memulai proses patologik infeksi malaria falsiparum dengan
kemampuan adhesi dengan sel lain yaitu endotel vaskular, eritrosit dan menyebabkan
sel ini sulit melewati kapiler dan filtrasi limpa. Hal ini berpengaruh terjadinya
sitoadherens dan sekuestrasi.9
264. Sitoadherens
265.
Sitoadherens adalah melekatnya EP matang di permukaan endotel
vaskular. Sitoaherens merupakan proses spesifik yang hanya terjadi di kapiler dan
venula post kapiler. Penumpukan EP di mikrovaskular menyebabkan gangguan aliran
mikrovaskular sehingga terjadi anoksia/hipoksia jaringan.9
266. Sekuestrasi
267.
Sitoadherens menyebabkan EP bersekuestrasi dalam mikrovaskular organ
vital. Parasit yang bersekuestrasi menumpuk di otak, paru, usus, jantung, limpa, hepar,
otot dan ginjal. Sekuestrasi menyebabkan ketidak sesuaian antara parasitemia di perifer
dan jumlan total parasit dalam tubuh.9
268. Rosetting
22

269.

Rosetting adalah perlekatan antara satu buah EP matang yang diselubungi

oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga.
Rosetting berperan dalam terjadinya obstruksi mikrovaskular. Meskipun demikian
peranan rosetting dalam patogenesis malaria berat masih belum jelas.9
270. Sitokin
271.
Kadar TNF-alfa di daerah perifer meningkat secara nyata pada penderita
malaria terutama malaria berat. Kadar IFN-gamma, IL-1, IL-6, LT dan IL-3 juga
meningkat pada malaria berat. Sitokin-sitokin ini saling berinteraksi dan menghasilkan
efek patologi Meskipun demikian peranan sitokin dalam patogenesis malaria berat
masih dalam perdebatan.9
272.
Eritrosit yang terinfeksi P. vivax tidak berikatan dengan endotel, sehingga
merupakan satu alasan mengapa malaria vivax tidak bisa menyebabkan malaria serebral
walaupun kadar TNF- dalam plasma sangat tinggi. Meskipun demikian, peran TNF-
dalam patogenesis penyakit malaria lebih bersifat fisiologis dibanding patologis. Jika
dicapai kadar optimal dari TNF- akan memberikan proteksi, tetapi jika kadarnya
terlalu tinggi akan menimbulkan reaksi patologis.9
e. Manifestasi klinis
273.

Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa

dibangunkan, bila dinilai dengan GCS (Glasgow Coma Scale) ialah di bawah 7 atau
equal dengan keadaan klinis soporous. Sebagian penderita terjadi gangguan kesadaran
yang lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium, dan perubahan tingkah laku
(penderita tidak mau bicara). Dalam praktek keadaan ini harus ditangani sebagai
malaria serebral setelah penyebab lain dapat disingkirkan.

Penurunan kesadaran

menetap unuk waktu lebih dari 30 menit, tidak sementara panas atau hipoglikemi
membantu meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang, kaku kuduk dan hemiparese
dapat terjadi walaupun cukup jarang. Pada pemeriksaan neirologi reaksi mata divergen,
pupil ukuran normal dan reaktif, funduskopi normal atau dapat terjai pendarahan.
Papiledema jarang reflek kornea normal pada orang dewasa, sedangkan pada anal
reflek dapat hilang. Reflek abdomen dan kremaster normal, sedang babinsky abnormal
pad 50% penderita. Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan
fleksi dan tungkai ekstensi), decerebrasi (lengan dan tungkai ekstensi), opitotonus,

23

deviasi mata keatas dan lateral. Keadaan ini sering disrtai dengan hiperventilasi. Lama
koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari, sedang pada anak satu hari.9
274.
275.
Gambar 2. Manifestasi Malaria Berat pada Anak dan Dewasa9
276.
Biasanya gejala-gejala neurologi timbul pada minggu kedua atau ketiga
infeksi, tapi gejala-gejala tersebut bisa menjadi tanda-tanda manifestasi. Anak-anak di
daerah endemik satu dari banyak kemunginan terjangkit malaria serebral. Di antara
orang dewasa, hanya ibu hamil, dan individual dengam imunitas rendah yang tidak di
ikuti dengan medikasi prophylactic yang dapat menimbulkan penyakit pada CNS.
Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk menemukan anemia dan parasit
pada sel darah merah. Tekanan CSF bisa naik dan terkadang berisi beberapa sel darah
putih dan kandungan glukosa.12
277.
278.
Faktor ptedisposisi terjadinya malaria berat antara lain9:
1. Anak-anak usia balita
2. Wanita hamil
3. Penderita dengan daya tahan tubuh rendah
4. Orang yang belum pernah tinggaldi daerah malaria
279.
f. Diagnosis
280.

Diagnosis malaria secara umum ditegakkan seperti diagnosis penyakit

lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang berupa test
mikroskopis darah berdasarkan tebal dan tipisnya darah menggunakan Giemsa atau
Wright, dengan tes immunochromatographic yang cepat, atau dengan PCR. Tes
serologis tidak digunakan, sebagai antibodi hanya bisa dideteksi hari ke 8-10 setelah
onset, dan hasilnya tisak bisa dibedakan apakah ini infeksi lama atau baru. Kematian
merupakan kemunkgkinan terbesar jika diagnosis dan terapi terlambat.8
281. 1. Anamnesis
282. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan8:

Keluhan utama: Demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,

mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.


Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik

malaria.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
24

Riwayat mendapat transfusi darah.


283.
284. 2. Pemeriksaaan Fisik8

Demam (T 37,5C).
Konjunctiva atau telapak tangan pucat.
Pembesaran limpa (splenomegali).
Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut8:
Temperatur rektal 40C.
Nadi cepat dan lemah/kecil.
Tekanan darah sistolik <70mmHg.
Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per

menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.
Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir

kering, produksi air seni berkurang.


Tanda-tanda anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah

pucat.
Terlihat mata kuning atau ikterik.
Adanya ronkhi pada kedua paru.
Pembesaran limpa dan atau hepar.
Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.
Manifestasi neurologis (1 atau beberapa manifestasi) berikut ini dapat ditemukan8:
285. 1. Ensefalopati difus simetris
286. 2. Kejang umum atau fokal
287. 3. Tonus otot dapat meningkat atau turun
288. 4. Refleks tendon bervariasi
289. 5. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi
290. 6. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah)
291. 7. Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut
dipukul
292. 8. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity
293. 9. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada
294. 10. Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan
konvergensi spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina
serta papil udem kadang terlihat

25

295. 11. Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign)
meningitis, Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya
meningitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP)
296. 12. Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering
naik ringan
297.
298.

Meskipun manifestasi klinis malaria serebral sangat beragam, namun

hanya terdapat 3 gejala terpenting, baik pada anak dan dewasa, yaitu8:
299.
1. Gangguan kesadaran dengan demam non-spesifik
300.
2. Kejang umum dan sekuel neurologik
301.
3. Koma menetap selama 24 72 jam, mula-mula dapat dibangunkan,
kemudian tak dapat dibangukan.
Kriteria diagnosis lainnnya, yaitu menurut Lubis dkk (2005) dalam dexamedia
2005, yaitu harus memenuhi lima kriteria berikut8:
302.
303.
304.
305.

1. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah malaria.


2. Demam atau riwayat demam yang tinggi.
3. Ditemukan parasit malaria falsiparum dalam sediaan darah tipis/tebal.
4. Adanya manifestasi serebral berupa kesadaran menurun dengan atau

tanpa gejala-gejala neurologis yang lain, sedangkan kemungkinan penyebab


yang lain telah disingkirkan.
306. 5. Kelainan cairan serebro spinal yang berupa Nonne positif, Pandi positif
lemah, hipoglikemi ringan.
307.
308. 3. Pemeriksaan Laboratorium
309. Pemeriksaan dengan mikroskop
310.
Sebagai gold standar pemeriksaan laboratoris demam malaria pada
penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi.
Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan8:
Ada/tidaknya parasit malaria.
Spesies dan stadium Plasmodium
Kepadatan parasit
311. - Semi kuantitatif:
312.
(-)
: tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
313.
(+)
: ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
314.
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
315.
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
316.
(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
317. - Kuantitatif

26

318.

Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah

tebal atau sediaan darah tipis.


319.
320. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
321.
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda immunokromatografi, dalam bentuk dipstik.8
322.
323. Tes serologi
324.
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat
sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia.
Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor
darah. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.8
325.
326.
327.
328.
Tabel 1. Indikasi Laboratorium dalam malaria serebral13
329.
330.

Indicator
Hematologi

Nilai

331.

Leukositosis

> 12.000/l

332.

Anemia ringan

PCV <15%

333.

Koagulopati

Trombosit <50.000/l

334.

Perpanjangan PT > 3 detik

335.

Prolonged partial thromboplastin time

336.
337.

Blood Film

Fibrinogen < 200 mg/dl

338.

Hiperparasitemia > 500.000/l

339.

>20% dari parasit mengandung pigmen trophozoit dan skizon

340.

>5% neutrofil termasuk yang visible pigment

341.
342.

Biokimia

343.

Hipoglikemia

344.

Hiperlaktatemia

345.

Asidosis

346.

Serum kreatinin

<2,2 mmol/l
>5 mmol/l
pH Arteri <7,3, serum HCO3 < 15 mmol/l
> 265 mol/l*
27

347.

Total bilirubin

> 50 mol/l

348.

Enzim liver

sGOT ( AST ) x 3 upper limit of normal

349.

Enzim Otot

sGPT ( ALT ) x 3 upper limit of normal

350.

Asam urat

> 600 mol/l l

351.

5-Nucleotidase

352.

CPK

353.

Myoglobin

354.

CPK, kreatinin phosphokinase; PCV, Packed Cell Volume; sGOT (AST),

Serum Glutamic Oxaloacetic Transferase ( aspartate aminotransferase); sGPT (ALT),


serum glutamic pyruvic transaminase (alanine aminotransferase).
355.

*Merupakan kriteria untuk orang dewasa. Sedikit peningkatan nilai ditemukan

pada beberapa anak dengan malaria


g. Tatalaksana
356.

Quinine, chlorokuine, dan obat-obat yang berhubungan yang dapat

menyembuhkan jika gejala-gejala cerebral tidak berat , tapi jika koma dan gejala-gejala
serebral yang timbul berat, 20-30% dari pasien tidak bisa bertahan.14
357.

358. Tabel 2. Dosis obat menurut kelompok umur14


361.
359.
Har

360.

H1

364.

1
4 th

369.

368.

Je
nis obat

Jumlah tablet per hari menurut

*A

rtesunate
375.
**
Amodiaq

370.

376.

382.

388.

uine
381.

Pr

386.

imaquin
387.
*A

H2

rtesunate

kelompok umur
366.
365.
10 14
5 9 th
th
371.
372.
2
377.
2

367.
> 15 th
373.

3
378.

4
379.

383.

384.

385.

1
389.

2
390.

23
391.

4
28

393.

**

Amodiaq
uine
399.
*A
398.
H3

rtesunate
405.
**
Amodiaq
uine

1.
2.
3.
4.

394.

400.

406.

395.

396.

2
401.

3
402.

2
407.

397.
4
403.

3
408.

4
409.
4

Pertahankan fungsi vital: sirkulasi, kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi


Hindarkan trauma : jatuh dari tempat tidur
Hati-hati komplikasi: kateterisasi, defekasi, edema paru karena over hidrasi
Monitoring; temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap jam. Perhatikan timbulnya

ikterus dan perdarahan.


5. Monitoring: ukuran dan reaksi pupil, kejang dan tonus otot.
6. Baringkan /posisi tidur sesuai dengan kebutuhan
7. Pertahankan sirkulasi
8. Cegah hiperpireksi
9. Pemberian cairan: oral, infus, maksimal 1500 ml bila tidak ada dehidrasi
10. Diet: porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbihidrat dan garam
11. Perhatikan kebersihan mulut
12. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptic kateterisasi
13. Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan
14. Perawatan mata
15. Perawatan anak: hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin, letakkan posisi
kepala sedikit rendah, posisi dirubah cukup sering dan pemberian cairan dan obat
harus hati-hati.14
410.
h. Prognosis
411.

Pada malaria serebral mortalitas tergantung pada, diagnosis dini dan

pengobatan tepat prognosis sangat baik. Pada koma dalam, tanda-tanda herniasi, kejang
berulang, hipoglikemia berulang dan hiperparasitemia resiko kematian tinggi. Juga
prognosis tergantung dari jumlah dan berat kegagalan fungsi organ.9 Untuk prognosis
malaria berat menurut DEPKES RI adalah sebagai berikut15:
1.

Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta

2.

pengobatan.
Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada
anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%.
29

3.

Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada
gangguan 2 atau lebih fungsi organ.

Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.

Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%.

Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%.

Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.

412.
2.3 Proses Terjadinya Gelisah
413. Beberapa literatur menyebutkan tentang mekanisme biologis yang mendasari
agitasi sebagai sindrom terpisah dan spesifik. Gangguan pada neurotransmiter tertentu
terlibat dalam patofisiologi agitasi.16
414.
415.
416.
417.
418.
419.
420.
421.
422.
423.

A. Depresi dan Agitasi


424.
Patofisiologi pada depresi dan agitasi melibatkan dua mekanisme yaitu
terjadi aktivitas berlebihan pada aksis hipotalamus-piuitari-adrenal (HPA axis) dan
peningkatan respon terhadap serotonin.Peningkatan terhadap aktivitas transmisi
serotonin dapat menjadi pencetus ansietas dan agitasi pada individu yang rentan.
Kelainan regulasi neurotransmitter lain yang dapat menyebabkan agitasi pada depresi
yaitu penurunan fungsi dari asam -aminobutirat (GABA) dan peningkatan aktivitas
noradrenergik. Pada keadaan ini, Diperlukan obat yang dapat meningkatkan fungsi
GABA-ergik dan menurunkan transmisi nonadrenergik.Obat yang digunakan berfungsi
sebagai agonis GABA-ergik (contoh asam valproate, benzodiazepine).16
B. Demensia dan Agitasi
425.
Terdapat tiga sistem yang berhubungan dengan agitasi pada dimensia,
yaitu penurunan GABA-ergik, peningkatan sensitivitas terhadap norepinefrin dan
penurunan fungsi serotonin.Asam valproate, agonis GABA-ergik dilaporkan efektif
berfungsi sebagai antiagitasi pada pasien dimensia dengan agitasi.Antagonis dopamine
30

digunakan pada pasien dengan peningkatan sensitifitas terhadap norepinefrin.Antagonis


dopamine diindikasikan sebagai antipisikotik dengan dampak minimal EPS
(ekstrapiramidal sindrom).16
C. Psikosis dan Agitasi
426.
Agitasi sering terjadi pada episode akut psikosis dan terkai dengan gejala
positif.Jalur dopaminergik merupakan jalur utama pada patofisiologi dari gejala positif
dan

diikuti

oleh

gangguan

fungsi

pada

serotonergik,

GABA-ergik

dan

glutamatergik.Pada psikotik akut menggambarkan sindrom gangguan mesokortikal


yang disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan dan gangguan
glutamatergik pada neurotansmisi dopaminergic dan penurunan inhibisi GABAergik.Hal tersebut mengakibatkan penurunan aktivitas pada cortical prefrontal dan
menimbulkan gejala negatif, positif dan kognitif.Gangguan fungsi pada jalur
serotonergic juga dapat menjadi patofisiologi psikosis.Jalur serotonin
berhubungan

dengan

aktivitas

dopaminergik.Antagonis

5-HT2A

2A

(5-HT2A)

meningkatkan

neurotransmitter dopamine.16
427.
2.4 Kelainan-Kelainan Organik yang Menyebabkan Gelisah
428.
Delirium
429. Delirium adalah perubahan akut pada status mental, atau fluktuasi mood, yang
dihubungkan dengan pemikiran yang tidak terorganisasi, bingung, dan perubahan level dari
kesadaran. Fenomena ini sering dihubungkan dengan kebingungan akut dan gejala yang
banyak ditemui di ICU berupa kondisi akut. Terjadi perubahan kognitif yang bervariasi dari
hari kehari dan mencapai puncaknya pada saat malam hari. Symptom ini biasanya bersifat
reversible yang berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu meskipun pada beberapa
pasien dapat terjadi kegagalan otak permanen. Ilusi dan halusinasi juga terjadi pada pasien.
Florid delirium dengan agitasi yang parah pada pasien delirium aktif sangat mudah
diidentifikasi. Akan tetapi, delirium dapat menampakkan gejala diam dan tenang (delirium
hipoaktif). Keduannya hampir sama frekuensi ditemukannya pada ICU.17,18
430.
431.
Dementia (seperti Alzheimer's disease)
432. Penyakit ini biasanya mengenai umur 60 tahun. Alzheimer merupakan salah satu
kondisi demensia yang cepat memburuk secara gradual. Penyebabnya adanya gangguan
pada memori, berpikir, dan tingkah laku. Kehilangan memori seperti masalah lupa pada

31

bahasa sendiri, ketidakmampuan memutuskan sesuatu, adil dan bekripribadian merupakan


bagian dari diagnosisnya. 17,18
433.
434.
435.
Kelainan metabolik
436. Pada beberapa kasus, mekanisme pasti penyebab masalah mental ini belum
memiliki karakteristik, kecuali yang berhubungan dengan penyebab metabolik seperti
adanya tanda hipoglikemia atau hypoxemia yang memiliki dasar penyebab organik. Pada
pemeriksaan EEG, terlihat abnormalitas pada otak yang mengarah pada disfungsi neurologi
difus. 17,18
437.
2.5 Tata laksana Gelisah3
Ketika pertama kali melihat keadaan gaduh gelisah oleh sebab apapun, tindakan
pertama yang harus dilakukan adalah menguasai keadaan lingkungan terutama
keadaan pasien yang biasanya menggunakan ikatan pada anggota tubuh yang aktif
(fiksasi).3
Tindakan ini amat diperlukan karena pasien dengan gaduh gelisah tidak dapat
melukai orang lain disekitar dan dapat melukai dirinya sendiri. Tindakan untuk
menenangkan pasien diperlukan agar dokter dapat melakukan pengamatan atau
observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan status mental.3
438.
Penatalaksanaan3
Terapi terhadap Underlying disease merupakan tatalaksana saat ini yang menentukan
pendekatan apa yang kita gunakan. Perawatan terhadap keadaan gaduh gelisah
termasuk delirium dan gangguan mental organik3
Fiksasi pada tempat tidur dan dibuat ruangan tersendiri adalah tindakan yang sangat
membantu. Lampu yang cukup terang, orientasi dipertahankan dengan adanya jam
dan kalender, serta didampingi oleh kerabat terdekat merupakan lingkungan yang
439.

mempercepat perbaikan.3
Pendekatan Umum Pasien dengan Gaduh3
Selalu dalam keadaan rendah hati dan tenang
Usahakan tidak menentang pasien
Sampaikan pada pasien tentang siapa dan apa tugas kita sebagai dokter
Bicara dengan jelas, dan hindari kontak mata yang lama
Selalu menjaga jarak
Bersikap empati
Hati-hati karena wawancara yang dilakukan dapat memicu perilaku kekerasan
32

Disarankan mendapatkan informasi


Gunakan waktu secara efisien
Bangun kepercayaan dengan pasien
440.
2.6 Terapi Farmakologi untuk Mengatasi Gelisah
441. Sebelum dikenalnya antipsikotik, penanganan psikosis akut dilakukan dengan
Restrain (pengekangan) fisik. Dengan dikenalnya antipsikotik klorpromazin), pengekangan
fisik mengalami perubahan menjadi kimiawi. Penanganan psikosis akut dengan agitasi
dengan pengobatan antipsikotik sekarang dihubungkan dengan efek yang merugikan yang
membuat

pasien

menghindari

proses-proses

penatalaksanaan

jangka

panjang.

Berkembangnya formulasi obat antipsikotik kerja cepat menjanjikan suatu penatalaksanaan


psikosis akut yang revolusioner melalui keefektifannya dan toleransi yang baiknya sebagai
alternatif dari obat-obat antipsikotik yang konvensional.19
442. Obat antipsikotik dapat dibagi kedalam dua kelompok utama, yaitu antipsikotik
konvensional yang sering disebut juga

first-generation antipsychotics (FGA) atau

dopamine receptor antagonist dan antipsikotik golongan kedua yang sering disebut juga
second-generation antipsychotics (SGA) atau serotonin-dopamine antagonist (SDA).20
443. Istilah FGA dan SGA berdasarkan pada teori bahwa efek antipsikotik dari obat
antagonis reseptor dopamin dihasilkan dari blokade reseptor dopamin tipe 2 (D2)
sedangkan pada SGA berbeda, terkait rasio blokadenya sebagai antagonis D2 dan 5hydroxytryptamine type 2A (5-HT2A). Antagonis reseptor dopamin selanjutnya lagi dapat
dibagi dengan yang berpotensi rendah, sedang dan tinggi terhadap reseptor D2. Obat yang
mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor D2 mempunyai tendensi
menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang lebih besar pula. Sedangkan obat yang
potensi rendah akan menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang lebih kecil tetapi
lebih sering pula menyebabkan hipotensi postural, sedasi dan efek antikolinergik.20
444. Meskipun semua antipsikotik tersedia dalam formulasi oral, hanya beberapa saja
yang tersedia dalam bentuk injeksi. Klinisi sebaiknya memilih pemberian obat secara
injeksi apabila pasien tersebut agitasi yang akan lebih menguntungkan jika obat mencapai
kadar plasma dengan lebih cepat. Sebagai contoh, kebanyakan antipsikotik intramuskular
mencapai kadar maksimum plasma dalam 30 sampai 60 menit. Pasien biasanya tenang
dalam waktu 15 menit.20
445.
33

1. Haloperidol
446.

Haloperidol merupakan butyrophenonepertama dari antipsikotik utama. 21

Kerja terapeutik obat-obat antipsikotik konvensional adalah memblok reseptor D2


khususnya di pathway mesolimbik. Hal ini menimbulkan efek berkurangnya
hiperaktivitas dopamin pada pathway ini yang didalilkan sebagai penyebab simtom
positif pada psikosis.22
447.
Pemberian secara intramuskular dalam dosis 2-5 mg diperlukan untuk
mengontrol dengan cepat pasien skizofrenik akut yang agitasi dengan gejala-gejala
yang sedang-berat sampai sangat berat. Tergantung terhadap respons pasien, dosis
ulangan dapat juga diberikan dalam setiap jam walaupun dengan interval 4-8 jam sudah
memuaskan. Efek samping ekstrapiramidal sering dilaporkan terjadi selama beberapa
hari pertama pengobatan. Efek samping ekstrapiramidal secara umum dapat dibagi atas
gejala-gejala mirip Parkinson, akatisia atau distonia (termasuk opistotonus dan
okulogirik krisis).21
448.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alan Brairer menunjukkan tidak ada
perbedaan antara haloperidol 7,5 mg intramuskular dengan olanzapin 7,5 mg dan 10 mg
intramuskular dalam menurunkan skor Positive and Negative Syndrome ScaleExcitement Scale (PANSS-EC) dalam 2 jam setelah injeksi pertama dan haloperidol
mempunyai efektivitas yang sama dibandingkan risperidon, olanzapin dan quetiapin
oral dalam meredakan agitasi pada psikotik.23,24
449.
2. Olanzapin
450.

Olanzapin

adalah

sebuah

antipsikotik

atipikal

kelompok

kelas

thienobenzodiazepine.25 Olanzapin obat yang aman dan efektif dalam penatalaksanaan


gejala-gejala skizofrenia, termasuk simtom positif dan negatif, dengan profil efek
samping yang lebih ringan. Olanzapin secara spesifik memblok reseptor 5-HT2A dan
D2 dan sebagai tambahannya lagi memblok reseptor-reseptor muskarinik (M1),
histaminik (H1), 5-HT2C, 5-HT3, 5-HT6, 1, D1dan D4.20
451.
Sediaan olanzapin intramuskular yang tersedia adalah dengan dosis 10 mg
dan hanya digunakan secara intramuskular dengan pemberian yang lambat dan otot
yang dalam (deep into the muscle mass).25
452.
Olanzapin intramuskular absorbsinya cepat dengan konsentrasi plasma
puncak terjadi dalam waktu 15 sampai 45 menit.25 Sediaan intramuskular diindikasi kan
34

untuk pengobatan agitasi akut berhubungan dengan skizofrenia. Kemanjuran olanzapin


intramuskular dalam mengendalikan agitasi pada gangguan ini telah didemonstrasikan
pada kisaran dosis 2,5 mg sampai 10 mg. Dosis yang dianjurkan pada pasien adalah 10
mg. Jika agitasi memerlukan dosis intramuskular tambahan tetap mengikuti dosis awal,
dosis berikutnya hingga 10 mg dapat diberikan. Namun, kemanjuran dosis ulangan
untuk injeksi intramuskular olanzapin pada pasien agitasi belum secara sistematis
dievaluasi dalam uji klinis. Dosis maksimal olanzapin intramuskular (misalnya: 3 dosis
10 mg yang diberikan dalam 2-4 jam) dapat berhubungan dengan terjadinya hipotensi
ortostatik yang signifikan. Dengan demikian, disarankan bahwa pasien yang
memerlukan suntikan olanzapin intramuskular selanjutnya akan dinilai untuk hipotensi
ortostatik sebelum administrasi suatu dosis berikutnya olanzapin untuk injeksi
intramuskular.25
453.
Olanzapin telah menunjukkan hasil yang dengan cepat mengurangi
simtom-simtom positif dan agitasi pada pasien-pasien dengan skizofrenia akut, 26 agitasi
pada pasien dengan bipolar mania27,28 dan demensia29
454.
2.7 Siklus Hidup Plasmodium falciparum
455. Perkembangan P. falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena
penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Perkembangan aseksual dalam hati
hanya menyangkut fase praeritrosit saja; tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat
menimbulkan relaps seperti pada infeksi P. vivax dan P. ovale yang mempunyai hipnozoit
dalam sel hati.30
456. Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran kurang
lebih 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang
(matur) kira-kira 40.000 buah. Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda P.
falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit.
Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk
accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit
(infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan
infeksi multipel dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang terinfeksi spesies P. falciparum.
Hal ini penting untuk membantu diagnosis spesies. Bentuk cincin P. falciparum kemudian
menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang hampir setengah diameter

35

eritrosit dan mungkin dapat disangka P. malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu
atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan daur aseksual berikut pada umumnya tidak
berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat (pernisiosa). Adanya skizon muda
dan skizon matang P. falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi berat,
sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Stadium skizon muda P.
falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang
menggumpal. Pada spesies parasit lain terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium
skizon yang lebih tua.30
457. Bentuk cincin dan trofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan
tertahan di kapiler alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus, atau sum-sum tulang,
ditempat ini parasit berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit didalam kapiler
berkembang biak secara skizogoni. Bila skizon sudah matang, akan mengisi kira-kira dua
pertiga eritrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit, dengan jumlah rata-rata 16 buah
merozoit. Skizon matang P. falciparum lebih kecil daripada skizon matang parasit malaria
yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi daripada spesies lainnya,
kadang-kadang melebihi 500.000/mikroliter darah. Dalam badan manusia parasit tidak
tersebar rata di kapiler alat dalam sehingga gejala klinis malaria falciparum dapat berbedabeda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan eritrosit yang dihinggapi parasit
menggumpal dan menyumbat kapiler.30
458. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik-titik kasar
yang tampak jelas (titik Maurer) tersebar pada dua pertiga bagian eritrosit. Pembentukan
gametosis juga berlangsung di kapiler alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium muda
dapat ditemukan di darah tepi. Gametosit muda mempunyai bentuk agak lonjong,
kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas
seperti sabit atau pisang sebagai gametosit matang. Gametosit untuk pertama kali tampak di
darah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni; biasanya 10 hari setelah parasit
pertama kali tampak dalam darah. Gametosit betina atau makrogametosit biasanya lebih
langsing dan lebih panjang dari gametosit jantan atau mikrogametosit dan sitoplasmanya
lebih biru dengan pulasan Romanowsky/Giemsa. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna
merah tua dan butir-butir pigmen tersebar di sekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebih
lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya
berwarna merah muda, besar dan tidak padat; butir-butir pigmen tersebar di sitoplasma
36

sekitar inti. Jumlah gametosit pada infeksi P. falciparum berbeda-beda, kadang-kadang


sampai 50.000-150.000/mikroliter darah; jumlah ini tidak pernah dicapai oleh spesies
Plasmodium lain pada manusia.30
459.
Walaupun skizogoni eritrosit pada P. falciparum selesai dalam wktu 48 jam dan
periodisitasnya khas tersiana, seringkali terdapat dua atau lebih kelompok parasit, dengan
sporulasi yang tidak sinkron, sehingga periodisitas gejala menjadi tidak teratur, terutama
pada permulaan serangan malaria. Siklus seksual P. falciparum dalam nyamuk umumnya
sama seperti plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20 oC; 15-17 hari
pada suhu 25oC dan 10-11 hari pada suhu 25-28oC. Pigmen pada ookista berwarna agak
hitam dan butir-butirnya relatif besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda
sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil di pusat atau sebagai garis
lurus ganda. Pada hari ke-8 pigmen tidak tampak, kecuali beberapa butir masih dapat
dilihat.30
460.
2.8 Skizofrenia dan Ensefalitis
1.
Skizofrenia
a. Definisi
461. Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating)
yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh
genetik, fisik, dan sosial budaya).1
462. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness)
dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1
463.
b. Etiologi
464. Menurut model stress-diathesis, ada integrasi dari faktor biologis,
psikososial, dan lingkungan yang membuat seseorang memiliki kerentanan spesifik
terhadap stres. Kondisi stres dapat memicu berkembangnya gejala skizofrenia
dalam diri seseorang. Sumber stres dapat berupa biologis seperti infeksi, lingkungan
seperti kondisi stres keluarga, ataupun gabungan keduanya.2
465.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyerang jiwa manusia.
Tapi walaupun demikian, faktor neurologist juga turut berpengaruh terhadap
37

timbulnya skizofrenia. Di bawah ini terdapat beberapa sebab timbulnya skizofrenia,


yaitu2:
466.

1) Sebab organis, yaitu adanya perubahan-perubahan pada struktur system

syaraf sentral.
467. 2) Tipe pribadi yang schizothyme (pikiran yang kacau balau) atau
jasmaniah yang asthenis, dan mempunyai kecenderungan menjadi skizofrenia.
468. 3) Gangguan kelenjar-kelenjar; adanya disfungsi pada endokrin seks,
kelenjar adrenal dan kelenjar pituitary (kelenjar di bawahotak). Atau akibat dari
masa klimakterik atau menstruasi.
469. 4) Adanya degenerasi pada energi mental. Hal ini didukung dengan lebih
dari separuh dari jumlah penderita skizofrenia mempunyaikeluarga yang psikotis
atau sakit mental.
470. 5) Sebab-sebab psikologis; kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan salah.
Individu tidak mempunyai adjustment terhadap lingkungannya. Ada konflikkonflik antara Superego dan id.
471.
c. Gejala Klinis
472. Tidak ada gejala yang spesifik pada pendeita skizofrenia karena semua
gejala penyakit ini juga dapat ditemukan pada gangguan otak lainnya dan gejala
dapat berubah sepanjang waktu. Skizofrenia dikarakteristikkan dengan gejala positif
yakni halusinasi pendengaran, delusi, dan gangguan berpikir, serta gejala negatif
seperti demotivation, self neglect, dan redue emotion.31
473. Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai
realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self
insight) buruk. Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu
gejala positif dan gejala negatif.31
474. 1) Gejala positif skizofrenia
475. a) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak
masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya
itu tidak rasional, namun penderita tetap menyakini kebenarannya.31
476. b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan
(stimulus). Misalnya penderita mendengar suarasuara atau bisikan-bisikan
ditelinganya padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikan itu. 31
477. c) Kekacauan alam pikiran, yaitu dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikiranya. 31

38

478. d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara


dengan semangat dan gembira berlebihan. 31
479. e) Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu, serba hebat dan
sejenisnya. 31
480. f) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman
terhadap dirinya. 31
481. g) Menyimpan rasa permusuhan. Gejala-gejala positif skizofrenia
sebagaimana diuraikan dimuka amat menggangu lingkungan (keluarga) dan
merupakan salah satu motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat. 31
482. 2) Gejala Negatif Skizofrenia
483.
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia
adalah sebagai berikut31:
484.
a) Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran
alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukan
ekspresi.
485.
b) Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau
bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
486.
c) Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
487.
d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
488.
e) Sulit dalam berpikir abstrak
489.
f) Pola pikir streotip.
490.
g) Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan
tidak ada inisiatif, tidak upaya dan usaha, tidak ada spontanitas monoton,
serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu).
491. 3) Gejala-gejalanya yang penting antara lain31:
492. a) Dingin perasaan, tak ada perhatian pada apa yang terjadi disekitarnya.
Tidak terlihat padanya reaksi emosional terhadap orang yang terdekat
kepadanya, baik emosi marah, sedih dan takut. Segala sesuatu dihadapinya
dengan acuh tak acuh.
493. b) Banyak tenggelam dalam lamunan yang jauh dari kenyataan, sangat
sukar bagi orang untuk memahami pikiranya. Dan penderita lebih suka
menajuhi pergaulan dengan orang banyak, dan suka menyendiri.
494. c) Mempunyai prasangka-prasangka yang tidak benar dan tidak beralasan.
495. d) Sering terjadinya salah tanggapan atau terhentinya pikiran.
496. e) Halusinasi pendengaran, penciuman atau penglihatan, seakanakan
penderita mendengar orang lain membicarakanya.

39

497. f) Penderita banyak putua asa dan merasa bahwa penderita adalah korban
kejahatan orang banya dan masyarakat.
498. g) Keinginan menjauhkan diri dari masyarakat, tidak mau bertemu dengan
orang dan sebagainya.
499. Respon emosional yang terjadi pada penderita skizofrenia dapat berupa
kesulitan dalam pemberian nama dan penguraian emosi (alekstamia), kurang
memiliki perasaan, emosi, minat, atau kepedulian, dan ketidakmampuan atau
menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban,
dan kedekatan. Penderita skizofrenia tampak adanya gerakan dan perilaku
abnormal. Gerakan abnormal seperti katatonia, kelenturan seperti lilin (waxy
fleksibility), efek samping ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikotik, gerakan
mata abnormal, meringis, kesulitan melaksanakan tugas yang kompleks (apraksia),
sengaja meniru gerakan orang lain (ekopraksia), langkah yang tidak normal, dan
manerisme. Perilaku abnormal pada penderita skizofrenia ditunjukkan dengan
adanya deteriaorasi penampilan, agresi/agitasi, perilaku stereotipik atau berulang,
kurang energi dan dorongan, serta kurang tekun dalam bekerja/sekolah.32
500. Menurut DSM IV cit. Kaplan et al, seseorang dikatagorikan sebagai
penderita skizofrenia apabila sekurangkurangnya selama 6 bulan telah menunukkan
gejala-geala gangguan. Periode 6 bulan tersebut dibagi menjadi 3 periode
berdasarka gejala yang tampak, yaitu: periode aktif selama sekurang-kurangnya 1
bulan, periode prodormal/periode sisa sebelum periode aktif, dan periode
residual/periode sisa setelah periode aktif. Periode prodormal ditandai dengan
individu menunjukkan gangguan-gangguan fungsi sosial dan interpersonal yang
progresif. Perubahan yang terjadi dapat berupa penarikan sosial, ketidakmampuan
bekerja secara produktif, eksentrik, pakaian yang tidak rapi, emosi yang tidak sesuai
perkembangan pikiran dan bicara yang aneh, kepercayaan yang tidak biasa,
pengalaman persepsi yang aneh, dan hilangnya inisatif dan energi. Periode aktif
dimana paling sedikit selama satu bulan, individu mengalami simptom psikotik,
yaitu halusinasi, delusi, pembicaraan dan tingkah laku yang tidak teratur, dan
terdapat tanda-tanda penarikan diri. Sedangkan pada periode residual terdapat
simptom seperti periode sebelumnya tetapi tidak parah dan tidak mengganggu.2
501.
d. Klasifikasi Skizofrenia
40

502. Tipe-tipe skizofrenia menurut DSM IV cit. Kaplan et al. antara lain2:
503. 1) Tipe Paranoid
504.
Skizofrenia tipe paranoid memiliki kriteria preokupasi dengan satu
atau lebih waham/halusinasi dengar yang menonjol dan tidak ada gejala berikut
ini yang meonjol seperti bicara terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi atau
katatonik, atau afek datar/tidak sesuai.2
505.
506.
507.
508.
509. 2) Tipe Terdisorganisasi
510.
Skizofrenia tipe terdisorganisasi

memiliki

kriteria

bicara

terdisorganisasi, perilaku terdisorganisasi, dan afek datar atau tidak sesuai yang
menonjol serta tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. 2
511. 3) Tipe Katatonik
512.
Skizofrenia tipe katatonik memiliki gambaran klinis yang
didominasi oleh dua dari gambaran berikut ini2:
513. a) Imobilitas motorik seperti yang ditunjukkan oleh katalepsi (termasuk
fleksibilitas lilin) atau stupor
514. b) Aktivitas motorik yang berlebihan (yang tampaknya tidak bertujuan dan
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
515. c) Negativisme yang ekstrim (suatu resistensi yang tampaknya tanpa
motivasi terhadap semua intruksi atau mempertahankan postur yang kaku
menentang semua usaha untuk digerakkan) atau mutisme
516. d) Gerakan volunter yang aneh seperti mengambil postur yang tidak lazim
atau aneh secara disengaja (posturing), gerakan stereotipik, manerisme yang
menonjol
517. e) Ekolalia/ekopraksia merupakan dorongan kuat yang tidak terkendalikan
dari penderita gangguan jiwa untuk meniru ucapan atau perbuatan yang
dilakukan orang lain.
518. 4) Tipe Tidak Tergolongkan
519.
Skizofrenia tidak tergolongkan menunjukkan gejala yang tidak
memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi atau katatonik. 2
520. 5) Tipe Residual
521.
Skizofrenia tipe residual memiliki kriteria tidak adanya waham,
halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan perilaku katatonik terdisorganisasi atau
katatonik yang menonjol dan terdapat gangguan seperti gejala negatif, ditemukan

41

dalam bentuk yang lebih lemah (misalnya keyakinan yang aneh dan pengalaman
persepsi yang tidak lazim).2
522.
523.
e. Penatalaksanaan Skizofrenia
524. Skizofrenia diyakini merupakan interaksi dari tiga faktor (biogenikpsikogenik-sosiogenik) maka pengobatan gangguan skizofrenia juga diarahkan pada
ketiga faktor tersebut yaitu somatoterapi, psikoterapi, dan sosioterapi. Dengan kata
lain, tidak ada pengobatan tunggal yang dapat memperbaiki keanekaragaman gejala
dan disabilitas berkaitan dengan skizofrenia, tetapi harus dilakukan secara
komprehensif.2,3
525.
1) Somatoterapi
526.
Sasaran utama somatoterapi adalah tubuh manusia dengan harapan
pasien akan sembuh melalui reaksi holistik. Somatoterapi yang umum dilakukan
adalah psikofarmaka dan ECT (Electroconvulsive Therapy). Psikofarmaka atau
disebut obat neuroleptika/antipsikotika dibedakan menjadi dua golongan tipikal
(konvensional) dan golongan atipikal (generasi kedua). Dasar pemilihan suatu
jenis psikofarmaka adalah atas pertimbangan manfaat dan resiko secara
individual yang mencakup farmakokinetik dan farmakodinamik. Semua
antipsikotik yang saat ini tersedia (tipikal maupun atipikal) adalah bersifat
antagonis reseptor dopamni D2 dalam mesokortikal. Blokader reseptor D2 ini
cenderung menyebabkan symptom ekstrapiramidal walaupun secara umum
golongan atipikal mempunyai resiko efek samping neurologik yang lebih rendah
(dibandingkan antipsikotik tipikal). Antipsikotik golongan atipikal dengan efek
samping neuromotorik relatif sedikit tersebut merupakan suatu kemauan terapi
terhadap skizofrenia. Meskipun demikian tetap harus dipertimbangkan bahwa
efek samping lain yang tidak diinginkan dari golongan atipikal tersebut yaitu
peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia, hiperglikemia, dan dislipidemia.
Akibat kurang baik lainnya seperti dislipidemia, ketoasidosis diabetika, diabetes
melitus, dan perubahan elektrokardiografi (EKG) serta resiko kanker payudara
akibat hiperprolaktinemia juga telah dicatat pada penggunaan antipsikotik
atipikal.2

42

527.

Jenis intervensi somatogenik selain psikofarmaka adalah ECT.

Bagaimana sebenarnya cara kerja ECT sehingga dapat menyembuhkan penderita


gangguan jiwa sampai sekarang belum diketahui pasti walaupun beberapa teori
telah diajukan dimana ada yang berorientasi secara organik tetapi ada juga yang
tidak berorientasi organik.2
528.
2) Psikoterapi
529.
Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien skizofrenia mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mandiri, serta tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat (Syamsulhadi,
2004). Termasuk dalam terapi psikososial adalah terapi perilaku, terapi
berorientasi keluarga, terapi kelompok, dan psikoterapi individual.2
530.
2.
Ensefalitis
a. Definisi
531. Ensefalitis adalah radang jaringan otak.36,37
532.
b. Etiologi
533.
534.
535.
536.
537.
538.
539.

Ensefalitis disebabkan oleh33,34,35,36,37:


- Bakteri
- Virus
- Parasit
- Fungus
- Riketsia

c. Klasifikasi
540.
Ensefalitis Supurativa
541. Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.34,35,36,37
-

Patogenesis
542.

Peradangan

dapat

menjalar

ke

jaringan

otak

dari

otitis

media,mastoiditis,sinusitis,atau dari piema yang berasl dari radang, abses di


dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka,
trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini
jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang
disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang

43

meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula.


Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel.34,35,36,37
-

Manifestasi klinis
543.
544.
545.
546.
547.

Secara umum gejala berupa trias ensefalitis34,35,36,37:


1.Demam
2.Kejang
3.Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala

infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri


kepala yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang,
kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tandatanda deficit neurologist tergantung pada lokasi dan luas abses.34,35,36,37
548.
549.
-

Ensefalitis Sifilis

Patogenesis
550.

Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui

permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui


epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe
kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung
beberapa waktu hingga menginvasi susunansaraf pusat. Treponema pallidum
akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf
pusat.34,35,36
-

Manifestasi klinis
551.
552.
553.

Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian34,36,37:


1. Gejala-gejala neurologist
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia,

apraksia, hemianopsia, kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil


Agryll-Robertson,nervus opticus dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir
timbul gangguanan-gangguan motorik yang progresif. 34,36,37
554.
2. Gejala-gejala mental
555. Timbulnya proses dimensia yang progresif, intelgensia yang
mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada kurang efektifnya kerja,
daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang, daya pengkajian terganggu.
34,36,37

556.
44

557.
Ensefalitis Virus
558. Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia33,34,35,36,37:
559. 1. Virus RNA
560. Paramikso virus : virus parotitis, virus morbili
561. Rabdovirus : virus rabies
562. Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus
dengue)
563. Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
564. Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
565. 2. Virus DNA
566. Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,
virus Epstein-barr
567. Poxvirus : variola, vaksinia
568. Retrovirus : AIDS
569.
- Manifestasi klinis
570.
Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan,
nausea, kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk,
hemiparesis dan paralysis bulbaris.33,34,35,36,37
571.
572.
Ensefalitis Karena Parasit
573.
a. Malaria serebral
574. Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan
utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang
terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga
menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis
fokal yang tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma.
Kelainan neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.34,36
575.
b. Toxoplasmosis
576. Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan
gejalagejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh
manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan
otak.34,36
577.
c. Amebiasis
578. Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika
berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis
akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku
kuduk dan kesadaran menurun.34,36
45

579.
d. Sistiserkosis
580. Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus
mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva
dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim
otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna.
Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala
neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.34,36
581.
582.
Ensefalitis Karena Fungus
583. Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida
albicans,mCryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan
Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat
ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya infeksi
adalah daya imunitas yang menurun.34,36
584.
585.
Riketsiosis Serebri
586. Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang
terdiri

atas

sebukan

sel-sel

mononuclear, yang

terdapat

pula

disekitar

pembuluhdarah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan
terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar
tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik
menunjukan lesi yang tersebar.34,36
587.
d. Pemeriksaan Penunjang33,34,35,36,37
588.
589.
590.
591.
592.
593.
594.
595.
596.
597.

- Pemeriksaan cairan serobrospinal


- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan feses
- Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA)
- Pemeriksaan titer antibody
- EEG
- Foto thorax
- Foto roentgen kepala
- CT-Scan
- Arteriografi

598.
e. Diagnosa Banding
46

599.
600.
601.
602.
603.

Pada kasus ensefalitis supurativa diagnosa bandingnya adalah36,37:


- Neoplasma
- Hematoma subdural kronik
- Tuberkuloma
- Hematoma intraserebri.

604.
f. Penatalaksanaan
605.
606.
607.
608.
609.
610.

1. Ensefalitis supurativa35,36,37
- Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
- Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.
2. Ensefalitis syphilis36,37
- Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari
- Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x

500mg oral selama 14 hari.


611. Bila alergi penicillin :
612. - Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
613. - Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
614. - Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu
615. - Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
616.
3. Ensefalitis virus35,36,37
617. - Pengobatan simptomatis
618. Analgetik dan antipiretik : Asam mefenamat 4 x 500 mg
619. Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
620. - Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab
herpes zoster-varicella. Acyclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10
hari atau 200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
621.
4. Ensefalitis karena parasit36
622. - Malaria serebral
623. Kinin 10 mg/KgBB dalam infus selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak
perbaikan.
624. - Toxoplasmosis
625. Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan, Pirimetasin 1
mg/KgBB per oral selama 1 bulan, Spiramisin 3 x 500 mg/hari
626. - Amebiasis
627. Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
628.
5. Ensefalitis karena fungus36
629. - Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6
minggu
630. - Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.
631.
6. Riketsiosis serebri36
632. - Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari
633. - Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.
47

634.
g. Prognosis
635. Ensefalitis supurativa angka kematian dapat mencapai 50%.36,37
636.
637.
2.9 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang untuk Kasus
638. Delirium adalah suatu gangguan dalam atensi (perhatian) yang berkembang
dengan cepat dan berfluktuasi dari waktu ke waktu. Walaupun tampilan klinis delirium
berbeda antara satu pasien dengan pasien lainnya, ada beberapa ciri khas yang membantu
untuk membuat diagnosis38:

Kesadaran berkabut: Pasien tidak waspada seperti biasanya dan dapat tampak
bingung dan kacau. Lakukan observasi terhadap pasien, dapat terjadi penurunan

kesadaran (bertahap sampai stupor) atau hiper-alert (waspada berlebihan).


Atensi berkurang: Biasanya pasien sangat mudah teralih perhatiannya dan tidak
dapat memusatkan perhatian dengan baik atau cukup lama untuk mengikuti
rangkaian isi pikir atau mengerti apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Lakukan

tes serial pengurangan tujuh atau tes huruf acak pada pasien.
Gangguan persepsi: Hal ini lazim terjadi, misal, salah interpretasi terhadap kejadian
di sekitarnya, ilusi (misal, gorden tertiup angin dan pasien yakin ada seseorang
sedang memanjat di jendela) dan halusinasi (biasanya visual). Pasien bisa atau
mungkin juga tidak mengenali kesalahan persepsinya yang dianggapnya sebagai tidak

nyata.
Perubahan pola tidur-bangun: Insomnia hampir selalu ada (semua gejala biasanya
memburuk di waktu malam hari dan pada keadaan gelap) dan kantuk berat juga dapat

terjadi.
Disorientasi: yang paling sering adalah disorientasi terhadap waktu dan tempat,
situasi dan (terakhir) orang. Tanyakanlah pada pasien hari, tanggal dan waktu saat ini.

"Tempat apakah ini?" dll.


Gangguan memori: Pasien terutama mengalami defisit 'recent memory' dan biasanya
menyangkalnya (ia daapat berkonfabulasi dan cenderung ingin berbicar mengenai hal
lampau). Tanyakan pada pasien kejadian lampau yang baru terjadi, misal, "Siapa yang
membawa anda ke rumah sakit?", "Apakah anda mengerjakan tes-tes kemarin?",.
"Apa sarapan anda tadi pagi?", dll. Sebutkan empat benda dan dua kata lainnya dan
48

mintalah pasien untuk menyebutkannya 5 menit kemudian. Apakah ia mengingat

nama anda?
Inkoheren: Pasien mencoba untuk berkomunikasi, tetapi pembicaraannya kacau,

bahkan tidak dapat dimengerti. Terjadi pengulangan verbal (perseverasi).


Aktivitas psikomotor yang berubah: Sebagian besar pasien delirium dalam keadaan
gelisah dan agitasi, serta dapat menunjukkan pengulangan gerakan, ada pula yang
mengantuk berlebihan (somnolen) dan ada juga yang berfluktuasi dari satu bentuk ke
bentuk lainnya (biasanya kegelisahan terjadi malam hari dan mengantuk sepanjang

hari).
Fluktuasi: Sebagian besar ciri-ciri tersebut di atas bervariasi keparahannya dari jam
ke jam dan hari ke hari.
639. Delirium biasanya berkembang dalam beberapa hari dan dapat mendahului tanda-

tanda kondisi organik yang menyebabkannya. EEG (walalupun sebenarnya tidak


diperlukan untuk membuat diagnosis) memberikan gambaran khas berupa perlambatan
difus yang sebanding dengan beratnya delirium. Hal ini dapat membantu apabila ada
keraguan akan adanya psikosis fungsional, penyalahgunaanzat atau suatu kondisis
disosiatif. Pemeriksaan status mental di bangsal rawat- contohnya Mini Mental State
Examination (MMSE)- dapat digunakan untuk mendokumentasikan hendaya kognitif serta
untuk memberikan landasan untuk mengukur perjalanan klinis pasien. Delirium dapat
disertai juga oleh tremor, asteriksis, diaforesis ,takikardi, tekanan darah meninggi, takipnea
dan kemerahan pada wajah dan leher.38
640.
2.10 Hubungan Pekerjaan dan Tempat Tinggal dengan Keluhan Pasien
641. Pada kasus disebutkan bahwa pasien berasal dari timika dan pekerja tambang.
Timika merupakan daerah endemik malaria, berdasarkan data dari dinas kesehatan provinsi
papua tahun 2011 terdapat Angka Kesakitan Malaria (Annual Parasit Inscidence) sebanyak
58 orang per 1000 penduduk.39 Selain itu, pekerja tambang yang tinggal di barak juga
identik dengan tempat tinggal yang kumuh yang memungkinkan bagi perkembangan
nyamuk Anopheles sp.
642.
2.11 Halusinasi
643. Persepsi adalah proses transfer stimulus fisik menjadi informasi psikologis; proses
mental yang membawa stimulus sensorik ke alam sadar. Ada dua tipe gangguan persepsi,
49

yaitu halusinasi dan ilusi. Halusinasi adalah persepsi sensorik palsu yang tidak dikaitkan
dengan stimulus eksternal yang nyata; mungkin terdapat interpretasi berupa waham atas
pengalaman tersebut namun mungkin pula tidak. Ilusi adalah persepsi atau interpretasi
yang salah akan stimulus sensorik eksterna yang nyata. Ada beberapa jenis halusinasi,
yaitu40:

Halusinasi hipnagogik: persepsi palsu yang terjadi saat akan jatuh tertidur, umunya

dianggap sebagai fenomena yang tidak patologis.


Halusinasi hipnopompik: persepsi palsu yang terjadi saat bangun tidur, biasanya

dianggap tidak patologis.


Halusinasi auditorik: persepsi palsu akan bunyi, biasanya berupa suara-suara namun

dapat pula berupa bunyi-bunyian lain, contohnya music.


Halusinasi visual: persepsi palsu yang melibatkan penglihatan baik suatu citra yang

berbentuk (misalnya orang) dan citra tak berbentuk (misalnya kilatan cahaya).
Halusinasi olfaktorik: persepsi palsu akan bau.
Halusinasi gustatorik: persepsi palsu akan rasa.
Halusinasi taktil: persepsi palsu akan sentuhan atau sensasi permukaan, contohnya
pada ekstremitas yang diamputasi (phantom limb); sensasi merayap pada atau di

bawah kulit (formikasi).


Halusinasi somatik: persepsi palsu akan adanya sesuatu yang terjadi pada atau

ditujuka ke tubuhnya.
Halusinasi liliput: persepsi palsu bahwa ukuran obyek terlihat mengecil.
Halusinasi yang kongruen-mood: halusinasi yang isinya konsisten dengan mood

depresif atau manik.


Halusinasi yang tidak kongruen-mood: halusinasi yang isinya tidak konsisten

dengan mood depresif atau manik.


Halusinosis: halusinasi, paling sering auditorik, akibat penyalahgunaan alkohol

kronik dan yang terjadi pada kesadaran yang jernih.


Sinestesia: sensasi atau halusinasi yang ditimbulkan oleh sensasi lain.
Fenomena trailing: abnormalitas persepsi terkait obat halusinogenik berupa obyek

bergerak terlihat sebagai rangkaian citra yang terpisah dan terputus.


Halusinasi perintah: persepsi palsu akan perintah yang membuat seseorang merasa
wajib mematuhi atau tak kuasa menolak.

644. Ilusi adalah persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan yang objektif. Delusi
adalah pemikiran yang keliru telah berakar dan tidak dapat diubah walaupun telah

50

diberikan informasi yang objektif yang bertentangan dengan pemikiran tersebut. Halusinasi
adalah pengamatan tanpa stimulus/perangsang objektif. Orang yang menderita halusinasi
akan mendengar atau melihat sesuatu (suara-suara atau kejadian) walaupun perangsangnya
tidak ada.41
645.
2.12 Penyakit Gangguan Mental pada Pasien ini dan Prognosisnya
646.
Delirium
647. Gejala utama dari delirum adalah gangguan kesadaran, yang dalam DSM-IV
digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan, dengan
penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
Pada beberapa pebelitian juga menyatakan bahwa gejala utama lainnya yang tampak pada
pasien delirium adalah ketidakmampuan dalam mempertahankan perhatian. Keadaan
delirium juga biasanya diawali dengan perkembangan kecemasan, mengantuk, insomnia,
halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari, dan kegelisahan.2
648. Onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (kegelisahan dan ketakutan)
dapat terjadi pada hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya
berlangsung selama faktor penyebab yang relevan ditemukan, walaupun delirium biasanya
berlangsung kurang dari I minggu setelah menghilangnya faktor penyebab, gejala delirium
menghilang dalam periode 3 7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin memerlukan
waktu 2 minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin
lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk
menghilang. Terjadinya delirium berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi pada
tahun selanjutnya, terutama disebabkan oleb sifat serius dan kondisi medis penyerta.2
649.
2.13 Perbedaan Gangguan Mental Organik dan Non-Organik
650.

Gangguan mental organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu

patologi yang dapat diidentifikasi (contohnya tumor otak. penyakit cerebrovaskuler,


intoksifikasi obat).2,42,43 Sedangkan gangguan non-organik (fungsional) adalah gangguan
otak dimana tidak ada dasar organik yang dapat diterima secara umum (contohnya
Skizofrenia dan depresi) Dari sejarahnya, bidang neurologi telah dihubungkan dengan
pengobatan gangguan yang disebut organik dan Psikiatri dihubungkan dengan pengobatan
gangguan yang disebut fungsional atau non-organik.43
651.
51

652.
653.
654.
655.
656.
657.
658.
659.
660.
661.
662.
663.
664.
665.
666.
667.
668.
669.
670.
671.
672.
673.
674.
675.
676.
677.
BAB III
678.
PENUTUP
679.
3.1 Kesimpulan
680.
Hipotesis diterima dengan perbaikan:
681. Tn. D 35 tahun mengalami gangguan mental organik berupa delirium et causa
suspect malaria serebral.
682.
683.
684.
685.
686.
687.
688.
689.
690.
691.
692.
693.
694.
52

695.
696.
697.
698.
699.
700.
701.
702.
703.
704.
705.
706.

DAFTAR PUSTAKA

707.
1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III dan
DSM 5: Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya; 2013. h. 46-59.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis, Edisi 10. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010. h. 516-70.
3. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan ke VI. Surabaya: Airlangga
University Press; 1992. h. 179-211.
4. Ingram IM, Timbury GC, Mowbray RM. Catatan Kuliah Psikiatri. Edisi 6. Cetakan ke
dua. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 1995. H. 28-42.
5. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lipincott Illustrated Reviews. 2 nd Edition.
Phildeaphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1997.
6. Gelder M, Mayou R, Geddes J. Psychiatry. 2nd Edition. New York: Oxford University;
1999.
7. Direktorat Jendral Pelayanan Medis. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.
8. John B. Lange : Currrent Diagnosis and Treatment. Unites States of America: Mc Graw
Hill; 2007. p. 440-1.
9. Iskandar Z, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Malaria Berat. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
10. Rudolph, Abraham M, et al. Rudolphs Pediatric. 20th Edition. United States of America:
Appleton & Lange; 1996.
11. Gunawan S. Epidemiologi Malaria Dalam: Harijanto PN (editor): Malaria, Epidemiologi,
Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC; 2000. h. 1-15.

53

12. Hafalla, Julius C, et al. Cerebral malaria: Why Experimental Murine Models are
Required to Understand the Pathogenesis of Disease. United Kingdom: Cambridge
University; 2009.
13. Charles W. The Lancet Handbook of Treatment in Neurology. Spain: Elsevier; 2006. p.
313-6.
14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.
Jakarta: DEPKES RI; 2006. h. 1-12, 15-23, 67-8.
15. Allen MH. Emergency Psychiatry. Washington: American Psychiatry Publishing; 2005. p.
199-222.
16. Cloud CJ, Phillip J. Clinical Review: Agitation and Delirium in the CriticallySignificance and Management. Journal of Critical Care. 2007: 11: 214.
17. Moore DP, Jefferson JW. Handbook of Medical Psychiatry. 2nd Edition. Philadelphia: Pa:
Mosby; 2004. p. 155.
18. Daniel DG. Recent Developments in Pharmacotherapy for the Acutely Psychotic Patient.
J Emerg Nurs. 2002; 28: 12-20.
19. Kane JM, Stroup TS, Marder SR. Schizophrenia. In: Kaplan & Sadock`s, editors.
Comprehensive

Textbook

of

Psychiatry.

9 th

ed.

Philadhelphia:

Williams&Wilkins; 2009. p.1547-56, 3105-26, 3206-40.


20. Hadol (Haloperidol) Injection (Prescribing Information).

Lippincott

Belgium:

Janssen

Pharmaceutica; 2005.
21. Stahl SM. Essential Psychopharmacology. Neuroscientific Basis and Practical
Applications. 2nd Edition. UK: Cambridge University Press; 2000. p. 368-73.
22. Breier A, Meehan K, Birkett M, David S, Ferchland I, Sutton V, et al. A Double-Blind,
Placebo-Controlled Dose-Response Comparison of Intramuscular Olanzapine and
Haloperidol in the Treatment of Acute Agitation in Schizophrenia. Arch Gen Psychiatry.
2002; 59: 441-8.
23. Villari V, Rocca P, Fonzo V, Montemagni C, Pandullo P, Bogetto F. Oral Risperidone,
Olanzapine and Quetiapine Versus Haloperidol in Psychotic Agitation. Progress in NeuroPsychopharmacology and Biological Psychiatry. 2008; 32: 405-13.
24. Zyprexa Intramuscular (Olanzapine) for Injection (Prescribing

Information).

Indianapolis: Eli Lilly and Company; 2010.


25. Kinon BJ, Stauffer VL, Walker SK, Lie C, Sniadecki J. Olanzapine Versus Aripiprazole
for the Treatment of Agitation in Acutely Ill Patients with Schizophrenia. Journal of
Clinical Psychopharmacology. 2008; 28: 601-7.

54

26. Meehan K, Zhang F, Stacy D, Mauricio T, Philip J, Joyce S, et al. A double blind,
randomized comparison of the efficacy and safety of intramuscular injections of
olanzapine, lorazepam or placebo in treating agitated patiens diagnosed with bipolar
mania. Journal of clinical psychopharmacology. 2001; 21: 389-97.
27. Tulloch KJ, Zed PJ. Intramuscular olanzapine in the management of acute agitation. Ann
Pharmacother. 2004; 38: 2128-35.
28. Meehan KM, Huei W, David SR, Nisivoccia JR, Jones B, Beasley CM, et al. Comparison
of rapidly acting intramuscular olanzapine, lorazepam and placebo: A double-blind,
randomized study in acutely agitated patients with dementia, Neuropsychopharmacology.
2002; 26: 484-504.
29. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi
Keempat. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011. h. 211-35.
30. Hawari D. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2007.
31. Stuart, Sundeen. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Philadelphia: Mosby year; 1998.
32.
33. Chusid JG. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Bagian Dua. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press; 1990. h. 579-83.
34. Mahar M, Priguna S. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2003. Hal. 313-4,
421, 327-33.
35. Mahar M, Priguna S. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat;
1999. h. 36-40.
36. Soemarmo M. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Ke Dua. Yogyakarta: Gajah Madah
University Press; 2003. h. 155-62.
37. Arif M, Suprohaita, Wardhani, Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2.
Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2000. h.14-6.
38. Tomb DA. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2003.
39. Dinas Kesehatan Papua. Data dan Informasi Tahun 2013. Papua: Departemen Kesehatan
Provinsi Papua; 2013.
40. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis, Edisi 10. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.
41. Semiun F. Kesehatan Mental: Pandangan Umum Mengenai Penyesuaian Diri dan
Kesehatan Mental serta Teori-Teori yang Terkait. Edisi 1. Yogyakarta: Kanisius; 2006.
42. Ingram IM, Timbury GC, Mowbray RM. Catatan Kuliah Psikiatri. Edisi keenam. Cetakan
Kedua. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 1995. h. 28-42.
55

43. Arif M, Suprohaita, Wardhani, Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
ketiga. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Media Aesculapsius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2001. H. 189-92.

708.

56

Anda mungkin juga menyukai