Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA PADA ANAK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase keperawatan anak


Dosen Pembimbing : Heni Marliany, SKM., M. Kep

Disusun oleh :
Nova Merlianda
2106277049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA PADA ANAK

A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan pada paru-paru yang disebabkan oleh
infeksi mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan gas setempat (Baharirama & Artini,
2017).

B. Etiologi
Berdasarkan etiologinya pneumonia dapat disebabkan oleh :
1. Bakteri
2. Virus
3. Jamur
4. Aspirasi makanan
5. Pneumonia hipostatik
6. Sindrom loefler (Sari & Cahyati, 2019)
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain
bakteri dan virus seperti pneumokokus, staphylococcus pneumonia, dan
H.influenzae. Beberapa factor yang meningkatkan risiko penyakit ini
diantaranya adalah defek anatomi bawaan, deficit imunologi, pulusi, GER,
aspirasi dan lain-lain.

C. Manifestasi klinis (tanda dan gejala)


Tanda dan gejala dari pneumonia antara lain:
1. Demam, sering terjadi pada usia 6 bulan-3 tahun dengan suhu
mencapai 39,5- 40,5oC
2. Meningitis, terjadi demam yang tiba-tiba disertai sakit kepala, nyeri dan
kekakuan pada punggung dan leher.
3. Anoreksia
4. Muntah
5. Diare
6. Nyeri abdomen
7. Sumbatan nasal
8. Keluaran nasal
9. Batuk
10. Bunyi pernafasan abnormal
11. Sakit tenggorokan
12. Sesak nafas
13. Pilek
14. Kejang (Baharirama & Artini, 2017; Musdalipah et al., 2018; Utsman
& Karuniawati, 2020)

D. Klasifikasi
Menurut Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik sebagai
penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain.
Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua pareu ytertekan, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat.
Oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen
penyebabnya. Pneumonia jarang terjadi yang mungkin terjadi karena
histomikosis, kokidiomikosis, dan dan jamur. Berdasarkan usaha terhadap
pemberantasan pneumonia melalui usaha, pneumonia dapat diklasifikasikan :
1. Usia 2 bulan-5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai dengan sesak nafas yang dilihat dengan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah
b. Pneumonia, ditandai dengan nafas cepat pada usia 2 bulan – 1 tahun
frekuensi nafas 50x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun
40x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai dengan batuk filek biasa, disertai
demam, tetapi tanpa tarikan dinding bagian bawah dan tanpa adanya
nafas cepat.
2. Usia 0-2 bulan
a. Pneumonia berat, ditandai dengan adanya tarikan kuat pada
dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu dengan frekuensi
60x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, ditandai dengan tidak ada tarikan kuat dinding
dada bagian dan tidak ada nafas cepat.

E. Patofisiologi
Menurut pendapat Sujono & sukarmin (2009), kuman masuk ke
dalam jaringan paru-paru melalui saluran nafas bagia atas menuju ke
bronkhiolus dan alveolus. Setelah bakteri masuk dapat enimbulkan reaksi
peradangan dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein.
Kuman pneumokokus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen
atau lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga alveoli
penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin, dan leukosit,
sehingga kapiler alveoli menjadi melebar paru menjadi tidak berisi udara.
Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga alveoli penuh
dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit.
Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel
darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat
pada alveolus sehingga membrane dari alveolus akan mengalami kerusakan
yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan
berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapat
cairan purulent pada alveolus yang menyebabkan peningkatan tekanan pada
paru., dan dapat menurunkan kemampuan mengambil oksigen dari luar serta
mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan
menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme
yang ada di paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan
lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi
mukosa dan peningkatan gerakan silia sehingga timbul reflek batuk.
F. Pathway
G. Pemeriksaan penunjang
Menurut Misnadiarly (2008) pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan
adalah :
1. Pemeriksaan laboratorium (leukosit, cairan pleura, titer antistreptolisin
serum)
2. Sinar X
3. GDA
4. JDL Leukositosis
5. LED meningkat

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Manurung
dkk (2009) adalah :
1. Pemberian antibiotic
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
3. Pemberian oksigen
4. Pemberian cairan parental sesuai indikasi
5. Memberikan posisi semi prone

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan pola
makan, kelemahan, penyakit respirasi sebelumnya, perawatan di
rumah, penyakit lain yang diderita anggota keluarga di rumah.
b. Pemeriksaan fisik: demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan
otot pernafasan tambahan, suara nafas tambahan, rales, menaikan sel
darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood gas, X-Ray dada.
c. Psikososial dan factor perkembangan: usia, tingkat perkembangan,
kemampuan memahami rasionalisme intervensi, pengalaman
berpisah dengan orang tua, mekanisme koping yang dipakai
sebelumnya, kebiasaan yang tidak menyenangkan, waktu
tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek favorir.
d. Pengetahuan pasien dan keluarga: pengalaman dengan penyakit
pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress
pernafasan, tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk
belajar.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya nafas
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
d. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis

3. Rencana asuhan keperawatan


NO. SDKI SLKI SIKI
1. Pola nafas tidak Sudah dilakukan tindakanManajemen jalan nafas (I.14509
efektif keperawatan selama 1x24 jam hal.186)
berhubungan diharapkan “Pola nafasObservasi
hambatan upaya membaik (L.01004 hal.95) 1. Monitor pola napas
nafas (D.0005 hal. membaik, dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas
26)  frekuensi nafas membaik 3. Monitor sputum
 tekanan ekspirasi membaikTerapeutik
 tekanan inspirasi membaik 4. Pertahankan kepatenan jalan napas

 dispnea membaik 5. Posisikan semi-fowler


6. Berikan minum hangat
 penggunaan otot bantu
7. Lakukan fisioterafi dada
nafas membaik
8. Lakukan penghisapan lendir
9. Lakukan hiperoksigenasi
10. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep
11. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
12. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari
13. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
2. Bersihan jalan nafas
Sudah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam Observasi
berhubungan diharapkan “bersihan jalan 1. Identifikasi kemampuan
dengan sekresi yang nafas” (L.01001 hal.18) batuk
tertahan (D.0149 meningkat, dengan kriteria hasil 2. Monitor adanya retensi
hal. 18) : sputum
 batuk efektif meningkat 3. Monitor tanda dan gejala
 produksi skutum menurun infeksi saluran napas
 mengi menurun 4. Monitor input dan output
 wheezing menurun cairan
 dispneu membaik ( mis. jumlah dan karakteristik)
 prekuensi nafas membaik Terapeutik
 pola naas membaik 5. Atur posisi semi-Fowler
atau Fowler
6. Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan pasien
7. Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
9. Anjurkan tarik napas
dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
10. Anjurkan mengulangi
tarik napas dalam hingga 3 kali
11. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu

3. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia (I.15506)


berhubungan keperawatan selama 1x24 jam Observasi
dengan proses diharapkan “Termoregulasi (L. 1. Identifkasi penyebab
penyakit (D.0130 14134 hal.129 ) membaik, dengan hipertermi (mis. dehidrasi terpapar
hal.284) kriteria hasil : lingkungan panas penggunaan
 menggigil menurun incubator)
 kulit merah menurun 2. Monitor suhu tubuh

 kejang menurun 3. Monitor kadar elektrolit

 takikardi menurun 4. Monitor haluaran urine


Terapeutik
 takipneu menurun
 suhu tubuh membaik
5. Sediakan lingkungan
 suhu kulit membaik yang dingin
 kadar glukosa darah membaik 6. Longgarkan atau lepaskan
 tekanan darah membaik pakaian
7. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
8. Berikan cairan oral
9. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
10. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen,aksila)
11. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
12. Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
14. Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
4. Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Nyeri (I.08238) Observasi :
Agen Pencedera keperawatan selama 1x24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
biologis (D.0077) diharapkan “Tingkat Nyeri (L. durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
12111) menurun, dengan kriteria nyeri
hasil : 2. Identfikasi skala nyeri
 keluhan nyeri dari skala (3) ke 3. Identifikasi faktor yang memperberat
skala (4) dan memperingan nyeri
 ketegangan otot dari skala (3) 4. Monitor efek samping penggunaan
ke skala (4) analgetik
 frekuensi nadi dari skala (3) Terapeutik
ke
skala (4) membaik 5. Berikan teknik nonfarmakologis

 tekanan darah dari skala (3) untuk mengurangi rasa nyeri

menjadi (4) membaik 6. Fasilitasi istirahat dan tidur.


Edukasi :
7. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
8. Jelaskan strategi meredekan nyeri
9. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
10. Anjurkan teknik nonfarmokologis
untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Baharirama, M. V., & Artini, I. G. A. (2017). Pola Pemberian Antibiotika untuk


Pasien Community Acquired Pneumonia Anak di Instalasi Rawat Inap
RSUD Buleleng Tahun 2013. E-Jurnal Medika, 6(3), 5–10.

Musdalipah, Setiawan, M. A., & Santi, E. (2018). Analisis Efektivitas Biaya


Antibiotik Sefotaxime dan Gentamisin Penderita Pneumonia pada Balita di
RSUD Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Ilmiah
Ibnu Sina, 3(1), 1–11.

Sari, M. P., & Cahyati, W. H. (2019). Tren Pneumonia Balita di Kota Semarang
Tahun 2012- 2018. 3(3), 407–416.

Utsman, P., & Karuniawati, H. (2020). Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada


Balita Penderita Pneumonia Rawat Inap di RSUD “ Y ” di Kota “ X ” Tahun
2016. Jurnal Farmasi Indonesia, 17(1), 45–53.

Anda mungkin juga menyukai