Anda di halaman 1dari 51

PRESENTASI KASUS

P2A0 PARTUS PREMATURUS SECTIO CAESAREA


GEMELLI DIZIGOTIK LETAK ANAK I KEPALA ANAK
II SUNGSANG DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT DAN
EDEMA PARU

Pembimbing :
dr.Yedi Fourdiana S, Sp.OG

Disusun Oleh:
Iqbal Musyaffa
1102015100

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD
KABUPATEN BEKASI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir
zaman karena atas rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “P2A0 PARTUS PREMATURUS SECTIO CAESAREA
GEMELLI DIZIGOTIK LETAK ANAK I KEPALA ANAK II SUNGSANG
DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT DAN EDEMA PARU”
Penulisan laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam
menempuh kepanitraan klinik di bagian obstetrik dan ginekologi di RSUD
Kabupaten Bekasi. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan laporan
kasus ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu,
perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada dr. Yedi Fourdiana S, Sp.
OG yang telah memberikan arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan
padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
penulisan referat ini. Akhir kata penulis berharap penulisan laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Cibitung, April 2021

Iqbal Musyaffa

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan kembar atau kehamilan multipel adalah suatu kehamilan dengan


dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli (2
janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya
dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hukum Hellin.

Kehamilan kembar dapat terjadi karena adanya warisan genetik kembar


monozigot ataupun dizigot pada keluarga maternal atau maternal, selain itu
kehamilan kembar juga dapat terjadi karena ada intervensi eksternal seperti terapi
infertilitas maupun assisted reproductive therapy.

Persalinan dengan kehamilan kembar memiliki resiko lebih tinggi dari pada
persalinan dengan janin satu atau tunggal. Semakin banyak jumlah janin yang
dikandung ibu, semakin tinggi resiko yang akan ditanggung ibu. Morbiditas dan
mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan janin ganda,
oleh karena itu mempertimbangkan kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan
komplikasi bukanlah hal yang berlebihan. Komplikasi yang dapat terjadi pada
kehamilan kembar ada berbagai macam, komplikasi yang dapat terjadi pada ibu
seperti hipertensi gestasional, diabetes melitus gestasional, preeklampsia, dan
anemia. Sedangkan komplikasi pada janin yang dapat terjadi seperti prematuritas,
kematian janin, pertumbuhan janin yang tidak seimbang, twin-to-twin syndrome
serta twin reversed arterial perfusion (TRAP). Untuk alasan tersebut, kehamilan
kembar dianggap sebagai kehamilan yang beresiko tinggi.

Preeklampsia berat pada ibu hamil dapat terjadi 2-3 kali lebih banyak
daripada kehamilan tunggal. Ditambah lagi dengan adanya berbagai faktor risiko
seperti usia ibu, paritas, usia kehamilan, jumlah kunjungan ANC dan riwayat
hipertensi. Penanganan preeklampsia berat pada kehamilan ganda umumnya sama
seperti kehamilan tunggal. Dengan manajemen dan antenatal yang adekuat,
komplikasi yang lebih serius dapat dicegah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KEHAMILAN MULTIPEL

2.1.1 DEFINISI

Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan


dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/gemelli (2
janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), Quintiplet (5 janin) dan seterusnya
dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang.(1)
Kembar dizigot bukan kembar sejati karena keduanya berasal dari
pematangan dan pembuahan dua ovum yang berbeda selama satu siklus ovulasi.
Kembar monozigot atau identik juga biasanya tidak identik, pembelahan satu zigot
yang telah dibuahi menjadi dua, tidak selalu menghasilkan pembagian bahan
protoplasma yang sama.(1)

2.1.2 EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian kehamilan kembar secara keseleruhan semakin meningkat.


Saat ini 2-4% dari kehamilan adalah kehamilan kembar dan sebagian besarnya
merupakan gemelli. Angka kejadian kembar monozigot di seluruh dunia relatif
konstan yaitu 4 dari 1000 kehamilan. Kehamilan kembar dizigot berhubungan
dengan ovulasi multipel dan angka kejadiannya bervariasi sesuai ras dan
dipengaruhi oleh usia ibu dan paritasnya. Angka kembar dizigot tertinggi terdapat
di negara-negara Afrika yaitu 10-40 per 1000 kehamilan, diikuti oleh Kaukasian
sebesar 7-10 per 1000 kehamilan, dan terendah Asia sebanyak 3 per 1000
kehamilan. (1)

2.1.3 ETIOLOGI

Faktor risiko untuk kehamilan ganda dapat dibagi menjadi alami dan
didapat. Faktor risiko alami meliputi ras, usia ibu dan riwayat keluarga kembar
dizigotik. Faktor resiko didapat seperti perawatan infertilitas melalui penggunaan
agen penginduksi ovulasi atau transfer gamet / zigot multipel.(1)
4
1. Ras
Frekuensi kehamilan multipel bervariasi pada setiap ras. Insidensi
berdasarkan ras yaitu 1 kehamilan multipel setiap 100 kehamilan pada 14
wanita kulit putih, sedangkan 1 pada setiap 80 kehamilan pada wanita kulit
hitam. Hasil survei pada salah satu komunitas di Nigeria menunjukkan
kehamilan multipel terjadi setiap 20 kehamilan. Perbedaan ini mungkin
merupakan akibat variasi ras terhadap tingkat follicle-stimulating hormone
(FSH). (1)

2. Usia dan Paritas Ibu


Kemungkinan kehamilan multipel meningkat dari 0 saat pubertas, dan
mencapai puncak pada usia 37 tahun saat stimulasi hormon maksimal
meningkatkan kemungkinan terjadinya pelepasan ovum ganda. Penurunan
insidensi setelah usia ibu melewati 37 tahun kemungkinan karena deplesi
dari folikel de Graaf. (1)

3. Hereditas
Riwayat keluarga dengan kehamilan monozigot dapat terjadi pada kedua
sisi ayah maupun ibu, diperkirakan hal tersebut disebabkan karena efek
dari gen tunggal yang tidak dipengaruhi oleh sisi orangtua mana yang
mendonorkan gen tersebut. Pada kehamilan dizigot, keluarga dari ibu
diperkirakan menurunkan sifat predisposisi terjadinya ovulasi multipel.
Ditemukan kehamilan dizigot 1 dari 58 kehamilan pada ibu yang terlahir
kembar dizigot, dan 1 dari 116 kehamilan dengan ayah terlahir kembar
dizigotik dan ibu terlahir tidak kembar . Hal ini sering dikaitkan dengan
tingginya tingkat gonadotropin dan insidensi yang tinggi pada riwayat
keluarga ibu.(1)

4. Gonadotropin Hipofisis
Faktor umum yang meningkatkan ras, usia, berat dan fertilitas dengan
kehamilan ganda mungkin adalah kadar FSH. Teori ini didukung oleh fakta
bahwa peningkatan fekunditas dan angka kembar dizigot yang lebih tinggi
pernah dilaporkan pada wanita yang mengandung dalam 1 bulan setelah
menghentikan kontrasepsi oral, tetapi tidak selama bulan-bulan
selanjutnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh pelepasan mendadak
gonadotropin hipofisis dalam jumlah yang lebih besar daripada biasa,
selama siklus spontan pertama setelah penghentian kontrasepsi hormonal.
(1)

5
5. Terapi Infertilisasi
Induksi ovulasi dengan menggunakan FSH dengan korionik gonadotropin
atau clomiphene citrate meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan
multipel. Insidensi kehamilan multipel pada terapi gonadotropin
konvensional 16-40%. Terapi superovulasi yang meningkatkan
kemungkinan kehamilan dengan cara mengambil folikel multipel
menghasilkan 25-30% kehamilan multipel. Faktor risiko fetus multipel
setelah stimulasi ovarium dengan menggunakan hMG yaitu peningkatan
level estradiol pada hari penyuntikkan gonadotropin serta konsentrasi dan
pergerakkan sperma. (1)

6. Assisted Reproductive Technology


Teknik seperti ART yang dirancang untuk meningkatkan kemungkinan
kehamilan dapat pula meningkatkan kemungkinan kehamilan multipel.
Mekanismenya masih kontroversial, diantaranya termasuk beberapa faktor
yaitu: induksi ovulasi, keadaan kultur in vitro, mikromanipulasi terhadap
zona pelusida dan riwayat pasien. Umumnya pada pasien yang melakukan
superovulasi, postpartum sehingga prognosis untuk ibu lebih jelek bila
dibandingkan pada kehamilan tunggal, dimana resiko terjadi toksemia
gravidarum, hidramnion, anemia, pertolongan obstetri operatif dan
perdarahan post partum lebih tinggi.(1)

2.1.4 PATOFISIOLOGI

1. Kehamilan Gemelli Monozigotik


Kehamilan monozigotik artinya kehamilan berasal dari satu sel telur,sehingga
keduanya memiliki jenis kelamin yang sama dan genotip yang identik. kehamilan
monozigotik diakibatkan terjadi pembelahan pada oosit pasca fertilisasi. Hasil dari
kembar monozigot tergantung dari waktu pembelahan zigot dimulai. Ada beberapa
kehamilan monozigotik yang dapat terjadi sesuai dengan waktu pembelahan
zigot :(1)

a. Pembelahan yang dimulai pada hari ke-3 atau 72 jam pertama setelah
fertilisasi, menghasilkan plasenta yang menyatu atau terpisah, 2 korion, 2
amnion

6
(dikorionik/diamniotik). Proses ini biasanya terjadi pada kembar dizigotik dan
⅓ dari kehamilan ganda monozigotik.
b. Pembelahan setelah hari ke 4-8, menghasilkan satu plasenta, korion
yang sama, dan 2 amnion (monokorionik/diamniotik). Proses ini
terjadi pada 2 dari 3 dari kehamilan ganda monozigotik.
c. Pembelahan yang terjadi pada hari ke 8-13, menghasilkan satu
plasenta, satu korion, dan satu amnion (monokorionik/monoamniotik),
proses ini paling jarang terjadi
d. Pembelahan yang terjadi setelah hari ke-15 akan menghasilkan kembar
yang tidak lengkap, pada proses ini dapat menghasilkan kembar
siam.

Ciri gemelli monozigotik adalah :


1. Jenis kelamin sama
2. Paras muka dan bentuk tubuh sama
3. Sidik jari tangan dan kaki sama
4. Golongan darah sama
5. Kebiasaan pemakaian tangan, yaitu dapat dengan tangan kanan sedangkan
bagi yang lain dengan tangan kiri. Hal ini disebabkan karena lokasi area
motor otak yang berlawanan.
Gambar 1. Mekanisme terjadinya kembar ganda monozigot.(1)

7
2. Kehamilan Gemelli Dizigotik
Gemelli dizigotik adalah hasil fertilisasi dari dua telur oleh dua
spermatozoa. Dua sel telur dikeluarkan dari dua folikel de graaf pada waktu
yang hampir bersamaan.
Ciri gemelli dizigotik adalah :
1. Jenis kelamin sama atau berbeda
2. Paras muka dan bentuk tubuh mirip dengan saudara kandung yang
lain

3. Sidik jari tangan dan kaki berbeda


4. Plasenta dua buah atau bergabung menjadi satu dan sukar dibedakan.

3. Superfetation dan Superfecundation

Pada superfetasi, kehamilan terjadi dalam dua waktu, dengan interval


selama atau lebih lama dari siklus menstruasi antara pembuahan. Superfetasi
biasanya tidak terjadi secara spontan pada manusia, kehamilan ini biasanya
terjadi setelah hiperstimulasi ovarium dan inseminasi intrauterin dengan
adanya kehamilan tuba yang tidak terdiagnosis. Superfetasi menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan janin kembar yang sangat tidak seimbang
dengan usia kehamilan yang sama.(1)

Pada superfekundasi, terjadi sebuah fertilisasi dua telur yang dikeluarkan


dalam ovulasi yang sama pada dua kali koitus berbeda yang dilakukan pada
jarak waktu yang pendek, menghasilkan dua janin yang berbeda secara genotip
maupun fenotip.(1)

Pertumbuhan Dan Besarnya Janin


Berat janin pada kehamilan gemelli lebih kecil daripada janin yang lahir dari
kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama, dimana faktor penyebab
adalah plasenta yang relatif kecil pada gemelli. Berat badan rata-rata janin
gemelli 2400 gr. Perbedaan berat badan antara masing-masing janin pada
kehamilan gemelli dapat disebabkan karena :
a. Salah satu plasenta dari gemelli dizigotik mungkin letaknya pada ruangan
yang cukup dan banyak pembuluh darah
b. Pada gemelli monozigotik mungkin terdapat :

8
• Perbedaan tempat melekat plasenta di uterus dengan suplai darah yang
berbeda
• Insersi marginalis tali pusat dari satu janin sehingga tidak memperoleh
cukup darah dari plasenta
• Anastomosis pembuluh darah antara sirkulasi plasenta, Transfusion
Syndrome ini terjadi pada plasenta monokorionik monozigotik dimana
terjadi anastomosis pembuluh darah plasenta sehingga dapat terjadi
Acardiacus atau Fetus papyraceus.

2.1.5 DIAGNOSIS
Cara diagnosis meliputi anamnesis, inspeksi, palpasi, auskultasi. Pemeriksaan
melalui jalan lahir, radiologi, ultrasonografi dan pemeriksaan laboratorium.
Beberapa cara untuk mengenali secara dini gemelli dengan cara : 1. Anamnesis(1)
• Riwayat kembar pada sisi Ibu atau Ayah yang bersangkutan
• Usia ibu yang lanjut
• Paritas tinggi
• Ibu merasa hamil kembar lebih besar daripada hamil biasanya •
Ibu merasa aktivitas janin lebih banyak daripada biasanya
• Pemberian klomifen sitrat atau gonadotropin atau kehamilan karena
pemberian ART

2. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan dengan palpasi sering mengalami kesulitan karena janin yang tidak
seberapa besar, cairan amnion yang sering berlebihan dan tegangnya dinding
perut. Hal ini menyebabkan tidak jarang diagnosis gemelli diketahui setelah
kembar lahir. Menurut Benson dengan palpasi diagnosis gemelli hanya dapat
dibuat 75%. Ketepatan ini sangat tergantung pada umur kehamilan, besarnya
janin, posisi janin, benyaknya cairan amnion dan tegangnya dinding perut.
• Uterus lebih besar, pada usia kehamilan 20-30 minggu, tinggi fundus lebih
tinggi 5 cm daripada kehamilan tunggal dengan usia kehamilan yang sama. •
Berat badan Ibu yang meningkat berlebihan yang tidak dapat dijelaskan oleh
edema atau obesitas.
• Polihidramnion, diakibatkan karena ukuran uterus.
9
• Ballotement lebih dari satu fetus
• Uterus terdiri dari tiga bagian besar janin
• Terdengarnya denyut jantung janin yang letaknya berjauhan
• Palpasi satu atau lebih fetus pada fundus setelah melahirkan satu bayi

3. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium(2)
a. Darah lengkap :
Mengevaluasi anemia dan polisitemia.
b. Gas darah arteri neonatal dan gas darah tali pusat :
Mengevaluasi gangguan pernapasan, hipoksia, asidosis, dan depresi perinatal.
c. Metabolik:
Status cairan dan kadar elektrolit harus dievaluasi dan status metabolik harus
ditentukan, termasuk melalui skrining untuk hipoglikemia dan hipokalsemia. d.
Kadar bilirubin:
Untuk menyaring peningkatan risiko hiperbilirubinemia terkait dengan
prematuritas dan polisitemia.

Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi menjadi metode paling baik untuk mendiagnosis
kehamilan multipel. USG dapat digunakan untuk mengidentifikasi jumlah janin,
perkiraan usia kehamilan, korionisitas dan amnionisitas. Korionisitas harus
ditetapkan sesegera mungkin selama kehamilan karena dapat mempengaruhi
keputusan penatalaksanaan dimasa depan. Waktu optimal untuk diagnosis adalah
pada trimester pertama atau awal trimester kedua. Prediktor paling andal dari
kehamilan dikorionik adalah adanya dua plasenta yang terpisah. Namun, jika
plasenta telah menyatu pada saat pemeriksaan USG dilakukan, kehamilan
dikorionik diamnion dapat menunjukkan tanda “puncak kembar” atau “lambda”
pada USG. Ini mengacu pada bagian segitiga korion yang menyatu antara dua
lapisan amnion(19)

2.1.6 KOMPLIKASI

Dibandingkan dengan kehamilan tunggal, kehamilan multipel lebih mungkin


terkait dengan banyak komplikasi kehamilan. Secara umum, komplikasi tersebut
dapat dicegah dengan perawatan antenatal yang baik.(1)

Komplikasi pada janin

a. Prematuritas
Janin dari kehamilan multipel cenderung dilahirkan preterm dan
kebanyakan memerlukan perawatan pada neonatal intensive care unit (NICU).
Sekitar 50 persen kelahiran kembar terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Lamanya kehamilan akan semakin pendek dengan bertambahnya jumlah janin
di dalam uterus. Sekitar 20% bayi dari kehamilan multipel merupakan bayi
dengan berat lahir rendah.

b. Hyalin Membrane Disease (HMD)


Bayi kembar yang dilahirkan sebelum usia kehamilan 35 minggu dua
kali lebih sering menderita HMD dibandingkan dengan bayi tunggal yang
dilahirkan pada usia kehamilan yang sama. HMD atau yang dikenal sebagai
Respiratory Distres Syndrom (RDS) adalah penyebab tersering dari gagal nafas
pada bayi prematur. Terjadi segera setelah atau beberapa saat setelah bayi lahir.
Ditandai dengan sukar bernafas, cuping hidung, retraksi dinding dada dan
sianosis yang menetap dalam 48-96 jam pertama kehidupan. Prevalensi HMD
didapatkan lebih tinggi pada kembar monozigotik dibandingkan dengan kembar
dizigotik. Bila hanya satu bayi dari sepasang bayi kembar yang menderita
HMD, maka bayi kedua lebih cenderung menderita HMD dibandingkan
dengan bayi pertama.

c. Asfiksia saat Kelahiran/Depresi Napas Perinatal


Bayi dari kehamilan multipel memiliki peningkatan frekuensi untuk
mengalami asfiksia saat kelahiran atau depresi perinatal dengan berbagai sebab.
Prolaps tali pusat, plasenta previa, dan ruptur uteri dapat terjadi dan
menyebabkan asfiksia janin. Kejadian cerebral palsy 6 kali lebih tinggi pada
bayi kembar dua dan 30 kali lebih sering pada bayi kembar tiga dibandingkan
dengan janin tunggal. Bayi kedua pada kehamilan kembar memiliki resiko
asfiksia saat lahir/dpresi napas perinatal lebih tinggi.
d. Infeksi Streptococcus group B
Infeksi onset cepat Streptococcus group B pada bayi berat lahir rendah
adalah 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan tunggal
dengan berat badan yang sama.

e. Vanishing Twin Syndrome


Kemajuan teknologi ultrasonografi memungkinkan dilakukannya studi
sonografik pada awal gestasi yang memperlihatkan bahwa insiden kembar
trimester pertama jauh lebih tinggi daripada insiden kembar saat lahir.
Kehamilan kembar sekarang diperkirakan terjadi pada 12 persen di antara
semua konsepsi spontan, tetapi hanya 14 persen di antaranya yang bertahan
sampai aterm.
Pada sebagian kasus, seluruh kehamilan lenyap, tetapi pada banyak
kasus, satu janin yang meninggal atau sirna (vanish) dan kehamilan berlanjut
sebagai kehamilan tunggal. Pada 21-63% konsepsi kembar meninggal atau
sirna (vanish) pada trimester kedua. Keadaan ini dapat menyebabkan kelainan
genetik atau kelainan neurologik/defek neural tube pada janin yang tetap
bertahan hidup.

f. Kelainan Kongenital/Akardia/Rangkaian Perfusi Balik Arteri pada Janin Kembar


(twin reverse-arterial-perfusion/TRAP). Pada plasenta monokorionik,
vaskularisasi janin biasanya tergabung, kadang-kadang amat kompleks.
Anastomosis vaskular pada plasenta monokorionik dapat dari arteri ke arteri,
vena ke vena atau arteri ke vena. Biasanya cukup berimbang dengan baik
sehingga tidak ada salah satu janin yang menderita.
Pada TRAP terjadi pirau dari arteri ke arteri plasenta, yang biasanya
diikuti dengan pirau vena ke vena. Tekanan perfusi pada salah satu kembar
mengalahkan yang lain, yang kemudian mengalami pembalikan aliran darah
dari kembarannya. Darah arteri yang sudah terpakai dan mencapai kembar
resipien cenderung mengalir ke pembuluh-pembuluh iliaka sehingga hanya
memberi perfusi bagian bawah tubuh dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan tubuh bagian atas. Gangguan atau kegagalan
pertumbuhan kepala disebut akardius asefalus. Kepala yang tumbuh parsial
dengan alat gerak yang masih dapat diidentifikasi disebut akardius
mielasefalus. Kegagalan pertumbuhan semua struktur disebut akardius
amorfosa.

g. Twin-to-twin Transfusion Syndrome


Darah ditransfusikan dari satu kembaran (donor) ke dalam vena
kembaran lainnya (resipien) sedemikian rupa sehingga donor menjadi anemik
dan pertumbuhannya terganggu, sementara resipien menjadi polisitemik dan
mungkin mengalami kelebihan beban sirkulasi yang bermanifestasi sebagai
hidrops fetalis.
Menurut ketentuan, terdapat perbedaan hemoglobin 5 g/dl dan 20%
berat badan pada sindrom ini. Kematian kembar donor dalam uterus dapat
mengakibatkan trombus fibrin di seluruh arteriol yang lebih kecil milik kembar
resipien. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh transfusi darah yang kaya
tromboplastin dari janin donor yang mengalami maserasi. Kembar yang
bertahan hidup mengalami koagulasi intravaskular diseminata.

h. Kembar Siam
Apabila pembentukan kembar dimulai setelah cakram mudigah dan kantung
amniom rudimenter sudah terbentuk dan apabila pemisahan cakram mudigah
tidak sempurna, akan terbentuk kembar siam/kembar dempet. Terdapat
beberapa jenis kembar siam, yaitu:
• Thoracopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian dada (30-40%). Jantung
selalu terlibat dalam kasus ini. Bila jantung hanya satu, harapan hidup baik
dengan atau tanpa operasi adalah rendah.
• Omphalopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian perut (34%). Umumnya
masing-masing tubuh memiliki jantung masing masing, tetapi kembar siam
ini biasanya hanya memiliki satu hati, sistem pencernaan, dan organ-organ
lain.
• Xyphopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian xiphoid cartilage. •
Pyopagus (iliopagus), bila bersatu di bagian belakang (19%). •
Cephalopagus/craniopagus, bila bersatu di bagian kepala dengan tubuh
terpisah.
i. Selective Intra Uterine Growth Retardation (sIUGR)

sIUGR kerap terjadi pada kehamilan monokorionik, dimana taksiran


berat janin yang kecil lebih rendah 10% daripada kembarannya, selain itu
selisih perkembangannya bisa sampai menyentuh 25%. Kejadian ini terjadi
pada 10-15% kehamilan ganda monokorionik. Patofisiologi dibalik kejadian
ini adalah inadequate placental sharing. Ketidakseimbangan perkembangan
dua janin ini terjadi pada akhir dari trimester kedua atau awal trimester ketiga,
jika terjadi sebelum 20 minggu maka resiko terjadinya fetal death meningkat
hingga 20%. (1)

Komplikasi pada Ibu


a. Anemia
Maternal anemia terjadi karena kebutuhan zat besi yang meningkat dari
janin. Anemia normositik hipokromik 2–3 kali lebih sering terjadi pada
kehamilan multipel dibandingkan pada kehamilan tunggal.(3)

b. Infeksi saluran kemih


Infeksi saluran kemih terjadi 3 kali lebih sering terjadi dibandingkan
kehamilan tunggal.(3)

c. Diabetes melitus Gestasional


Kejadian DM gestasional dan hipoglikemia terjadi pada kehamilan multipel
dibandingkan kehamilan tunggal, untuk mendiagnosa dapat dilakukan tes
toleransi glukosa. Hal ini terjadi karena mengingat asal laktogen plasenta
manusia yang dapat menyebabkan resistensi insulin.(3)

d. Hipertensi Gestasional
Kejadian hipertensi gestasional pada kehamilan ganda meningkat 27%
dibandingkan dengan hamil tunggal. Faktor risiko yang kuat antara lain,
obesitas, usia maternal >40 tahun dan diabetes tipe 1. Kejadian hipertensi
gestasional lebih rendah dibandingkan preeklampsia pada kehamilan
ganda.
Hal ini memberikan indikasi bahwa etiologi preeklampsia dan hipertensi
gestasional berbeda. (4)

14
e. Preeklampsia
Kejadian preeklampsia pada kehamilan multipel terjadi 3 hingga 4
kali lebih sering dibandingkan kehamilan tunggal.(3,5) Penyebab
preeklampsia pada kehamilan multifetal diperkirakan terjadi beban yang
lebih tinggi pada sistem kardiovaskular, yang dimanifestasikan dengan
meningkatnya cardiac output dan penurunan resistensi vaskular. Terjadinya
preeklampsia pada kehamilan ganda juga dihubungkan dengan ukuran
plasenta yang lebih besar dan tingginya placental markers yang
bersirkulasi. Ibu preeklampsia dengan kehamilan multipel memiliki resiko
yang lebih
kecil untuk memiliki resiko penyakit kardiovaskuler pada kehidupan kelak,
dibandingkan pasien preeklampsia dengan kehamilan tunggal.(4, 5)

2.1.7 TATALAKSANA
Penanganan pada kehamilan kembar terbagi atas :
A. Antepartum
1) Diet dan pola makan yang baik, wanita dengan kehamilan normal
mengalami peningkatan 25-35 pounds setelah 9 bulan, pada kehamilan
kembar mengalami peningkatan 35-45 pounds, kehamilan triplet
peningkatan 50-60 pounds. The American College of Obstetricians and
Gynecologists merekomendasikan bahwa wanita dengan kehamilan
kembar untuk mengkonsumsi lebih 300 kalori/hari dari pada wanita
dengan hamil normal (total sekitar 2700-2800 kalori/hari)(4,6)
2) Suplemen besi dan asam folat, pemberian tablet Fe pada saat prenatal
sekurangnya 30 mg, anemia defisiensi besi adalah yang paling sering
dijumpai dan dapat meningkatkan resiko persalinan preterm.(4,6)
3) Mengurangi aktivitas dan perbanyak istirahat. Kehamilan kembar dapat
membuat keadaan tidak nyaman karena uterus yang jadi lebih besar,
istirahat akan menolong untuk meningkatkan energi.
4) Pemberian tokolitik segera, jika perlu.(6,7)
5) Pemeriksaan klinis kehamilan sekurangnya setiap 2 minggu setelah 24
minggu

15
a) Periksa keadaan servik setiap berkunjung setelah kehamilan 24
minggu melalui pemeriksaan fisik ataupun ultrasound untuk
mengetahui tanda-tanda awal kemungkinan terjadi persalinan
preterm.
b) Pengetahuan mengenai kehamilan preterm, yaitu persalinan yang
dimulai sebelum berakhirnya usia kehamilan 37 minggu. Hal ini
akan menyebabkan lahir prematur, masalah yang paling sering
dijumpai pada kehamilan kembar, yang akan menyebabkan
gangguan pernafasan pada bayi. Terapi steroid yang disuntikkan
akan membantu paru-paru bayi bekerja lebih baik.
c) Perhatikan pergerakan bayi terutama setelah umur kehamilan 32
minggu, melalui detak jantung janin yang berespon terhadap
gerakannya (nonstress test) (4,6)
6) Ultrasound obstetrik setiap 3-4 minggu setelah diagnosis. Tujuan : a)
Menentukan kemungkinan adanya gangguan pertumbuhan fetus, salah
satu janin lebih kecil dari pada janin yang lainnya kembar ini disebut
discordant. Ultrasound digunakan untuk melihat pertumbuhan dan
cairan amnion pada masing-masing janin. b) Evaluasi kelainan
kongenital.
c) Deteksi kembar siam.
d) Perbandingan berat janin.
e) Mengetahui presentasi fetus.
f) Deteksi dini adanya twin-twin transfusion.(4,6)
7) Non stress test setelah 32 minggu
a) Mengetahui keadaan janin
b) Memperkirakan adanya penekanan pada tali pusat.(4)
8) Konsultasi perinatologi

B. Intrapartum
Sebaiknya dilakukan di kamar operasi dan sudah disiapkan pemeriksaan
cross-match serta dihadiri ahli anestesi, ahli kebidanan dan ahli anak. 1) Jika
kembar presentasi vertex-vertex; dilahirkan per vaginam dengan melakukan
episiotomi mediolateral untuk mengurangi tekanan pada kepala bayi.

2) Jika presentasi vertex-non vertex :


a) Siapkan SC, atau

b) Partus per vaginam diikuti dengan persalinan bokong Breech


delivery)

c) Partus per vaginam diikuti ekstraksi bokong totalis atau melakukan


internal podalic version (hal ini dilakukan dengan catatan tidak
dijumpai

d) Partus per vaginam diikuti dengan melakukan eksternal version


(versi luar) dimana hal ini memerlukan pemantauan dengan USG
portabel untuk melihat secara akurat letak bayi kedua
3) Jika presentasi non vertex-vertex atau non vertex-non vertex: SC
4) Jika hamil kembar 3 atau lebih : SC
5) Pada kembar premature:
a) Vertex-vertex : partus per vaginam
b) Vertex-non vertex : Umumnya SC
c) Non vertex-vertex atau non vertex-non vertex : SC
d) Kembar 3 atau lebih : SC
6) Pada locking twins : segera lakukan SC
Ada tiga tipe :
a) Kollisi; adanya kontak antara bagian janin sehingga tidak bisa
memasuki pintu atas panggul.
b) Kompaksi; adanya engagement dari bagian terbawah kedua janin
secara bersamaan sehingga menghambat turunnya bagian terbawah. c)
Interlocking; adanya kontak antara dagu kedua janin pada bayi A
presentasi bokong dan bayi B presentasi vertex dan kedua janin saking
berhadap-hadapan.

C. Post partum
Awasi segera terjadinya perdarahan post partum oleh karena atonia uteri
sekunder.
Pencegahan Persalinan Prematur:
a. Tirah baring

Tirah baring merupakan tindakan yang menguntungkan bagi janin kembar,


mungkin hal ini terjadi melalui peningkatan perfusi darah serta penurunan
gaya kekuatan fisik yang dapat bekerja merugikan pada serviks.(1) Tidak
direkomendasikan pada kehamilan ganda tanpa komplikasi, karena
manfaatnya diragukan dan menambah resiko terjadinya trombosis.(8)

b. Terapi tokolisis
Penggunaan terapi betamimetik untuk menekan persalinan preterm pada
kehamilan kembar berhubungan dengan meningkatnya komplikasi maternal
yaitu udemparu. Sejauh ini penggunaan tokolitik profilaksistidak
menunjukkan penurunan kelahiran preterm maupun hasil yang baik pada
janin dengan dari kehamilan multipel. Betamimetik oral berhubungan dengan
peningkatan stres kardiak ibu dan janin serta diabetes melitus gestasional. (8)
Tokolisis dapat digunakan untuk memberikan efek “short-term prolongation
of pregnancy”, sehingga dapat diberikan kortikosteroid antenatal serta waktu
untuk transportasi ibu ke fasilitas kesehatan yang lebih baik. Tokolisis yang
dapat digunakan untuk memanjangkan waktu kehamilan jangka pendek
adalah, calcium channel blockers atau NSAID. (8)

c. Kortikosteroid
National Institute of Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid
antenatal pada semua pasien dengan usia kehamilan 24-34 minggu dan
berisiko melahirkan dalam 7 hari pada hamil tunggal maupun hamil multipel.
Pemberian berulang tidak dianjurkan. (8)

d. Magnesium Sulfat
Pemberian magnesium sulfat sebelum kelahiran preterm dapat menurunkan
insiden kematian dan cerebral palsy. Keuntungan tersebut akan didapatkan
jika diberikan sebelum usia kehamilan 32 minggu pada kehamilan tunggal
maupun multipel.(8)

18
2.2 PREEKLAMPSIA BERAT
2.2.1 DEFINISI
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan
berdasarkan adanya hipertensi dan proteinuria pada usia kehamilan diatas 20
minggu. Edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.(9)
Preeklampsia berat didefinisikan sebagai adanya salah satu gejala atau tanda
yaitu: (9)
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolikpada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama.
2. Trombositopenia: trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya 4.
Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus 7.
Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta:Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, bahwa setiap
tahunnya wanita yang bersalin meninggal dunia mencapai lebih dari 500.000 orang,
salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah preeklampsia
(PE). Angka kejadiannya berkisar antara 0,51% - 38,4%. Pada negara maju angka
kejadian preeklampsia berkisar 6-7% dan eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka
kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan eklampsia di negara berkembang
masih tinggi. preeklampsia salah satu sindrom yang dijumpai pada ibu hamil di atas
20 minggu terdiri dari hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema. (10) Angka
kematian ibu di Indonesia akibat preeklampsia dan eklampsia adalah 10-20% (30,7
per 100.000).(10)

2.2.3 ETIOLOGI

Terdapat beberapa teori yang diduga sebagai etiologi dari preeklampsia,


meliputi :(11)
1. Abnormalitas invasi tropoblas
Invasi tropoblas yang tidak terjadi atau kurang sempurna, maka akan terjadi
kegagalan remodeling a. spiralis. Hal ini mengakibatkan darah menuju lakuna
hemokorioendotel mengalir kurang optimal dan bila jangka waktu lama
mengakibatkan hipooksigenasi atau hipoksia plasenta. Hipoksia dalam jangka
lama menyebabkan kerusakan endotel pada plasenta yang menambah berat
hipoksia. Produk dari kerusakan vaskuler selanjutknya akan terlepas dan
memasuki darah ibu yang memicu gejala klinis preeklampsia.

2. Maladaptasi imunologi antara maternal-plasenta (paternal)-fetal Berawal pada


awal trimester kedua pada wanita yang kemungkinan akan terjadi
preeklampsia, Th1 akan meningkat dan rasio Th1/Th2 berubah. Hal ini
disebabkan karena reaksi inflamasi yang distimulasi oleh mikropartikel plasenta
dan adiposit.(11,12)
3. Maladaptasi kadiovaskular atau perubahan proses inflamasi dari proses
kehamilan normal.

4. Faktor yang diturunkan secara mekanisme epigenetik.


Dari sudut pandang herediter, preeklampsia adalah penyakit multifaktorial
dan poligenik. Predisposisi herediter untuk preeklampsia mungkin merupakan
hasil interaksi dari ratusan gen yang diwariskan baik secara maternal ataupun
paternal yang mengontrol fungsi enzimatik dan metabolism pada setiap sistem
organ. Faktor plasma yang diturunkan dapat menyebabkan preeklampsia. Pada
ulasan komprehensifnya, Ward dan Taylor (2014) menyatakan bahwa insidensi
preeklampsia bisa terjadi 20 sampai 40 persen pada anak perempuan yang
ibunya mengalami preeklampsia; 11 sampai 37 persen saudara perempuan yang
mengalami preeklampsia dan 22 sampai 47 persen pada orang.

5. Faktor nutrisi, kurangnya intake antioksidan.


John et al (2002) menunjukan pada populasi umumnya konsumsi sayuran
dan buah-buahan yang tinggi antioksidan dihubungkan dengan turunnya
tekanan darah. Penelitian yang dilakukan Zhang et al (2002) menyatakan
insidensi preeklampsia meningkat dua kali pada wanita yang mengkonsumsi
asam askorbat kurang dari 85 mg.

2.2.4. FAKTOR RISIKO(9)

Faktor risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama :

1. Anamnesis

1) Umur >40 tahun

2) Nulipara

3) Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya

4) Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru


5) Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih

6) Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan

7) Kehamilan multiple

8) IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)


21
9) Hipertensi kronik

10) Penyakit ginjal

11) Sindrom antifosfolipid (APS)

12) Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau

embrio 13) Obesitas sebelum hamil

2. Pemeriksaan Fisik

1) Indeks masa tubuh >35

2) Tekanan darah diastolik >80 mmHg

3) Proteinuria (dipstick >+1 pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau


secara kuantitatif 300 mg/24 jam)
Faktor risiko yang dapat dinilai secara dini sebagai prediktor terjadinya
preeklampsia superimposed pada wanita hamil dengan hipertensi kronik, yaitu :

1) Riwayat preeklampsia sebelumnya

2) Penyakit ginjal kronis

3) Merokok

4) Obesitas

5) Diastolik >80 mmHg

6) Sistolik 130 mmHg

2.2.5 PATOFISIOLOGI

Patogenesis preeklamsia tidak sepenuhnya dijelaskan tetapi banyak kemajuan


telah dibuat dalam beberapa dekade terakhir. Plasenta selalu menjadi tokoh sentral
dalam etiologi preeklamsia karena pengangkatan plasenta diperlukan agar gejala
berkurang. Pemeriksaan patologis plasenta dari kehamilan dengan preeklamsia lanjut
sering mengungkapkan banyak infark plasenta dan penyempitan arteriol sklerotik.
Hipotesis bahwa invasi trofoblas yang rusak dengan hipoperfusi uteroplasenta terkait
dapat menyebabkan preeklamsia didukung oleh penelitian pada hewan dan manusia.
Dengan demikian, model dua tahap dikembangkan: renovasi arteri spiralis yang tidak
22
lengkap di rahim yang berkontribusi terhadap iskemia plasenta (tahap 1) dan
pelepasan faktor antiangiogenik dari plasenta iskemik ke dalam sirkulasi ibu yang
berkontribusi pada kerusakan endotel (tahap 2). (13)

Gambar 2. Patogenesis preeklamsia: model dua tahap. AT1-AA, autoantibodi menjadi


reseptor angiotensin 1; COMT, katekol-O-metiltransferase; HTN, hipertensi; LFT, tes
fungsi hati; PlGF1, faktor pertumbuhan plasenta 1; PRES, sindrom ensefalopati posterior
reversibel; sEng, endoglin larut; sFlt-1, tirosin kinase 1 seperti fms terlarut; sVEGFR1,
reseptor faktor pertumbuhan endotel vaskular terlarut 1; VEGF, faktor pertumbuhan endotel
vaskular.

Selama implantasi, trofoblas plasenta menginvasi uterus dan menyebabkan pembentukan


ulang arteri spiralis, sementara melenyapkan tunika media dari arteri spiralis miometrium;
hal ini memungkinkan arteri untuk mengakomodasi peningkatan aliran darah terlepas dari
perubahan vasomotor ibu untuk memberi makan janin yang sedang berkembang. Bagian dari
renovasi ini mengharuskan trofoblas mengadopsi fenotipe endotel dan berbagai molekul
adhesi. Jika renovasi ini terganggu, plasenta kemungkinan akan kekurangan oksigen, yang
menyebabkan keadaan iskemia relatif dan peningkatan stres oksidatif selama keadaan perfusi
intermiten. Renovasi arteri spiralis yang abnormal ini terlihat dan dijelaskan lebih dari lima
dekade yang lalu pada wanita hamil yang mengalami hipertensi. Sejak itu telah terbukti
menjadi faktor patogen sentral pada kehamilan yang dipersulit oleh hambatan pertumbuhan
23
intrauterin, hipertensi gestasional, dan preeklamsia. Salah satu batasan teori ini, oleh karena
itu, adalah bahwa temuan ini tidak spesifik untuk preeklamsia dan dapat menjelaskan
perbedaan manifestasi antara preeklamsia plasenta dan preeklamsia ibu. (13)

2.2.6. DIAGNOSIS (9)

Berdasarkan PNPK Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia tahun 2016, preeklampsia


sebelumnya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi
saat kehamilan. Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia,
beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang
menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak
mengalami proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria
diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.

A. Penegakkan Diagnosis Hipertensi


Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg
sistolik atau 110 mmHg diastolik. Mat tensimeter sebaiknya menggunakan tensimeter air
raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau tensimeter
otomatis yang sudah divalidasi. Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah
menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.

Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk tenang


dalam 15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah pemeriksaan. Pengukuran
dilakukan pada posisi duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik
diukur dengan mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya bunyi). Ukuran manset yang sesuai
dan kalibrasi alat juga senantiasa diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah yang
tepat. Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus dilakukan pada
kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan yang tertinggi.

B. Penegakkan Diganosis Proteinuria

Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau
tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang

24
akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. 6,7 Konsentrasi protein pada sampel urin
sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin. Kuo melaporkan bahwa
pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24
jam, dan positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam. Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki
angka positif palsu yang tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown, dengan tingkat positif
palsu 67-83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan pembersih,
dan urin yang bersifat basa. Konsensus Australian Society for the Study of Hypertension in
Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and
Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstik hanya dapat
digunakan sebagai tes skrining dengan angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein banding
rasio protein banding kreatinin. Pada telaah sistematik yang dilakukan Côte dkk
disimpulkan bahwa pemeriksaan rasio protein banding kreatinin dapat memprediksi
proteinuria dengan lebih baik.

C. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia


Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai
adanya gangguan organ. jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat
disamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu :
a. Hipertensi : Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama
b. Proteinuria : protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick >
positif 1
c. Trombositopenia : trombosit <100.000/ microliter
d. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya e. Gangguan
liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal atau adanya nyeri di daerah
epigastrik / region kanan atas abdomen
f. Edema paru
25
g. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus h. Gangguan
pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
oligohidramnion, fetal growth restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)

D. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada


preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi
pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan
kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat
adalah salah satu dibawah ini :
a. Hipertensi : Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
b. Proteinuria : Protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstick > positif 1
c. Trombositopenia : trombosit <100.000/ microliter
d. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya e.
Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal atau adanya
nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
f. Edema paru
g. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus h. Gangguan
pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
oligohidramnion, fetal growth restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV) Beberapa penelitian terbaru menunjukkan
rendahnya hubungan antara kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia,
sehiingga kondisi protein urin masif (lebih dari 5 g) telah dieliminasi dari kriteria
pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi
mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia
merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat.

2.2.7 PENATALAKSANAAN(9)
A. Manajemen Ekspektatif atau Aktif
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran
perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia
kehamilan tanpa membahayakan ibu. Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan
kejadian morbiditas maternal seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio
sesar, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta
mengurangi morbiditas perinatal seperti penyakit membran hialin, necrotizing
enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan ventilator serta lama perawatan.
Berat lahir bayi rata – rata lebih besar pada manajemen ekspektatif, namun insiden
pertumbuhan janin terhambat juga lebih banyak.
Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian sindrom gawat napas, perdarahan
intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian neonatal.
Rekomendasi perawatan ekspektatif pada preeklampsia tanpa gejala berat
berdasarkan PNPK Preeklampsia tahun 2016 adalah sebagai berikut :

a) Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa gejala berat


dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan evaluasi maternal dan janin
yang lebih ketat
b) Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus preeklampsia tanpa
gejala berat
c) Evaluasi ketat yang dilakukan adalah :
• Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
• Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
• Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
• Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali dalam
seminggu)
• Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali dalam
seminggu)
• Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan
dopplet velocimetry terhadap arteri umbilical direkomendasikan
Gambar 3. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat

28
Gambar 4. Manajemen Ekspektatif pada Preeklampsia Berat

Rekomendasi perawatan ekspektatif pada Preeklampsia berat berdasarkan PNPK


Preeklampsia tahun 2016 adalah sebagai berikut :
a) Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus PEB dengan usia kehamilan
kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin stabil
b) Manajemen ekspektatif pada PEB juga direkomendasikan untuk melakukan
perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif
bagi maternal dan neonatal
c) Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif PEB, pemberian kortikosteroid
direkomendasikan untuk membantu pematangan paru janin
d) Pasien dengan PEB direkomendasikan untuk melakukan rawat inap selama
melakukan perawatan ekspektatif

Berikut merupakan kriteria terminasi kehamilan pada preeklampsia berat


berdasarkan PNPK Preeklampsia tahun 2016 :

Tabel 1. Kriteria Terminasi Kehamilan pada Preeklampsia Berat

Indikasi untuk dilakukan pengelolaan aktif adalah salah satu sebagai berikut :
a) Kehamilan > 34 minggu
b) Adanya gejala impending eklamsia
c) Gagal perawatan konservatif
d) Diduga solusio plasenta
e) Adanya fetal distress/ gawat janin
f) IUGR (Intra Uterine Growth Restriction)
g) Terjadi Oligohidramion
30
h) Tanda tanda HELLP Syndrome khususnya penurunan trombosit
yang cepat.

B. Pemberian Magnesium Sulfat Untuk Mencegah Kejang,(14,15)

Sejak tahun 1920-an, magnesium sulfat sudah digunakan untuk eklampsia di


Eropa dan Amerika Serikat. Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada
preeklampsia adalah untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia,
serta mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal. Cara kerja
magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu mekanisme
kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos,
termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai
antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan
tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptor N-metil
D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat
menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan
kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.

Efek samping dan toksisitas magnesium sulfat Penggunaan magnesium sulfat


berhubungan dengan efek samping minor yang lebih tinggi seperti rasa hangat,
flushing, nausea atau muntah, kelemahan otot, ngantuk, dan iritasi dari lokasi
injeksi. Dari uji acak dilaporkan kejadian efek samping terjadi pada 15 – 67%
kasus. Efek samping ini merupakan penyebab utama wanita menghentikan
pengobatan.

Toksisitas terjadi pada 1% wanita yang mendapat magnesium sulfat


dibandingkan 0,5% pada plasebo, namun tidak ada bukti nyata perbedaan risiko
hilangnya atau berkurangnya refleks tendon. Meskipun depresi napas dan
masalah pernapasan jarang ditemukanrisiko relatif meningkat pada kelompok
yang diberikan magnesium sulfat. Untuk mengatasi terjadinya toksisitas, bisa
berikan kalsium glukonas 10% 1 g (10 ml) dapat diberikan IV secara perlahan
selama 10 menit.

Pemberian magnesium sulfat lebih baik dalam mencegah kejang atau kejang
berulang dibandingkan antikonvulsan lainnya. Dosis yang digunakan:

31
1) Loading Dose: initial dose
4 gram MgSO4: intravena (10cc MgSO4 40% atau 20cc MgSO4
20%) selama 5 – 10 menit.
2) Maintenance Dose:
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer Laktat/6 jam atau 1 – 2
gram/jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance
dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4 – 6 jam. Dosis pemeliharaan
dilanjutkan selama 24 jam post partum atau setelah kejang terakhir,
kecuali terdapat alasan tertentu untuk melanjutkan pemberian
magnesium sulfat.

Syarat-syarat pemberian MgSO4:


1) Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10cc) diberikan i.v.
10 menit (dalam keadaan siap pakai)
2) Refleks patella (+) kuat
3) Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres
napas
4) Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0.5cc/kgBB/jam)

Magnesium sulfat dihentikan bila:


1) Ada tanda-tanda intoksikasi
2) Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
3) Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan (normotensif)

Belum ada kesepakatan dari penelitian yang telah dipublikasi


mengenai waktu yang optimal untuk memulai magnesium sulfat, dosis
(loading dan pemeliharaan), rute administrasi (intramuskular atau
intravena) serta lama terapi.(1,16)

C. Antihipertensi(9,14,15)

Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan -


sedang (tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih kontroversial.

European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010


merekomendasikan pemberian antihipertensi pada
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90
mmHg pada wanita dengan hipertensi gestasional (dengan
atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik superimposed,
hipertensi gestasional, hipertensi dengan gejala atau
kerusakan organ subklinis pada usia kehamilan berapa
pun. Pada keadaan yang lain, pemberian antihipertensi
direkomendasikan bila tekanan darah ≥ 150/95 mmHg.(1,17)

Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia


dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg atau diastolik 110 mmHg. Target penurunan
tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik <
110 mmHg. Pemberian antihipertensi pilihan pertama
adalah nifedipin oral short acting, hidralazine dan
labetalol parenteral. Alternatif pemberian antihipertensi
yang lain adalah nitogliserin, metildopa, labetalol. Dapat
diberikan:
a) Calcium Channel Blocker
1) Nifedipine
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker
yang sudah digunakan sejak dekade terakhir untuk mencegah
persalinan preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi.
Nifedipin dapat menurunkan perfusi dari uteroplacental. Selain
itu, berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal yang selektif
dan bersifat natriuretik, serta meningkatkan produksi urin.
Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral,
diulang tiap 15 – 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg
(maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan MABP
<20%. Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena dapat
menyebabkan hipoperfusi pada ibu dan janin.

2) Nikardipine
Nikardipin merupakan calcium channel blocker parenteral,
yang mulai bekerja setelah 10 menit pemberian dan
menurunkan tekanan darah dengan efektif dalam 20 menit
(lama kerja 4 -6 jam).

Merupakan lini kedua yang dapat


diberikan jika pada setelah nifedipine dan
methyldopa tidak ada perubahan atau
diberikan bila tekanan darah ≥180/110 mmHg
atau pada hipertensi emergensi.

Efek samping pemberian nikardipin tersering yang


dilaporkan adalah sakit kepala. Dosis awal nikardipin yang
dianjurkan melalui infus yaitu 5 mg/jam, dan dapat dititrasi 2.5
mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10 mg/jam atau hingga
penurunan tekanan arterial rata –rata sebesar 25% tercapai.
Kemudian dosis dapat dikurangi dan disesuaikan sesuai dengan
respon.

b) Methyldopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf
pusat, adalah obat antihipertensi yang paling sering digunakan
untuk wanita hamil dengan hipertensi kronis. Digunakan sejak
tahun 1960, metildopa mempunyai safety margin yang luas (paling
aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem saraf
pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan
menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi
nadi, cardiac output, dan aliran darah ginjal relatif tidak
terpengaruh. Efek
samping pada ibu antara lain letargi, mulut kering, mengantuk,
depresi, hipertensi postural, anemia hemolitik dan drug-induced
hepatitis.
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2
atau 3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat
maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama
10-12 jam sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain
penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam
sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa
dapat melalui plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di
ASI.

34
d. NSAID
NSAID dapat diberikan sebagai analgetic yang baik daripada
golongan opioid. NSAID juga dapat diberikan pada wanita dengan
postpartum untuk membantu menurunkan tekanan darah.(17)
Beberapa rekomendasi dalam menangani preeklampsia ataupun
hipertensi dalam kehamilan:(18)
1. Pemantauan ketat pada pasien hipertensi gestasional atau preeklampsia
tanpa perburukan, dengan penilaian serial gejala ibu dan gerakan janin
(setiap hari oleh pasien), pengukuran serial tekanan darah (dua kali
seminggu), serta penilaian jumlah trombosit dan enzim hati (mingguan)
2. Untuk pasien hipertensi gestasional, pemantauan tekanan darah
setidaknya sekali seminggu dengan penilaian proteinuria
3. Untuk pasien hipertensi gestasional ringan atau preeklampsia dengan
tekanan darah terus-menerus kurang dari 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik, obat antihipertensi tidak disarankan.
4. Pasien hipertensi gestasional atau preeklamsia tanpa tanda perburukan
tidak perlu tirah baring.
5. Untuk pasien preeklampsia tanpa tanda perburukan, USG disarankan
untuk menilai pertumbuhan janin dan uji antenatal untuk menilai status
janin.
6. Jika terdapat tanda bukti pertumbuhan janin terhambat, dianjurkan
penilaian fetoplasenta yang mencakup velocimetry arteri Doppler
sebagai uji antenatal tambahan.
7. Untuk pasien preeklampsia dengan tekanan darah sistolik kurang dari
160 mmHg dan diastolik kurang dari 110 mmHg dan tanpa gejala,
magnesium sulfat untuk pencegahan eklampsia tidak disarankan.
8. Untuk pasien preeklampsia berat pada atau di luar 34 minggu lengkap
kehamilan, dan pada kondisi ibu atau janin tidak stabil terlepas dari usia
kehamilan, dianjurkan persalinan setelah stabilisasi ibu.
9. Untuk pasien preeklampsia berat kurang dari 34 minggu lengkap
kehamilan dengan kondisi ibu dan janin stabil, dianjurkan kehamilan
dilanjutkan, persalinan hanya pada fasilitas perawatan intensif ibu dan
bayi yang memadai

35
10. Untuk pasien preeklampsia berat, manajemen konservatif kehamilan
pada 34 minggu atau kurang dari usia kehamilan, kortikosteroid
dianjurkan untuk kematangan paru janin.
11. Untuk pasien preeklampsia dengan hipertensi berat selama kehamilan
(sistolik tekanan darah minimal 160 mmHg atau diastolik minimal 110
mmHg berkelanjutan), dianjurkan terapi antihipertensi.
12. Untuk pasien preeklampsia, keputusan terminasi kehamilan tidak harus
didasarkan pada jumlah proteinuria atau perubahan jumlah proteinuria. 13.
Untuk pasien preeklampsia berat dan janin belum viable, terminasi
kehamilan dianjurkan setelah stabilisasi ibu. Manajemen konservatif
kehamilan tidak dianjurkan.
14. Kortikosteroid disarankan diberikan dan terminasi kehamilan
ditangguhkan selama 48 jam jika kondisi ibu dan janin tetap stabil pada
pasien preeklamsia berat dan janin viable di usia kehamilan kurang dari
34 minggu lengkap dengan salah satu dari berikut:

• Ketuban pecah dini preterm

• In partu

• Jumlah trombosit rendah (<100.000)

• Kadar enzim hati abnormal terus-menerus (dua kali atau

lebih dari nilai normal)

• Pertumbuhan janin terganggu (kurang dari persentil lima) •

Oligohidramnion berat (AFI <5 cm)

• Reverse end diastolic pada studi Doppler arteri umbilikalis

• Onset baru disfungsi ginjal


15. Kortikosteroid disarankan diberikan jika janin viable dan pada usia
kehamilan kurang dari 34 minggu lengkap, tetapi terminasi kehamilan
tidak dapat ditunda setelah kondisi ibu stabil tanpa memandang usia
kehamilan atau untuk pasien preeklampsia berat yang disertai , •
Hipertensi berat tak terkendali
• Eklampsia

36
• Edema paru
• Solusio plasenta
• Disseminated intravascular coagulation
• Kematian janin intrapartum

16. Untuk pasien preeklampsia, cara persalinan disarankan tidak perlu


sesar. Cara terminasi kehamilan harus ditentukan oleh usia kehamilan,
presentasi janin, status serviks, dan kondisi janin dan ibu.

17. Untuk pasien preeklampsia berat, dianjurkan administrasi magnesium


sulfat intra- dan post-partum untuk mencegah eklampsia.

18. Untuk pasien preeklampsia yang menjalani sesar, dianjurkan


administrasi intraoperatif magnesium sulfat secara parenteral untuk
mencegah eklampsia.

19. Untuk pasien hipertensi gestasional, preeklampsia, atau preeklampsia


superimposed, tekanan darah disarankan dipantau di rumah sakit atau
pengawasan rawat jalan dilakukan minimal 72 jam post-partum, hingga
10 hari pada pasien yang bergejala.

2.2.8. KOMPLIKASI(16)
Pada kasus preeklampsia yang segera ditangani

A. Ibu

1. Selama kehamilan: (a) Eklampsia (2%) - lebih banyak pada kasus akut
dibandingkan pada kasus subakut, (b) Perdarahan tidak disengaja, (c)
Oliguria dan anuria, (d) Penglihatan kabur dan bahkan kebutaan, (e)
Persalinan prematur, (f) sindrom HELLP, (g) Perdarahan otak, (h)
Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)

2. Selama persalinan: (a) Eklampsia, (b) Perdarahan postpartum - mungkin


terkait dengan kegagalan koagulasi Puerperium: (a) Eklampsia - biasanya
terjadi dalam waktu 48 jam, (b) Syok–kolaps vasomotor nifas dikaitkan
dengan penurunan konsentrasi natrium dan klorida karena penurunan tiba
tiba tingkat kortikosteroid (c) Sepsis–karena peningkatan insiden induksi,
gangguan operasi, dan vitalitas rendah.

37
B. Janin
Risiko janin berhubungan dengan beratnya preeklamsia, durasi penyakit
dan derajat proteinuria. Bahaya berikut mungkin terjadi. (a) Kematian
intrauterin—akibat spasme sirkulasi uteroplasenta yang menyebabkan
perdarahan tak disengaja atau infark merah akut, (b) hambatan
pertumbuhan intrauterin—karena insufisiensi plasenta kronis, (c)
Asfiksia, (d) Prematuritas—baik karena onset prematur spontan
persalinan atau karena induksi prematur.

2.2.9. PROGNOSIS(16)
Prognosis preeklamsia tergantung pada masa gestasi, keparahan
penyakit dan respon terhadap pengobatan.
Jika preeklamsia terdeteksi dini, dengan pengobatan yang tepat dan
efektif, fitur preeklamsia mereda sepenuhnya dan prognosisnya tidak
buruk, prognosis baik untuk ibu maupun bayinya. Namun, jika kasus
dibiarkan tanpa perawatan atau dengan kasus onset akut, kemungkinan
besar akan terjadi komplikasi serius. Dalam kondisi seperti itu, ibu dan
bayinya berada dalam bahaya.
a. Kematian Ibu : Peningkatan kematian ibu terutama terkait dengan
eklamsia, perdarahan tidak disengaja, gagal ginjal akut, edema paru,
koagulopati intravaskular diseminata, dan sindrom HELLP. Meskipun
angka kematian telah berkurang secara signifikan di negara-negara
maju, angka itu masih tetap tinggi di negara berkembang.
b. Kematian Perinatal: Meskipun kematian ibu telah berkurang secara
signifikan, kematian perinatal masih tetap sangat tinggi bahkan di
negara maju (7-10%). Di negara berkembang, kematian perinatal tetap
sekitar 20%, sekitar 50% di antaranya lahir mati.

2.1.10. PENCEGAHAN
Pencegahan yang direkomendasikan pada PNPK Preeklampsia 2016, yaitu:(9)
a. Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap
wanita hamil sejak awal kehamilannya

38
b. Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg/hari) direkomendasikan untuk
prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi. Aspirin dosis
rendah sebaiknya mulai digunakan sebelum usia kehamilan 20 minggu.
d. Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan terutama
pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah sebagai prevensi
preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia
e. Pemberian antioksidan vitamin C dan E dianggap tidak efektif serta
tirah baring dan pembatasan garam terbukti tidak bermanfaat dalam
pencegahan terjadinya preeklampsia.
Wanita dengan faktor risiko tinggi preeklamsia seperti memiliki
riwayat preeklamsia sebelumnya, kehamilan lebih dari 1, penyakit ginjal,
autoimmune, DM type 1 dan 2, serta hipertensi kronis dan wanita dengan
faktor risiko sedang serperti kehamilan pertama, hamil > 35 tahun, BMI
>30 dan lain – lain dapat diberikan aspirin low dose 81mg/hari sebagai
profilaksis dari preeklamsia diantara kehamilan 12 – 28 minggu dan hasil
optimal di kehamilan 16 minggu. Pemberian MgSO4 untuk pencegahan
kejang.(18)

39
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
Nama : Ny. S B. ANAMNESIS
Umur : 24 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Nama : Tn. A Umur : 23 Tahun Pendidikan : SMA
Agama : Islam Pekerjaan : Wiraswasta
Golongan darah: - Agama : Islam
Alamat : Kp. Pelaukan Desa Karang rahayu, Bekasi Golongan darah : -
No.RM : 201xxx
Tanggal Masuk: 28 maret 2021

Dilakukan autoanamnesis pada pasien tanggal 28 Maret


Keluhan Utama :
Sesak napas sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
Perut terasa mulas sejak 2 hari SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien dengan G1P0A0 dengan usia kehamilan 33 minggu datang ke
IGD kebidanan RSUD Kabupaten Bekasi pukul 08.30 WIB dengan keluhan
sesak napas sejak 2 hari SMRS, saat di IGD dilakukan USG, di temukan
ukuran bayi I lebih besar daripada bayi II. Selain itu, pasien merasakan
keluhan perut terasa mulas.
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mulas dirasakan lebih sering
namun tidak teratur setiap harinya, sampai saat datang ke rumah sakit.
Pasien juga merasakan nyeri perut bagian bawah sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Gerakan bayi dirasakan aktif. Pasien juga sering
merasakan batuk selama kehamilan. Pasien mengatakan kakinya bengkak
sejak 2 hari yang lalu, Keluhan keluar air-air atau darah dan lendir dari
jalan lahir disangkal. Pasien menyangkal adanya pandangan mata kabur,
mual, muntah dan nyeri ulu hati.
1Minggu yang lalu pasien melakukan pemeriksaan rutin dan dokter
mengatakan adanya kehamilan ganda dan preeklamsia berat.

Riwayat penyakit dahulu :


Hipertensi, kencing manis, jantung, paru, asma, dan alergi disangkal

Riwayat penyakit keluarga :


Hipertensi, kencing manis, jantung, paru, asma, dan alergi disangkal.
Riwayat menstruasi :
● Haid pertama : usia 12 tahun
● Siklus Haid : teratur
● Lama Haid : 7 hari
Riwayat pernikahan :
● Menikah 1 kali
● Usia pertama kali menikah 23 tahun
Riwayat KB :
Belum pernah memakai KB
Riwayat Obstetri:
● HPHT : 10 Juli 2020
● HPL : 17 April 2021
● Usia kehamilan : 32-33 minggu

Riwayat Persalinan:
N Tah Temp Usia Jenis Penolong Penyulit Anak Nifas Keada
o un at Kehamilan Persalinan an
Part Partu Kelamin BB PB Anak
us s

1 Hamil Ini

Catatan penting selama asuhan antenatal :


1. Trimester 1: 1 kali kontrol
2. Trimester 2: 1 kali kontrol
3. Trimester 3: 2 kali kontrol

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 148/95 mmHg
Nadi : 118 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Pernafasan : 20 x/menit (memakai sungkup)
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Paru : Vesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Jantung : BJ I – II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Cembung lembut, Nyeri tekan (-), bising usus (+), striae
gravidarum (+)
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (+), CRT <2 detik

2. Status obstetri

1. Pemeriksaan luar
TFU : 31 cm
TBJ klinis : TFU – n x 155 ✇ (31 – 13) x 155 =2790
Leopoid 1: Sungsang-Kepala
Leopoid ll : Puka-Puki
Leopoid lll : Kepala-Sungsang
Leopoid lV: Konvergen
His : -
DJJ I : 155 x/menit, reguler
DJJ II : 160x/menit, reguler
2. Inspekulo : Tidak dilakukan
3. Pemeriksaan dalam
Vulva : Tidak ada kelainan
Vagina : Tidak ada kelainan
Portio : Tebal, lunak
Pembukaan : -
Ketuban : -
Presentasi : -

3. Pemeriksaan Laboratorium
28 Maret 2021

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Pemeriksaan

Hematologi

Hemoglobin 8,6 (L) g/dL 12.0 – 16.0

Hematokrit 28 (L) % 38 – 47

Leukosit 13,0 (H) 103/μL 5 – 10

Eritrosit 3,97 (L) 10^6/µL 4.20-5.40

MCV 70(L) fL 80-96

MCHC 31(L) g/dL 33-36

Trombosit 426 ribu/μL 150 – 450

Hitung jenis

Neutrofil 80(H) µL 50-70

Limfosit 16 (L) µL 20-40

Laju Endap Darah 30 (H) mm/Jam <15

Kimia Klinik

SGOT (AST) 26 U/L < 32

SGPT (ALT) 11 U/L < 31

Ureum Kreatinin

Ureum Darah 11(L) mg/L 15 – 40

Kreatinin Darah 0,8 mg/L 0.51 – 0.95

eGFR 103,5 mL/min/1.73m2

Urinalisa

Protein Urin Kualitatif Positif 3 Negatif

Urinalisa

Tgl Pemeriksaan Protein Urin Kualitatif Nilai Rujukan

28 Maret 2021 Positif 3 Negatif


D. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 Primigravida 32 – 33 Minggu Gemelli Dizigotik Letak Anak I
Kepala Anak II Sungsang Dengan Preeklampsia Berat Dan Edema Paru.

E. RENCANA PENATALAKSANAAN

• IVFD RL 20 tpm
• Pemasangan kateter urin
• MgSO4 20% 4 gr loading dose IV
• MgSO4 40% 8 gr maintaining dose IV
• Dexamethasone 2 ampul /2jam IV
 Furosemid 1ampul IV
 Ceftriaxone 1gram 3x1 drip
 Metildopa 250mg 3x2 tab
• Nifedipine 3 x 10 mg
• Rawat inap
• Observasi KU, TTV, DJJ
• Persiapan terminasi kehamilan indikasi kehamilan preterm dengan PEB

F. PROGNOSIS
● Ad vitam : Dubia ad bonam
● Ad functionam : Dubia ad bonam
● Ad sanactionam : Dubia ad malam

G. FOLLOW UP
Bangsal Camelia
Tanggal Temuan Klinis dan Penatalaksanaan
dan jam
pemeriksaan
28-03-2021 S : Pasein datang kembali dengan keluhan sesak, pernah
dirawat 1 minggu yang lalu dengan PEB+Gemelli
O : KU: baik
Kesadaran : compos mentis
TD : 124/72 mmHg
Nadi : 120 x/menit
RR : 30 x/menit
Suhu : 36,5oC
Proteinuria +3
A : G1P0A0 H ± 33 minggu dengan PEB + Gemelli + Sesak
(ec. Susp Edema Paru)
P : IVFD RL 20 tpm
MgSO4 40% 8 gr maintaining dose IV
Pasang DC
Furosemid 1 amp
Memberikan oxsigen nasal kanul 4-5L/menit
Persiapan SC

H. DIAGNOSA AKHIR

P2A0 Partus Prematurus Sectio Caesarea Gemelli Dizigotik Letak Anak I


Kepala Anak II Sungsang Dengan Preeklampsia Berat Dan Edema Paru.

I. PROGNOSIS
a. Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam

b. Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam

c. Quo ad Sanactionam : Dubia ad Malam

BAB IV
ANALISA KASUS

1) Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

P2A0 Partus Prematurus Sectio Caesarea Gemelli Dizigotik Letak Anak I


Kepala Anak II Bokong Dengan Preeklampsia Berat Dan Edema Paru.

● P2A0 Partus Prematurus Sectio Caesarea


Dari anamnesa pasien mengaku hamil pertama dan tidak ada riwayat
keguguran. Lalu pasien melahirkan dua anak kembar hidup secara sectio
secaria.

Pasien belum pernah melahirkan sebelumnya dan pada kelahiran ini


pasien melahirkan 2 anak kembar pada usia kehamilan preterm yaitu 32-33
minggu dihitung dari HPHT 10 Juli 2020 dan tanggal datang ke RS 28
Maret 2021.

Gemelli Dizigotik Letak Anak I Kepala Letak Anak II Faktor risiko


terjadinya kehamilan gemelli/kehamilan multifetus adalah riwayat
kehamilan gemelli pada orang tua, riwayat dapat terjadi pada kedua pihak
orang tua yang kemudian diekspresikan pada sisi ibu(3). Selain itu, pada
pemeriksaan fisik, ditemukan tinggi uterus lebih besar 5 cm pada usia
kehamilan 20-30 minggu pada kandungan gemelli daripada kehamilan
tunggal dengan usia kehamilan yang sama. Berat badan Ibu yang
meningkat berlebihan yang tidak dapat dijelaskan oleh edema atau
obesitas. Dan pemeriksaan ultrasonografi menjadi metode paling baik
untuk mendiagnosis kehamilan multipel. USG dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jumlah janin, perkiraan usia kehamilan, korionisitas dan
amnionisitas.(19)
Gemelli dizigotik adalah hasil fertilisasi dari dua telur oleh dua
spermatozoa. Dua sel telur dikeluarkan dari dua folikel de graaf pada
waktu yang hampir bersamaan. Ciri-ciri dari gemelli dizigotik adalah
memiliki jenis kelamin yang sama atau berbeda, paras muka dan bentuk
tubuh mirip dengan saudara kandung yang lain, sidik jari tangan dan kaki
berbeda, dan plasenta berjumlah dua buah atau bergabung menjadi satu
dan sukar dibedakan(1).

Pada kasus ini, kembar yang dilahirkan secara sectio caesarea memiliki
dua buah plasenta yang terhubung dengan kantung yang berbeda, sehingga
dapat dikatakan gemelli dizigotik. Riwayat kehamilan gemelli ini terdapat
pada sisi ayah. Selain itu, pada pemeriksaan fisik leopold I ditemukan
tinggi fundus uteri 31 cm pada usia kehamilan 33 minggu, dimana TFU
pada kehamilan tunggal dengan usia kehamilan yang sama adalah setinggi
28 cm (3 cm lebih rendah daripada TFU gemelli). Pada leopold II
ditemukan punggung janin 1 ada di sisi kanan ibu dan punggung janin 2 di
sisi kiri ibu dan dari leopold III ditemukan bagian terbawah kedua bayi
adalah kepala dan bokong. Kenaikan berat badan ibu dirasa bertambah
lebih banyak sebelumnya. Saat dilakukan pemeriksaan USG, ditemukan
dua buah janin. Dengan ukuran janin yang berbeda, dimana janin I lebih
besar daripada janin II.

● Preeklampsia Berat
Pada pasien dengan preeklampsia berat, didapatkan tekanan darah
sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada
dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
Selain itu disertai dengan proteinuria dan gejala gangguan neurologis
seperti nyeri kepala dan gangguan visus. Selain itu pada pemeriksaan
ginjal ditemukan peningkatan kadar serum kreatinin >1,1 mg/dL tanpa
adanya kelainan ginjal lainnya(9). Preeklampsia berat memiliki beberapa
faktor resiko seperti umur >40 tahun, multipara dengan riwayat
preeklampsia sebelumnya, multipara dengan kehamilan oleh pasangan
baru, riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan, kehamilan
multiple, hipertensi kronik, penyakit ginjal dan obesitas sebelum hamil(9).

Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan sesak


napas dan udem tungkai. Lalu pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi
148/95 mmHg, pada pemeriksaan urin, didapatkan proteinurin positif 3
(+3), serta kenaikan serum kreatinin diatas normal . Pasien tidak
mengeluhkan nyeri ulu hati, penglihatan terganggu, dan riwayat kejang.
Pasien juga tidak memiliki riwayat hipertensi. pada pasien ini, faktor
resiko terjadinya preeklampsia adalah kehamilan multipel (gemelli).

• Edema Paru
Edema paru merupakan komplikasi berat dari preeklampsia. Angka
kejadian edema paru yang merupakan komplikasi preeklampsia dilaporkan
sebanyak 2,9%.Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan pasien sesak napas
dan batuk sejak 2 hari SMRS dan dari pemeriksaan fisik didapatkan bunyi
rongki +/+ pada kedua lapang paru dan ditemukan edema tungkai , sehingga
dapat disimpulkan bahwa maternal memiliki susp edema paru.

2) Apakah pengelolaan kasus ini sudah tepat?

Untuk mencegah terjadinya kejang serta neuroprotektor pada


preeklampsia berat diberikan, 4 gr MgSO4 20% loading dose intravena dan 8
gr MgSO4 40% dalam RL 500cc 20 tpm untuk maintenance. Karena tujuan
utama pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah untuk
mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi
(14,15)
morbiditas dan mortalitas maternal serta perinatal , sesuai dengan
manajemen PNPK 2016. Dan pemberian MgSO4 harus dengan adanya
antidotum MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10%, refleks patella (+) kuat,
Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres napas, dan
produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0.5cc/kgBB/jam)
Diberikan metildopa 250 mg 3 x 2 tablet dan nifedipine 3 x 10 mg
sebagai kombinasi antihipertensi yang bertujuan menurunkan tekanan darah.
Sesuai dengan teori dimana antihipertensi direkomendasikan pada
Preeklampsia dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg atau diastolik 110 mmHg. Target penurunan tekanan darah adalah
sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg. Pemberian antihipertensi
pilihan pertama adalah nifedipin oral short acting, hidralazine dan labetalol
parenteral. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,
metildopa, labetalol.(9,14,15)
Dilakukan terminasi kehamilan segera karena usia kehamilan aterm
dengan PEB. Motivasi KB untuk menghindari jarak kehamilan yang dekat
karena dapat memicu timbulnya penyakit yang sama pada saat hamil.

3) Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?

- Quo ad vitam pada pasien ini dubia ad bonam karena setelah sectio caesaria,
pasien merasa tidak ada keluhan lain yang muncul, tekanan darah menurun
dan proteinurin menjadi menurun menjadi positif 1 setelah satu hari post
sectio caesaria.
- Quo ad functionam pada pasien ini dubia ad bonam karena pasien sudah
memiliki rencana untuk menggunakan KB suntik kembali untuk menjaga
fungsi reproduksi dari komplikasi kehamilan jarak dekat
- Quo ad sanationam pasien ini dubia ad malam karena pada pasien ini memiliki
riwayat kehamilan gemelli dan preeklampsia berat yang dapat terulang
kembali.
BAB V
KESIMPULAN

Kehamilan kembar atau kehamilan multipel adalah suatu kehamilan dengan


dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli (2
janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya
yang dapat terjadi karena adanya warisan genetik kembar monozigot ataupun
dizigot pada keluarga maternal atau maternal, selain itu kehamilan kembar juga
dapat terjadi karena ada intervensi eksternal seperti terapi infertilitas maupun
assisted reproductive therapy.

Persalinan dengan kehamilan kembar memiliki resiko lebih tinggi dari pada
persalinan dengan janin satu atau tunggal. Semakin banyak jumlah janin yang
dikandung ibu, semakin tinggi resiko yang akan ditanggung ibu .Komplikasi pada
ibu yang dapat terjadi pada kehamilan kembar ada berbagai macam, salah satunya
adalah preeklampsia. Sedangkan komplikasi pada janin yang dapat terjadi seperti
prematuritas, kematian janin, pertumbuhan janin yang tidak seimbang, twin-to-
twin syndrome serta twin reversed arterial perfusion (TRAP). Untuk alasan
tersebut, kehamilan kembar dianggap sebagai kehamilan yang beresiko tinggi.

Preeklampsia berat pada ibu hamil dapat terjadi 2-3 kali lebih banyak
daripada kehamilan tunggal. Ditambah lagi dengan adanya berbagai faktor risiko
seperti usia ibu, paritas, usia kehamilan, jumlah kunjungan ANC dan riwayat
hipertensi. Penanganan preeklampsia berat pada kehamilan ganda umumnya sama
seperti kehamilan tunggal. Dengan manajemen dan antenatal yang adekuat,
komplikasi yang lebih serius dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F Gary, Kennet JL, et al. 2018. Multifetal Pregnancy in William


Obstetrics 25th edition. pp 840-888. McGrawHill Education.
2. Fletcher G.E, Zach Terence. 2019. Multiple Births. Medscape. (diakses pada:8 Januari
https://emedicine.medscape.com/article/977234-overview)
3. Umstad, Mark P, Lucas C F, et al. 2019. Twins and Twinning in Emery and Rimon’s
Principles and Practice of Medical Genetics and Genomics. pp 387-414. Elsevier 4.
Laine K., Murzakanova G, Sole KB., et al. 2019. Prevalence and risk of pre- eclampsia
and gestational hypertension in twin pregnancies: a population-based register study.
BMJ Open.
5. Bergman, L., Paliz N C., et al. 2020. Multi-Fetal Pregnancy, Preeclampsia and Long
Term Cardiovascular Disease in Hypertension. pp 167- 175. American Heart
Association.
6. MochtarR. 2012.SynopsisObstetri Fisiologi dan Patologi,Jilid IEdisi 3.Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
7. Amorosa J M H., Jane C G., Mary E D. 2017. Physiologic Effects of Multiple
Pregnancy on Mother and Fetus in Fetal and neonatal physiology pp 167-176.e2.
Elsevier
8. The American College of Obstetricians and Gynaecologyts. 2016. Multifetal
Gestations: Twin, Triplet, Higher order Multifetal Pregnancies in Practice Bulletin
Vol 128 No 4. Wolters Kluwer.
9. POGI. 2016 Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Preeklampsia. Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Diakses pada
tgl 8 Januari 2021 https://pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-ppk/
10.Situmorang. HT, et al. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Poli KIA RSU Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan
Tadulako Vol. 2 No. 1, Januari 2016: 1- 75.
11.Pribadi, A., Mose, J.C., Anwar, A.D. 2015. Kehamilan Risiko Tinggi. Jakarta: CV
Sagung Seto.
12.Lim Kee Hak. 2018. Preeclampsia. Diakses pada tgl 8 Januari 2021
https://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview#a2
13.Phipps E, Prasanna D, Brima W. 2016. Preeclampsia: Updates In Pathogenesis,
Definitions, and Guidelines. Diakses pada tgl 8 Januari 2021
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4891761/
14.Falentin. A, Permadi. W, Wijayanegara H. Panduan Praktik Klinik Obstetri &
Ginekologi. KSM/DEP Obstetri & Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bandung.
2018
15.Prawirohardjo S. 2020. Ilmu Kebidanan Sarwono Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
16.Dutta D. 2015. DC Dutta’s Textbook of Obstetrics 8th Edition. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) LTD.
17.ACOG. 2013. Hypertension in pregnancy. Washington: the American College of
Obstetricans and Gynecologists.
18.Espinoza, J. Vidaeff, A. et al. 2020. Gestational Hypertension and Preeclampsia. ACOG
Practice Bulletin Summary. Clinical Management Guidline for Obstetrician
Gynecologists. Diakses pada tgl 8 Januari 2021. Available from:
https://journals.lww.com/greenjournal/Abstract/2020/06000/Gestational_Hyp
ertension_and_Preeclampsia__ACOG.46.aspx
19.Heard, A J., Ronald R M. 2016. Multifetal Pregnancy. Medscape (diakses pada: 8
Januari 2021 https://emedicine.medscape.com/article/1618038-overview)

Anda mungkin juga menyukai