Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN HASIL DISKUSI

MODUL FOUNDATION OF CLINICAL PRACTICE


PEMICU 1

KELOMPOK DISKUSI 2
Bakri Bayquni Nasution
Rohayatun
Alvin Pratama Jauharie
Syahrina Fakihun
Dede Achmad Basofi
Dodi Novriadi
Herick Alvenus Willim
Ridha Rahmatania
Gita Amalia Asikin
Elsa Restiana
Nisa Khinanty

I11110010
I11111008
I11111063
I11112002
I11112011
I11112014
I11112022
I11112027
I11112032
I11112057
I11112075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu 1
Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk
disertai bercak darah sejak 2 hari yang lalu. Batuk disertai dahak berwarna
putih kekuningan disertai bercak darah. Pasien kadang-kadang mengeluhkan
sesak nafas sejak 2 minggu terakhir. Sesak dirasakan ketika pasien
beraktivitas berat.
1.2 Klarifikasi dan Definisi

1.3 Kata Kunci


a. Laki-laki 35 tahun
b. Batuk disertai bercak darah
c. Batuk berdahak
d. Sesak nafas
1.4 Rumusan Masalah
Laki-laki 35 tahun mengeluh batuk disertai bercak darah dan dahak berwarna
putih kekuningan sejak 2 hari yang lalu disertai sesak nafas sejak 2 minggu
terakhir bila beraktivitas berat.
1.5 Analisis Masalah
Terlampir
1.6 Hipotesis
Laki-laki 35 tahun diduga mengalami bronchitis akut dengan diagnosis
banding TB paru, pneumonia, kanker paru dan emboli paru.
1.7 Pertanyan Diskusi
1. Apa saja penyakit dengan batuk berdahak?
2. Apa saja penyakit dengan keluhan sesak?
3. Bagaimana anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus ini?
4. TB paru
5. Bronkitis
6. Pneumonia
7. Kanker paru
8. Emboli paru
9. Mengapa pada kasus ini sesak terjadi bila beraktivitas?
10. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?
11. Bagaimana edukasi pada pasien?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyakit dengan Batuk Berdahak dan Berdarah
Batuk Berdarah (hemoptisis)1
Berdasarkan jumlah yang dikeluarkan hemoptisis dibagi menjadi :

Bercak (streaking), volume darah15-20 mL dalam 24 jam, bercampur

dengan sputum, biasanya pada bronchitis.


Hemoptisis, volume darah 20-600 ml dalam waktu 24 jam, biasanya
karena kanker paru, necrotizing pneumonia, TB atau emboli paru.

Hemoptisis massif, volume darah lebih dari 600 mL dalam 24 jam,

umumnya karena kanker paru, kavitas TB, atau bronkiektasis.


Pseudohemoptisis, luka terletak di saluran napas atas atau saluran cerna.
Tabel 1. Penyebab Hemoptisis1

2.2 Penyakit dengan Keluhan Sesak


a. Gangguan Sistem Pernapasan
Penyakit saluran napas: asma bronkial, penyakit paru obstruktif,
penyumbatan saluran napas
Penyakit parenkim paru: pneumonia
Penyakit vascular paru: emboli paru
Penyakit pleura: pneumothoraks, efusi pleura
b. Gangguan sistem kardiovaskular: gagal jantung, anemia berat
c. Psikosomatis: kecemasan
d. Gangguan neuromuskuloskeletal: miastenia gravis, sindrom Guillian
Barre2
Dyspnea mengacu pada sensasi sulit bernapas atau tidak nyaman dalam
bernafas. Hal tersebut merupakan pengalaman subyektif yang dirasakan dan
dilaporkan oleh pasien yang terkena. Dyspnea harus dibedakan dari takipnea,
hiperventilasi, dan hiperpnea, yang merujuk pada variasi pernapasan terlepas
dari sensasi subyektif pasien. Takipnea adalah peningkatan laju pernafasan di
atas normal; hiperventilasi merupakan peningkatan ventilasi relatif terhadap
kebutuhan metabolisme, dan hiperpnea adalah peningkatan yang tidak
seimbang dalam ventilasi relatif terhadap peningkatan tingkat metabolisme.
Kondisi ini mungkin tidak selalu berkaitan dengan dyspnea.3

Pada kejadian dispnea, kita bisa mengklasifikasikan penyebabnya menjadi


4 kategori utama, yaitu kardiak, pulmonari, campuran kardiak dan pulmonari
serta bukan keduanya. Radiografi dada, elektrokardiograf dan skrining
spirometry dapat memberikan informasi yang berharga untuk
memastikannya. Pada kasus yang belum dapat dipastikan serta membutuhkan
klarifikasi, tes fungsi paru, pengukuran gas darah arteri, ekokardiograf dan tes
standard exercise treadmill atau tes complete cardiopulmonary exercise dapat
dilakukan.4
Sesak nafas atau dyspnea biasanya merupakan keluhan paling awal dan
signifikan pada pasien dengan keluhan gagal jantung kiri. Juga, seringkali
disertai dengan batuk karena ada transudat cairan ke dalam rongga udara.
Kerusakan yang lebih lanjut dapat menyebabkan pasien mengalami dyspnea
saat berbaring yang juga disebut orthopnea. Hal tersebut dapat terjadi karena
terjadi peningkatan pengembalian darah vena dari ekstremitas bawah dan
elevasi diafragma saat berada dalam posisi supinasi. Karena itu juga, pasien
akan merasa lebih baik saat duduk maupun berdiri atau dengan mengganjal
bagian atas tubuh dengan bantal yang tinggi sehingga rongga dada cenderung
naik ke atas. Pasien dapat pula mengalami paroxymal nocturnal dyspnea,
berupa tiba-tiba terbangun saat sedang tidur karena tidak bisa bernafas. 5
Pada gagal ventrikel kiri awal, output jantung tidak meningkat dengan
cukup sebagai respon terhadap olahraga ringan sedang sehingga asidosis
jaringan dan otak terjadi, dan pasien mengalami dyspnea on exertion. Sesak
napas dapat disertai dengan kelelahan atau sensasi mencekik atau kompresi
sternum. Pada tahap selanjutnya dari kegagalan ventrikel kiri, sirkulasi paruparu tetap mengalami kongesti, dan dispnea dapat terjadi dengan tenaga yang
lebih ringan.
Selain itu, pasien dapat mengalami ortopnea atau paroxymal nocturnal
dyspnea. Edema paru akut adalah manifestasi paling dramatis dari kelebihan
overload vena paru-paru dan dapat terjadi pada infark miokard baru atau pada
tahap terakhir dari kegagalan ventrikel kiri kronis. Kardiovaskular penyebab
dispnea di antaranya adalah penyakit katup (stenosis mitral dan insufisiensi

terutama aorta), arrhythmia paroksismal (seperti atrial fibrilasi), efusi


perikardial dengan tamponade, hipertensi sistemik atau paru-paru,
kardiomiopati, dan miokarditis.Asupan atau administrasi cairan pada pasien
dengan gagal ginjal oliguri juga kemungkinan dapat berperan pada terjadinya
kongesti paru dan dyspnea.
Sementara itu, penyakit paru yang merupakan kategori utama lain
penyebab terjadinya dyspnea , di antaranya adalah asma bronkial, penyakit
paru obstruktif kronik, emboli paru, pneumonia, efusi pleura, pneumotoraks,
pneumonitis alergi, dan fibrosis interstisial. Selain itu, dyspnea mungkin
terjadi pada demam dan kondisi hipoksia serta berhubungan dengan beberapa
kondisi kejiwaan seperti kecemasan dan gangguan panik. Diabetic
ketoacidosis jarang menyebabkan dypsnea namun pada umumnya
menyebabkan pernafasan lambat dan dalam (pernafasan Kussmaul. Lesi
serebral atau perdarahan intrakranial mungkin terkait dengan hiperventilasi
kuat dan kadang-kadang napas tidak teratur periodik disebut pernafasan Biot.
Hipoperfusi cerebral dari sebab apapun juga dapat mengakibatkan periode
hiperventilasi dan apnea disebut respirasi Cheyne-Stokes, meskipun mungkin
tidak ada kesulitan bernapas dirasakan oleh pasien.
Pada emfisema, sesak nafas juga merupakan tanda pertama dari gejalanya.
Emfisema merupakan penyakit sumbatan jalan nafas kronik yang ditandai
dengan pembesaran permanen pada jalan nafas bagian distal ke terminal
bronkiolus. Awalnya tampak diam-diam tetapi progresif. Pada pasien yang
memang memiliki bronkitis atau asma bronkitis kronik, batuk dan mengi
mungkin menjadi penanda awal. Gambaran klasik pada pasien yang tidak
memiliki komponen bronkitis adalah mengalami barrel-chest dan dispnea
dengan expirasi yang lebih lama, duduk ke depan pada posisi
membungkuk,berusaha menekan udara keluar paru-paru dengan expiratory
effort. Pada pasien tersebut, rongga udaranya membesar dan kapasitas
difusinya turun. Dispnea dan hiperventilasi sangat mencolok sehingga sampai
penyakit tahap akhir, pertukaran gas masih adekuat dan nilai gas darah masih
relatif normal.

Pasien emfisema lain yang ekstrem serta memiliki bronkitis kronik dan
riwayat infeksi berulang dengan sputum purulen biasanya memiliki dyspnea
yang kurang mencolok serta dorongan nafas. Hal tersebut menyebabkan
mereka akan menahan karbon dioksida sehingga hipoksia dan seringkali
sianosis.
Untuk bisa mengerucutkan pada suatu diagnosis penyebab sesak nafas,
perlu dilakukan pemeriksaan fisik lengkap sehingga tidak perlu melakukan
pemeriksaan laboratorium. Patologi orofaringeal atau nasofaring dapat
ditemukan dengan mengidentifikasi kelainan obstruktif kasar dari bagian
hidung atau tenggorokan. Palpasi leher dapat mengungkapkan massa, seperti
di thyromegaly, yang dapat berkontribusi untuk obstruksi saluran napas.
Bruits leher adalah indikasi penyakit makrovaskuler dan mengarahkan pada
penyakit arteri koroner, terutama jika pasien memiliki riwayat diabetes,
hipertensi atau merokok.
Pemeriksaan thorax dapat menunjukan peningkatan diameter
anteroposterior, tingkat pernapasan tinggi, kelainan bentuk tulang belakang
seperti kyphosis atau scoliosis, bukti trauma dan penggunaan otot aksesori
untuk bernapas. Kyphosis dan scoliosis bisa menyebabkan pembatasan paru.
Auskultasi paru-paru memberikan informasi mengenai karakter dan simetri
nafas suara seperti rales, ronki, suara tumpul atau mengi. Rales atau mengi
dapat mengindikasikan gagal jantung kongestif, dan ekspirasi mengi saja
dapat mengindikasikan penyakit paru-paru obstruktif.
Pemeriksaan kardiovaskular dapat menunjukan murmur, suara jantung
tambahan, kelainan dari detak atau irama jantung. Sebuah murmur sistolik
dapat menunjukkan stenosis aorta atau insufisiensi mitral, sebuah suara
jantung ketiga dapat mengindikasikan gagal jantung kongestif dan ritme yang
tidak teratur bisa menunjukkan fibrilasi atrial. Perfusi perifer ekstremitas
harus dievaluasi dengan menilai pulsasinya, kapillari refill, edema dan pola
pertumbuhan rambut.
Pemeriksaan psikiatrik dapat mengungkapkan kecemasan disertai dengan
gemetar, berkeringat atau hyperventilation.4

2.3 Anamnesis pada Kasus Ini?


Anamnesis Pada Kasus Ini6:
1. Apa Keluhan Utama Anda?
Bila Batuk, tanyakan:
- Sejak kapan batuk itu timbul?
- Seberapa sering batuk tersebut dalam sehari?
- Adakah faktor yang memperberat dan meringankan gejala batuk
-

tersebut?
Adakah dahak pada batuk tersebut? Bagaimana warna dahaknya?
Apakah dahak tersebut disertai darah? Apakah warna darahnya (merah

terang/merah gelap)?
Seberapa banyak darah pada dahak tersebut? (satu sendok teh, sendok

makan, segelas, atau seperti apa)


2. Gejala Penyerta
Sesak
-

Apakah terdapat sesak?


Sejak kapan sesak itu timbul?
Adakah faktor pencetusnya?
Apakah sesak timbul secara mendadak atau perlahan-lahan?
Apakah sesak tersebut timbul saat beraktivitas atau saat istirahat?
Apakah saat malam hari terdapat gejala sesak ini sampai membangunkan
Anda saat tidur?

Adakah bengkak pada ekstremitas?


Adakah demam?
Adakah mual muntah?
Apakah terdapat penurunan nafsu makan?
Adakah gejala keringat malam?
Adakah penurunan berat badan?
3.
4.
-

Riwayat Obat-obatan
Nama
Tujuan
Dosis obat
Apakah membeli obat tersebut dengan/tanpa resep dokter?
Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah keluarga yang menderita hipertensi?
Adakah keluarga yang menderita Diabetes Melitus?

Adakah keluarga yang menderita sakit paru? Apakah pasien tinggal

serumah dengan keluarga yang menderita sakit paru tersebut?


5. Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah tinggal di lingkungan yang padat?
Apakah pasien merokok? Sudah berapa lama?
Apakah pasien mengonsumsi alkohol?
2.4 Tb Paru
Definisi7
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex.
Gejala Klinis7
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
a. Gejala respiratorik
-

batuk 3 minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala

sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru
tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa
akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
b. Gejala sistemik
-

Demam

gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan


menurun.

Pemeriksaan Fisik7
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada
pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan
fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pemeriksaan Penunjang7
Pemeriksaan Bakteriologik
-

Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan
jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).

Cara pengumpulan dan pengiriman bahan


Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau
dengan cara:
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan


dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm
atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila
ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas
objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan
NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang
ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan)
yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas
penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium.
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.
Pemeriksaan mikroskopik:
-

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun


Gabbett

Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk


screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila:
-

2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif

1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali , kemudian

bila 1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif

bila 3 kali negatf Mikroskopik negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst


atau IUATLD.
Catatan :

Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologic menunjukkan


tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali
negatif tidak perlu diulang.
Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara :
-

Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)

Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan


dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium
other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat
digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan,
menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan
cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CTScan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
-

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus


atas paru dan segmen superior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak


berawan atau nodular

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif


-

Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas

Kalsifikasi atau fibrotic

Kompleks ranke

Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :


-

Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru


yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis
parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologik tersebut.

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan


aktiviti proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak
negatif):

Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2)
dan tidak dijumpai kaviti

Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Diagnosis
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dilaksanakan sesuai alur
sebagaimana dalam bagan Alur diagnosis TB paru8

Diagnosis TB pada anak:


Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu
investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif
dan menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala
dan anda klinis yang mengarah ke TB. Gejala klinis TB pada anak tidak khas,
karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.
Gejala sistemik/umum TB pada anak:
a. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
b. Masalah Berat Badan (BB):
1. BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas; atau
2. BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik; atau
3. BB tidak naik dengan adekuat.
c. Demam lama (2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain
lain).Demam yang umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai
keringat malam.
d. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

e. Batuk lama atau persisten 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak


pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab
batuk lain telah disingkirkan;
f. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak
disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak.
Sistem skoring (scoring system) Diagnosis TB membantu tenaga
kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun
pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi
Tabel 2. Skoring
Diagnosis
TB Anak
terjadinya under-diagnosis
maupun
over-diagnosis.

Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih.


Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji

tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup


diberikan profilaksis INH terutama anak balita
Catatan:
a. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1
bulan.
b. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik
setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di Puskesmas
c. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus
atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi
segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
d. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus
dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
e. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi
lebih lanjut.
Tatalaksana7
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.
OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
-

Rifampisin

INH

Pirazinamid

Streptomisin

Etambutol

Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)


Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan

Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
-

Kanamisin

Kuinolon

Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam


klavulanat

Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT
-

Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau


BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg / kali
-

INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15


mg/kg BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten :
600 mg / kali.

Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50


mg /kg BB 2 X semingggu atau :
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB < 40 kg : 750 mg

Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB,
30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau:
BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali

Streptomisin:

15mg/kgBB atau
BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
-

Kombinasi dosis tetap


Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya
minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan
dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang
selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada
kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami
efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu
menanganinya.
Efek Samping OAT :
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh
karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat
ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada
syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek
ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100
mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan
tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah
menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra) Efek samping
berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih
0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,
hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada
keadaan khusus
2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya


memerlukan pengobatan simtomatik ialah :
-

Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,


muntah kadang-kadang diare.

Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :


-

Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT
harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus

Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.


Bila salah satu dari gejala ini terjadi, diberikan lagi walaupun
gejalanya telah menghilang

Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin


dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses
metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus
diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu
khawatir.

3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat
(penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri
sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadangkadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan
disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi
kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa
berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.
Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada

dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg
BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu.
Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa
minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk
dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang
berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek
samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis
yang digunakan dan umur penderita. Risiko tersebut akan
meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal.
Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging
(tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat
dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat
keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang
timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada
kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti
kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi
segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis
dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus barrier
plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab
dapat merusak syaraf pendengaran janin.
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
-

TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas Paduan obat yang
diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk:


a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas
(termasuk luluh paru)
c. TB di luar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan
selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif
2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:

a. TB dengan lesi luas


b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
imunosupresi / kortikosteroid)
c. TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan
disesuaikan dengan hasil uji resistensi
-

TB Paru (kasus baru), BTA negatif


Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk:
a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
b. TB di luar paru kasus ringan

TB paru kasus kambuh


Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam
OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi
dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan
fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya,
sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif
diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program
P2TB)

TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan
minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih
sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama
pengobatan minimal selama 1 2 tahun . Menunggu hasil uji
resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian
dilanjutkan sesuai uji resistensi.
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif
diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5H3R3E3
(Program P2TB)
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk
mendapatkan hasil yang optimal
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

TB Paru kasus lalai berobat


Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan
kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu,
pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadual
Penderita menghentikan pengobatannya 2 minggu
1. Berobat 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik
negatif, pengobatan OAT STOP
2. Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama
3. Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang sama
4. Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan, BTA
negatif, akan tetapi klinik dan atau radiologik positif :
pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
sama

5. Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4


minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.
-

TB Paru kasus kronik


Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,
sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam
OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan walaupun
resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid.
Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan
kemungkinan penyembuhan
Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus

Prognosis
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan
ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi
kurang baik.
2.5 Bronkitis
Definisi
Bronkitis adalah sebuah kondisi dimana saluran bronkus mengalami
inflamasi. Saluran ini membawa udara ke paru paru. Orang yang
mengalami bronkitis sering menderita batuk disertai lendir (mukus). Mukus
merupakan cairan pelicin pada saluran bronkial. Bronkitis juga dapat
menyebabkan mengi (sebuah siulan atau suara melengking ketika bernapas),
nyeri dada atau ketidaknyamanan, demam, dan sesak napas9

Gambar A menunjukkan organ paru; Gambar B menunjukkan


bronkus normal; Gambar C menunjukkan bronkus pada
bronkitis9
Etiologi
1. Infeksi Virus, Bakteri, dan Mikroorganisme lain pada Bronkitis Akut
Bronkitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi seperti spesies jamur
(Mycoplasma), Clamydia pneumonia, Streptococcus pneumonia, Moraxella
catarrhalis. dan Haemophilus influenza serta virus seperti influenza,

adenovirus, rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza


tipe A dan B, virus parainfluenza, dan Coxsackie virus. Paparan zat iritan
seperti polusi, zat kimia, dan rokok tembakau dapat juga menyebabkan iritasi
bronkus akut.10,11
Bordetella pertussis harus dipertimbangkan sebagai agen penyebab
bronkitis akut pada anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi secara
lengkap meskipun studi terbaru melaporkan bahwa bakteri ini juga dapat
menjadi agen penyebab pada orang dewasa.10,11
2. Penyebab Bronkitis Kronik
Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis,
yaitu : rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungannya
dengan faktor keturunan dan status sosial.12-15
a. Rokok
Merokok merupakan faktor predisposisi yang meyebabkan bronkitis
kronik. Faktor resiko umum terhadap eksaserbasi akut dari bronkitis kronik
adalah meningkatnya usia dan berkurangnya Volume Ekspirasi Paksa (VEP).
Sebanyal 70-80% ekserbasi akut dari bronkitis kronis diperkirakan akibat
infeksi pernafasan.
Merokok diperkirakan menyumbang 85-90% kasus dari bronkitis dan
PPOK. Studi menunjukkan bahwa merokok dapat mengganggu pergerakan
silia, menghambat fungsi makrofag alveolar, dan meyebabkan hipertrofi dan
hiperplasia dari glandula pensekresi mukus. Merokok juga dapat
meningkatkan resistensi saluran nafas melalui jalur vagal yang dimediasi oleh
konstriksi otot polos.
b. Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi
virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang
diisolasi paling banyak adalah Haemophilus influenza dan Streptococcus
pneumoniae
c. Polusi

Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi


bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga
menyebabkan bronkitis adalah zat-zat pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi
seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau
tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa -1- antitripsin yang merupakan
suatu masalah dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja
enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada
peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih buruk.
Gejala Klinis
Gejala klinis bronchitis adalah sebagai berikut12,15,16:
a. Batuk berdahak.
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya
pasien mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi
1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau mukoid,
jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.
b. Sesak nafas
Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama
pada musim dimana udara dingin dan berkabut.
c. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).
d. Wheezing (mengi).
Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak
progresif lambat disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi
akut
e. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir berwarna kemerahan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu
hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan

dan nyeri tenggorokan. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala
lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk
bisa menetap selama beberapa minggu
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bisa di dapatkan14-16:
1. Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi
maupun inspirasi disertai bising mengi.
2. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
3. Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.
4. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih
rendah, pekak jantung berkurang.
5. Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah
di pinggir sternum.
6. Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan
peninggian tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan
edema kaki
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang mendukung diangnosis adalah
sebagai berikut14-16:
1. Cultures dan Staining. Mendapatkan kultur sekresi pernapasan untuk
virus influenza, Mycoplasma pneumoniae, dan Bordetella pertussis ketika
organisme ini diduga. Metode kultur dan tes imunofluoresensi telah
dikembangkan untuk diagnosis laboratorium pneumoniae infection
dengan mendapatkan usap tenggorokan. Kultur dan gram stainning dari
dahak sering dilakukan, meskipun tes ini biasanya tidak menunjukkan
pertumbuhan atau flora saluran pernapasan normal. Kultur darah dapat
membantu jika superinfeksi bakteri dicurigai.
2. Kadar Procalcitonin. Kadar procalcitonin mungkin berguna untuk
membedakan infeksi bakteri dari infeksi nonbakterial. Penelitian telah

menunjukkan bahwa tes tersebut dapat membantu terapi panduan dan


mengurangi penggunaan antibiotik
3.

Sitologi sputum. Sitologi sputum dapat membantu jika batuk persisten.

4. Radiografi Dada. Radiografi dada harus dilakukan bagi pasien yang fisik
temuan pemeriksaan menunjukkan pneumonia. Pasien tua mungkin tidak
memiliki tanda-tanda pneumonia, karena itu, radiografi dada dapat
dibenarkan pada pasien, bahkan tanpa tanda-tanda klinis lain infeksi.
Pemeriksaan radiologi Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya
tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah ataupun tramline
shadow yang menunjukkan adanya penebalan dinding bronkus.
Gambaran Dirty chest. Karena terjadi infeksi berulang yang disertai
terbentuknya jaringan fibrotik pada bronkus dan percabangannya, maka
corakan bronkovaskular akan terlihat ramai dan konturnya irregular. Ini
merupakan tanda khas bronkitis kronik yang paling sering ditemukan
pada foto thoraks.17

Gambar diatas menunjukkan adanya corakan bronkovaskular


yang ramai hingga menuju percabangan perifer di paru (Dirty
chest)17
5. Bronkoskopi. Bronkoskopi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan
adanya aspirasi benda asing, tuberkulosis, tumor, dan penyakit kronis
lainnya dari pohon trakeobronkial dan paru-paru.

6. Tes Influenza. Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan,


seperti bahwa untuk pneumonia atipikal, tidak ditunjukkan.
7. Spirometri. Spirometri mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis
akut sering memiliki bronkospasme signifikan, dengan penurunan besar
dalam volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1). Ini biasanya
menyelesaikan lebih 4-6 minggu.
8. Laringoskopi. Laringoskopi dapat mengecualikan epiglotitis.
9. Temuan histologis. Sel piala hiperplasia, sel-sel inflamasi mukosa dan
submukosa, edema, fibrosis peribronchial, busi lendir intraluminal, dan
otot polos peningkatan temuan karakteristik di saluran udara kecil pada
penyakit paru obstruktif kronis.
2.6 Pneumonia18
Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan
dan lain-lain) disebut pneumonitis.
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia
komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan
bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak
disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak
disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di
Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan
dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
Gejala Klinis

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu


tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak
napas dan nyeri dada.
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai
ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi.
Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa
sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan
pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif
pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah

menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi


asidosis respiratorik.
Tatalaksana
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa
alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara
umum pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri penyebab pneumonia dapat
dilihat sebagai berikut:
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
-

Golongan Penisilin

TMP-SMZ

Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)


-

Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

Marolid baru dosis tinggi

Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa
-

Aminoglikosid

Seftazidim, Sefoperason, Sefepim

Tikarsilin, Piperasilin

Karbapenem : Meropenem, Imipenem

Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)


-

Vankomisin

Teikoplanin

Linezolid

Hemophilus influenza
-

TMP-SMZ

Azitromisin

Sefalosporin gen. 2 atau 3

Fluorokuinolon respirasi

Legionella
-

Makrolid

Fluorokuinolon

Rifampisin

Mycoplasma pneumonia
-

Doksisiklin

Makrolid

Fluorokuinolon

Chlamydia pneumonia
-

Doksisikin

Makrolid

Fluorokuinolon
Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit
pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti
kurang dari 5% pada penderita rawat jalan, sedangkan penderita yang dirawat
di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America
( IDSA ) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan
kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III
sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa
meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan
peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka

kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di
RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.
2.7 Kanker Paru19
Definisi
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di
paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer)
maupun keganasan dari luar paru (metastasis). Dalam pengertian klinik
yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang
berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic
carcinoma).
Gejala Klinis
Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas atau
nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung
sembuh dengan pengobatan biasa pada kelompok risiko harus ditindak
lanjuti untuk prosedur diagnosa kanker paru. Keluhan suara serak
menandakan telah terjadi kelumpuhan syaraf atau gangguan pada pita suara.
Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai adalah penurunan berat
badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam hilang
timbul. Gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala,
lemah/parese) sering terjadi jika telah terjadi penyebaran ke otak atau
tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker
yang telah menyebar ke tulang.

Secara klinik karsinoma paru terdiri dari :


Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK =small cell
carcinoma)
Kanker Paru jenis Karsinoma
cell carcinoma)

Bukan Sel Kecil (KPKBSK = non small

Karsinoma Sel Skuamosa (KSS)


Adenokarsinoma
Karsinoma Sel Besar (KSB)
dan lain lain (bronchoalveolar carcinoma, karsinoid, dll
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sis: tampilan umum (performance status) penderita yang
menurun, penemuan abnormal terutama pada pemeriksaan sis paru
(suara napas yang abnormal), benjolan suprasial pada leher, ketiak atau
di dinding dada , tanda pembesaran hepar atau tanda asites , nyeri ketok di
tulang-tulang.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan imejing (Radiologi)
Foto toraks AP/Lateral
CT Scan thorak dengan kontras hingga suprarenal
USG abdomen
Bone Scan atau bone survey
Brain Scan dengan kontras
1. Foto toraks PA/Lat, pemeriksaan awal untuk yang dapat menilai tindakan
awal yang harus atau pilihan prosedur lain yang harus dilakukan. Foto
toraks ini juga sebagai pemeriksaan penyaring pada orang-orang yang
beresiko tinggi mendapat kanker paru.
2. CT Scan toraks dengan kontras; pemeriksaan yang penting untuk
diagnosis dan menentukan stage penyakit dan menentukan segmen
yang terkena secara tepat. CT Scan toraks diperluas ke kelenjar
adrenal untuk melihat kemungkinan metastasis ke tempat tersebut.
3. CT scan kepala dengan kontras
diindikasikan bila penderita
mengeluh nyeri kepala yang hebat untuk melihat kemungkinan adanya
metastasis ke otak.
4. USG abdomen, untuk melihat kemungkinan metastasis ke hepar; juga ke
kelenjar adrenal (tidak perlu dilakukan jika CT scan toraks sudah
dilakukan hingga suprarenal)

5. Bone Scan untuk mendeteksi metastasis ke tulang-tulang, Bone


Survey jika fasilitas bone scan tidak ada
6. PET-CT scan untuk membedakan massa/ residu tumor dengan
jaringan brosis serta mencari metastasis. Hanya penting dilakukan
jika kasus meragukan atau indikasi bedah (stage I dan II)
Tatalaksana
Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I
dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari combine modality therapy,
misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain
adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker
paru dengan sindroma vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah
sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB
intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi
atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi.
Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas
sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi
sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.
Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah
adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang
akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan
nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis
gas darah
(AGD) : Syarat untuk reseksi paru
-

Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,


VEP1>60%

Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%,


VEP1 > 60%

Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada
terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk

KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang
menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat
yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma
vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan
metastasis
tumor di tulang atau otak. Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK
ditentukan beberapa faktor:
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan
cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu. Syarat standar sebelum
penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :
1. PS < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk.
Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama
harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status)
harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO.
Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam
kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis
obat anti kanker dapat dilakukan. Prinsip pemilihan jenis antikanker dan
pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah:

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)


2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%
3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian
terjadi tumor progresif.
Regimen untuk KPKBSK adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
Syarat standar yang harus dipenuhi sebe/um kemoterapi
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat
diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski
Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai
dengan penyebab anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit > 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)
2.8 Emboli Paru
Definisi
Emboli paru (EP) merupakan kondisi akibat tersumbatnya arteri paru
atau salah satu cabangnya dan dapat menyebabkan kematian pada semua usia.
EP disebabkan oleh embolisasi dari thrombosis vena dalam ke arteri paru atau
cabangnya (merupakan penyebab tersering), emboli bisa akibat material
selain bekuan darah seperti udara, lemak, sel tumor, dan cairan amnion.20
Etiologi
Faktor Resiko

Inaktivitas, lamanya bed rest, tindakan bedah tertentu ( terutama pada


pelvis dan tungkai), merokok, kehamilan, terapi hormon pengganti, kondisi
medis tertentu (tekanan darah tinggi, penyakit kardiovaskular), overweight,
pace maker. Semuanya meningkatkan risiko terbentuknya bekuan darah yang
dapat menyebabkan EP.
Gejala Klinis
Gejala yang sering dijumpai : sulit bernafas (dispnea), nyeri dada yang
memburuk saat bernafas, batuk, dan hemoptisis, dan palpitasi; Tanda klinis
yang ditemukan berupahipoksia, sianosis, pleural friction rub, takipnea, dan
takikardia. EP yang tidak diobati dapat menimbulkan kolaps, kegagalan
kardiovaskular, dan mati mendadak.21
Gambaran klinis emboli paru cukup bervariasi mulai dari yang paling
ringan tanpa gejala (asimtomatik) sampai yang paling berat dengan gejala
yang paling kompleks. Variasi gambaran klinis emboli paru tergantung pada
beratnya obstruksi pembuluh darah, jumlah emboli paru (tunggal atau
multipel), ukuran (kecil, sedang atau masif), lokasi emboli, umur pasien dan
penyakit kardiopulmonal yang ada.

a. Emboli Paru Masif


Gejala klinis timbul akibat tersumbatnya arteri pulmonalis sampai cabang
pertama dari arteri pulmonalis yaitu berupa sesak napas, sinkop, sianosis
dengan hipotensi arteri sistemik persisten. Obstruksi terjadi pada < 50%
vaskular paru, dan disfungsi dari ventrikel kanan dapat dijupai.
b. Emboli Paru Sedang sampai Besar (Submasif)
Gejala klinis timbul akibat tersumbatnya cabang arteri pulmonalis
segmental dan subsegmental yaitu berupa tanda-tanda pleuritis, adanya
area konsolidasi paru yang terkena, dan efusi pleura.
c. Emboli Paru Kecil sampai Sedang
Gambaran klinis timbul akibat tersumbatnya cabang-cabang arteri
pulmonalis berupa sesak napas sewaktu beraktivitas dan apabila emboli
terjadi berulang kali, dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal.
d. Infark Paru

Gejala yang timbul adalah gangguan hemodinamik dan gangguan


respiratorik. Gangguan

hemodinamik berupa

vasokonstriksi arteri

pulmonal sehingga menimbulkan peningkatan resistensi vaskular paru dan


hipertensi pulmonal. Ganggua respiratorik berupa bronkokonstriksi
sehingga menimbulkan hipoksemia arterial dan menurunnya rasio
ventilasi/perfusi.
Pemeriksaan Fisik22,23
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Analisis Gas Darah
Biasanya didapatkan PaO2 yang rendah (hipoksemia) < 80 mmHg akibat
gangguan fungsi ventilasi-perfusi paru. PaCO2 juga menurun <40 mmHg
yang disebabkan oleh reaksi kompensasi hiperventilasi sekunder.
b. Pemeriksaan D-Dimer
Plasma D-Dimer merupakan hasil degradasi produk yang dihasilkan oleh
proses fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat adanya
bekuan. Jadi, apabila kadar D-Dimer didapati mengalami peningkatan di
dalam tubuh maka dicurigai telah ada proses pembekuan (clotting) dalam
sirkulasi. Batas yang sering digunakan adalah < 500 ng/ml. Apabila kadar
D-Dimer > 500 ng/ml maka patut dicurigai adanya bekuan pada sirkulasi.
Tabel 3. Kadar D-Dimer pada Berbagai Status Klinis.
Status Klinis
Kadar Normal
Normal
< 500 ng/ml
Umur
500 1.000 ng/ml pada70 th
Kehamilan
2001.000 ng/ml
TrombosisVena Dalam(DVT)
5005.000 ng/ml
EmboliParu(PE)
500 5.000 ng/ml
D.I.C.
200 100.000 ng/ml
Infarct Myocard
200 6.000 ng/ml
Terapitrombolitik
200 100.000 ng/ml
Disseminated cancer
200 6.000 ng/ml
Infeksi/Radang
200 20.000 ng/ml
KelainanHepar
200
3.000 ng/ml
c. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang ditemukan pada EKG tidak spesifik untuk emboli paru,
tetapi paling tidak dapat dipakai sebagai pertanda dugaan adanya emboli

paru, apalagi bila dikaitkan dengan kondisi klinis yang timbul. Sebagian
besar gambaran EKG yang timbul pada emboli paru masif sama seperti
pada kondisi korpulmonal akut, berupa:
Gelombang T inversi pada sadapan prekordial kanan
Gelombang P Pulmonal pada sadapan II, III, aVF
Gambaran Right Bundle Branch Block
Lain-lain : aritmia, takikardia, flutter atrial
d. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto Toraks
Pemeriksaan x-ray toraks tidak dapat membuktikan ataupun
menyingkirkan diagnosis emboli paru secara pasti. Berbagai kelainan
radiologi dapat ditemukan pada hasil foto toraks pasien emboli paru.
Gambaran atelektasis, efusi pleura, pembesaran arteri pulmonal,
kardiomegali, bahkan gambaran toraks normal dapat ditemukan pada
pasien emboli paru.
Beberapa tanda khas radiografi yang mungkin dapat ditemukan pada
pasien emboli paru, namun tidak spesifik dan tidak sensitif yaitu:
Hamptons Hump
Gambaran ini menunjukkan adanya gambaran radioopak
berbentuk segitiga dengan apeks menghadap ke hilus. Ini
menunjukkan adanya infark paru di daerah distal dari thrombus.

Pallas sign
Pembesaran arteri pulmonal desending
Westermarks Sign
Terdapat penurunan corakan vascular paru di area yang
terlokalisasi.

Panah

putih

menunjukkan

Westermarks

sign,

panah

hitam

menunjukkan Pallas sign.


2. CT Pulmonary Angiography (CTPA)
Pemeriksaan spiral CT yang menggunakan media kontras untuk
mengevaluasi pembuluh darah paru.
Emboli Akut:
luput isi (filling defect) sentral
oklusi pembuluh darah
distensi pembuluh darah
Emboli Kronik:
luput isi (filling defect) yang eksentrik
kalsifikasi

3. Spiral Pulmonary CT-Scan


Pemeriksaan ini tidak invasive dan cepat. Kelemahannya ialah sulit
dapat mendeteksi emboli paru subsegmental.
4. Angiografi Paru
Pemeriksaan ini adalah baku emas (gold standard) untuk diagnosis
emboli paru. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan yang invasive,

sehingga tidak efektif dilakukan untuk keadaan kritis. Pemeriksaan ini


digantikan oleh spiral CT-Scan yang memiliki akurasi yang sama.
Hasil yang positif menunjukkan adanya luput isi (filling defect)
intraluminal atau cut off aliran darah.
5. Magnetic Resonance Angiography
Spsesifisitas dan sensitivitasnya sama dengan CT angiografi.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan tanpa menggunakan kontras. Namun
tidak dapat dilakukan pada pasien gawat.
6. V/Q Scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya mismatch antara
ventilasi dan perfusi paru. Bahan radioaktif diinhalasikan dan
diinjeksikan melalui vena. Pada paru yang normal, bahan tersebut
akan terdistribusi ke seluruh lapangan paru. Hal ini menunjukkan
ventilasi yang normal. Untuk menilai perfusi, bahan radioaktif
diinjeksikan melalui vena. Bila terdaapt emboli, bahan radioaktif yang
diinjeksikan melalui vena tidak akan tampak pada bagian distal dari
emboli akibat oklusi.
Tatalaksana24
1. Antikoagulan
Merupakan pengobatan utama. Contohnya adalah:

heparin,

low

molecular weight heparin (enoxaparin dan dalteparin), atau fondaparinux


diberikan pada saat awal, disertai pemberian warfarin yang memerlukan
beberapa hari untuk efektif. Terapi warfarin erring membutuhkan
penyesuaian dosis dan peantauan INR. Pada Emboli Paru INR idealantara
2,0 dan 3,0. Jika serangan Emboli paru berkurang saat terapi warfarin,
rentang INR dinaikkan menjadi 2,5 3,5, atau menggunakan
antikoagulan lain seperti low molecular weight heparin. Terapi warfarin
biasanya dilanjutkan hingga 3 6 bulan atau seumur hidup jika ada
riwayat Emboli Paru atau thrombosis vena dalam sebelumnya, atau
terdapat factor resiko. Nilai D-dimer yang tidak normal pada akhir
pengobatan merupakan tanda untuk lanjutan pengobatan.
2. Trombolisis

Pada

Emboli

Paru

massif

yang

menyebabkan

ketidakstabilan

hemodinamik (syok, hipotensi, hipovolemia, atau sepsis) merupakan


indikasi memulai trombolisis.
3. Embolektomi
4. Vena cava filters
2.9 Mengapa pada Kasus Ini Sesak Terjadi Bila Beraktivitas?
Sesak nafas berasal dari sistem sirkulasi manusia, biasanya terjadi pada
penyakit jantung, penyakit paru-paru, dan anemia. Sesak akibat jantung
dicirikan dyspnea on exercise artinya sesak muncul ketika beban kerja
jantung meningkat, padahal terdapat riwayat penyakit jantung (penyakit
jantung koroner) menyebabkan penderita merasa sesak setelah berkativitas.
Pada keadaan yang amat berat, pasien bahkan tetap merasakan sesak saat
beristirahat. Sesak nafas karena penyakit paru-paru biasanya diakibatkan
penyempitan atau obstruksi jalan nafas ditandai perubahan bunyi paru-paru.
Pasien biasanya memiliki riwayat COPD atau asma. 4
2.10 Apa Diagnosis Kerja pada Kasus Ini?
Hasil anamnesis :
Identitas :
Nama : Agus
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Swasta (penjaga toko buku)
Status pernikahan : Menikah, memiliki anak usia 3 tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Keluhan utama : batuk disertai bercak darah sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang : batuk disertai dahak berwarna putih
kekuningan disertai bercak darah. Pasien kadang-kadang mengeluhkan sesak
nafas sejak 2 minggu terakhir. Sesak dirasakan ketika pasien beraktivitas
berat. Pasien mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi sejak 2 minggu yang
lalu. Pasien berkeringat malam hari tanpa aktivitas. Nafsu makan pasien
menurun sejak 1 bulan sehingga berat badan pasien menurun 2 kg. BAB
(Buang Air Besar) dan BAK (Buang Air Kecil) tidak ada keluhan. Pasien
belum pernah berobat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu : sebelumnya belum pernah mengalami batuk


serupa. Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien meninggal 5 bulan yang lalu
karena penyakit paru, tetapi pasien tidak mengetahui dengan pasti
diagnosisnya. Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-).
Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien bekerja sebagai penjaga toko buku. Lama
bekerja 2 tahun. Pasien sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki
berusia 3 tahun. Keadaan rumah pengap, tanpa ventilasi yang baik. Pasien
merokok 2-3 batang sehari. Kebiasaan merokok sudah sejak 5 tahun yang lalu
dan sampai saat ini masih merokok
Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan:
a. Ronki basah paru kanan pada apeks sampai bagian tengah paru
b. BTA +/+/c. Foto toraks ditemukan fibroinfiltrat pada apeks paru kanan

Gambar Hasil Foto Thoraks Pasien; panah merah menunjukkan


infiltrat pada apeks kanan paru
Dari data-data tersebut disimpulkan diagnosis kerja adalah TB Paru
dengan BTA positif dan akan dilakukan pengobatan OAT kategori I yakni

OAT Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol untuk 1 bulan


pertama, kemudian pasien kontrol kembali dan diberikan obat yang sama
untuk 1 bulan berikutnya.
2.11

Edukasi pada Pasien


-

Edukasi efek samping obat

Memberikan penjelasan bahwa pengobatan akan memakan waktu yang


panjang dan harus minum obat setiap hari.

Memberikan penjelasan agar tidak membuang dahak sembarangan dan


apabila bekontak dengan anaknya harap menggunakan masker.

BAB III
KESIMPULAN
Laki-laki 35 tahun mengalami TB paru BTA positif (+) kasus baru.

DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Z. Manifestasi Klinikdan Pendekatan Pada Pasien Dengan Kelainan
Pernapasan. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibarta M, Setiati
S, editor. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Ed 5. Jakarta : Interna
Publishing; 2009. h.969-73
2. Markum HMS. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007
3. Mukerji V. Dyspnea. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory
Examinations. 3rd ed. Boston: Butterworth Publishers,1990. h. 78-80
4. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins Basic Pathology: The Heart.8th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007. P. 381, 487
5. Aaronson PI, Ward JPT. At a Glance Sistem Kardiovaskular: Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik Kardiovaskular. 3th ed. Jakarta: EGC, 2010. h.68.
6. Bickley, Lynn.S. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.
Ed.8. Jakarta: EGC. 2009.

7. PDPI. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis (TB),


konsensus TB, 2006; diunduh dari http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf
tanggal 1 Desember 2015.
8. Alsadaff, H., Mukty, H. A. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya.
Airlangga University Press, 2007
9. NHLBI. National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI). [Online] 2009.
Diakses pada http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/brnchi/
tanggal 2 Desember 2015.
10. Walsh EE. Acute bronchitis. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds.
Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. Philadelphia, Pa:
Elsevier Churchill Livingstone; 2009: chap 61
11. Speizer FE. Occupational exposures and pulmonary disease. In: Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL (editors). Harrison's principles of internal medicine.
15th edition. McGraw-Hill Education, New York, NY; 2001
12. Manurung, Santa. Asuhan Keperawatan gangguan Sistem Pernafasan Akibat
Infeksi. Jakarta Timur : CV. Trans Indo Media. 2009.
13. Somantri, Irman. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem
Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
14. Rab, Tabran. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates; 1996.
15. Speizer FE. Occupational exposures and pulmonary disease. In: Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL (editors). Harrison's principles of internal medicine.
15th edition. McGraw-Hill Education, New York, NY; 2001.
16. Braman SS. Chronic cough due to acute bronchitis: ACCP evidence-based
clinical practice guidelines. Chest. 2006; 129 (supplement 1): S95-S103
17. Helms, CA & William EB. Fundamental Diagnostic of Radiology. USA.
Lippincott Wlliams & Wilkins; 2007.
18. PDPI. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komuniti di
Indonesia, 2003; diunduh dari
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensuspneumoniakom/pnkomuniti.pdf tanggal 1 Desember 2015

19. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Kanker paru di Indonesia, PDPI


edisi 3 tahun 2013; diunduh dari
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-kankerparu/kankerparu.pdf
tanggal 2 Desember 2015
20. Kline JA, Runyon MS. Pulmonary embolism and deep venous thrombosis. In:
Marx JA, Hockenberger RS, Walls RM, eds. Rosen's Emergency Medicine
Concepts and Clinical Practice. 6th ed. 1368-1382. Vol 2
21. Stein PD, Beemath A, Matta F, Weg JG, Yusen RD, Hales CA, et al. Clinical
characteristics of patients with acute pulmonary embolism: data from
PIOPED II. Am J Med. 2007 Oct. 120(10):871-9
22. Torbicki, Adam et al. Guidelines on the Diagnosis and Treatment of Acute
Pulmonary Embolism. European Heart Journal; 2008.
23. Kostadima, Eleni. Pulmonary Embolism: Pathophysiology, Diagnosis and
Treatment; 2007.
24. Sudoyo, Aru W., dkk. Tromboemboli Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid II. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, 2006. h. 1040-1046

LAMPIRAN ANALISIS MASALAH


Laki-laki 35 tahun

Batuk disertai bercak


darah

Dahak putih kekuningan

Sesak nafas

Pendarahan di saluran
napas

Infeksi saluran
pernapasan

Gangguan jalan napas


atau jantung

Anamnesis
DD:
Pemeriksaan Fisik

Bronkitis
TB paru

Pemeriksaan Sputum

Pneumonia
Kanker Paru

Pemeriksaan Rontgen

Spirometri

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis dan
Tatalaksana

Emboli Paru

Anda mungkin juga menyukai