Anda di halaman 1dari 23

1

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Demensia

1. Pengertian demensia

Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian

beratnya sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas

sosial. Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan

hilangnya fungsi intelektual, kemunduran memori (pelupa) serta daya pikir

lain. Demensia berkaitan erat dengan usia lanjut (Nugroho, 2012).

Grayson (2004) dalam Aspiani (2014) menyebutkan bahwa demensia

bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang

disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu. Kumpulan gejalanya

ditandai dengan penurunan kognitif, perubahan mood, serta perubahan

tingkah laku.

2. Penyebab demensia

Menurut Aspiani (2014) penyebab demensia dibedakan menjadi dua :

a. Penyebab demensia yang reversible

1) Drugs (obat)

Misalnya obat sedative, obat penenang, obat anti

konvulsan, obat anti hipertensi, obat anti aritmia. Menurut Sharon

(1994) semua obat memiliki efek samping yang potensial misalnya

depresi, disorientasi, dan demensia, termasuk obat yang kita kira

tidak berbahaya seperti penghilang rasa sakit, obat batuk dan obat

pencahar. Sirkulasi darah yang buruk, metabolisme umum yang

menurun, sembelit dan penurunan fungsi detoksifikasi

(menetralisirkan racun) hati dapat menjadi penyebab keracunan


2
obat pada segala usia.

2) Emotional (emosional)

Gangguan emosional misalnya depresi. UNHAS, (2016)

menyatakan riwayat pasien yang mendukung demensia adalah

kerusakan bertahap seperti tangga (stepwise) misalnya depresi

yang menyebabkan kehilangan memori dan kesukaran membuat

keputusan diikuti oleh periode yang stabil dan kemudian akan

menurun lagi. Awitan dapat perlahan atau mendadak.

3) Metabolic dan endokrin

Misalnya adalah diabetes melitus, hipoglikemia, gangguan

tiroid, gangguan elektrolit. Menurut (Robert,R. 2008) dalam

Waluyan (2016) keadaan hiperglikemi dan resistensi insulin dapat

mengakibatkan komplikasi kronis pada penderita dengan

pengobatan jangka panjang yaitu komplikasi makrovaskular,

mikrovaskular dan komplikasi neuropati. Komplikasi diabetes

mellitus tipe 2 menyebabkan terjadinya perubahan dan gangguan di

berbagai sistem, termasuk sistem saraf pusat, dan hal ini

berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif.

4) Eye and ear

Disfungsi mata dan telinga.

5) Nutritional

Kekurangan vitamin B6 (pellagra), vit B1 (sindrom

wernicke), vitamin B12 (anemia pernisiosa), asam folat dan asam

lemak omega-3. Asam lemak omega-3 merupakan komponen

penting dari membran sel dari semua sel di dalam tubuh.

Kekurangan asam lemak omega-3 dapat meningkatkan risiko

penurunan kognitif yang berkaitan dengan usia atau demensia. Para


3
ilmuan percaya bahwa asam lemak omega-3 DHA adalah

perlindungan terhadap penyakit demensia (Sumbono, 2016)

6) Tumor dan trauma

Tumor otak terutama tumor metastatik (dari payudara dan

paru) dan meningioma akan mengganggu keseimbangan antara

neurotransmitter di otak (Tomb, 2004).

7) Infeksi

Ensefalitis oleh virus misalnya herpes simplek, bakteri

misalnya pneumococcus, TBC, parasit, fungus, abses otak,

neurosifilis. Menurut Almeida (2005) dalam Harahap (2015)

penyebab demensia terkait infeksi adalah semua agen penyebab

infeksi pada SSP dapat secara tunggal atau bersama-sama

menyebabkan terjadinya infeksi dengan memanfaatkan faktor

virulensi yang dimilikinya. Dengan faktor virulensi tersebut, agen

infeksi mampu menginduksi respon inflamasi di otak dengan

akibat terjadinya proses neurodegenerasi, suatu proses yang

mengakibatkan terjadinya demensia.

8) Arterosklerosis

Komplikasi penyakit arterosklerosis adalah infark miokard

dan gagal jantung. Menurut Sharon (1994) jantung dan paru-paru

berhubungan dengan berat ringannya kekurangan oksigen di otak.

Kekurangan oksigen ini pada gilirannya dapat menyebabkan

episode akut kebingungan dan dapat menyebabkan demensia

kronis.

b. Penyebab demensia yang non reversible

1) Penyakit degeneratif

Misalnya penyakit alzheimer, penyakit huntington,


4
kelumpuhan supranuklear progresif, penyakit parkinson.

2) Penyakit vaskuler

Misalnya penyakit serebrovaskuler oklusif (demensia multi-

infark), embolisme serebral, arteritis, anoksia sekunder akibat henti

jantung, gagal jantung.

3) Demensia traumatik

Misalnya perlukaan kranio-serebral, demensia pugi-listika.

4) Infeksi

Misalnya sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS), infeksi

opportunistik, demensia pasca ensefalitis

3. Karakteristik demensia

Menurut John (1994) dalam Aspiani (2014) bahwa lansia yang

mengalami demensia juga akan mengalami keadaan yang sama seperti

orang depresi yaitu akan mengalami defisit aktivitas kehidupan sehari-hari

(AKS), gejala yang sering menyertai demensia adalah :

a. Gejala awal

Kinerja mental menurun; fatique; mudah lupa; gagal dalam tugas.

b. Gejala lanjut

Gangguan kognitif; gangguan afektif; gangguan perilaku.

c. Gejala umum

Mudah lupa; ADL terganggu; disorientasi; cepat marah; kurang

konsentrasi; resiko jatuh.

B. Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya
demensia. Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan
biokimiawi di susunan saraf pusat yaitu berat otak akan menurun
sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30 sampai 70 tahun.
Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan kondisi-
5
kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit
lainnya, serta gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung
maupun tak langsung dapat menyebabkan sel neuron mengalami
kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein
abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu fungsi dari
area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan
untuk proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan
menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan
belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir,
emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi
area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena
manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan
memicu keadaan konfusio akut demensia. (Pathway terlampir)

C. Tanda dan Gejala Demensia


Menurut John (1994) dalam buku (Azizah,2011:83) bahwa lansia
yang mengalami demensia juga akan mengalami keadaan yang sama seperti
orang depresi yaitu akan mengalami defisit aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS). Gejala yang sering menyertai demensia adalah:

a. Gejala awal
- Kinerja mental menurun
- Fatique
- Mudah lupa
- Gagal dalam tugas
b. Gejala lanjut
- Gangguan kognitif
- Gangguan afektif
- Gangguan perilaku
c. Gejala umum
- Mudah lupa
- Aktivitas sehari-hari mudah terganggu
- Disorientasi
- Cepat marah
6
- Kurang konsentrasi
- Resiko jatuh

Pikun (demensia) merupakan sekumpulan gejala klinis (sindroma)


(Yatim,2003:29) yang meliputi:

1. Hilang atau menurunnya daya ingat serta penurunan intelektual.


2. Kadang-kadang gejala ini begitu ringan hingga luput dari perhatian
pemeriksa bahkan dokter ahli yang berpengalaman sekalipun.
3. Sering kali malah kerabat melaporkan bahwa si penderita kurang
perhatian terhadap sesuatu yang merupakan kegiatan atau kejadian
sehari-hari dan tidak mampu berpikir jernih atas kejadian yang
dihadapi sehari-hari, kurang inisiatif, serta mudah tersinggung.
4. Kurang perhatian dalam berpikir, berbicara maupun berbahasa.
5. Emosi yang mudah berubah bisa terlihat dari mudahnya bergembira,
tertawa terbahak-bahak lalu tiba-tiba sedih murung.

6. Banyak perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka


terlihat dalam bentuk lain yang dikaburkan oleh gejala penyakit
syarafnya.

Berikut adalah gejala klinis pada usia lanjut :

1. Penurunan perkembangan pemahaman yang terlihat sebagai :


a. Penurunan daya ingat.
b. Salah satu gangguan pengamatan :
- Aphasia (kurang lancar berbicara)
- Apraxia (tidak ada kemauan)
- Agnosia (kurang mampu merasakan rangsangan bau, penciuman, dan
rasa)
2. Penurunan pengamatan jelas mengganggu kerja dan hubungan
bermasyarakat, dan terlihat lebih menurun dari waktu ke waktu.
3. Penurunan pengamatan ini timbul secara bertahap dan terus-menerus.

D. Brain Gym

1. Pengertian brain gym

Brain gym adalah senam yang berisi beberapa gerakan sederhana

untuk memperbaiki kerja bagian otak kanan dan kiri untuk memperbaiki
7
fungsi otak. Brain gym dapat meningkatkan kemampuan mengingat,

kemampuan koordinasi tubuh, kemampuan gerak, kemampuan

penanganan stres, dan peningkatan kemampuan belajar (Dennison 2009

dalam Setiawan 2014).

2. Manfaat brain gym

Manfaat dilakukannya brain gym adalah untuk meningkatkan

fungsi kognitif, mengurangi stress emosional, pikiran lebih jernih, kerja

lebih rileks dan senang, kemampuan berbahasa dan daya ingat meningkat,

lebih kreatif dan efisien, orang merasa lebih sehat karena stress berkurang,

dan bekerja meningkat (Dennison 2009 dalam Setiawan 2014).

3. Mekanisme pelaksanaan brain gym

a. Melakukan pemeriksaan tingkat demensia (pemeriksaan fungsi

kognitif dan fungsi mental) terlebih dahulu menggunakan Mini Mental

State Examination (MMSE). Nilai <21 biasanya indikasi adanya

kerusakan kognitif. Kriteria demensia ringan bila nilai 21 – 30; kriteria

demensia sedang nilai 11 – 20; dan nilai demensia berat <10 (Aspiani,

2014).

b. Menurut penelitian Aminuddin (2015) brain gym dilakukan 10-15

menit setiap pagi sebanyak 5 kali/minggu selama 4 minggu

c. Prinsip brain gym adalah mengaktifkan otak ke dalam tiga fungsi

yakni dimensi lateralis (otak kiri-kanan), dimensi pemfokusan (otak

depan-belakang), dimensi pemusatan (otak atas-bawah), masing-

masing dimensi memiliki tugas tertentu, sehingga gerakan senam yang

harus dilakukan dapat bervariasi (Dennison 2009 dalam Setiawan

2014). Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan

dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak.

Gerakan yang menghasilkan stimulus itulah yang dapat meningkatkan


8
fungsi kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar,

memori, pemecahan masalah dan kreativitas), menyelaraskan kemampuan

beraktivitas dan berpikir pada saat yang bersamaan, meningkatkan

keseimbangan atau harmonisasi antara kontrol emosi dan logika,

mengoptimalkan fungsi kinerja panca indera, menjaga kelenturan dan

keseimbangan tubuh (Widianti dan Proverawati, 2010 dalam Aminuddin

2015).

1) Lateralis (sisi) tubuh manusia dibagi dalam sisi kiri dan sisi kanan

yang berhubungan dengan komunikasi. Sifat ini memungkinkan

dominasi salah satu sisi misalnya menulis dengan tangan kanan

atau kiri, dan juga untuk integrasi kedua sisi tubuh (bilateral

intergration). Gerakan menyeberang garis tengah dapat

menyatukan otak bagian kiri (pikiran rasional) dan otak bagian

kanan (perasaan) sehingga orang dapat lebih bersifat positif,

mampu mendengar dengan kedua telinga, melihat dengan dua

mata, menulis dan bergerak secara luwes. Ketidakmampuan untuk

menyeberangi garis tengah mengakibatkan apa yang disebut

ketidakmampuan belajar (learning disable) atau disleksia, gerakan

kaku, tulisan jelek, sulit membaca, dan menulis. Gerakan-gerakan

pada dimensi ini bertujuan untuk menstimulasi koordinasi kedua

belahan otak dan integrasi dua sisi/bilateral. Contoh gerakan-

gerakan pada dimensi lateralis adalah gerakan silang, coretan

ganda, 8 tidur, putaran leher, olengan pinggul, gerakan silang berbaring,

mengisi energi.

2) Fokus adalah dimensi muka-belakang dengan melibatkan batang

otak yang berhubungan dengan kemampuan konsentrasi, mengerti

dan memahami. Kemampuan menyeberangi garis tengah

partisipasi yang memisahkan bagian belakang dan depan tubuh,


9
dan juga bagian belakang (occipital) dan depan otak (frontal lobe).

Ketidaklengkapan perkembangan refleks pada garis tengah

menghasilkan ketidakmampuan menfokuskan (underfocused),

kurang pengertian, cepat bingung, sulit memahami dan kurang

mampu mengungkapkan diri. Sementara, sebagian lain adalah yang

terlalu mengalami fokus-lebih (overfocused) dan berusaha terlalu

keras. Gerakan-gerakan pada dimensi ini membantu melepaskan

hambatan fokus adalah aktivitas integrasi depan/belakang. Contoh

gerakannya adalah gerakan burung hantu, mengaktifkan tangan

(lambaian tangan), lambaian kaki, pompa betis, luncuran gravitasi,

pasang kuda-kuda.

3) Pemusatan adalah kemampuan untuk menyeberangi garis pisah

antara bagian atas dan bawah tubuh dan mengaitkan fungsi dari

bagian atas dan bawah otak: bagian tengah sistem limbis (mid

brain) yang berhubungan dengan informasi emosional serta otak

besar (cerebrum) untuk berpikir yang abstrak, kemampuan

mengatur dan mengorganisasikan sesuatu. Ketidakmampuan untuk

mempertahankan pemusatan ditandai oleh ketakutan yang tidak

beralasan, cenderung bereaksi berjuang atau melarikan diri, atau

ketidakmampuan untuk merasakan atau menyatakan emosi. Gerakan-

gerakan pada dimensi ini membuat sistem badan menjadi relaks dan

membantu menyiapkan kemampuan untuk mengolah informasi tanpa

pengaruh emosi negatif disebut pemusatan atau bertumpu pada dasar

yang kokoh. Contoh gerakan pada dimensi pemusatan yaitu minum air,

gerakan sakelar otak, gerakan tombol bumi, gerakan tombol imbang,

tombol angkasa, menguap berenergi,pasang telinga.

4) Gerakan penguatan

Contoh dari gerakan ini adalah titik positif, dan kait relaks.
10

d. Senam otak dapat dilakukan segala umur, baik lansia, bayi, anak autis,

remaja, maupun orang dewasa (Widianti dan Proverawati, 2010 dalam

Aminuddin 2015).

e. Sebelum melakukan rangkaian latihan rangkaian gerakan senam otak

dianjurkan terlebih dahulu meminum air, karena air adalah unsur

pembawa energi listrik. Air mengandung mineral, dan membantu

memperlancar peredaran darah dan oksigen ke seluruh tubuh.

Kekurangan air akan membuat otot menegang sehingga tubuh tidak

merasa nyaman (Widianti dan Proverawati, 2010 dalam Aminuddin

2015). Air merupakan pembawa energi listrik yang sangat baik. Dua

per tiga tubuh manusia terdiri dari air. Semua aksi listrik dan kimia

dari otak serta sistem pusat saraf tergantung pada aliran arus listrik antara

otak dan organ sensorik yang dimudahkan oleh air. Air sangat penting agar

sistem jaringan limfoid tubuh berfungsi dengan baik. Minum air yang cukup

dapat meningkatkan konsentrasi (mengurangi kelelahan mental),

memaksimalkan kemampuan bergerak dan berpartisipasi, memaksimalkan

koordinasi mental dan fisik (mengurangi berbagai kesulitan yang

berhubungan dengan perubahan neurologis), melepaskan stres serta

memaksimalkan kemampuan komunikasi dan keterampilan sosial (Dennison,

P. E. dan Dennison, G. E., 2009 dalam Aminuddin 2015).

E. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Demensia

1. Pengkajian

Pengkajian pada kelompok lansia di panti atau di masyarakat

dilakukan dengan melibatkan penanggung jawab kelompok lansia,

kultural, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan (Maryam, 2008).

Menurut Aspiani, (2014) pengkajian pada asuhan keperawatan lansia


11
demensia meliputi :

a. Identitas klien

Identitas klien yang biasa dikaji pada klien dengan demensia

adalah usia (tempat/ tanggal lahir) karena banyak klien lansia yang

mengalami demensia. Identitas lainnya yang perlu ditanyakan adalah

nama lengkap, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa,

pendidikan terakhir, diagnosis medis (bila ada), alamat.

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan masalah

psikososial demensia adalah klien kehilangan ingatan.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai keadaan klien

saat ini mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai dilakukan

pengkajian.

d. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat adanya masalah

psikososial sebelumnya dan bagaimana penanganannya.


e. Riwayat kesehatan keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang mengalami

gangguan psikologi seperti yang dialami oleh klien, atau adanya

penyakit genetik yang mempengaruhi psikososial.

f. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Keadaan umum klien lansia yang mengalami masalah psikososial

demensia biasanya lemah.

2) Kesadaran

Kesadaran klien biasanya composmentis.

3) Tanda-tanda vital

Suhu tubuh dalam batasan normal 36,50C - 37,50C; nadi normal (N

: 70 – 82 x/menit); tekanan darah kadang meningkat atau menurun;

pernafasan biasanya mengalami normal atau meningkat

g. Pola fungsi kesehatan

Yang perlu dikaji adalah aktivtias apa saja yang biasa dilakukan

sehubungan dengan adanya masalah psikososial demensia.

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan

dalam memelihara dan menangani masalah kesehatan.

2) Pola nutrisi

Klien dapat mengalami makan berlebih/ kurang karena kadang

lupa apakah sudah makan atau belum.


3) Pola eliminasi

Tidak ada masalah terkait pola eliminasi

4) Pola tidur dan istirahat

Klien mengalami insomnia

5) Pola aktivitas dan istirahat

Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari

karena penurunan minat.

6) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien

terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,

pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.

7) Pola sensori dan kognitif

Klien mengalami kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi,

kehilangan minat dan motivasi, mudah lupa, gagal dalam

melaksanakan tugas, cepat marah, disorientasi.

8) Pola persepsi dan konsep diri

Klien dengan demensia umumnya mengalami gangguan persepsi,

tidak mengalami gangguan konsep diri.

9) Pola seksual dan reproduksi

Klien mengalami penurunan minat.

10) Pola mekanisme/ penanggulangan stress dan koping

Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif dalam

menangani stress yang dialaminya


11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual.

h. Pengkajian Psikologi
Pengkajian psikologi untuk mengidentifikasi perilaku pada pasien
dahulu maupun sekarang. Pengkajian masalah perilaku ini ditujukan
untuk membuat rencana asuhan keperawatan dan untuk mengedukasi
keluarga tentang perilaku para lanjut usia. Klien dengan demensia
mungkin bingung dan mudah salah daalam penafsiran sehingga kita
harus sadar dan memberikan stimulasi kepada pasien dengan
demensia.
a. Agresif dan agitasi
Beberapa orang akan mengalami perubahan kepribadian. Agitasi
cenderung lebih sering terjadi di sore hari. Perilaku agresif dapat
berupa perilaku fisik atau verbal dan dapat diarahkan pada diri sendiri
atau orang lain (Stanley & Beare,2006:478).
b. Delusi dan halusinasi
Delusi dan halusinasi merupakan hal yang umum tetapi bukan
gejala demensia yang tidak dapat dihindari. Pastikan bahwa kacamata
dan alat bantu dengar orang tersebut sudah terpasang dengan baik. Jika
delusi atau halusinasi tidak mengganggu orang tersebut, mugkin tidak
ada intervensi yang harus dilakukan. Jika orang tersebut marah atau
takut, maka orang tersebu tidak boleh dibiarkan pada keadaan seperti
ini. Seringkali, membawa orang tersebut ke lingkungan lain,
menyalakan lampu, dan memberikan keyakinan yang tenaang
merupakan hal yang diperlukan untuk memberikan rasa nyaman pada
keadaan menyulitkan tersebut. Jika orang tersebut mengalami delusi
dan halusinasi persisten, maka obat-obat psikotropika dapat
diindikasikan. Jangan mengatakan pada orang tersebut bahwa pikiran
atau halusinasinya adalah tidak benar atau benar. Melainkan, validasi
perasaan tersebut dengan kalimat seperti, “saya dengar anda marah.
Saya di sini untuk membantu anda tetap nyaman” (Stanley &
Beare,2006:478).
c. Depresi
Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia dan alasan
terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial,
kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia. Tanda depresi pada
lansia meliputi agitasi, keluyuran dan kegelisahan pada malam hari,
keluyuran tanpa tujuan sepanjang hari, kehilangan nafsu makan yang
berat, konstipasi, kehilangan minat terhadap diri sendiri dan orang lain
disekitarnya, menyebabkan kelalaian, konfusi/bingung, dan gagal
merespons orang lain, contohnya pada saat menjawab sebuah
pertanyaan (Watson, 2003:69).

i. Pengkajian fungsi ADL


Merupakan bagian terpenting dari penilaian untuk menentukan
kemampuan klien untuk melaksanakan tugas pokok sehari-hari.
a. Berpakaian, Mandi, Berdandan
Mengkaji apakah klien bisa memakai pakaian dengan benar
dengan tanda pakaian tidak terbalik. Klien dapat mengatur suhu air
yang akan digunakan untuk mandi termasuk bertanya kemampuan
klien dalam mencukur, menyisir rambut, menggosok gigi dan memakai
make up (Rosdahl,1999:1377).
b. Kontrol Buang Air kecil dan Buang Air Besar
Mengkaji apakah lansia bisa menemukan dimana kamar mandi
dan menggunakan kamar mandi secara mandiri serta menjaga
kebersihan kamar mandi. Jika lansia mengalami inkontinensia apakah
bisa mengontrol atau tidak (Rosdahl,1999:1377).
c. Ambulasi
Mengkaji apakah lansia bisa berjalan tanpa bantuan. Jika lansia
menggunakan alat bantu (tongkat atau walker) apakah pasien dapat
menggunakannya dengan benar dan aman serta mengkaji apakah ada
luka atau memar dan apakah punya riwayat
jatuh (Rosdahl,1999:1377).
d. Makan
Menentukan apakah klien dapat menggunakan peralatan
makan dengan benar, menilai riwayat tersedak. Menilai apakah bisa
mengunyah dan menelan (Rosdahl,1999:1378).
e. Kemampuan Berkomunikasi
Meskipun variabel untuk setiap klien, kemampuan bahasa
secara bertahap menurun saat demensia berlangsung. Untuk menilai
kemmapuan komunikasi menanyakan pada klien apakah beliau
mengulang pertanyaan atau tidak. Memiliki kesukaran untuk bercerita
atau tidak. Bingung menamai objek atau tidak (Rosdahl,1999:13778).

j. Pengkajian yang komplek tentang ADL


a. Pengelolaan Keuangan
Klien akan membayar lebih dari satu kali atau bahkan mereka
akan lupa dan tidak membayar sama sekali. Mereka dapat membuat
kontribusi besar untuk amal karena menjadi korban dan ditagih
pembayaran. Bahayanya kalau para klien lupa menyimpan uang dan
bisa menyumpang uang dalam jumlah yang besar
(Rosdahl,1999:1378).
b. Mengemudi
Jika klien mengemudi tidak dengan hati-hati bisa jadi dia
mengalami musibah atau bahkan dia lupa dan mencoba untuk turun
dalam keadaan mobil masih berjalan (Rosdahl,1999:1378).
c. Transportasi (Kendaraan) Umum
Mengkaji apakah lansia dapat naik bus dan kereta api tanpa
tersesat dan sampai tujuan dengan benar dan dapat berpindah
kendaraan umum dengan benar (Rosdahl,1999:1378).
d. Persiapan Makanan
Mengkaji apakah lansia bisa memasak makanannya sendiri,
apakah bisa merebus, menggoreng, memanggang sendiri dan selalu
menjaga keamanan dalam memasak (Rosdahl,1999:1378).
e. Berbelanja, Menjaga Rumah, Mencuci
Mengkaji apakah pasien bisa berbelanja ke toko sendiri dan
membeli yang dibutuhkan dengan benar. Mengkaji apakah pasien bisa
menjaga rumah ketika tidak ada seseorang di rumah dengan aman dan
tidak terjadi masalah apapun. Mengkaji apakah pasien bisa mencuci
bajunya sendiri ataukah mencuci bajunya dibantu orang lain
(Rosdahl,1999:1378).
f. Menggunakan telefon
Mengkaji kemampuan klien untuk menghubungi dan
mengingat nomor untuk keadaan darurat. Bahayanya jika lansia
menelepon tengah malam kepada seseorang dan orang itu merasa
terganggu, selain itu menelepon berulang kali kepada nomor yang
sama (Rosdahl,1999:1378).
g. Keamanan di Komunitas
Mengkaji apakah pasien dapat mengambil tindakan untuk
memastikan tanda bahaya keselamatannya sendiri, termasuk
membukakan pintu untuk orang asing, meminjamkan uang kepada
tentangga. Bahaya jika pasien demensia lalu membukakan pintu
untuk orang yang tidak dikenal, meminta uang kepada tetangga, atau
berjalan ke rumah tetangga (Rosdahl,1999:1378).

k. Pengkajian pada sistem pendukung


a. Keluarga
Penyakit demensia adalah penyakit yang istimewa di keluarga.
Dalam banyak hal penyakit ini tidak hanya menyerang pada pasien
saja mlainkan pada keluarga juga. Merawat pasien dengan demensia
sangatlah penting, tidak hanya keluarga yang harus merawat namun
teman dan tetangga juga harus ikut merawat (Rosdahl,1999:1378).

2. Perubahan Mental
1. Lanjut usia biasanya terjadi perubahan sikap yaitu
semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit jika memiliki
sesuatu.
2. Selalu ingin mempertahankan hak an hartanya, srta ingin berwibawa.

3. Pengkajian Psikososial
a. Pengkajian status mental lansia
4. Identifikasi Aspek Kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan Mini
Menatal Status Exam (MMSE).Pemeriksaan orientasi (misalnya menyebut
nama hari, bulan, dan tahun).
5. Registrasi (misalnya menyuruh menyebut beberapa nama benda dalam
waktu singkat).
6. Perhitungan (kalkulasi seperti menambah dan mengurangi).
7. Mengingat kembali (mengulang nama benda yang sudah disebut
sebelumnya).
8. Tes bahasa (menyebut nama benda yang ditunjukkan).
Pemeriksaan fungsi kognitif awal bisa menggunakan MMSE dengan
skor/angka maksimal 30. Jika mempunyai skor dibawah 24, pasien
patut dicurigai mengalami demensia. Meskipun skor ini sangat
subjektif karna pengaruh pendidikan juga berperan pada tingginya
nilai skor, apalagi jika seseorang dengan pendidikan tinggi dengan
gejala demensia, pasien tersebut mungkin mempunyai skor yang lebih
tinggi dari 24. Sebaliknya, pasien yang berpendidikan rendah dapat
menunjukkan nilai skornyakurang dari 24, tetapi pasien tidak
menderita demensia (Nugroho,2008:181).
 Identifikasi masalah emosional (Geriatric Depression Scale / GDS).
b. Pengkajian status sosial
Kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang, sikap klien pada
orang lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi,
kepuasan klien dalam sosialisasi, hubungan dengan anggota keluarga,
perilaku kekerasan, penelantaran.

9. Diagnosis keperawatan

Sesuai dengan standar diagnosa keperawatan Indonesia oleh PPNI

(2016) masalah keperawatan pada klien demensia adalah sebagai berikut:

a. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan penganiayaan atau

pengabaian anak; depresi; demensia; disfungsi sistem keluarga

b. Gangguan memori b.d proses penuaan, efek agen farmakologis,

ketidakadekuatan stimulasi intelektual ditandai dengan melaporkan

pernah mengalami pengalaman lupa, tidak mampu mempelajari

ketrampilan baru, tidak mempu mengingat informasi faktual, tidak

mampu mengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan, tidak

mampu mengingat peristiwa, tidak mampu melakukan kemampuan


yang dipelajari sebelumnya, merasa mudah lupa

c. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan demensia,

hambatan kognitif, keterampilan motorik halus/ kasar

d. Defisit perawatan diri b.d demensia, kelemahan, gangguan psikologis/

psikotik, penurunan motivasi atau minat ditandai dengan tidak mampu

mandi atau mengenakan pakaian/ makan/ ke toilet/ berhias secara

mandiri, minat melakukan perawatan diri berkurang.

e. Risiko jatuh b.d usia ≥ 65 tahun pada dewasa dan ≤2 tahun pada anak,

riwayat jatuh, perubahan fungsi kognitif, demensia.


21

10. Perencanaan keperawatan

Tabel 1. Perencanaan Keperawatan Lansia dengan Demensia

No Dx Kep NOC/ Tujuan NIC/ Rencana Keperawatan


1 Risiko perilaku Setelah dilakukan tindakan a. Jangan membuat klien frustasi dengan menanyakan
kekerasan keperawatan selama ... x pertanyaan-pertanyaan atau orientasi yang tidak bisa
berhubungan dengan pertemuan klien tidak dijawab
penganiayaan atau menunjukkan perilaku b. Identifikasi situasi krisis keluarga yang mungkin memicu
pengabaian anak; kekerasan dengan kriteria : penganiayaan (misalnya kemiskinan, pengangguran,
depresi; demensia; a. Skor depresi beck turun perceraian, menggelandang, kematian dari orang yang
disfungsi sistem dari 7 menjadi ≤ 6 dicintai)
keluarga b. Tekanan darah klien dalam c. Pertahankan suasana positif dalam kelompok untuk
rentang normal 110/80 – mendukung perubahan gaya hidup
130/80 d. Identifikasi bentuk aktivitas kesenian (misalnya yang
sebelumnya sudah ada, yang dilakukan tanpa
direncanakan sebelumnya, diarahkan spontan)
2 Gangguan memori b.d Setelah dilakukan tindakan a. Stimulasi ingatan dengan cara mengulangi pemikiran
proses penuaan, efek keperawatan selama ... x klien yang terakhir diekspresikan dengan cara yang tepat
agen farmakologis, pertemuan klien menunjukkan b. Kenangkan kembali mengenai pengalaman klien yang
ketidakadekuatan kemampuannya untuk disenangi klien
stimulasiintelektual mengingat sesuatu dengan c. Beri latihan orientasi misalnya klien berlatih mengenai
ditandai dengan kriteria : informasi pribadi dan tanggal
melaporkan pernah a. Skor MMSE klien d. Berikan kesempatan untuk berkonsentrasi misalnya
mengalami bertambah ≥2 poin bermain kartu, menirukan gerakan yaitu brain gym
pengalaman lupa,

Bersambung

21
22

Sambungan
tidak mampu b. Klien mampu mengingat e. Berikan kesempatan untuk menggunakan ingatan
mempelajari perilaku tertentu yang baru kejadian yang baru saja terjadi, misalnya menanyakan
ketrampilan baru, saja dilakukan misalnya klien mengenai kegiatan ppagi yang baru saja dilakukan
tidak mempu mengingat gerakan yang f. Implementasikan teknik mengingat misalnya visual
mengingat informasi dicontohkan, mengingat imagery, alat yang membantu ingatan, permainan ingatan,
faktual, tidak mampu kata benda yang disebutkan teknik asosiasi, membuat daftar, menggunakan papan
mengingat perilaku perawat; mengingat nama nama
tertentu yang pernah praktikan, mengingat bulan g. Diskusikan dengan klien dan keluarga yang mengalami
dilakukan, tidak dan tahun serta tanggal hari masalah ingatan
mampu mengingat ini h. Bantu dalam tugas-tugas yang bisa dibantu misalnya
peristiwa, tidak mempraktikan pembelajaran dan mengulangi secara
mampu melakukan verbal dan memberikan informasi dengan gambar
kemampuan yang i. Pilih aktivitas yang diarahkan pada kemampuan kognitif
dipelajari sebelumnya, dan minat diri klien
merasa mudah lupa
3 Pemeliharaan Setelah dilakukan tindakan a. Diskusikan dengan klien akibat dari kamar yang kotor
kesehatan tidak efektif keperawatan selama ... x (yang akan memperburuk keadaan gatal di kulitnya)
berhubungan dengan pertemuan klien menunjukkan b. Motivasi klien untuk berlatih senam dengan berdiri agar
demensia, hambatan kemampuannya untuk tubuh lebih bugar
kognitif, keterampilan memelihara kesehatannya Diskusikan dnegan klien mengenai kebiasaan, budaya,
motorik halus/ kasar dengan kriteria : herediter,asupan makanan, peningkatan berat badan serta
a. Kamar klien bersih olahraga
b. Tidak ada plastik yang
berserakan di kamar
Bersambung

22
23

4 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan a. Observasi kebersihan kuku, pakaian, kulit klien
b.d demensia, keperawatan selama ... x 24 b. Berikan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan
kelemahan, gangguan jam perawatan diri klien lingkungan yang aman, santai, tertutup
psikologis/ psikotik, terpenuhi dengan kriteria : c. Edukasi keluarga untuk memberikan bantuan dalam
penurunan motivasi a. Kebersihan tubuh klien melakukan kegiatan perawatan diri klien
atau minat ditandai dapat dipertahankan
dengan tidak mampu dengan bantuan keluarga
mandi atau b. Memasukkan makanan
mengenakan pakaian/ dengan sendok
makan/ ke toilet/ c. Klien dapat masuk dan
berhias secara keluar dari kamar mandi
mandiri, minat
melakukan perawatan
diri berkurang
5 Risiko jatuh b.d usia ≥ Setelah dilakukan tindakan a. Gunakan simbol daripada hanya tanda-tanda tertulis
65 tahun pada dewasa keperawatan selama ... x 24 untuk membantu klien menemukan kamar mandi,
dan ≤2 tahun pada jam risiko jatuh klien tidak ruangan atau area lain untuk menghindari tersesat dan
anak, riwayat jatuh, terjadi dengan kriteria : terjatuh
perubahan fungsi a. Laporan dari keluarga klien b. Edukasi kepada klien atau keluarga untuk melakukan
kognitif, demensia bahwa selama perawatan pembatasan area dengan menggunakan alat pelindung
klien tidak terjatuh misalnya deteksi gerakan, alarm, pagar, pintu, terali sisi
tempat tidur,
(Bulechek, 2016 dan Moorhead, 2016)

23
24

11. Implementasi keperawatan

Menurut Kholifah (2016) tindakan keperawatan gerontik adalah

realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pada tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya

bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada lansia, teknik komunikasi,

kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari

lansia dan memahami tingkat perkembangan lansia. Pelaksanaan tindakan

keperawatan diarahkan untuk mengoptimalkan kondisi agar lansia mampu

mandiri dan produktif.

12. Evaluasi keperawatan

Kholifah (2016) menjelaskan bahwa evaluasi keperawatan gerontik

adalah penilaian keberhasilan rencana dan pelaksanaan keperawatan

gerontik untuk memenuhi kebutuhan lansia. Beberapa kegiatan yang harus

dilakukan oleh perawat dalam evaluasi keperawatan antara lain:

a. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,

b. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan,

c. Mengukur pencapaian tujuan,

d. Mencatat keputusan atau hasil pencapaian tujuan,

e. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila

perlu

Anda mungkin juga menyukai