Anda di halaman 1dari 24

KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERENCANNAAN KELUARGA

FISTULA VESICO-VAGINAL DAN RECTO VAGINAL

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Hany Fidhiandhini (B18017) 9. Nabilla Mauby R G (B18025)


2. Huda Miftah Daris S (B18018) 10. Nadya Agustina (B18026)
3. Ida Naida (B18019) 11. Neni Aslita Dewi (B18027)
4. Ika Wisdayanti (B18020) 12. Rizky Amelia Utami (B18028)
5. Isma Arfiyatusholikha (B18021) 13. Novi Astian (B18029)
6. Kurnia Handayani (B18022) 14. Novilia Selvirawati (B18030)
7. Lilian Ruriani (B18023) 15. Nur Fitriyani (B18031)
8. Mia Karmila (B18024)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Fistula vesico-vaginal dan Recto-vaginal”.
Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Christiani Bumi Pangsti
S.SiT.,M.Kes selaku dosen mata kuliah Kesehatan Perempuan dan Perencanaan Keluarga yang sudah
memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah pengetahuan juga
wawasan. Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para
pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Surakarta, 27 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................4
C. Tujuan.................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN....................................................................5
A. Pengertian Fistula..............................................................5
B. Etiologi...............................................................................5
C. Tanda dan Gejala Fistula....................................................7
D. Klasifikasi Fistula...............................................................8
E. Diagnosis Fistula................................................................9
F. Penanganan/Pengobatan Fistula.........................................10

BAB III PENUTUP.............................................................................23


A. Kesimpulan.........................................................................23
B. Saran...................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................24

JURNAL.................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penanganan partus yang lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi ibu, janin, atau
keduanya sekaligus,  dampak yang ditimbukan oleh partus lama salah satunya adalah pembentukan
Fistula.  Fistula merupakan saluran tidak normal yang menghubungkan organ-organ bagian dalam tubuh
yang secara normal tidak berhubungan, atau menghubungkan organ-organ bagian dalam dengan
permukaan tubuh bagian luar.
Kasus Fistulla Obstetri seringkali dialami oleh para wanita dari kalangan sosio ekonomi yang
rendah dimana pada saat kehamilan dan persalinan tidak mendapat pelayanan yang memadai sehingga
persalinan berlangsung lama dan terjebak pada persalinan kasip.
Kompresi kepala janin pada jalan lahir akan menyebabkan dinding vagina, kandung kemih serta
urethra mengalami nekrosis dan selanjutnya akan terjadi fistula. Kehidupan masyarakat dengan tingkat
sosio ekonomi yang rendah akan menyebabkan gangguan kekurangan gizi yang menahun, akibatnya
pada saat usia reproduksi dan melahirkan kelak akan mengalami gangguan imbang janin dan jalan lahir.
3

B. Rumusan Masalah
Bagaimana upaya penangulangan serta mengetahui peyebabab dan tipe fistula, bagaimana gejala-gejala
fistula dan penanganannya.
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian, penyebab, gejala dan penanganan recto-vaginal dan fistula vesiko-vaginal
pada organ reproduksi wanita.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fistula
Fistula ialah saluran tidak normal yang menghubungkan organ-organ bagian dalam tubuh yang
secara normal tidak berhubungan, atau menghubungkan organ-organ bagian dalam dengan permukaan
tubuh bagian luar.
Fistula Vesikovaginal yaitu terbentuknya fistel atau lubang pada dinding vagina yang
menghubungkan kandung kemih dengan vagina, akibatnya urine keluar melalui saluran vagina tanpa
disadari. (Sarwono, 2010)
Fistula Rectovaginal merupakan kondisi abnormal pada saluran antara bagian bawah usus besar
atau rektum dengan vagina. Fistula Rektovagina adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
hubungan yang abnormal antara rektum (bagian bawah dari usus besar) dan vagina yang menyebabkan
terjadinya kebocoran isi usus dari rektum ke vagina. Oleh karena itu, orang-orang dengan fistula
rektovagina akan mengeluarkan gas atau feses melalui vagina. Juga dapat terjadi sekret vagina yang
berbau feses.
B. Etiologi
1. Fistula Vesiko Vagina
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Fistula Vesiko Vagina antara lain :
a. Komplikasi Obstetrik, yaitu terjadi karena persalinan.
1) Karena robekan oleh forceps, alat-alat yang meleset atau karena sectio sesare.
2) Karena nekrosis tekanan, dimana jaringan tertekan lama antara kepala anak dan sympisis
seperti pada persalinan dengan panggul sempit, hydrocepalus atau kelainan letak. Kalau
pembukaan belum lengkap dapat terjadi fistula cervicalis atau fistel ureter, sedangkan pada
pembukaan lengkap biasanya terjadi fistula vesico vaginalis. Pengawasan kehamilan yang
baik disertai pimpinan dan penanganan persalinan yang baik pula akan mengurangi jumlah
fistel akibat persalinan.
Fistel karena perlukaan atau robekan terjadi segera setelah partus, sedangkan fistel karena
nekrosis (partus lama) terjadi 4-7 hari post partum.
b. Operasi Ginekologi, terjadi pada :
- Karsinoma, terutama karsinoma servisis uteri
- Karena penyinaran : baru timbul 2-5 tahun setelah penyinaran
- Karena operasi ginekologis : pada histerektomi abdominal dan vaginal atau operasi untuk
prolaps dapat terjadi perlukaan vesika urinaria. Pada histerektomi totalis dapat terjadi lesi
dari ureter atau kandung kemih.
c. Fistula Traumatik, terjadi pada:
- Pada abortus kriminalis
- Perlukaan oleh benda-benda runcing, misalnya karena terjatuh pada benda yang runcing.
- Karena alat-alat : kateter, sonde, kuret
d. Penyebab lain yang jarang ditemukan seperti kondisi peradangan saluran pencernaan, penyakit
chronis, trauma yang berasal dari benda asing dan kelainan kongenital
2. Fistula Recto Vaginal
a. Cedera selama proses melahirkan
b. Penyakit Crohn atau penyakit peradangan usus lainnya.
c. Pengobatan kanker atau radiasi di daerah pinggul.
d. Operasi yang melibatkan vagina, perineum, rektum dan anus berikut komplikasinya
e. Penyebab lainnya seperti infeksi anus atau rektum; diverkulitis; ulcerative colitis; atau cedera
vagina lain yang tidak disebabkan proses melahirkan.
C. Tanda dan Gejala Fistula
1. Fistula Vesiko Vaginal
Secara klinis gejala Fistula Vesiko Vagina mengalami inkontinen urine dan tidak ada rasa nyeri.
Komplikasi yang sering terjadi yaitu adanya iritasi pada daerah perineum dan paha atas, dermatitis
kronis, infeksi saluran kemih serta penumpukkan kristal (Calculi pada buli-buli), amenorrhoe
sekunder sebagai akibat sentral oleh karena depresi berat dan endometritis. Juga dapat terjadi
striktura / stenosis vagina yang merupakan gejala yang sering bersamaan dengan fistula.
Fistula sebagai akibat trauma obstetrik dapat timbul segera setelah persalinan atau beberapa lama
setelah persalinan, sedangkan fistula akibat tindakan operasi ginekologi 5 - 14 hari pasca bedah.
Pada fistula yang kecil urine dapat merembes sedikit. Gejala paling sering dari Fistula Vesiko
Vagina adalah inkontinensia total involunter yaitu adanya iritasi daerah vulva dan seringnya terjadi
ISK. Trias gejala yang timbul setelah tindakan pembedahan : sekret air kencing, nyeri perut dan
kenaikan suhu badan dapat dipastikan adanya Fistula Vesiko Vagina.
2. Fistula Recto Vaginal
Gejala dari fistula recto vaginal antara lain yaitu :
- Keluarnya gas, tinja atau nanah dari vagina.
- Segala sesuatu yang keluar dari vagina berbau tajam.
- Infeksi saluran kemih atau vagina kambuhan.
- Iritasi atau nyeri pada vulva, vagina serta area diantara vagina dan anus (perineum).
- Terasa nyeri ketika berhubungan seksual
D. Klasifikasi Fistula
1. Fistula VesikoVaginal
Terdapat 2 jenis fistula vesikovaginalis, yaitu :
a. Simple vesicovaginal fistulae
- Ukuran fistula < 2-3 cm dan terletak supratrigonal.
- Tidak ada riwayat radiasi atau keganasan
- Panjang vagina normal
b. Complicated vesicovaginal fistulae
- Mempunyai riwayat radiasi sebelumnya
- Terdapat keganasan pelvis
- Vagina pendek.
- Ukuran fistula > 3 cm.
- Mengenai trigonum vesika urinaria
2. Fistula Recto Vaginal
Sejumlah faktor yang berhubungan dengan fistula rektovaginal dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan fistula termasuk ukuran, lokasi, dan penyebab fistula. Faktor-faktor yang untuk
mengklasifikasikan fistula ke fistula simple atau kompleks.
a. Simple rektovaginal fistula
- Rendah atau pertengahan vagina septum<2,5 cm dengan diameter
- Karena trauma atau infeksi.
b. Kompleks rektovaginal fistula
- Tinggi rektovaginal septum> 2,5 cm dengan diameter
- Karena penyakit radang usus, radiasi, atau neoplasma Sebelumnya gagal perbaikan. 
E. Diagnosis Fistula
Pada Fistula yang besar untuk membuat diagnosis tidaklah sulit oleh karena dengan mudah dapat
dilihat dan diraba, akan tetapi Fistula yang kecil sangat sulit. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
tambahan antara lain :
1. Tes pewarnaan Urine (Test Metilen Biru)
Dilakukan jika dengan pemeriksaan Spekulum lokasi Fistel sukar ditentukan. Beberapa kasa
diletakkan dalam vagina, kemudian kandung kemih diisi dengan metilen biru melalui kateter
sebanyak 30-50 cc. Setelah 3 – 5 menit kasa dalam vagina dikeluarkan satu per satu dengan mudah
dapat terlihat adanya cairan metilen biru dan sekaligus dapat mengetahui lokasi Fistula Vesiko
Vagina.
2. Cara lain yang hampir sama yaitu ( Test Tampon Moir )
Disini digunakan untuk membedakan antara Fistula Utero Vagina yang kecil dan Fistula Vesiko
Vagina.
Caranya : 150 – 200 cc larutan metilen biru dimasukkan dalam kandung kemih, sebelumnya sudah
dimasukkan 3 tampon dalam vagina. Pasien kemudian disuruh jalan-jalan selama 10-15 menit,
kemudian tampon dikeluarkan. Jika tampon bagian bawah basah dan berwarna biru maka kebocoran
dari urethra. Jika bagian tengah basah dan berwarna kebiruan berarti dari Fistula Vesiko Vagina. Jika
bagian atas yang basah tetapi tidak berwarna biru berarti dari ureter.
3. Endoskopi ( Cystoscopy )
Dapat membedakan lokasi dan ukuran Fistel serta derajat reaksi radang sekitar Fistel. Banyak
Fistel yang terjadi sesudah tindakan histerektomi dan lokasi biasanya dibelakang cela intra uterin
dan berhubungan dengan dinding anterior vagina.
4. Pemeriksaan Radiologis
IVP dilakukan untuk membedakan Fistula Vesiko Vagina atau Obstruksi Ureter dengan retrograde
Pyelogram paling bermakna untuk menentukan adanya Fistula Vesiko Vagina. Retrograde
Pyelogram dilakukan jika pada IVP ditemukan keadaan yang abnormal atau lokasi Fistula sukar
ditentukan.
F. Penanganan/ Pengobatan Fistula
1. Fistula Vesiko Vaginal
Suatu fistula yang diketahui 3 – 7 hari sesudah operasi dapat diperbaiki segera secara
transabdominal atau transvaginal. Tetapi fistula yang diketahui sesudah 7 – 10 hari postoperasi akan
diobservasi sampai proses radang dan indurasi hilang. 
Suatu fistula postoperasi yang kecil dalam keadaan yang tenang dapat sembuh, dengan drainase
buli-buli selama 2-3 minggu. Ketika didiagnosis adanya fistula vesikovaginal postoperasi, stent
ureter segera dimasukkan dan dipasang selama 2 minggu. Karena oedema, pemasangan ini bisa
gagal dan diulangi minggu berikutnya. Penyembuhan spontan fistula ureterovaginal dapat terjadi
dimana kontinuitas lumen ureter dan infralesi ureter normal .
Fistula yang kecil, berukuran < 2 mm, dahulu dilakukan fulgurasi atau kauterisasi kimia dengan
drainase buli-buli. Cara ini memiliki angka kegagalan tinggi dengan tambahan perlukaan serta
kerusakan pada jaringan sekitar. Penanganan modern fistula persisten dengan pembedahan meskipun
fistula tersebut berukuran sangat kecil.
Tidak ada penanganan medikal yang dapat mengkoreksi fistula vesikovaginal dan fistula
ureterovaginal dengan memuaskan. Meskipun estrogen conjugated (oral atau transvaginal) dapat
memperbaiki jaringan vagina menjadi lebih lunak dan lembut untuk persiapan reparasi fistula. Hal
ini penting untuk wanita postmenopause dan wanita dengan vaginitis atropik. Dapat juga diberikan
estrogen vaginal cream pada pasien hipoestrogenik. Estrogen vaginal cream diberikan selama 4 – 6
minggu, dosis 2 – 4 gr saat tidur sekali per minggu.
Untuk mengurangi risiko cystitis, produksi mukus yang banyak, dan terbentuknya batu buli-buli,
maka urine diasamkan dengan diberikan Vitamin C oral 3 x 500 mg per hari. Untuk higiene pribadi
dan perawatan kulit, maka rendam duduk dengan kalium permanganat. Untuk fistula yang kecil,
dapat dilakukan pemasangan katheter selama 4 – 6 minggu. Meskipun drainase dengan katheter atau
fulgurasi pada pinggir fistula jarang berhasil sebagai pengobatan fistula.
Penanganan fistula vesiko vaginalis
a. Penutupan spontan
b. Kauterisasi saluran fistula
c. Pembedahan
1) Vagina :
- Penutupan primer
- Pembuatan flap
2) Abdominal
- Penutupan primer
- Pembuatan flap
3) Kombinasi keduanya
- Diversi urine
- Blokade ureter dengan tehnik perkutaneus

Prinsip Perbaikan dengan Pembedahan 7,10 :


a) Waktu. Dianjurkan menunggu selama 3-6 bulan sampai infeksi dan udem hilang. Penutupan dini saat
diagnosis ditegakkan merupakan alternatif, bilamana jaringan sekitar kering dan bebas infeksi. Fistula
akibat radiasi penutupan dilakukan sesudah 12 bulan.
b) Posisi yang tepat sangat diperlukan, dengan pasien biasa pada posisi litotomi dorsal sedikit
Trendelenburg’s. Sebagian besar fistula nampak pada posisi ini. Pada beberapa kasus dengan posisi
knee-chest, terutama untuk lesi vaginal anterior dengan tarikan pada bagian belakang pubis. Asisten
pada kedua sisi diperlukan, dan paparan yang bagus didapat dengan menggunakan retraktor Sims,
Breisky, atau Wertheim .
c) Mobilisasi dan diseksi saluran fistula dan jaringan sekitar sangat penting. Dianjurkan mengeksisi seluruh
mukosa vagina untuk menutup saluran fistula.
d) Penutupan dengan pembedahan dilakukan tanpa tekanan dan sebaiknya diperhatikan kedua sisinya agar
tidak terjadi tumpang tindih. Jika kemudian tidak bisa dilakukan, interposisi jaringan flap mungkin dapat
dikerjakan. Penutupan buli-buli harus kuat, dan ini bisa diuji dengan memasukkan larutan metilen biru
atau susu steril ke dalam buli-buli.
e) Drainase buli-buli postoperasi lebih baik dipasang katheter suprapubis selama 10-14 hari, dan
keuntungan pemasangan katheter suprapubis dibanding katheter uretra terutama pada penurunan risiko
infeksi saluran kencing, pasien lebih nyaman, dan pengosongan dini 
f) Materi dan instrumen : Penggunaan lampu penerang, instrumen dan materi yang memadai sangat
dianjurkan. Instrumen yang diperlukan gunting Kelly, Allis forsep, pengait, retraktor Sims, alat
penghisap ukuran kecil dan bisturi dengan pegangan panjang.  Benang yang dipakai ukuran 3-0 atau 4-0
yang diserap tubuh dengan jarum atraumatik. Gunakan jahitan interupted karena lebih hemostatik, dan
dijahit 2 lapis.

Operasi Transvaginal
Reparasi transvaginal memberikan keuntungan, perdarahan minimal, morbiditas dan mortalitas
rendah, waktu operasi lebih pendek, dan waktu pemulihan post operasi lebih pendek. Pendekatan
pervaginal mengurangi manipulasi saluran pencernaan, mengurangi morbiditas khususnya pada pasien
dengan fistula karena radiasi  5
Sebelum memulai operasi transvaginal harus terlebih dulu dilakukan seleksi terhadap jenis
fistula urogenital yang akan dioperasi .
Jenis fistula urogenital :   
-  fistula urethrovaginal
- fistula vesikovaginal
-   fistula vesikoservikal
-   fistula ureterovaginal
Penanganan dengan pendekatan transvaginal hanya dikerjakan pada jenis fistula urethrovaginal,
fistula vesikovaginal, fistula vesikoservikal dan tidak dilakukan pada fistula ureterovaginal yang
biasanya terjadi sebagai komplikasi histerektomi.

Macam-macam Teknik operasi untuk fistula

Tehnik Füth-Mayo.
Indikasi teknik ini jika fistula mempunyai ukuran kecil sampai sedang.
Angka keberhasilan : 97% - 100%   5
Teknik operasi      7,15 :

a. Dipasang 4 jahitan tegel 2 cm dari tepi fistula secara simetris pada dinding depan vagina. Dengan tegel
ini fistula dapat ditampilkan lebih ke depan dan dinding vagina dapat ditegangkan untuk memudahkan
sirkumsisi
b. Dilakukan insisi sirkuler 0,5 cm – 1 cm dari pinggir fistula, sayatan dimulai dari belakang dan
dilanjutkan ke depan
c. Dinding vagina yang diinsisi sirkuler dimobilisasi secukupnya ke segala arah dengan melakukan
preparasi yang luas dari lubang fistula.
d. Dengan cara menjepit dan menarik portio ke bawah dengan tenakulum maka pole belakang buli-buli
lebih mudah dipreparasi dari dinding depan serviks hingga mendekati plika vesiko uterina. Sehingga
didapatkan permukaan buli-buli yang bebas dan luas sehingga memudahkan jahitan penutupan fistula
lapis demi lapis
e. Rangkaian pertama adalah jahitan melintang satu-satu dengan jarum atraumatik dan benang halus tetapi
lama diabsorbsi (Vicryl/Dexon No. 00) untuk melibatkan lubang menembus dinding fistula. Sesudah
jahitan selesai dilakukan tes dengan metilen biru 100 ml dimasukkan kedalam bulu-buli untuk menguji
apakah sudah kedap air sehingga tidak bocor
f. Rangkaian kedua adalah jahitan melintang dengan cara dan benang yang sama seperti jahitan pertama.
Jahitan kedua harus cukup jauh ke lateral dan melewati jauh jahitan pertama sehingga jahitan pertama
ditutupi dengan baik oleh jahitan kedua
g. Semua jahitan tersebut seperti jahitan pertama dipasang dahulu seluruhnya baru disimpulkan satu-satu
h. Terakhir adalah rangkaian jahitan ketiga pada mukosa vagina yang dijahit memanjang dengan jahitan
satu-satu memakai benang lebih besar (Vicryl/Dexon No.0 )

Kesalahan teknik operasi    15:


a. Sayatan sirkuler melingkari fistula berantakan, compang-camping tidak rata.
b. Dinding vagina tidak adequat di preparasi dan dibebaskan dari buli-buli
c. Pada preparasi buli-buli tetrjadi perdarahan sebab fascia buli-buli pembuluh darahnya tersayat. Fascia
buli-buli harus ditinggalkan melekat pada buli-buli, jahitan kedua lebih baik pada fascia buli-buli
daripada otot buli-buli
d. Cedera buli-buli, sehingga menambah tebentuknya fistula .
e. Jahitan sudut kiri-kanan tidak cukup ke lateral
f. Jahitan pada fascia buli-buli terlalu dekat sehingga terdapat gangguan vaskularisasi yang menyebabkan
nekrosis dan terjadi fistula baru
g. Dinding depan vagina menjadi lebih pendek, lumen vagina lebih sempit pada daerah operasi fistula
tersebut.

Tehnik Latzko’s ( Kolpoklesis Tinggi)


Indikasi : fistula vesikovaginal pada puncak vagina yang terjadi sebagai komplikasi operasi histerektomi
totalis
Angka kebehasilan dengan teknik ini 93 – 100% 
15
Teknik operasi    :
a. Dipasang 4 jahitan tegel dengan benang sutera pada dinding vagina sekitar lubang fistula dalam jarak
simetris yaitu 2 tegel dinding depan dan 2 tegel dinding belakang vagina. Dengan tarikan pada keempat
benang tegel maka fistula dapat lebih ditarik ke depan dan dinding vagina menjadi tegang dan tidak
terlipat sehingga memudahkan sayatan sirkuler melingkari lubang fistula.
b. Dilakukan sayatan sirkuler yang dangkal sejauh 2 cm dari pinggir fistula dengan mempergunakan pisau
yang kecil dan bertangkai panjang. Kedalaman sayatan hanya sampai epitel vagina saja tidak sampai
fascia vagina. Kemudian sayatan dibagi 4 sektor dengan insisi silang sehingga 2 sektor pada dinding
depan dan 2 sektor pada dinding belakang vagina
c. Epitel vagina dipreparasi secara hati-hati. Secara teknis lebih mudah dimulai preparasi epitel vagina
pada 2 sektor dinding belakang vagina dari luar menuju lubang vagina
d. Penutupan fistula. Dipasang jahitan satu-satu pada fascia vaginalis secara melintang dengan benang
vicryl/dexon No. 00 atau 000 dengan jarum atraumatis. Setelah jahitan tersusun baik dari sudut ke sudut
barulah benang disimpul. Rangkaian jahitan fascia vaginalis sebaiknya 2 lapis kemudian dinding vagina
depan dan belakang dijahit melintang. Penutupan dinding vagina ini jahitan tersebut meliputi epitel dan
fascia vaginalis, sebab kalau yang dijahit epitel vagina saja akan robek dan luka dinding vagina terbuka
Kesalahan teknik operasi :
a. Sayatan sirkumsisi terlalu dalam
b. Sayatan sirkumsisi di lateral terlalu dekat pada pinggir fistula.

Tehnik Martius’s Bulbocavernous Flap


Jika suatu fistula, dengan jaringan sekitar yang miskin vaskularisasi dan kurang sehat. Perbaikan dapat
didukung dengan penggunaan pedikel grafts interposed antara buli-buli dan vagina. Fistula di bagian
bawah  vagina sangat cocok memakai tehnik Martius flap. Defek yang besar atau defek di bagian atas
vagina  diperbaiki dengan bantuan pedikel abdominis gracilis atau rectus   7
Angka keberhasilan  : 72% - 82%    13
15
Teknik operasi     :
a. Fistula Vesikovaginal dilipatkan kedalam buli-buli dan ditutup dengan 2 rangkaian jahitan pada fascia
buli-buli seperti cara Futh Mayo. Pole bawah buli-buli dibebaskan hingga mendekati plika
vesikouterina. Untuk menutupi dan melindungi jahitan tersebut diambil jaringan bulbokavernosus
sebagai bantalan
b. Dilakukan insisi memanjang + 8 cm pada kulit labium kiri dengan ujung kranial insisi setinggi klitoris.
Pinggir sayatan kulit tersebut dipegang dan direntangkan satu sama lain dengan klem Allis atau klem
Pean. Lapisan otot lemak bulbokavernosus 2/3 kranial dilepaskan dari fascia, pembuluh darah yang
terbuka dihemostasis dengan ikatan. Pada ujung kranial yang bebas dubuat 2 tegel dengan benang
kromik
c. Dengan klem yang ujung tumpul dan agak besar dibuat terowongan dari luka di labia kearah vagina dan
keluar di daerah operasi fistula sambil menjepit 2 benang tegel yang dijahit pada ujung bulbokavernosus
yang bebas. Dengan menarik kedua tegel secara hati-hati jaringan bulbokavernosus ditarik ke vagina
d. Luka pada labium mayus ditutup dan ditinggalkan drain
e. Jaringan bulbokavernosus dibentangkan sehingga menutupi seluruh luka operasi dan dijahitkan pada
fascia buli-buli dengan kedua benang tegel
f. Dinding vagina dijahit satu-satu arah memanjang dengan benang yang agak lama diabsorbsi
(Vicryl/Dexon no.0)

Kesalahan teknik operasi


Pembentukan terowongan terlalu sempit, sehingga terjadi nekrosis jaringan karena penekanan.

Teknik Myokutaneous Bulbokavernosus flap (cara Symonds-Knapstein)


Indikasi :   Fistula Vesikovaginal dengan defek dinding vagina yang luas sehingga pinggir     dinding
vagina tidak dapat ketemu karena jaraknya terlalu jauh.
Angka keberhasilan : 53%   5,13,15
Teknik operasi     15 :
a. Fistula vesikovagina direparasi seperti teknik Futh Mayo sampai penutupan fistula dengan 2 rangkaian
jahitan pada fascia buli-buli
b. Dibuat sayatan pada kulit perivulva dengan bentuk dan ukuran yang sesuai dengan besarnya defek pada
dinding vagina minimal 4x2 cm
c. Insisi longitudinal lateral sepanjang 1/3 distal labium mayus kemudian m. bulbokavernosus dibebaskan
kekaudal sampai sebatas perineum. Untuk menjaga vaskularisasi terhadap kulit yang akan dijadikan
tambalan maka preparasi tadi langsung di lapisan bawah kulit labium mayus jangan terlalu dalam. Pada
ujung kranial lempengan kulit dipasang tegel benang
d. Dibuat terowongan subkutan dari luka labia ke vagina untuk memindahkan lempengan kulit tadi
menutupi luka jahitan fistula untuk menambal dinding vagina yang defek dengan menarik benang tegel
tadi. Perdarahan dirawat sebaik-baiknya.
e. Lempengan kulit tadi pinggirnya dijahit satu-satu pada dinding vagina memakai benang yang diabsorbsi
no. 3-0 atau 4-0
f. Luka kulit perivulva dijahit satu-satu memakai benang monofilamen no.3-0 aatu 4-0. subkutis tidak
dijahit tetapi dipasang drain selama 3-4 hari.

Teknik G. Doderlain ( gulungan plastik)


Indikasi : - Penutupan lubang fistula yang besar
- Reparasi fistula residif
Teknik operasi :
a. Dilakukan sondase uretra ke buli-buli
b. Dipasang balon katheter no. 24 dalam buli-buli untuk menarik fistula ke depan dan menegangkan
dinding vagina
c. Dibuat insisi setengah lingkaran di depan fistula sejauh 1,5 cm dari pinggirnya dan dilanjutkan ke lateral
kiri dan kanan. Dinding vagina dipreparasi dan dibebaskan dari fascia buli-buli. Posisi balon katheter
ditarik ke depan dan bawah
d. Kemudian sayatan dilanjutkan ke belakang dalam bentuk lidah sepatu sepanjang 7 cm. Dilakukan
preparasi dinding belakang vagina sampai 0,5 cm dari pinggir fistula. Posisi balon katheter ditarik ke
depan dan ke atas. Balon katheter dilepas setelah preparasi.
e. Dinding belakang vagina yang berbentuk lidah sepatu digulung dan diikat agar tetap dalam gulungan
dan dipakai untuk menutupi lubang fistula 
f. Penutupan fistula dimulai dari jahitan sudut, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan benang jahitan
pada fascia buli-buli di belakang fistula. Setelah semua jahitan terpasang baru disimpul satu-satu
sehingga lubang fistula tertutup sempurna
g. Dilakukan tes dengan  metilen biru. Jika terbukti tidak bocor dilanjutkan jahitan lapisan kedua
h. Jahitan memanjang pada dinding vagina bekas pengambilan gulungan polster dan terakhir jahitan
melintang terhadap dinding vagina penutup Fistula Vesikovaginal.

Kesalahan teknik  operasi :


a. Pembuatan gulungan polster terlalu kecil atau terlalu pendek
b. Saat preparasi dinding vagina untuk membuat polster terlalu tipis. Gulungan polster terdidri dari kulit
vagina dan fascia vaginalis
c. Gulungan polster terlepas karena tidak dijahit sempurna

Operasi Transabdominal
Pendekatan yang biasa dipakai oleh ahli ginekologi adalah melalui vagina. Terdapat beberapa fistula
yang tidak bisa melalui perbaikan vagina. Jika pasien dirujuk ke ahli urologi, pendekatan abdominal
menjadi pilihan utama kecuali fistula terletak di bagian yang sangat rendah dari vagina. Ada beberapa
situasi yang oleh seorang ahli ginekologi disarankan untuk dilakukan pendekatan abdominal   7,11,13 :
a. Kegagalan perbaikan berulang kali.
b. Diameter fistula lebih dari 4 cm
c. Daerah operasi sangat sempit, ada scar vagina.
d. Jika lubang fistula berdekatan dengan muara ureter, diperlukan pemasangan ureter katheter,
mobilisasi buli-buli.
e. Lubang ureter menutup puncak fistula.
f. Jika memerlukan ureteroneocystostomy
g. Pasien menginginkan untuk perabdominal
h. Kontraktur vesika sehingga diperlukan operasi tambahan membesar kapasitas vesika dengan
penambahan dari sigmoid, colon, atau ileum.
Prinsip pendekatan abdominal untuk penutupan fistula sama seperti pada pendekatan vagina.
Dinding buli-buli harus dapat bergerak bebas, dan jahitan penutup harus dua lapis dengan jahitan jelujur
3-0 poliglikolik atau kromik. Bila lubang ureter menutup puncak fistula, dipasang stent ureter untuk
mencegah perlukaan pada ureter. Pada keadaan dimana ureter tepat di atas fistula, dilakukan
pemotongan dan pemasangan kembali jauh dari daerah penutupan. Pada kasus dengan peradangan hebat
atau minimalnya vaskularisasi perlu dilakukan pembersihan sebelumnya, omental flap atau paravesical
peritoneal flap dapat membantu proses penyembuhan.

Diversi Saluran Kencing


Dengan adanya kemajuan terapi kanker genital wanita, fistula yang besar dapat diterapi lanjut,
terutama dalam menghindari komplikasi radioterapi atau berulangnya penyakit. Seringkali, jaringan
sekitar daerah penutupan fistula mengalami perubahan. Penyempitan saluran kencing yang tidak dapat
ditanggulangi membuat hidup pasien sangat menderita, dan diversi saluran kencing dapat mengurangi
hal ini. Tehnik yang digunakan pada prosedur ini tergantung dari kemampuan dan pengalaman ahli
bedah untuk membuat hidup pasien lebih baik. Jika fistula disebabkan oleh nekrosis maka harapan
hidupnya lebih baik daripada karena keganasan, dan saluran ileum atau kolon kemungkinan lebih cocok.
Bagian dari usus yang dipakai sebagai saluran sebaiknya berasal dari daerah yang bersih. Banyak ahli
onkologi ginekologi menggunakan kolon transversum sebagai tempat penampungan yang cocok   7,14.
Pada kasus persisten atau penyakit berulang, dapat dipakai pendekatan yang sama, meskipun
paliatif kutaneus ureterostomi lebih minimal trauma operasinya dan kemungkinan lebih disukai. Stenosis
yang biasa timbul bukan masalah, walau harapan hidup lebih pendek.
Komplikasi pasca operasi   :
 Ureter obstruksi, dapat berupa obstruksi karena terjahit atau terlipat akibat jahitan di sekitar ureter.
Dapat diketahui dengan evaluasi cystoskopi
 Perdarahan vesika, dapat terjadi akibat perlukaan mukosa vesika. Bekuan dapat menyumbat katheter
sehingga distensi vesika yang berlebihan mengakibatkan jaringan yang baru dijahit terbuka. Bekuan
ini dapat dibersihkan dengan penghisap melalui uretra
 Infeksi , terjadi karena invasi kuman daerah genital, umumnya gram negatip. Antibiotika profilaksis
diberikan sebelum operasi
 Fistula terbuka, kegagalan penutupan fistula biasanya diketahui hari 7 – 10, penderita mengeluh
ngompol kembali. Ganti katheter dengan ukuran lebih besar memastikan urine dapat keluar dengan
lancar, penutupan spontan diharapkan dapat terjadi. Jika tetap bocor, dilakukan operasi ulang setelah
3 bulan.
 Inkontinensia , pada vesika yang kontraktur terjadi gangguan pada sfingter, meskipun fistula sudah
tertutup baik, penderita tidak dapat menahan kencing, urine keluar spontan.

2. Fistula Recto Vaginal


Pengobatan
Satu-satunya pengobatan yang efektif adalah pembedahan (fistulotomi), dimana otot
melingkarnya bisa ikut terpotong. Bila terlalu banyak otot melingkar yang terpotong, penderita bisa
mengalami kesulitan mengendalikan buang air besarnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fistula ialah saluran tidak normal yang menghubungkan organ-organ bagian dalam tubuh yang
secara normal tidak berhubungan, atau menghubungkan organ-organ bagian dalam dengan permukaan
tubuh bagian luar, dapat pula diartikan sebagai abnormal connection atau passageway antara 2 organ
epithelium-lined atau vessel yang secara normal tidak berhubungan. Penyebab fistula sebagian besar
karena infeksi, trauma atau tindakan bedah medis oleh dokter, Fistula disebabkan cacat bawaan
(kongenital) sangat jarang ditemukan, daerah anorektal merupakan tempat yang paling sering
ditemukannya fistula. Fiatula pada organ reproduksi wanita diantaranya fistula vesikovaginal, fistula
ectovaginal, dan Fistula urethrovaginal.

B. Saran
Fistula dapat kenali sehingga dapat diobati dengan cara yang paling efektif adalah pembedahan.
Memberi penanganan persalian yang sehat tepat dan cepat sehingga tidak terjadi persalinan lama yang
merupakan resiko untuk terjadinya fistula setelah melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fistula vesikovaginal. 2011. {fistula-vesikovaginal-.htm (23 Agustus 2011}


2. Kohli N, Miklos J.R, Managing Vesico-Vaginal Fistula, Womens Health and Education Center –
Urogynecology, Boston, 2007.
3. Operation in 82 patients, Am J Obstet Gynecol., 1994;170:1108-20.
4. Problem , available at global sisterhood - Network, 2006;368,1201-09.
5. Santosh K, Nitin K.S, Ganesh G., Vesicovaginal Fistula ; an Update, Indian J. Urology, 2007;23:187-
191

6. Sohail S, Transvaginal Sonography Evaluation of Vesicovaginal Fistula, Org. Art. Dept. Radiology,
2005, 1-2.
7. Tafesse B, Muleta M, Michael A.W, et al, Obstetric Fistula and its Physical, Social and Psychologica
8. Vasavada S.P., Vesicovaginal and Ureterovaginal Fistula, available at Emedicine, 2006;1-12.
9. Wall L.L, Obstetric Vesicovaginal fistula as an International Public Health
JURNAL

Fistula Vesiko Vaginalis


Luki Ertandri
Affiliasi Penulis : Pendidikan Dokter FK UNAND (Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
Korespondensi : Luki Ertandri. Email :lukiertandri@gmail.com Telp: 081277758423

Abstrak
Latar belakang : fistula vesiko vaginalis merupakan bagian dari fistula vesiko urogenital
merupakansuatu keadaan ditandai fistel antara kandung kemih dengan vagina yang menyebabkan rembesan urin
keluar melalui vagina.
Kasus : wanita P3A0H3, 44 tahun, datang dengan keluhan terasa rembesan buang air kecil dari
kemaluan sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan muncul 7 hari setelah menajalani operasi histerektomi 3 bulan yang
lalu. Histerektomi dilakukan atas indikasi mioma uteri dilakukan di Rumah Sakit Swasta. Tanda vital dalam
batas normal. Pada pemeriksaan inspekulo tampak cairan urin menumpuk di fornix posterior. Dilakukan
prosedur tes methylene blue didapatkan hasil positif di puncak vagina anterior 1 fistel dengan ukuran 1-1,5 cm.
Pada pasien dilakukan fistulorraphy vesikovagina dengan teknik repair latzko dalam spinal anasthesi.
Pembahasan : Kasus fistula vesiko vaginalis biasa muncul di negara berkembang. Diantara faktor
predisposisi adalah disebabkan operasi histerektomi, selain itu trauma persalinan dan komplikasi operasi daerah
pelvik. Pemeriksaan Fisik dan pemeriksaan tambahan secara konvensional atau minimal invasif seperti
sistoskopi, sistografi menggunakan zat kontras bisa membantu menegakan diagnosa, menentukan lokasi,
ukuran dan jumlah fistel. Pembedahan adalah terapi andalan untuk fistula urogenital melalui transvagina atau
trans abdomen. Pendekatan terapi tergantung ilmu, pengalaman dan kolaborasi dengan ahli lain bila dibutuhkan.
Kata kunci: fistula vesiko vaginalis, histerektomi, latzko
Pendahuluan
Fistula vesiko vaginalis merupakan hubungan abnormal antara vesikourinaria dengan vagina yang
menyebabkan urin keluar terus menerus melalui vagina. Di Eropa dan Amerika Utara, fistula obstetrik telah
ditemukan sejak seratus tahun yang lalu dan mulai menghilang. Umumnya kasus ini merupakan efek samping
dari terapi bedah dengan radium dan sinar x yang dalam penatalaksanaan keganasan pada daerah pelvis.
Obstetrik fistula muncul akibatkan trauma persalianan yang mengenai 50.000-100.000 wanita setiap tahun
secara global. Fistula obstetri merupakan suatu kondisi yang dapat dicegah dan diobati.2,6,10
Faktor Predisposisi fistula obstetri kelahiran prematur, akses yang terbatas ke pelayanan obstetri dan
malnutrisi. Faktor lain seperti kemiskinan, status sosial, pendidikan yang rendah sehingga penderita tidak
memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan. Prevalensi paling tinggi terdapat pada masyarakat Afrika dan
Asia.WHO memperkirakan ada sedikitnya 2.000.000 wanita hidup dengan fistula obstetri dan bertambah
50.000-100.000 setiap tahunnya. Wanita-wanita ini membiarkan kondisinya tanpa penanganan dikarenakan
beberapa alasan: taraf pendidikan yang rendah bahwa masalah yang mereka hadapi tidak dapat diperbaiki dan
jarak yang harus ditempuh untuk mencapai fasilitas. Wanita – wanita pada lingkungan yang sama juga tidak
memeriksakan keadaan mereka ke pusat pelayanan kesehatan meskipun tersedia layanan kesehatan yang
mendukung hal ini disebabkan oleh ketidak mampuan mereka untuk membayar pelayanan kesehatan.
Rehabilitasi sosial dari wanita yang telah repair fistula juga termasuk sebuah tantangan, dimana beberapa pasien
merupakan wanita miskin, diabaikan suami, atau pasangannya atau malah tidak memiliki kemampuan untuk
menghidupi diri sendiri.2,6,10
Laporan Kasus
Seorang wanita P3A0H3 usia 44 tahun datang ke poli Obstetri dan Ginekologi sub bagian Uroginekologi
RSUP M Djamil Padang pada tanggal 16 Juni 2014 dengan keluhan terasa rembesan buang air kecil dari
kemaluan sejak tiga bulan yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul, berbau pesing. Keluhan muncul tujuh
hari setelah operasi histerectomi tiga bulan yang di Rumah Sakit Swasta. Riwayat keputihan ada hilang timbul.
Riwayat demam tidak ada. Riwayat nyeri perut bagian bawah tidak ada.
Riwayat nyeri buang air kecil tidak ada. Riwayat infeksi saluran kemih berulang tidak ada. Riwayat
trauma daerah panggul tidaka ada. Riwayat pengobatan radiasi tidak ada. Riwayat keganasan tidak ada. Pasien
mempunyai tiga orang anak, anak pertama berusia 26 tahun, kedua 23 tahun dan ketiga usia 20 tahun.
Sebelumnya pasienhisterectomi supravaginal atas indikasi mioma uteri di Rumah Sakit Swasta 3 bulan lalu.
Saat kontrol ulang pasien dianjurkan rujuk ahli uroginekologi.
Pemeriksaan status generalis keadaan umum tampak sakit sedang kesadaran komposmentis, frekuensi
nafas 18 kali permenit, frekuensi nadi 86 kali permenit, tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu 36,9°C Pada
pemeriksaan genitalia tampak vulva urethra tenang, tidak ada tanda inflamasi, tidak ada massa, tidak ada
laserasi. Dilakukan pemeriksaan inspekulo, tampak liang vagina tenang, tidak ada tanda inflamasi, tidak ada
masa, tidak ada laserasi, portio tenang. Tampak cairan urin menumpuk di formix posterior. Dilakukan tes
methylen blue, hasil (+) di puncak vagina anterior, ukuran 1-1,5 cm jumlah fistula satu.
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap, EKG, Ro thorax didapatkan dalam batas normal. Pasien
didiagnosa kerja dengan fistula vesikovagina. Pasien dirawat di bangsal rawatan Ginekologi, dikonsul ke bagian
Penyakit Dalam, bagian Jantung, dan bagian Radiologi untuk toleransi operasi repair. Dilakukan fistulorraphy
vesikovagina dalam spinal anasthesi, pasien posisi lithotomi, repair dilakukan dengan tehnik latzko. Terapi yang
diberikan IVFD RL 8 jam/kolf, injeksi Ceftriaxon 2x1 intravena dengan skin test, selama satu hari. Pasien
anjuran rawat selama 14 hari, pemasangan catheter threeway dan perawatan chateter selama 14 hari. Vulva
hygine dua kali sehari selama 14 hari. Terapi oral cefixime 2x200 mg peroral, betrix 1x500 mg peroral, asam
mefenamat 2x500 mg peroral, vitamin C 1x1000mg peroral.
Selama perawatan pasien tidak ada deman, tidak ada mual, tidak ada nyeri berkemih tidak ada
komplikasi pasca fitulorrhaphy. Pada hari ke 14 pasca operasi, chateter threeway dilepas. Nyeri tidak ada,
demam tidak ada. Pemeriksaan genital luka operasi tenang. Pasien diobservasi selama 2-3 hari, tidak ada
rembesan urin dari kemaluan, pasien boleh pulang. Anjuran kontrol tiga minggu pasca rawat inap.
Pembahasan
Telah dilaporkan satu kasus seorang pasien perempuan 44 tahuan dengan diagnosis fistula vesiko
vaginalis. Diagnosis ditegakan berdasarkan adanya rembesan urin keluar dari kemaluan. Berbau pesing. Pasien
riwayat post operasi histerectomi supravagina atas indikasi mioma uteri tiga bulan yang lalu. Gejala muncul
tujuh hari pasca operasi. Penyebab fistula obstetrik sering akibat trauma persalinan, selain itu fistula bisa
muncul akibat tindakan histerektomi perabdomen sesuai pada kasus ini.
Klasifikasi fistula urogenital secara umum dikelompokkan dalam empat jenis; vesiko-uterina, vesiko-
vaginal, urethro-vaginal dan uretero-vaginal. Fistul bisa muncul di lokasi, jumlah, ukuran tertentu dan penyulit
lainnya. Kasus fistula vesikovaginal 75%muncul akibat komplikasi post histerktomi transabdomen atau
transvagina. Fistula bisa menutup spontan bila ukuran kecil, jaringan sekitar yang tenang dan sikatrik
minimal.2,6,10
Gambar 1. Klasifikasi fistula
Kriteria diagnostik fistula vesiko vagina dengan mendapatkan anamnesa menyeluruh faktor resiko
munculnya fistula, pemeriksaan genital, dan tes diagnostik spesifik. Tes diagnostik menggunakan tes methylen
blue, memerlukan beberapa kassa, catheter dan cairan metyhlen blue dengan cairan steril atau salin 0,9 %
sebanyak 20-30 cc dimasukan ke buli-buli melalui catheter. Nilai rembesan methylen blue di kassa yang sudah
dimasukan kedalam liang vagina. Didapatkan lokasi, ukuran, dan bila mungkin jumlah fistula.1,2,6
Jika pemeriksaan ini tidak berhasil, tes diagnostik selanjutnya adalah dengan cara cystoskopi.
Kolaborasi pemeriksaan Cystoskopi dilakukan bersama dengan ahli Urologi. Kegunaan Cystoskopi membantu
memastikan lokasi anatomis yang pasti dari fistula dan hubungan fistula vesikovagina dengan muara urethra.
Pada pasien ini tidak dilakukan karena lokasi yang jelas, ukuran yang cukup besar, tidak multiple, tidak ada
penyulit. Pada kasus fistul lebih proksimal atau multiple, melibatkan kandung kemih atau leher kandung kemih
dan pada kasus fistula complex yang memerlukan penanganan lebih lanjut, ahli Urogenital Obstetri Ginekologi
akan berkolaborasi dengan ahli Urologi. Dan operasi repairdikerjakan bersama.3,5,7
Ada beberapa tehnik repair fistula vesiko vagina. Pada pasien ini dilakukan repair fistula dengan
menggunakan tehnik latzko dalam spinal anesthesi. Tehnik ini efektif pada fistula vesikovaginal yang berada di
puncak vagina. Dengan melakukan exisi cirkular mukosa vagina yang sudah diinfiltrasi adrenalin di sekitar
muara fistula. Setelah mukosa vagina di exisi, dilakukan penjahitan di muara fistul menggunakan vicril 3.0
tanpa tension, lalu dilakukan penjahitan mucosa vagina. Penjahitan menjadi two layer. Penanganan pasca
operasi mempunyai peranan penting. Pengaturan cairan, pemberian analgetik manajemen nyeri, pemasangan
threeway catheter selama 14 hari, antibiotik profilak, vulva hygiene, jumlah urin 2-3 Liter dalam satu hari untuk
memastikan tidak ada regangan kandung kemih. Pada hari ke 14 pasien anjuran threeway catheter dilepas, dan
dalam 2-3 hari tidak ada rembesan urin dari kemaluan, pasien boleh pulang, kontrol tiga minggu post operasi.
Pasien dianjurkan tidak coitus selam 2-3 minggu.2,3,5,10
Pendekatan pembedahan fistula urogenital dilakukan secara per abdominal atau per vaginam. Hal ini
tergantung pada temuan lokasi fistula. Namun pembedahan perabdominal mulai ditinggalkan dengan
berkembangnya teknologi lapasrcopic surgery. Penemuan lokasi yang akurat dilakukan dengan menggunakan
cystoendoskopi. Fistula yang berada lebih proksimal, melibatkan leher kandung kemih, ureter, jumlah multiple,
lokasi yang sulit diidentifikasi akan melibatkan ahli Urologi menggunakan tehnik laparascopic surgery dalam
penanganannya.
Daftar Pustaka
1. Josoprawiro M.J. 2002. Penanganan Fistula Urogenital dengan pendekatan transvagina. urogeniklogi I.
Rekonstruksi obstet dan genikol. FK-UI: Jakarta.
2. Junizaf. 2002. Fistula Vesiko Vagina, Urogenikologi I, Uroginikologi Rekontruksi obstet dan genekol. FK-
UI : Jakarta.
3. Kohli N, Miklos J.R. 2007. Managing Vesica-Vagina Fistula, Womens Healt and Education Center-
Urogynology : Boston
4. Pranata, A. 2007. Karakteristik Kasus Fistula Urogenital di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP H.
Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan. Tesis. FK-USU : Medan
5. Riley V.J. 2004. Vesikovaginal Fistula, available at Emedicine.
6. Santoso BI. 2002. Fistula Urogenital, Urogenikologi I, Uroginikologi Rekonstruksi Obstet dan ginekol FK-
UI : Jakarta.
7. Shobeiri SA, Chesson RR, Echols KT. 2011. Cystoscopy Fistulography: A new technique for the diagnosis
of vesikocervical Fistula.
8. Tafesse B, Muleta M, Michael A.W, et al. 2006. Obstetric Fistula and its Physical, Social and
Psychological dimension : The Etiopian Scenario. Acta Urologica. 23;4:25-31.
9. Wall L.L, Arrowsmith S.D, Briggs N.D. 2006. Urinary Incotinence in the Developing Word: the Obstetric
Fistula, Comittee 12, available at fistulafoundation.org
10. WHO. 2006. Obstetric Fistula.
11. Zmora O, Tulchinsky H, Eyal G, Goldman G, Klauster JM, Rabau M. 2006. Gracilis Muscle Transposition
for Fistulas Between the Rectum and Urethra or Vagina. Disease of the Colon and Rectum.

Anda mungkin juga menyukai