Anda di halaman 1dari 32

REFRAT

KARSINOMA LARING

Disusun oleh:
Ganang Surysana Agusalim
1102015085

Iqbal Musyaffa
1102015100

Pembimbing:
dr. Hastuti Rahmi, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE JULI 2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor ganas laring atau karsinoma laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang
THT.Sebagai gambaran, diluar negeri tumor ganas laring menempati urutan pertama dalam
urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM (Indonesia) menempati urutan ketiga
setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal.
Tumor Ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, dengan perbandingan
5 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.
Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa hal yang
berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, alkohol, sinar radioaktif,
polusi udara radiasi leher dan asbestosis.
Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan, hal ini disebabkan
antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga dijumpai bukan pada stadium awal
lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang sudah berat sehingga hasil pengobatan yang
diberikan kurang memuaskan.Yang terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah
diagnosa dini.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu
rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV – VI,
dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi.Laring pada umumnya selalu
terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan. Laring juga berfungsi
sebagai organ mempertahankan jalan napas, melindungi jalan napas dan paru paru, membantu
mengatur sirkulasi, sumber suara atau fonasi, membantu proses menelan, dan mengekspresikan
emosi.1
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut :1

1. Fungsi Fonasi.
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk
karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita
suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan
vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru,
trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara.
Otot intrinsic laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk
dan massa ujung- ujung bebas dan tegangan pita suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan
bagaimana suara terbentuk :
Teori Myoelastik – Aerodinamik.
Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak langsung menggetarkan
plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring akan memposisikan plika vokalis
(adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-
otot pernafasan dan tekanan pasif dari proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang
subglotis meningkat, dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis
terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke anterior. Secara otomatis
bagian posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang pertama kali pula kontak

3
kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis
akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling mendekat (kekuatan myoelastik
plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik). Kekuatan myoelastik bertambah akibat aliran
udara yang melewati celah sempit menyebabkan tekanan negatif pada dinding celah (efek
Bernoulli). Plika vokalis akan kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang
subglotis meningkat dan proses seperti di atas akan terulang kembali.
Teori Neuromuskular.
Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari getaran plika vokalis
adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-
otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke laring mencerminkan banyaknya
/ frekuensi getaran plika vokalis. Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan bahwa
teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi pada pasien dengan paralisis plika vokalis
bilateral).
2. Fungsi Proteksi.
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang
bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak
akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika
ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai
jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan
celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral
menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.
3. Fungsi Respirasi.
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada dan
M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis
terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2
tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang
pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring
secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat
pembukaan laring . Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi
pita suara.

4
4. Fungsi Sirkulasi.
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian tekanan
intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding laring terutama pada
bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya
reflek kardiovaskuler dari laring . Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di
aorta. Impuls dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laringeus
Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut
jantung.
5. Fungsi Fiksasi.
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi, misalnya
batuk, bersin dan mengedan.
6. Fungsi Menelan
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat berlangsungnya
proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus
Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago
krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian
makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk
mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan
orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk
semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral
menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.
7. Fungsi Batuk.
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup, sehingga
tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang
berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang
merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring.
8. Fungsi Ekspektorasi.
Dengan adanya benda asing pada laring,maka sekresi kelenjar berusaha mengeluarkan
benda asing tersebut.
9. Fungsi Emosi.

5
Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada
waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan

Sedangkan definisi karsinoma laring atau yang disebut dengan tumor ganas laring
merupakan kondisi kejadian keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring.Keganasan di
laring kondisi gangguan akibat infeksi yang sering terjadi pada bagian leher dalam khusunya
laring.

A. ANATOMI LARING 1

Struktur penyangga
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang berpasangan
ataupun tidak . Disebelah superior terdapat os hioideum, struktur yang berbentuk U dan dapat
dipalpasi di leher depan dan lewat mulut pada dinding faring lateral. Meluas dari masing –
masing sisi bagian tengah atau os atau korpus hioideum adalah suatu prosesus panjang dan
pendek yang mengarah ke posterior.dan suatu prosesus pendek yang mengarah ke
superior.tendon dan otot – otot lidah, mandibula , dan kranium, melekat pada permukaan
superior korpus kedua prosesus. Saat menelan kontraksi otot – otot ini mengangkat laring .
Namun bila laring dalam keadaan stabil, maka otot – otot tersebut akan membuka mulut dan
akan berperan dalam gerakan lidah. Di bawah os hioideum dan menggantung pada ligamentum
tirohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea (perisai).Ke dua alae menyatu di garis
tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria, lalu membentuk “jakun” (Adam
apple).Pada tepi masing – masing alae, terdapat kornu superior dan inferior. Artikulasio kornu
inferius dan kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran atau pergerakan antara
kartilago tiroidea dan krikodea.5
Kartilago krikoidea yang juga mudah teraba dibawah kulit, melekat pada kartilago
tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum.Tidak seperti struktur penyokong lainnya dari jalan
pernapasan, kartilago krikoidea berbentuk lingkaran penuh dan tak mampu
mengembang.Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga kartilago ini
tampak seperti signet ring. Intubasi endotrakea yang lama sering kali merusak lapisan mukosa

6
cincin dan dapat menyebabkan stenosis subglotis, didapat disebelah inferior, kartilago trakealis
pertama melekat pada krikoid lewat ligamentum interkartilaginosa.5
Pada permukaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritenoidea masing – masing
berbentuk sepertipiramid berisi tiga. Basis piramidalis berartikulasi dengan krikoid pada
artikulasio krikoatenoidea, sehingga dapat terjadi gerakan meluncur dari medial ke lateral dan
rotasi. Tiap kartilago aritenoidea mempunyai dua prosesus , prosesus vokalis anterior dan
prosesus muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke anterior dan masing – masing
prosesus vokalis dan berisensi ke dalam kartilago tiroidea di garis tengah. Prosesus membentuk
dua perlima bagian belakang dari korda vokalis.Sementara ligamentum vokalis membentuk
bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat bergetar.Ujung bebas dan permukaan
superior korda vokalis suara membentuk glotis.Bagian laring diatasnya disebut supraglotis dan
dibawahnya subglotis.Terdapat dua pasang kartilago kecil didalam laring yang tidak memiliki
fungsi.Kartilago kornikulata terletak dalam jaringan diatas menutupi aritenoid. Disebelah
lateralnya, yaitu didalam plika ariepiglotika terletak kartilago kuneiformis.5
Kartilago epi glotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang berbentuk seperti bat
pingpong. Pegangan atau petiolus melekat melalui suatu ligamentum pendek pada kartilago
tiroidea tepat diatas korda vokalis, sementara bagian racquet meluas keatas dibelakang korpus
hioideum ke dalam lumen faring, memisahkan pangkal lidah dan laring.Epiglotis dewasa
umumnya sedikit cekung pada bagian posterior.Namun pada anak dan sebagian orang dewasa,
epiglotis jelas melengkung dan disebut epiglottis omega atau juvenilis.Fungsi epiglottis sebagai
lunas yang mendorong makanan yang ditelan ke samping jalan napas laring.Selain itu, laring
juga disokong oleh jaringan elastik. Di sebelah superior, pada ke dua sisi laring terdapat
membran kuadrangularis yang meluas ke belakang dari tepi lateral epiglotis hingga tepi lateral
kartilgo aritenoidea. Dengan demikian, membran ini membagi dinding antara laring dan sinus
piriformis, dan batas superiornya disebut plika ariepiglotika. Jaringan pasangan elastik lainnya
adalah konus elastikus ( membrana krikovokalis). Jaringan ini jauh lebih kuat daripada membran
kuadrangularis, dan meluas keatas dan medial dari arkus kartilaginis krikoidea untuk bergabung
dengan ligamentum vokalis pada masing – masing sisi. Jadi konus elaktikus terletak dibawah
mukosa di bawah permukaan korda vokalis sejati.5

7
Anatomi laring a) anterior b) anterolateral

Otot – otot laring


Otot – otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok.Otot ekstrinsik yang terutama
bekerja pada laring secara keseluruhan, sementara otot intrinsik menyebabkan gerakan antara
struktur – struktur laring sendiri.Otot ekstrinsik dapat digolongkan menurut fungsinya. Otot
depresor atau otot- otot leher ( omohioideus, sternotyroideus, sternohyoideus ) berasal dari
bagian inferior. Otot elevator ( milohyoideus, geniohyoideus, genioglosus, hyoglosus, digastrikus
dan stilohyoideus ) meluas dari os hyoideum ke mandibula, lidah dan prosessus stiloideus pada
kranium. Otot tirohioideus walaupun digolongkan sebagai otot – otot leher, terutama berfungsi
sebagai elevator.Melekat pada os hioideum dan ujung posterior alae kartilago tiroidea adalah otot
konstriktor medius dan inferior yang melingkari faring disebelah posterior dan berfungsi pada
saat menelan. Serat – serat paling bawah dari otot konstriktor inferior berasal dari krikoid,
membentuk krikofaringeus yang kuat, yang berfungsi sebagai sfingter esophagus superior.5
Anatomi otot – otot intrinsik laring paling baik dimengerti dengan mangaitkan fungsinya.
Serat – serat otot interaritenoideus ( aritenoideus ) tranversus dan oblikus meluas antara kedua
kartilago aritenoidea. Bila berkontraksi, kartilago aritenoidea akan bergeser kearah garis tengah,
mengaduksi korda vokalis. Otot krikoaritenoideus posterior meluas dari permukaan posterior
lamina krikoidea untuk berinsersi kedalam procesus muskularis aritenoidea; otot ini
menyebabakan rotasi aritenoid kearah luar dan mengaduksi korda vokalis.Antagonis utama otot
ini, yaitu otot krikoaritenoideus lateralis berorigo pada arkus krikoidea lateralis; insersinya juga

8
pada prosesus muskularis dan menyebabakan rotasi aritenoid ke medial, menimbulkan
aduksi.Yang membentuk tonjolan korda vokalis adalah otot vokalis dan dan tiroaritenoideus
yang hampir tidak dapat dipisahkan; kedua otot ini ikut berperan dalam membentuk tegangan
korda vokalis. Pada individu lanjut usia, tonus otot vokalis dan tiroaritenoideus agak berkurang;
korda vokalis tampak membusur keluar dan suara menjadi lemah dan serak. Otot – otot laring
utama lainnya adalah pasangan otot krikotiroideus, yaitu otot yang berbentuk kipas berasal dari
arkus krikoidea disebelah anterior dan berinsersi pada permukaan lateral alae tiroid yang luas.
Kontraksi otot ini menarik kartrilago tiroidea kedepan, meregang dan menegangkan korda
vokalis.Kontraksi ini secara pasif juga memutar aritenoid ke medial, sehingga otot krikotiroideus
juga dianggap sebagai otot abduktor. Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot
abduktor, tiga aduktor dan tiga otot tensor seperti yang diberikan berikut ini :5

Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan
fonasi.Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat bernapas pita suara
membuka sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan menutup sehingga udara meninggalkan
paru-paru, bergetar dan menghasilkan suara.Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang
paling kompleks.Pemantauan suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga
manusia dan suatu system dalam laring sendiri.Fungsi fonasi dengan membuat suara serta
menentukantinggi rendahnya nada.Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika
vokalis.Syarat suara nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal
dan harus ada aliran udara yang cukup kuat.Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru),
laringeal (lariynx), dan supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi
dan ekspulsi udara.Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal.Pada
fase laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang
9
kemudian di modifikasi pada fase supraglotik/oral.Kata (word) terbentuk sebagai aktivitas faring
(tenggorok), lidah, bibir, dan gigi.Disfungsi pada setiap stadium dapat menimbulkan perubahan
suara, yang mungkin saja di interpretasikan sebagai hoarseness oleh seseorang/penderita.
Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru dan
perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara.Otot adductor laringeal adalah
otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara.Akibat aktivitas otot ini,
kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak
menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik. Laring khususnya berperan sebagai penggetar
(vibrator).Elemen yang bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring
ke arah tengah dari glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot
spesifik

Persarafaan, Perdarahan dan Drainase limfatik


Dua pasangan saraf mengurus laring dengan persarafan sensorik dan motorik.Dua saraf
laringeus superior dan dan dua inferior atau laringeus rekurens saraf laringeus merupakan cabang
– cabang saraf vagus.Saraf laringeus superior meninggalkan trunkus vagalis tepat dibawah
ganglion nodusum melengkung ke anterior dan medial dibawah arteri karotis eksterna dan
interna, dan bercabang dua menjadi suatu cabang sensorik interna dan cabang motorik
eksterna.Cabang interna menembus membrana tirohioidea untuk mengurus persarafan sensorik
valekula, epiglottis, sinus piriformis dan seluruh mukosa laring superior interna tepi bebas korda
vokalis sejati.Masing – masing cabang eksterna merupakan suplai motorik untuk satu otot saja,
yaitu otot krikotiroideus.Disebelah inferior, saraf rekurens berjalan naik dalam alur diantara
trakea dan esofagus, masuk kedalam laring tepat dibelakang artikulasio krikotiroideus, dan
mengurus persarafan motorik semua otot interinsik laring kecuali krikotiroideus. Saraf rekurens
juga mengurus sensasi jaringan dibawah korda vokalis sejati ( regio subglotis ) dan trakea
superior.5
Karena perjalan saraf inferior kiri yang lebih panjang serta hubungannya dengan aorta, maka
saraf ini lebih rentan cedera dibanding saraf kanan.5
Suplai arteri dan drainase venosus dari laring paralel dengan suplai sarafnya.Arteri dan
vena laringea superior merupakan cabang – cabang arteri dan vena tiroidea superior, dan
keduanya bergabung dengan cabang interna saraf laringeus superior untuk membentuk pedikulus

10
neurovaskuler superious. Arteri dan vena laringea inferior berasal dari pembuluh tiroidea inferior
dan masuk ke laring bersama saraf laringeus rekurens.5
Pengetahuan mengenai drainase limfatik pada laring adalah penting pada terapi kanker.Terdapat
dua system drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis pemisah adalah korda vokalis
sejati. Korda vokalis sendiri mempunyai suplai limfatik yang buruk. Disebelah superor, aliran
limfe menyertai pedikulus neurovaskuler superior untuk bergabung dengan nodi limfatisis
superior dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih
beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales ( satu kelenjar terletak tepat didepan krikoid dan
disebut nodi Delphian ), kelenjar getah bening servikalis profunda inferior, nodi
supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis superior.5 laring mempunyai 3 (tiga) sistem
penyaluran limfe, yaitu :
1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk saluran yang
menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervical superior profunda. Limfe ini juga
menuju ke superior dan middle jugular node.
2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea, middle jugular
node, dan inferior jugular node.
3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan system limfe esofagus.
Sistem limfe ini penting sehubungan dengan metastase karsinoma laring dan menentukan
terapinya

11
Struktur Laring Dalam
Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang dikenal sebagai epitel
respiratorius.Namun, bagian – bagian laring yang terpapar aliran udara yang terbesar, misalnya
permulaan lingua pada epiglottis, permukaan superior plika ariepiglotika, dan permukaan
superior serta tepi batas korda vokalis sejati, dilapisi epitel gepeng yang lebih keras. Kelenjar
penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel respiratorius.5
Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah epiglottis. Tiga pita
mukosa ( satu pita glosoepiglotika mediana dan dua plika glosoepiglotika lateralis ) meluas dari
epiglottis ke lidah. Diantara pita median dan setiap pita lateral terdapat suatu kantong kecil, yaitu

12
valekula. Dibawah tepi bebas epiglotis, dapat terlihat aritenoid sebagai dua gundukan kecil yang
dihubungkan oleh otot interaritenoid yang tipis. Perluasan dari masing – masing aritenoid ke
anterolateralis menuju tepi lateral bebas dari epiglottis adalah plika ariepiglotika, merupakan
suatu membran kuadragularis yang dilapisi mukosa. Dilateral plika ariepiglotika terdapat sinus
atau resesus piriformis.Struktur ini bila dilihat dari atas, merupakan suatu kantung berbentuk
segitiga dimana tidak memiliki dinding posterior. Dinding medialnya dibagian atas adalah
kartilago kuadrangularis dan dibagian bawah kartilago aritenoidea dengan otot – otot lateral yang
melekat padanya, dan dinding lateral adalah permukaan dalam alae tiroid. Disebelah posterior
sinus piriformis berlanjut sebagai hipofaring. Sinus piriformis dan faring bergabung ke bagian
inferior, ke dalam introitus esofagi yang dikelilingi oleh otot krikofaringeus yang kuat.5
Dalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horizontal yang berasal dari aritenoid dan
berinsersi kedalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita superior adalah korda vokalis palsu
atau pita ventricular, dan lateral terhadap kda vokalis sejati. Korda vokalis palsu terletak tepat di
inferior tepi bebas membrane kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati ( plika vokalis ) adalah
batas superior konus elastikus. Otot vokalis dan tiroaritenoideus membentuk massa dari korda
vokalis ini. Karena permukaan superior korda vokalis adalah datar, maka mukosa akan
memantulkan cahaya dan tampak berwarna putih pada laringoskopi indirek. Korda vokalis palsu
dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringis.Ujung anterior ventrikel meluas ke superior
sebagai suatu divertikulum kecil yang dikenal sebagai sakulus laringis, dimana terdapat sejumlah
kelenjar mucus yang diduga melumasi korda vokalis. Pembesaran sakulus secara klinis dikenal
sebagai laringokel.5

Struktur disekitarnya
Disebelah anterior terdapat ismus kelenjar tiroid yang menutup beberapa cincin trakea
pertama, sementara lobus tiroid terletak diatas dinding lateral trakea dan dapat meluas hingga ke
alae tiroid. Ismus perlu diangkat dan terkadang diinsisi saat melakukan trakeostomi menembus
cincin kartilaginus trakealis yang ketiga.Otot – otot leher menutup laring dan kelenjar tiroid,
kecuali digaris dimana raphe median menyebabkan struktur – struktur laring terletak dalam
posisi subkutan. Membrana krikotiroidea mudah dipalpasi dan dalam keadaan

13
darurat, dapat dengan cepat diinsisi unutk membuat jalan napas, arteri inominata tidak jarang
melewati didepan trakea servikalis, sehingga perlu dilakukan palpasi yang cermat dalam
pelaksanaan trakeostomi. Dilateral dan posterior terhadap laring adalah selubung karotis yang
masing – masing berisi arteri karotis, vena jugularis dan saraf vagus.5

B. HISTOPATOLOGI

Histologi laring normal Mukosa laring dibentuk oleh epitel berlapis silindris semu
bersilia kecuali pada daerah pita suara yang terdiri dari epitel berlapis gepeng tak bertanduk.
Diantara sel-sel bersilia terdapat sel goblet. Membrana basalis bersifat elastis, makin menebal di
daerah pita suara. Pada daerah pita suara sejati, serabut elastisnya semakin menebal membentuk
ligamentum tiroaritenoidea. Mukosa laring dihubungkan dengan jaringan dibawahnya
olehjaringan ikat longgar sebagai lapisan submukosa. Kartilago kornikulata, kuneiforme dan
epiglotis merupakan kartilago hialin. Plika vokalis sendiri tidak mengandung kelenjar. Mukosa
laring berwarna merah
muda sedangkan pita suara berwarna keputihan

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring, dengan
derajat difrensiasi yang berbeda-beda, yaitu berdiferensiasi baik, sedang dan berdiferensiasi

14
buruk.3 Jenis lain yang jarang kita jumpai adalah karsinoma verukosa, adenokarsinoma dan
kondrosarkoma.
Karsinoma Verukosa.2
Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya
1 – 2% dari seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan
perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan
kerusakan lokal yang luas.Tidak terjadi metastase regional atau jauh.Pengobatannya dengan
operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan kontraindikasi.Prognosanya sangat baik.
Adenokarsinoma.2
Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring.Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan
subglotis dan tidak pernah dari glottis.Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar.two years
survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi
kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.
Kondrosarkoma.2
Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid
10%.Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun.Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.

C. EPIDEMIOLOGI

Kebanyakan (70 – 90 %) karsinoma laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe glotik
merupakan 60 – 65 %, supraglotik 30 – 35 %, dan infraglotik hanya 5 %. Merokok merupakan
penyebab utama.4
Di Amerika Serikat, karsinoma laring dilaporkan menempati urutan kedua tersering dari seluruh
keganasan saluran aerodigestif. Pada tahun 2016, diperkirakan terdapat 13.430 kasus baru. Setiap
tahunnya, karsinoma laring menyebabkan 3.620 kematian di Amerika Serikat. Belum ada data
epidemiologi nasional karsinoma laring di Indonesia. Data Riskesdas 2013 menunjukkan
prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar 1,4%. 
D. ETIOLOGI

Asap rokok dan alcohol

15
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti.Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok
dan peminum alcohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi karsinoma laring.
Penelitian epidemiologic menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya
karsinoma laring yang kuat adalah rokok, alcohol dan terpajan oleh sinar radioaktif.3
Karsinogen lingkungan
Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik, tambang), gas mustar (pabrik), serbuk
nikel (pabrik, lingkungan), polisiklik hidrokarbon (pabrik, lingkungan), vinil klorida (pabrik),
dan nitrosamin (makanan yang diawetkan, ikan asin).2
Infeksi laring kronis
Kuman, rangsangan terus menerus (asap) menyebabkan radang kronis mukosa laring selanjutnya
terjadi hiperplasia, hiperkeratosis, leukoplakia, eritroplakia, sel atipik dan akhirnya menjadi sel
kanker.2
Human papilloma virus (HPV)
Predileksi di korda vokalis. Awalnya tumbuh jaringan berupa papil-papil (papiloma) kemudian
terjadi perubahan maligna menjadi karsinoma verukosa (verrucous carcinoma).2
Genetik
Interaksi faktor etiologi & host berbeda-beda tiap individu.Aktivasi pra karsinogen & inaktivasi
karsinogen amat bervariasi individual.

E. KLASIFIKASI

Klasifikasi Tumor Ganas Laring ( AJCC dan UICC 1988 ):3


Tumor primer ( T )
Supraglotis
Tis : karsinoma insitu
T1 : tumor terdapat pada satu sisi suara / pita suara palsu ( gerakan masih baik ).
T2 : Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daerah supraglotis dan glotis masih bisa bergerak
( tidak terfiksir ).
T3 : tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke daerah ke krikod bagian
belakang, dinding medial dari sinus piriformis, dan kearah rongga preepiglotis.

16
T4 : Tumor sudah meluas keluar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan lunak pada leher atau
sudah merusak tulang rawan tiroid.
Glotis
Tis : karsinoma insitu.
T1 : Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita suara masih baik, atau
tumor sudah terdapat pada kommisura anterior atau posterior.
T2 : Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih dapat bergerak atau
sudah terfiksir ( impaired mobility ).
T3 : Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 : Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau sudah keluar dari laring.
Subglotis
Tis : Karsinoma insitu.
T1 : Tumor terbatas pada daerah subglotis.
T2 : Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau sudah terfiksir.
T3 : Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 : Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan ke luar laring atau dua –
duanya.

Penjalaran ke kelenjar limfe ( N )


Nx : Kelenjar limfe tidak teraba.
N0 : Secara klinis kelenjar tidak teraba.
N1 : Secara klinis teraba satu kelenjar limfe dengan ukuran diameter 3 cm homolateral.
N2 : Teraba kelenjar limfe tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3-6 cm.
N2a : Satu kelenjar limfe ipsilateral, diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.
N2b : Multipel kelenjar limfe ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm. 10

N2c : Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
N3 : Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.
Metastasis jauh ( M )
Mx : Tidak terdapat / terdeteksi.
M0 : Tidak ada metastasis jauh.

17
M1 : Terdapat metastasis jauh.
Staging (Stadium)
ST1 : T1 N0 M0
ST II : T2 N0 M0
ST III : T3 N0 M0 atau T1/T2/T3 N1 M0
ST IV : T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2T3/T4 N1/N2/N3 M1

PATOGENESIS

Kanker disebabkan adanya genom abnormal, terjadi karena adanya kerusakan gen yang
mengatur pertumbuhan diferensiasi sel. Gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel
disebut protooncogen dan tumor suppressor genes, dan terdapat pada semua kromosom dengan
jumlah yang banyak. Protooncogen yang telah mengalami perubahan hingga dapat menimbulkan
kanker disebut onkogen. Suatu pertumbuhan normal diatur oleh kelompok gen, yaitu growth
promoting protooncogenes, growth inhibiting cancer supresor genes (antioncogenes) dan gen
yang berperan pada kematian sel terprogram (apoptosis). Selain ketiga kelompok gen tersebut,
terdapat juga kelompok gen yang berperan pada DNA repair yang berpengaruh pada
proliferasi sel. Ketidakmampuan dalam memperbaiki DNA yang rusak menyebabkan
terjadinya mutasi pada genom dan menyebabkan terjadinya keganasan. Proses
karsinogenesis merupakan suatu proses multi tahapan dan terjadi baik secara fenotip dan
genetik. Pada tingkat molekuler, suatu progresi merupakan hasil dari sekumpulan lesi
genetic

18
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan
karena gangguan fungsi fonasi laring.Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik,
besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara.Pada
tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan pita
suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament
krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan
mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara
menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa.Kadang-
kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit.Hubungan antara
serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor.Apabila tumor laring tumbuh pada pita
suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel
laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan timbul
kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak
timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan
tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan
serak kecuali tumornya eksentif.3
2. Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam.
3. Dispnea dan stridor: Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap
tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan

19
kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik
terdapat kedua gejala tersebut.Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada
umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.3
4. Nyeri tenggorok: keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.3
5. Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas
postkrikoid.Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia): menandakan adanya tumor ganas lanjut
yang mengenai struktur ekstra laring.3
6. Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul
dengan tertekanya hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering
terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.3
7. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang
menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.3

G. DIAGNOSIS

Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup
lama, tidak bersifat hilang - timbul meskipun sudah diobati dan bertendens makin lama menjadi
berat. Penderita kebanyakan adalah seorang perokok berat yang juga kadang – kadang adalah
seorang yang juga banyak memakai suara berlebihan dan salah ( vocal abuse ), peminum alkohol
atau seorang yang sering atau pernah terpapar sinar radioaktif, misalnya pernah diradiasi
didaerah lain. Pada anamnesis kadang – kadang didapatkan hemoptisis, yang bisa tersamar
bersamaan dengan adanya TBC paru, sebab banyak penderita menjelang tua dan dari sosial -
ekonomi yang lemah.6
Sesuai pembagian anatomi, lokasi tumor laring dibagi menjadi 3 bagian yakni supraglotis, glottis
dan subglotis, dan gejala serta tanda – tandanya sesuai dengan lokasi tumor tersebut.

Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang khas dari luar,
terutama pada stadium dini / permulaan, tetapi bila tumor sudah menjalar ke kelenjar limfe leher,
terlihat perubahan kontur leher, dan hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring.6

20
Pemeriksaan untuk melihat kedalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung maupun
langsung dengan menggunakan laringoskop unutk menilai lokasi tumor, penyebaran tumor yang
terlihat ( field of cancerisation ), dan kemudian melakukan biopsi.3

H. DIAGNOSIS BANDING

1. Tumor jinak laring2


Dasar menyokong: suara parau, sesak napas dan stridor
Dasar penolakkan: Terdapat metastase ke kelenjar getah bening regional.
2. Nodul vocal2
Dasar menyokong: suara serak dan batuk
Dasar penolakkan: Tidak didapatkan nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau lebih kecil
yang berwarna putih.
3. Tuberkulosis Laring2
Dasar penyokong: suara parau, sesak napas, nyeri telan, kadang menyerupai lesi non spesifik dan
bentukan tumor
Dasar penolakan: dengan pemeriksaan laringoskopi serat optic tidak ditemukan lesi pada daerah
laring

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga


pemeriksaan radiologik. Foto toraks diperlukan untuk menilai keadaan paru , ada atau tidaknya
proses spesifik dan metastasis diparu. Foto jaringan lunak ( soft tissue ) leher dari lateral kadang
– kadang dapat menilai besarnya dan letak tumor, bila tumornya cukup besar. Apabila
memungkinkan, CT scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor dan laring lebih seksama,
misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastase
kelenjar getah bening leher.3

21
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-anatomik dari bahan biopsi laring, dan
biosi jarum-halus pada pembesaran kelenjar limf dileher. Dari hasil patologi anatomik yang
terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.3

Radiologi konvensional
Radiografi jaringan lunak leher merupakan studi survey yang baik.Udara digunakan
sebagai agen kontras alami untuk memvisualisasikan lumenlaring dan trakea.Ketebalan jaringan
retropharyngeal dapat dinilai.Epiglottis dan lipatan aryepiglottic dapat divisualisasikan.Namun,
radiografi tidak memiliki peran dalam manajemen kanker laring saat ini.

Gambar 8: Lateral radiograph of the neckshowing the different structures of the larynx: a,
vallecula; b, hyoid bone; c, epiglottis; d, preepiglotticspace; e, ventricle (air-space between
false and true cords); f, arytenoid

b. Computed Tomography – CT Scan


keterlibatan beberapa tempat pada supraglotis laring dan mobilitas pita suara.
Pencitraan dapat membantu dalam mengidentifikasi perluasan submukosa transglotis yang
tersembunyi.Kriteria pencitraan lesi T3 adalah perluasan ke ruang pra-epiglotis (paralayngeal
fat) atau tumor yang mengerosi kebagian dalam korteks dari kartilago tiroid.Tumor yang
mengerosi ke bagian luar korteks kartilago tiroid merupakan stadium T4a.ada yang berpendapat
bahwa kerterlibatan korteks bagian luar saja tanpa keterlibatan sebagian besar tendon bisa
memenuhi kriteria pencitraan lesi T4. Tumor stadium T4 (a dan b) sulit diidentifikasikan hanya
denganpemeriksaan klinis saja, karena sebagian besar kriteria tidak dapat diniai dengan palpasi
dan endoskopi.Pencitraan secara Cross-sectionaldiindikasikan untuk mengetahui komponen

22
anatomi yang terlibat untuk menentukan stadium tumor.Untuk mendapatkan gambaran yang
baik, ketebalan potongan tidak boleh lebih dari 3 mm dan laring dapat dicitrakan dalam beberapa
detik, dan dengan artefak minimal akibat gerakan.6

Gambar (a) Gambar (b)


a)Normal larynx. Axial CT scan shows the normal appearance of the larynx during quiet
respiration. The true vocal cords are abducted
b)Squamous cell carcinoma of the right side of the glottis. Axial CT scan obtained during quiet
respiration shows a tumor of the anterior commissure (arrow).

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI memiliki beberapa kelebihan daripada CT yang mungkin membantu dalam perencanaan
pre-operasi. Pencitraan koronal membantu dalam menentukan keterlibatan ventrikel laryngeal
dan penyebaran transglottic.Pencitraan Midsagittal membantu untuk memperlihatkan hubungan
antara tumor dengan komisura anterior. MRI juga lebih unggul daripada CT untuk karakterisasi
jaringan spesifik. Namun, pencitraan yang lebih lama dapat menyebabkan degradasi gambar
akibat pergerakan.6

23
a. Gambar MRI laring normal b. Gambar MRI laring abnormal

J. PENATALAKSANAAN

Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi dan
sitostatika, ataupun kombinasi, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien.

1. PEMBEDAHAN

Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari:


A. LARINGEKTOMI1-3
1. Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas pada pengangkatan hanya satu pita suara dan
trakeotomi sementara yang di lakukan untuk mempertahankan jalan napas. Setelah
sembuh dari pembedahan suara pasien akan parau. 

2. Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinan kanker termasuk pita suara satu
benar dan satu salah.Bagian ini diangkat sepanjang kartilago aritenoid dan setengah
kartilago tiroid.Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan parau setelah
pembedahan. 

3. Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila tumor berada pada epiglotis atau pita suara
yang salah, dilakukan diseksi leher radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau
tetap normal.Karena epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat makanan peroral
meningkat. 

4. Laringektomi total. Kanker tahap lanjut yang melibatkan sebagian besar laring,
memerlukan pengangkatan laring, tulang hihoid, kartilago krikoid,2-3 cincin trakea, dan
otot penghubung ke laring.Mengakibatkan kehilangan suara dan sebuah lubang ( stoma )
trakeostomi yang permanen. Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral,
dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara – pencernaan.Suatu
sayatan radikal telah dilakukan dileher pada jenis laringektomi ini.Hal ini meliputi

24
pengangkatan pembuluh limfatik, kelenjar limfe di leher, otot sternokleidomastoideus,
vena jugularis interna, saraf spinal asesorius, kelenjar salifa submandibular dan sebagian
kecil kelenjar parotis (Sawyer, 1990).Operasi ini akan membuat penderita tidak dapat
bersuara atau berbicara. Tetapi kasus yang dermikian dapat diatasi dengan mengajarkan
pada mereka berbicara menggunakan esofagus (Esofageal speech), meskipun kualitasnya
tidak sebaik bila penderita berbicara dengan menggunakan organ laring.Untuk latihan
berbicara dengan esofagus perlu bantuan seorang binawicara.

B. DISEKSI LEHER RADIKAL


Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena kemungkinan metastase
ke kelenjar limfe leher sangat rendah.Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis
stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu
dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase
jauh.5

2. RADIOTERAPI

Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan
hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak
cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari
sampai dosis total 6000 – 7000 rad.5

3. KEMOTERAPI

Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliatif. Obat yang
diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–1000 mg/m2.7

Rehabilitasi Suara
Laringektomi total yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring menyebabkan cacat pada
penderita. Dengan dilakukannya pengangkatan laring beserta pita-suara yang ada dalamnya,
maka penderita akan menjadi afonia dan bernafas melalui stoma permanent di leher.7

25
Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat umum, yakni agar pasien
dapat memasyarakat dan mandiri kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi suara
(voice rehabilitation), agar penderita dapat berbicara (bersuara), sehingga berkomunikasi verbal.
Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara, yakni semacam vibrator
yang ditempelkan di daerah submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esophagus
(eso-phageal speech) melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya
proses rehabilitasi suara ini, tetapi dapat disimpulkan menjadi 2 faktor utama, ialah faktor fisik
dan faktor psiko-sosial.3
Suatu hal yang sangat membantu adalah pembentukan wadah perkumpulan guna menghimpun
pasien-pasien tuna-laring guna menyokong aspek psikis dalam lingkup yang luas dari pasien,
baik sebelum maupun sesudah operasi.7

Penatalaksanaan Sumbatan Laring


Dalam penanggulangan sumbatan laring prinsipnya diusahakan supaya jalan nafas lancar
kembali. Tindakan konservatif dengan medikamentosa dilakukan pada sumbatan laring stadium
1. Tindakan operatif atau resusitasi yang dilakukan pada stadium 2 dan 3 yaitu intubasi
endotrakea dan trakeostomi sedangkan krikotirotomi dilakukan pada stadium 4.8

a. Intubasi endotrakea
Indikasi intubasi endotrakea yaitu:
1) Untuk mengatasi sumbatan saluran nafas atas
2) Membantu ventilasi
3) Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial
4) Mencegah aspirasi sekret di rongga mulut atau yang berasal dari lambung. Ukuran
pipa endotrakea harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan umumnya
untuk dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7–8,5 mm. Pipa endotrakea tidak
boleh lebih dari 6 hari dan selanjutnya dilakukan trakeostomi.

b. Trakeostomi

26
Merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan/ anterior trakea
untuk  bernafas. Menurut letak stroma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak
yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Indikasi trakeostomi yaitu :
1) Mengatasi obstruksi laring
2) Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus
3) Untuk memasang respirator
4) Untuk mengambil benda asing dari subglotis

c. Krikotirotomi
Krikotirotomi merupakan tindakan penyelamat pasien dalam keadaan gawat nafas
dengan cara membelah membran krikotiroid. Tindakan ini harus dikerjakan cepat
walaupun persiapannya darurat. Kontraindikasi krikotirotomi pada anak dibawah 12
tahun, tumor laring yang sudah meluas ke subglotis dan terdapat laringitis.8

K. PROGNOSIS

Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga
ahli.Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I 90 – 98%
stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%. Adanya metastase ke
kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.7

27
28
Supraglottis (part of the larynx above the vocal
cords)
STAGE 5-year relative survival
rate
I 59%
II 53%
53%
III
34%
IV
Glottis (part of the larynx including the vocal cords)
STAGE 5- year relative survival
rate
I 90%
II 74%
III 56%
IV 44%

29
Sub glottis (part of the larynx below the vocal cords)
STAGE 5 –year relative survival rates
I 65%
II 56%
III 47%
IV 32%

Hypopharynx
STAGE 5-year relative survirvival rates

I 53%
II 39%
III 36%
IV 24%

30
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Gejala dini Karsinoma laring adalah suara parau.Suara parau lebih dari 4 minggu harus dicari
teliti penyebabnya. Gejala lebih lanjut antara lain sesak napas, stridor, rasa nyeri di tenggorok
dan batuk/batuk darah.
Diagnosis karsinoma laring ditegakkan berdasar anamnesa, pemeriksaan klinis, radiologi dan
biopsy.
Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadium, dapat berupa laringektomi parsial atau
total dg atau tanpa diseksi leher, radioterapi, kemoterapi atau kombinasi. Dengan prognosis
tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli.

31
DAFTAR PUSTAKA
1) http://repository.usu.ac.id/embriologi anatomi dan fisiologi laring. Dr Ferryan Sofyan.,
M.Kes,.Sp.THT-KL
2) Adam, GL. Tumor-tumor Ganas Kepala dan Leher. Dalam: Adam GL, Boies LR Jr, Higler PA
editors. Boies Buku ajar penyakit THT. Edisi Bahasa Indonesia, Alih bahasa Wijaya C. Jakarta
EGC.1997: 430-52.
2) http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20hajar.pdf
3) Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin
J, Restuti RD editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher.Edisi 6.
Balai Penerbit FKUI Jakarta 2008: h. 194-98.
4) Wim de Jong, Sjamsuhidayat R, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, hal : 461 – 463.
5) Cohen JI. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam: Adam GL, Boies LR Jr, Higler PA editors.
Boies Buku ajar penyakit THT. Edisi Bahasa Indonesia, Alih bahasa Wijaya C. Jakarta
EGC.1997: 369-77.
6) Haryuna Sh, Tumor Ganas Laring. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Diunduh dari www . repository.usu.ac.id
7) achalon Y, Cohen O, Alkan U, Shvero J, Popovtzer A. Characteristics and outcome of
laryngeal squamous cell carcinoma in young adults. Oncol Lett. 2017; 13(3): 1393–1397
8) Kementrian Kesehatan RI. Situasi Penyakit Kanker. 2015.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf.
9)Cosetti M, et al. 2008. Five-year Survival Rates and Time Trends of Laryngeal Cancer in US
Population. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2008;134(4):370-9.

32

Anda mungkin juga menyukai