Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT DENGAN KASUS PERITONITIS


DI RUANG IGD RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan profesi ners

DISUSUN OLEH :
NURUL IKMALIYAH
NIM. 14901.08.21040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2021 – 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


GAWAT DARURAT DENGAN KASUS PERITONITIS
DI RUANG IGD RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Jember, 19 Februari 2022

Mahasiswa

(Nurul Ikmaliyah)
NIM. 14901.08.21040

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

.......................................................... ..........................................................

Kepala Ruangan

...............................................
LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG PERITONITIS

I. Anatomi dan fisiologi

a. Anatomi

1. Peritonium
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam
tubuh yang terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal yang
melapisi dinding rongga abdominal dan peritoneum viseral yang meliputi
semua organ yang ada didalam rongga itu (Pearce, 2017). Peritoneum
parietal yaitu bagian peritoneum yang melapisi dinding abdomen dan
peritoneum yaitu lapisan yang menutup viscera (misalnya gaster dan
intestinum). Cavitas peritonealis adalah ruangan sebuah potensi karena
organ-organ tersusun amat berdekatan. Dalam cavitas terdapat sedikit
cairan sebagai lapisan tipis untuk melumasi permukaan peritoneum
sehingga memungkinkan viscera abdomen bergerak satu terhadap yang lain
tanpa adanya gerakan.
2. Mesinterium

Yaitu lembaran ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan


peritoneum visceral pembungkus sebuah organ. Mesenterium berisi
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah, pembuluh limfe (Pearce, 2017).
3. Omentum
Yaitu lanjutan peritoneum visceral bilaminar yang melintasi gaster
dan bagian proksimal duadenum ke struktur lain. Omentum terbagi menjadi
2 yaitu omentum minus dan omentum majus, omentum minus
menghubungkan curvatura minor gaster dan bagian proksimal duodeneum
dengan hepar dan ementum mencegah melekatnya peritoneum visceral pada
peritoneum parietal yang melapisi dinding abdomen. Daya gerak omentum
majus cukup besar dan dapat bergeser – geser keseluruh cavitas paritonealis
serta membungkus organ yang meradang seperti appendiks vermiformitis
artinya omentum majus dapat mengisolasi organ itu dan melindungi organ
lain terhadap organ yang terinfeksi (Pearce, 2017).
b. Fisiologi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar dalam tubuh.
Peritoneum terdiri dari atas dua bagian yaitu peritoneum parietal dan pertoneum
viseral. Ruang yang terdapat di antara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau
kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong yang terdapat dalam peritoneum
sebuah lipatan besar atau oementum mayor yang kaya akan lemak bergantung di
sebelah depan lambung (Pearce, 2017)
Omentum minor berjalan dari porta heparis setelah menyelaputi hati ke
bawah kurvatura minor lambung dan di sini bercabang menyelaput lambung.
Peritoneum ini kemudian berjalan keatas dan berbelok kebelakang sebagai
mesokolon ke arah posterior abdomen dan sebagian peritoneum membentuk
mesentrium usus halus. Omentum besar dan kecil, mensenterium sebagian besar
organ-organ abdomen dan pelvis, dan membentuk perbatasan halus (Pearce, 2017).

II. DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum ( lapisan membran serosa
rongga abdomen ) dan organ didalamnya (Muttaqin & Sari, 2011). Peritonitis adalah
peradangan pada peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan
vaskularisasi dan aliran limpa (Jitwiyono & Kristiyanasari, 2012).
Peritonitis adalah inflamasi lapisan peritoneum (membran serosa rongga
abdomen dan meliputi viresela). Biasanya, akibat dari infeksi bakteri. Organisme
berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduktif
internal (Smeltzer & Bare, 2017). Peritonitis adalah peradangan peritonium yang
merupakan komplikasi berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen
(apendisitis, pankreatitis, dan lain-lain) ruptura saluran cerna dan luka tembus abdomen
(Price & Wilson, 2006).

III. ETIOLOGI

Peritonitis dapat disebabkan oleh:

a. Peritonitis bacterial

Disebabkan invasi/masuknya bakteri ke dalam rongga peritoneum pada


saluran makanan yang mengalami perforasi. Kuman yang paling sering ialah bakteri
E.Coli, Streptokokus alpha dan beta hemoliti, stapilokokus aureus, enterikokus dan
yang paling berbahaya adalah clostridium wechi.
b. Peritonitis Kimiawi
Disebabkan keluarnya enzim pankreas, asam lambung, atau empedu sebagai
akibat cidera/perforasi usus/saluran empedu. Selain itu, infeksi pada peritonitis dapat
pula terjadi melalui:

a. Secara langsung dari luar


1) Operasi yang tidak steril
2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta
merupakan peritonitis lokal.
3) Trauma seperti rupturs limpa, ruptur hati, dipijet.
4) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis

b. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut


eperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media,
mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah
Streptokokus atau Pneumokokus.
IV. KLASIFIKASI

Pengelompokan jenis-jenis peritonitis antara lain:

1. Peritonitis Primer
Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum, kuman masuk
ke dalam rongga peritoneum melalui aliran darah/pada pasien perempuan melalui alat
genital.
2. Peritonitis Sekunder

Terjadi jika kuman masuk ke dalam rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup
banyak.
3. Peritonitis karena pemasangan benda asing ke rongga peritonium misalnya
pemasangan kateter.
V. PATOFISIOLOGI
Timbulnya peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara
perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa yang kelak dapat mengakibatkan
obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen
usus, mengakibatkan dehidrasi syok, gangguan sirkulasi dan oliguria, perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung- lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Gejala bebeda-beda
tergantung luas peritonitis, beratnya peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung
jawab. Gejala utama adalah sakit perut (biasanya terus menerus), muntah dan abdomen
yang tegang, kaku, nyeri dan tanpa bunyi, demam dan leukositosis sering terjadi (Price
& Wilson, 2006).
VI. PATHWAY
VII. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2011) , tanda dan gejala dari peritonitis
yaitu
a) Syok (neurologik dan hipovolemik) terjadi padapenderita peritonitis umum
b) Demam
c) Distensi abdomen
d) nyeri tekan abdomen
e) Bising usus tidak terdengar
f) Nausea
g) Vomiting.
Menurut Brooker (2016), peritonitis ditandai dengan
a) Rigiditas dan nyeri abdomen
b) Distensi
c) Nyeri tekan yang hilang-timbul
d) perubahan bising usus
e) mual dan muntah
f) Dehidrasi
g) Suhu dan denyut nadi meningkat
h) Pernapasan sering cepat dan dangkal (karena bernapas dalam memperberat
nyeri). Jika tidak diobati, pasien menjadi hipovolemik disertai
ketidakseimbangan elektrolit, dan terjadi syok disertai hipotensi dan
takikardia. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus.
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. Test laboratorium
a) Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein
(lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi
memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar
diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.
b) Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien
peritonitis didapatkanpH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )

2. X-Ray
Dari tes X-Ray didapat foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral),
didapatkan:
a. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis
b. Usus halus dan usus besar dilatasi
c. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi

3. CT scan abdomen
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto
rontgen murni dinyatakan negatif. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine,
gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita
dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi
decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di
bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak
selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat
pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk
membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara
melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan
memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum
scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara.
Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat
menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis
menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
4. USG
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas,
yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan
lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di
pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi
tidak dapat mendeteksi udara bebas.

IX. PENATALAKSANAAN
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua
penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan antara lain:
A. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
B. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
C. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
D. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk:
1. Mengeliminasi sumber infeksi
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka perawat harus
mempersiapkanpasien untuk tindakan bedah antara lain:
a) Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna
b) Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung
c) Pemasangan kateter untuk diagnostik maupun monitoring urin
d) Pemberian terapi cairan melalui I.V
e) Pemberian antibiotik

Terapi bedah pada peritonitis anatara lain:

1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan
luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya.
2. Pencucian rongga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain
kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
pus, darah, dan jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.

X. KOMPLIKASI
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut
sekunder, dimanakomplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu
:
1. Komplikasi dini
a) Septikemia dan syok septic
Septikemia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya multiplikasi bakteri dalam
darah dan syok septik adalah penurunan tekanan darah yang berpotensi mematikan
karena adanya bakteri dalam darah.
b) Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah kondisi darurat di mana perdarahan parah dan hilangnya
cairan membuat jantung tidak mampu memompa cukup darah ke tubuh.
c) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi
system
d) Abses residual intraperitoneal
e) Portal Pyemia (misalnya abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
a) Adhesi
b) Obstruksi intestinal rekuren
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
Pengkajian mengenai nama ,umur, dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit
peritonitis alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada,status
perkawinan,gangguan emosional yang timbul dapat terjadi penyakit.
2. Data Subyektif
a. Keluhan utama :
Mual, muntah, dispneu, nyeri abdomen, demam, akral dingin, takikardia.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien peritonitis umumnya mengalami nyeri tekan di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang, demam, mual, muntah, bising usus
menurun bahkan hilang, takikardia, takipnea.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga sebelumnya ada yang memiliki riwayat
peritonitis atau tidak
3. Data Obyektif (Primary Survey)
a. Airway
Apabila pasien memberi respon dengan suara normal maka jala napas itu
normal (paten). Tanda-tanda adanya obstruksi jalan napas atau jalan napas
yang terganggu adalah sebagai berikut :
1) Adanya suara bising (seperti stridor)
2) Sesak napas (kesulitan bernapas)
3) Resirasi paradox
4) Penurunan tingkat kesadaran
5) Adanya suara mendengkur
Penanganan masalah Airway adalah :
- Head tilt and chin lift
- Pemberian oksigen
- Suction
b. Breathing
Frekuensi
1) Adanya retraksi dinding dada
2) Perkusi dada
3) Auskultasi paru
4) Oksimetri (97%-100%)
Penanganan dalam maasalah pernapasan “
- Berikan posisi yang nyaman
- Menyelamatkan jalan napas
- Pemberian bantuan napas/oksigen
- Pemberian inhalasi
- Pemberian Ventilasi Bag-Mask
- Dekompresi ketegangan apabila ada pneumothorax
c. Circulation
Pada penilaian sikulasi ini menitikberatkan pada penilaian tentang sirkulasi
darah yang dapat dilihat dengan penilaian sebagai berikut :
- Warna kulit
- Bekeringat
- CRT (Capillary Refill time)<2 detik
- Palpasi denyut nadi (60-100) menit
- Auskultasi jantung (sistolik 100-140 mmHg)
- Penilaian EKG
Penanganan masalah sirkulasi adalah sebagai berikut :
- Menghentikan pendarahan (apabila ada)
- Mengangkat kaki lebih tinggi dari kepala
- Akses intravena
- Pemberian infus saline
d. Disability
Disability menilai tentang tingkat kesadaran, dapat dengan cepat dinilai
menggunakan metode AVPU :
- A (alert) – Kewaspadaan
- V (voice responsive) – Respon Suara
- P (pain responsive) – Respon Rasa Nyeri
- U (unresponsive) – Tidak Responsif
- Reflex pupil terhadap cahaya
- Kadar gula darah
- Gerakan (movement)
Penanganan masalah disability adalah sebagai berikut :
- Tangani jalan napas
- Manajemen pernapasan
- Manajemen sirkulasi
- Pemulihan posisi
- Manajemen glukosa untuk hipoglikemia

e. Aktivitas/istirahat :
Tanda : Keletihan sepanjang hari, nyeri dada dengan aktivitas, disepnea
pada saat istirahat.
Gejala : Gelisah, letargi, tanda vital berubah pada saat aktivitas.
f. Sirkulasi :
g. Integritas ego
Tanda : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
Gejala : ansietas, dan stres.
h. Makanan/cairan
Tanda : Penambahan BB, edema pada abdomen
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan BB, edema
ekstermitas, dan penggunaan diuretik.
i. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, nokturia, dan
konstipasi/diare.
j. Higiene
Tanda : penampilan menandakan kelalaian higiene personal.
Gejala : kelemahan dalam perawatan diri.
k. Neurosensori
Tanda : letargi, kusut pikir disorientasi, perubahan prilaku, dan mudah
tersinggung.
Gejala : kelemahan, pening dan pingsan.
l. Kenyamanan
Tanda : Tidak tenang, gelisah, menarik diri, dan prilaku melindungu diri.
Gejala : nyeri dada, angina akut, nyeri abdomen, sakit pada otot.
m. Pernafasan
Gejala :Disepnia, posisi semifowler, batuk tanpa sputum, riwayat penyakit
parukronis,
n. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan otot, kulit
lecet.
o. Interaksi sosial
Gejala : Ketidakikutsertaan dalam kegiatan aktivitas.
p. Pengajaran
Tanda : Terbukti pengobatan tidak berhasil.
Gejala : Lupa menggunakan obat-obatan yang dianjurkan.

4. Diagnosa Keperawatan

a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik


b) Defisit nutrisi berhubungandengan intake nutrisi tidak adekuat
c) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan batuk
efektif.
d) Penurunan perfusi cerebral berhubungan dengan suplai darah ke otakmenurun.
e) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
f) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan SLKI SIKI
Nyeri akut b.d agen Tujuan : setelah dilakukan Tindakan 3 Menejemen Nyeri
pencedera fisik jam diharapkan nyeri akut Observasi
dapat membaik. 1) Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
a. Kontrol nyeri
frekuensi, kualitas,
Kriteria hasil SA ST intensitas nyeri
Keluhan nyeri - 5 2) Identifikasi skala Nyeri
Meringis - 5 3) Identifikasi nyeri non
Gelisa - 5 verbal
Kesulitan tidur - 5 4) Identifikasi pengetahuan
Frekuensi nadi - 5 dan keyakinan tentang
Anoreksia - 5 nyari
5) Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
6) Berikan teknik non
farmakologis (mis. Terapi
pijat,terapimusic,kompres
hangat/dingin)
7) Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(suhu,pencahayaan,
kebisingan)
8) Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
9) Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
10) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
11) Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
12) Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Bersihkan jalan Tujuan : setelah dilakukan Tindakan 3 a. Latihan batuk efektif
nafas tidak efektif jam diharapkan bersihan jalan - Observasi
b.d sekresi yang nafas membaik. 1. Identifikasi kemampuan
tertahan batuk
b. Bersihan Jalan Nafas 2. Monitor adanya lelensi
spatum
Kriteria hasil SA ST
3. Monitor tanda dan gejala
Batuk efektif 2 5 infeksi saluran nafas
Produksi sputum 2 5 4. Monitor input dan output
Gelisa 2 5 cairan (Mis. Jumlah dan
karakteristik)
c. Tingkat Infeksi
- Terapeutik
Kriteria hasil SA ST 5. Atur posisi semi fowler
Demam 2 5 atau fowler
Nafsu makan 2 5 6. pasang parialy dan
bengkok di pangkuan
Sputum 2 5
pasien
C. Control Gejala 7. buang sekret pada tempat
Kriteria hasil SA ST sputum
Kemampuan memonitor 2 5
- Edukasi
kepatahan gejala 8. Jelaskan tujuan dan
Kemampuan memonitor 2 5 prosedur batuk efektif
frekuensi gejala 9. Anjurkan Tarik nafas
Kemampuan melakukan 2 5 dalam melalui hidung
tindakan pencegahan selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian
di keluarkan dari mulut
dengan bibir mencuai di
bulatkan selama 8 detik
10. Anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam hingga
3 kali
11. Anjurkan batuk dengan
kuat
- Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian
mukoiltik atau
ekspokteran. Jika perlu

Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi dalam 3 Intervensi utama:


intake nutrisi tidak jam, deficit nutrisi membaik dengan Manajemen nutrisi
adekuat kriteria hasil sebagai berikut : Observasi
Luaran utama: 1. Identifikasi status nutrisi
Status nutrisi 2. Identifikasi perlunya
Indicator SA ST penggunaan selang
Kekuatan otot menelan - 5 nasogastrik
Perasaan cepat kenyang - 5 3. Monitor asupan
Frekuensi makan - 5 makanan
Membrane mukosa - 5 4. Monitor hasil
pemeriksaan
Nafsu makan laboratorium
Indicator SA ST Terapeutik
Keinginan makan - 5 5. Lakukan Oral Hygine
Asupan makanan - 5
Sebelum Makan, Jika
Asupan cairan - 5
Perlu
Kemampuan menikmati - 5
makanan 6. Berikan Makanan Tinggi
Serat Untuk Mencegah
Konstipasi
7. Berikan Makanan Tinggi
Kalori Dan Tinggi
Protein
8. Berikan Suplemen
Makanan, Jika Perlu
9. Hentikan Pemberian
Melalui Selang
Nasogatrik Jika Asupan
Oral Dapat Ditoleransi
Edukasi
10. Anjurkan Posisi Duduk,
Jika Mampu
Kolaborasi
11. Kolaborasi Dengan Ahli
Gizi Untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu

Anda mungkin juga menyukai