Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

HIPERBILIRUBINEMIA PADA BAYI BARU LAHIR

Pokok bahasan : Asuhan Pada Bayi Baru Lahir


Sub pokok bahasan : Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
Hari/Tanggal : Senin, 18 Oktober 2021
Waktu : 30 menit
Tempat : RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya
Sasaran : Keluarga Pasien yang dirawat di Ruang Perinatologi RSUD dr.
Soekardjo Tasikmalaya
A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM:
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 30 menit, peserta penyuluhan diharapkan
mengetahui tentang hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:
Setelah mendapatkan penyuluhan peserta penyuluhan dapat :
1. Menjelaskan pengertian hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
2. Menyebutkan klasifikasi hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
3. Menyebutkan tanda dan gejala hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
4. Menyebutkan penyebab hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
5. Menyebutkan komplikasi dari hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
6. Menyebutkan penatalaksanaan hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
C. MATERI
1. Pengertian hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
2. Klasifikasi hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
3. Tanda dan gejala hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
4. Penyebab hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
5. Komplikasi dari hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
6. Penatalaksanaan hiperblirubinemia pada bayi baru lahir
D. MEDIA DAN METODE:
Leaflet Tanya jawab
E. KEGIATAN PENYULUHAN

No Pelaksanaan Respons perserta Waktu


1 Pembukaan
a. Memberikan salam dan Membalas salam
memperkenalkan diri.
5 menit
b. Menjelaskan maksud pertemuan Mendengarkan
c. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan Menceritakan
d. Melakukan kontrak waktu pengalaman dan
e. Menggali pengetahuan peserta pengetahuan
penyuluhan
2 Pelaksanaan
a. Menjelaskan pengertian Mendengarkan
hiperblirubinemia pada bayi dan memperhatikan
baru lahir
b. Menyebutkan klasifikasi
hiperblirubinemia pada bayi
baru lahir
c. Menyebutkan tanda dan gejala
hiperblirubinemia pada bayi
baru lahir
d. Menyebutkan penyebab
hiperblirubinemia pada bayi
baru lahir
e. Menyebutkan komplikasi dari
hiperblirubinemia pada bayi 20 menit
baru lahir
f. Menyebutkan penatalaksanaan
hiperblirubinemia pada bayi
baru lahir
g. Sesi tannya jawab
 Peserta antusias dan
 Memberikan kesempatan peserta
aktif untuk
untuk bertanya seputar materi
menanyakan hal-
yang telah diberikan
hal yang
 Menanyakan kembali berhubungan
pengertian, klasifikasi, tanda dan dengan materi yang
gejala, penyebab, komplikasi telah diberikan
dan penatalaksanaan  Peserta antusias
hiperbilrubinemia pada bayi menjawab
baru lahir pertanyaan dari
Penyuluh
3 Penutup a. Memperhatikan
a. Memberikan kesimpulan kesimpulan yang
b. Menutup acara dan mengucapkan salam diberikan oleh
serta terimakasih penyuluh
b. Mendengarkan 5 menit
penyuluh menutup
acara dan
menjawab salam

F. URAIAN TUGAS
1. Pembawa acara/ moderator :
a) Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada peserta.
b) Mengatur proses dan lama penyuluhan.
c) Menutup acara penyuluhan.
2. Penyuluh :
a) Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan mudah dipahami.
b) Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses penyuluhan.
c) Memotivasi peserta untuk bertanya.
3. Fasilitator
a) Ikut bergabung dan duduk bersama di antara peserta.
b) Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan.
c) Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas.
d) Menginterupsi penyuluh tentang istilah/hal-hal yang dirasa kurang jelas bagi
peserta.
e) Dokumentasi dan Absensi
f) Mencatat nama dan pertanyaan, alamat dan jumlah peserta, serta
menempatkan diri sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya
proses penyuluhan
4. Pembimbing
a) Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses penyuluhan.
b) Mengevaluasi hasil penyuluhan denga rencana penyuluhan.
c) Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang dirasa tidak sesuai
dengan rencana penyuluhan.
G. KRITERIA EVALUASI
a. Struktur :
1. Materi tentang hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir telah disiapkan
dengan lengkap dan dipahami
2. SAP dibuat dengan sistematis sesuai situasi dan kondisi di tempat
penyuluhan.
3. Media dalam bentuk banner dibuat dengan jelas dan dapat dipahami oleh
peserta.
4. Daftar hadir peserta penyuluhan telah dibuat.
5. Peserta hadir kurang lebih 75% dari total jumlah peserta.
6. Tempat penyuluhan telah mendapat izin serta perlengkapan untuk
penyuluhan.
7. Telah melakukan konsultasi sebanyak 2 kali.
8. Melakukan briefing serta persiapan acara sebelum 30 menit penyuluhan
dimulai.
b. Proses :
1. Penyuluhan dilakukan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
2. Peserta memperhatikan materi yang diberikan.
3. Peserta memberikan pendapat serta pertanyaan dan menjawab dengan benar.
4. Suasana penyuluhan kodusif.
5. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan.
c. Hasil :
1. Peserta penyuluhan dapat menjelaskan pengertian hiperblirubinemia pada
bayi baru lahir
2. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan klasifikasi hiperblirubinemia
pada bayi baru lahir
3. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan tanda dan gejala hiperblirubinemia
pada
bayi baru lahir
4. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan penyebab hiperblirubinemia pada
bayi baru lahir
5. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan komplikasi dari hiperblirubinemia
pada bayi baru lahir
6. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan penatalaksanaan hiperblirubinemia
pada bayi baru lahir

H. MATERI
1. PENGERTIAN HIPERBILIRUBIN
Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah
ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan,
2009). Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai
suatu nilai yang maempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak
ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2005).
Hiperbilirubin merupakan keadaan bayi baru lahir, dimana kadar bilirubin
serum total lebih dari 10 mg/dL pada minggu pertama yang ditandai dengan
kekuningan pada bayi atau disebut icterus (Hidayat, 2005).
2. KLASIFIKASI
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu ikterus fisiologis dan patologis (Mansjoer,
2002).
1. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Timbul pada hari kedua-ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada
neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.
d. Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.
e. Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
2. Ikterus patologis
Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
b. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonatus cukup
bulan dan 10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature
c. Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.
d. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patologis lain yang telah diketahui
f. Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.

3. TANDA DAN GEJALA


Gejala Hiperbilirubinemia dikelompokan menjadi 2 fase yaitu akut dan
kronik: (Surasmi, 2003)
1) Gejala akut
a) Lethargi (lemas)
b) Tidak ingin mengisap
c) Feses berwarna seperti dempul
d) Urin berwarna gelap
2) Gejala kronik
a) Tangisan yang melengking (high pitch cry)
b) Kejang
c) Perut membuncit dan pembesaran hati
d) Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
e) Tampak matanya seperti berputar-putar
4. PENYEBAB
a. Hemolisis, misal pada inkompatilibitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup, misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis.
d. Kurangnya enzim glukoronil transeferase, sehingga kadar bilirubin identic
meningkat, misalnya pada bayi lahir rendah.
e. Kelainan congenital dan dubin hiperbilirubin.
f. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
pada hipoalbumin atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
sulfadiazine.
g. Ganggaun fungsi hati yang di sebabkan oleh beberapa mikro organisme, atau
toksin yang langsung merusak sel hati darah merah seperti infeksi
toksoplasmosis, syphilis.
h. Gangguan eksresi yang terjadi intra atau ekstra hapatik.
i. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif. (Maryanti,
2011).

5. KOMPLIKASI
Jika bayi kuning patologis tidak mendapatkan pengobatan, maka akan
terjadi penyakit kern ikterus. Kern ikterus yaitu keruskan otak akibat
perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada
permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata
berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus. Penyebab kern ikterus karena kadar
bilirubin yang sangat tinggi yang dapat mencapai tingkat toksik sehingga
merusak sel-sel otak. Kadar bilirubin yang tinggi merupakan kelanjutan dari ikterus
neonatorum. Kern ikterus dapat menimbulkan kerusakan otak dengan gejala
gangguan pendengaran, keterbelakangan mental dan
gangguan tingkah laku.

6. PENATALAKSANAAN
1) Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada
bayi sehat,aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi,
kemungkinan terjadinya kern ikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada
bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:
Lakukan perawatan bayi seperti :
a. Memandikan bayi
b. Melakukan perawatan tali pusat
c. Lakukan pencegahan hipotermi
d. Menjemur bayi di bawah sinar matahari dari jam 07.00 hingga hjam
09.00 pagi,kurang lebih 30 menit
e. Berikan ASI secara adekuat
2) Ikterus Patologis
a. Cegah agar gula darah tidak turun, jika anak masih bisa menetek mintalah
pada ibu untuk menetekkan anakanya
 Jika anak tidak bisa menetek lagi tapi masih bisa menelan beri perasan
ASI atau susu pengganti, Jika keduanaya tidak memungkinkan beri air
gula 30-50 cc sebelum dirujuk
 Cara membuat air gula.Larutkan 4 sendok teh gula kedalam gelas yang
berisi 200 cc air masak
 Jika anak tidak bisa menelan berikan 50cc air susu ataua ir gula melalaui
pipa ansogastrik ,jika tidak rujuk segera
b. Nasehati ibu agar menjaga bayi tetap hangat
c. Sertakan contoh darah ibu jika kuning terjadi pada 2 hari pertama kehidupan
 Rujuk segera.
 Setiap ikterik yang muncul pada 24 jam pertama adalah patologis dan
membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut
 Pada bayi dengan ikterus kramer grade 3 atau lebih perlu dirujuk
d. Perhatikan frekwensi BAK dan BAB
e. Beri terapi sinar untuk bayi yang dirawat di RS dan jemur bayi dibawah
sinar matahari pagi pada jam 7-8 selaam 30 menit.15 menit telentang dan 15
menit telungkup
f. Cegah kontak dengan keluarga yang sakit dan cegah terjadinya infeksi
dengan menjaga personal hygiene dan selalu cuci tangan sebelum kontak
dengan bayi.
g. Risiko Terjadinya kern ikterus, dapat di lakukan pencegahan kern ikterus
dengan melakukan cek laboratorium bilirubin.
Penanganan di Rumah Sakit
1) Terapi Sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi,
bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air
tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga
kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih
fatal.
Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon
dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan
disusun secara
paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang
berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh
bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup
dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya
berlebihan dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi
belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu
pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu,
seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah;
telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus
mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika
sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa
dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa
pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada
kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi
karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan
meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan
peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi
akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk
menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan
ASI pada si kecil.
2) Terapi obat-obatan
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat phenobarbital
atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga
bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan
yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi
timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi
bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk. Akibatnya, bayi jadi
banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi
kekurangan kadar gula dalam darah yang
justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan
menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan
fototerapi si kecil sudah bisa ditangani.

3) Terapi Transfusi Tukar


Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan
terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai
karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya
keterbelakangan mental, cerebral palsy , gangguan motorik dan bicara, serta
gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah
teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.
Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar
darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan, maka
terapi transfusi bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan
proses tranfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah masuknya
kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh
bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin
yang tinggi.
4) Terapi Sinar Matahari
Pada bayi-bayi yang mengalami ikteris neonatorum fisiologis dapat
dijemur di bawah sinar matahari pagi antara 7-9 pagi selama 15 menit. Sinar
matahari mengandung sinar biru-hijau yang dapat mengubah bilirubin indirek
menjadi bilirubin yang lebih mudah dibuang. Selain itu, matahari pagi berguna
sebagai sumber vitamin D.
Untuk bayi yang mengalami ikterus patologis terapi dengan sinar
matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi
selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam
dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang,
misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 7.00
sampai 9.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar
bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup
efektif, sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi
sehingga akan merusak kulit.
Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena
dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara
harus bersih.
5) Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin.
Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki
zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya.
Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena
pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk
jaundice) . Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi
kadar bilirubinnya. Sayang, apakah komponen tersebut belum diketahui hingga
saat ini.
Yang pasti, kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua
setelah bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk
sementara ibu tak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal,
baru boleh disusui lagi.

Anda mungkin juga menyukai