Anda di halaman 1dari 35

FAKULTAS KEDOKTERAN

BLOK MUSCULOSKELETAL
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 07 Oktober 2018
MODUL 2

Tutor :
dr. Rasfayanah
Dibuat oleh :
GROUP 15
Vania Almira (11020170121)
Andi Bau Syatirah (11020170138)
Rosmelidian Safari Ode (11020170153)
Ririn Ramadhani Ridwan (11020170070)
Radhi Ijtihadi (11020170119)
Nurafni (11020170065)
Andi Nurul Hikmah R.A (11020170079)
Muhammad Fakhri (11020170069)
Widya Islamiyah Tahir (11020170036)
Muthi’ah Salsabila T (11020170048)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami
kirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu membuat
laporan ini serta kepada tutor yang telah membimbing kami selama proses PBL
berlangsung.

Semoga laporan hasil tutorial ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri. Semoga setelah
membaca laporan ini dapat memperluas ilmu pengetahuan pembaca mengenai Bengkak.

Makassar, 07 Oktober 2018

KELOMPOK 15
MODUL 2
SINDROM JEBAKAN SARAF PERIFER DAN RADIKS

Skenario 1

Perempuan 35 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan ibu jari kanan melemah, dialami
1 minggu terakhir disertai nyeri pada jari telunjuk dan jari tengah, rasa seperti kesemutan
pada ibu jari dan dirasakan nyeri berkurang jika tangan dikibaskan

Kata Kunci

1. Perempuan 35 tahun
2. Keluhan ibu jari kanan melemah, dialami 1 minggu terakhir
3. Nyeri pada jari telunjuk dan jari tengah
4. Rasa seperti kesemutan pada ibu jari
5. Nyeri berkurang jika tangan dikibas-kibaskan

Pertanyaan – Pertanyaan Penting

1. Jelaskan mengenai anatomi dari manus!


2. Jelaskan mekanisme nyeri berdasarkan skenario!
3. Jelaskan faktor yang mempengaruhi keluhan pasien pada scenario!
4. Jelaskan step – step untuk menentukan diagnosis!
5. Jelaskan diagnosis banding yang sesuai dengan scenario!
6. Bagaimana penatalaksanaan yang sesuai dengan scenario!
7. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi prevalensi
penyakit?
8. Perspektif islam
Jawaban Pertanyaan

1. NERVUS
- N. Medianus
Dibentuk oleh radix superior [ radix lateralis ] dari fasciculus lateralis dan
radix inferior [ radix medialis ] dari fasciculus medialis, berada di sebelah lateral
arteria axillaris. Dibentuk oleh serabut-serabut saraf yang berpusat pada medulla
spinalis segmental C 5 – Thoracal 1.
Sepanjang brachium n.medianus berjalan berdampingan dengan arteria
brachialis, mula-mula berada di sebelah lateral, lalu menyilang di sebelah ventral
arteria tersebut kira-kira pada pertengahan brachium; selanjutnya memasuki fossa
cubiti dan berada di sebelah medial arteria brachialis. Di daerah brachium nervus ini
tidak memberi percabangan. Memasuki daerah antebrachium n.medianus berada di
antara kedua caput m.pronator teres, berjalan ke distal di bagian medial
antebrachium, oleh karena itu disebut nervus medianus, berada di sebelah profunda
m.flexor digitorum sublimis. Memberikan rami musculares untuk :
1. m.pronator teres
2. m.palmaris longus
3. m.flexor carpi radialis
4. m.flexor digitorum superficialis.
Segera setelah n.medianus masuk ke dalam regio antebrachium,
dipercabangkan ramus interosseus anterior yang berjalan pada permukaan ventral
membrana interossea, dan mempersarafi m.flexor pollicis longus, pars lateralis
m.flexor digitorum profundus dan m.pronator quadratus. Cabang ini berakhir pada
m.pronator quadratus. Ramus palmaris nervi mediani adalah cabang yang
menembusi fascia antebrachii, berjalan ke distal menuju ke pergelangan tangan dan
terbagi menjadi ramus medialis dan ramus lateralis. Ramus medialis mempersarafi
kulit manus dan megadakan anastomose dengan ramus palmaris nervi ulnaris,
sedangkan ramus lateralis mempersarafi kulit daerah thenar dan mengadakan
anastomose dengan nervus cutaneus antebrachii lateralis. Pada daerah pergelangan
tangan n.medianus berada di sebelah profundal tendo m.palmaris longus, berjalan di
antara tendo m.flexor digitorum superficialis [di sebelah medial] dan tendo m.flexor
carpi radialis [di sebelah lateral], kemudian berjalan di dalam canalis carpi, melekat
pada facies profundal ligamentum carpi transversum. Di tempat tersebut seringkali
n.medianus terjepit dan memberi “The carpal Tunnel Syndrome”.
Referensi : Atlas Anatomi Sobotta Jilid 1

Diktat Osteology dan Muskuloskeletal. Fakultas Kedokteran Universitas


Hasanuddin

2. Pada skenario ditemukan penderita mengalami keluhan nyeri pada jari telunjuk
dan jari tengah.Berdasarkan waktu durasi nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan
nyeri kronik. Nyeri akut berlangsung dalam waktu kurang dari 3 bulan secara
mendadak akibat trauma atau inflamasi, dan tanda respon simpatis. Nyeri kronik
apabila nyeri lebih dari 3 bulan, hilang timbul atau terus menerus dan merepukan
tanda respon parasimpatis.
Menurut etiologinya dibagi ke dalam nyeri nosiseptik serta nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptik ialah nyeri yang ditimbulkan oleh mediator nyeri,
seperti pada pasca trauma-operasi dan luka bakar. Nyeri neuropatik yaitu nyeri
yang ditimbulkan oleh rangsang kerusakan saraf atau disfungsi saraf seperti pada
diabetes mellitus dan herpes zoster. Menurut lokasinya nyeri dibagi menjadi 6 tipe.
Nyeri superfisial yaitu nyeri pada kulit, nyeri pada subkutan, bersifat tajam, serta
nyeri terlokasi. Nyeri viseral yakni nyeri yang berasal dari organ internal atau
organ pembungkusnya, seperti nyeri kolik gastrointestinal dan kolik ureter. Nyeri
alih adalah nyeri masukan dari organ. dalam pada tingkat spinal disalah artikan
oleh penderita sebagai masukan dari daerah kulit pada segmen spinal yang sama.
Nyeri proyeksi misalnya pada herpes zoster, kerusakan saraf menyebabkan nyeri
yang dialihkan ke sepanjang bagian tubuh yang diinervasi oleh saraf yang rusak
tersebut. Nyeri phantom yaitu persepsi dihubungkan dengan bagian tubuh yang
hilang seperti pada amputasi ekstrimitas.
Berdasarkan intensitas nyeri dibagi menjadi skala visual analog score : 1-8
dan skala wajah Wong Baker menjadi tanpa nyeri, nyeri ringan, sedang, berat, dan
tak tertahankan.
Pengukuran nyeri unidimensional dapat menggunakan beberapa skala. Cara
yang paling mudah yaitu menggunakan Visual Analog Scale (VAS). VAS
merupakan skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasaya 10 cm (atau
100 mm), dengan penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya, seperti
angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 100 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - 4 mm =
tidak nyeri, 5- 44 mm = nyeri ringan, 45-74 mm = nyeri sedang, dan 75-100 mm =
nyeri berat.18 Penilaian tersebut dilakukan sendiri oleh pasien. Pasien dengan
penglihatan terganggu, anak anak, serta orang dewasa dengan kognitif yang
terganggu tidak dapat menggunakan skala ini.
Nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan sebagai respon dari luka baik
secara fisik maupun fisiologi. Respon nyeri di transmisikan dari sistem saraf
perifer ke sistem saraf pusat dan diatur dari pusat yang lebih tinggi.
Umumnya nyeri dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu nyeri nosiseptif
dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang disebabkan oleh
kerusakan jaringan, proses penyakit ataupun fungsi abnormal dari otot atau orgam
dalam. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui spinalis, batang otak, talamus,
dan korteks serebri. Pencegahan terhadap terjadinya kerusakan jaringan

mengharuskan setiap individu untuk belajar mengenali stimulus-stimulus tertentu


yang berbahaya dan harus dihindari.
Kata nosisepsi berasal dari kata “noci” dari bahasa Latin yang artinya harm
atau injury dalam bahasa Inggris atau luka atau trauma. Kata ini digunakan untuk
menggambarkan respon neural hanya pada traumatik atau stimulus noksius. Nyeri
nosiseptif disebabkan oleh aktivasi ataupun sensitisasi dari nosiseptor perifer,
reseptor khusus yang mentransduksi stimulus noksius.

Nyeri nosiseptif terdiri dari empat rangkaian proses yang terlibat yaitu,
transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Proses tersebut merupakan proses yang
sangat rumit. Tahap pertama yang terjadi ialah transduksi. Transduksi merupakan
konversi stimulus noksious termal, mekanik, atau kimia menjadi aktivitas listrik
pada akhiran serabut sensorik nosiseptif. Proses ini diperantarai oleh reseptor ion
channel yang spesifik.
Konduksi merupakan perjalanan aksi potensial dari akhiran saraf perifer ke
sepanjang akson menuju akhiran nosiseptor di sistem saraf pusat. Kerusakan
jaringan menyebabkan pelepasan mediator kimia, seperti prostaglandin, bradikinin,
serotonin, substansi P, dan histamin. Mediator-mediator ini kemudian mengaktifkan
nosiseptor, sehingga terjadilah proses yang disebut transduksi. Pertukaran ion
natrium dan kalium terjadi pada membran sel sehingga mengakibatkan potensial aksi
dan terjadinya impuls nyeri.
Tahap kedua yaitu proses transmisi. Transmisi merupakan bentuk transfer
sinaptik dari satu neuron ke neuron lainnya. Potensial aksi dari tempat cedera

bergerak dari sepanjang serabut saraf afferen ke nosiseptor di medulla spinalis.


Pelepasan substansi P dan neurotransmitter lainnya membawa potensial aksi
melewati celah ke kornu dorsalis pada medulla spinalis, kemudian naik sebagai
traktus spinotalamikus ke thalamus dan otak tengah. Proses yang terjadi setelah
potensial aksi melewati talamus yaitu serabut saraf mengirim pesan nosisepsi ke
korteks somatosensori, lobus parietal, lobus frontal, dan sistem limbik setelah
melewati talamus, dimana proses nosiseptif ketiga terjadi.
Proses akhir nosiseptif yakni modulasi merupakan hasil dari aktivasi otak
tengah. Beberapa neuron dari daerah tersebut memiliki berbagai neurotransmiter,
yaitu endorfin, enkephalins, serotonin (5-HT), dan dinorfin, turun ke daerah-daerah
dalam sistem saraf pusat yang lebih rendah. Neuron ini merangsang pelepasan
neurotransmiter tambahan, yang pada akhirnya memicu pelepasan opioid endogen
dan menghambat transmisi impuls nyeri di kornu dorsal.

Proses persepsi melibatkan kedua komponen sensorik dan affektif nyeri.


Penelitian klinis dalam beberapa tahun terakhir telah menghasilkan pemahaman
yang lebih besar mengenai sistem limbik di daerah gyrus cingula anterior dan
perannya dalam respon emosional terhadap rasa sakit.

Perjalanan nyeri merupakan lalu lintas dua arah, yaitu jalur asenden dan
desenden. Efek inhibisi dicapai melalui arah desenden yang menjangkau dari otak
sadar sampai kegerbang otak setengah sadar dan medulla spinalis. Kornu dorsalis
pada medulla spinalis merupakan zona mayor yang menerima akson aferen
primer (nosiseptor) yang mengirim informasi dari reseptor sensorik pada kulit,
visceral, sendi, dan otot pada tungkai dan lengan ke sistem saraf sentral. Kornu
dorsalis juga menerima input dari akson yang turun dari berbagai area di otak.

Referensi : Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem –


edisi 6, (diterjemahkan oleh Brahm U. Pendit). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
3. Faktor yang mempengaruhi keluhan pasien,antara lain :
INSIDENSI
 STK  neuropati tekanan  umur 30-60 tahun
 Rasio antara perempuan : laki-laki = 2:1.
 Prevalensi meningkat dilaporkan pada orang-orang yang melakukan
pekerjaan secara berulang-ulang pada pergelangan tangan untuk jangka
waktu yang lama
ETIOLOGI

 Peningkatan tekanan pd n. medianus dlm terowongan karpal .

Di terowongan karpal N. Medianus sering terjepit. N. Medianus adalah saraf


yang paling sering mengalami cedera oleh trauma langsung, sering disertai
dengan luka di pergelangan tangan. Tekanan dari n median sehingga
menghasilkan rasa kesemutan yang menyakiti juga. Itulah parestesia atau
hipestesia dari “Carpal Tunnel Sydrome”

 Terjadi penebalan fleksor retinakulum (ini yang sering)  seperti pada RA


 Neuropati DM Hipersensitivitas n. Medianus di terowongan.
 Penggunaan pergelangan tangan yg berulang dan berat.

Beberapa penyebab dan factor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian carpal


tunnel syndrome antara lain :

 Herediter : neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya


HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.

 Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan
dan tangan .Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan
tangan.

 Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang
berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering
mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan pemain
gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari carpal
turner syndrome.

 Infeksi : tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.

 Metabolik : amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya


sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari
simpanan zat yang disebut mukopolisakarida.

 Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi,


kehamilan.

 Neoplasma : kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.

 Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma,


lupus eritematosus sistemik.

 Degeneratif: osteoartritis.

 Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis,


hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

 Faktor stress

 Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon


menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome.

Referensi : Zairin Noor. Buku ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salambe Medika

4. Langkah - langkah diagnosis


Anamnesis
Pengertian anamnesis adalah suatu tanya jawab baik secara langsung
maupun tidak langsung antara tenaga kesehatan [dalam hal ini adalah yang akan
mendiagnosis penyakit-misalnya : perawat, dokter] dengan penderita atau individu
atau keluarga penderita. Ada dua macam tipe anamnesis untuk mendiagnosis
penyakit yaitu sebagai berikut :

Auto anamnesis, yaitu anamnesis atau Tanya jawab yang ditujukan langsung kepada
pasien atau penderita. Syarat-syarat dapat terjadinya auto anamnesis sehingga
anamnesis dalam penentuan diagnose penyakit dapat akurat, valid dan hasil
diagnosis pasti adalah pasien dalam keadaan sadar, pasien sudah dewasa dan pasien
komunikatif [mampu berkomunikasi dengan baik]

Allo anamnesis, yaitu anamnesis tanya jawab yang ditujukan kepada keluarga
pasien misalnya orang tua penderita, teman, kerabat, sahabat. Umumnya anamnesis
tipe ini dilakukan ketika : pasien atau penderita masih anak-anak, pasien dalam
keadaan tidak sadar, pasien tidak komunkatif, dan pasein yang mengalami
gangguan ingatan.

Yang menjadi catatan utama dan terpenting ketika melakukan anamnesis


untuk keberhasilan diagnosis penyakit adalah usahakan untuk menanyakan tentang
keluhan utama yang menjadi sebab atau penyebab si pasien berobat atau masuk ke
rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan.

Pemeriksaanfisik
Dalam menentukan diagnosis penyakit, langkah kedua adalah dengan
melakukan pemeriksaan fisik dengan sopan, berada dalam ruang tertutup [untuk
menjaga kerahasiaan dari keadaan yang berkaitan dengan tubuh pasien-privasi],
tidak terburu-buru dan teliti. Hal-hal yang dilakukan dalam pemeriksaan fisik antara
lain:
 Inspeksi, yaitu melihat, mengamati keadaan penderita secara garis besar.
Misalnya: cara pasien masuk ke rumah sakit dalam posisi jalan, tidur, dan
lain sebagainya.
 Palpasi atau perabaan, misalnya merasakan panas badan pasien, meraba
adanya massa tumor, meraba adanya rasa nyeri pada bagian tertentu dari
tubuh pasein.
 Perkusi [ketukan], adalah dengan cara mengetuk bagian tubuh yang sedang
diperiksa, misalnya mengetuk peruk, dada, dan lainnya untuk menemukan
adanya kelainan pada fisik pasien.
 Auskultasi [mendengarkan], yaitu dengan menggunakan alat dengan seperti
stetoskop. Misalnya mendengarkan adanya bising pada pernafasan, bunyi
usus, arteri/nadi, denyut jantung, dan lain-lain.
PemeriksaanPenunjang
Cara dan langkah ketiga untuk menentukan diagnosis penyakit penderita
adalah dengan melakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang ini
umumnya dilakukan apabila langkah-langkah pemeriksaan penentuan diagnosis di
atas belum dapat dengan pasti mendiagnosis suatu penyakit yang diderita pasien
sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti penyakit.
Suatu contoh pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menentukan
diagnosis antara lain : pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan foto rontgen,
pemeriksaan USG [ultra sonografi], pemeriksaan CT Scan, pemeriksaan MRI dan
masih banyak lagi pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan untuk
membantu dalam menentukan diagnosis penyakit.

Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga


didukung oleh beberapa pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan menyeluruh pada
penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom
tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu
menegakkan diagnosa STK adalah :
 Flick’s sign.

Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-


jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa
STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit
Raynaud.

 Thenar wasting

Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot


thenar.Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dinamometer.Penderita diminta untuk melakukan
abduksi maksimal palmar lalu ujung jari  dipertemukan dengan ujung jari
lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut.
Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan
yang rumit seperti menulis atau menyulam.

 Wrist extension test

Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan


serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60
detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa
STK.

 Phalen’s test

Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60


detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan
diagnosa STK.

 Torniquet test
Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas
siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit
timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.

 Tinel’s sign

Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal
dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

 Pressure test

Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu


jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti STK, tes
ini menyokong diagnosa.

 Luthy’s sign (bottle’s sign)

Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan
rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

 Pemeriksaan sensibilitas

Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination)


pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif
dan menyokong diagnosa.

 Pemeriksaan fungsi otonom


Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin
yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan
mendukung diagnosa STK.

Referensi : langkah diagnosis. Fakultas Kedokteran Universitas Lambung


Mangkurat

5. Pada skenario ini kami menemukan 5 diagnosis banding, yaitu :

a. Pronator teres syndrome


Pronator Syndrome ialah syndrome yang disebabkan kompresi nervus
medianus yang melewati musculus pronator teres.. Pronator syndrome
timbul secara tiba-tiba di volar antebrachii dengan raasa nyeri serta adanya
kelemahan megenggam dan peresthesias pada nervus medianus yang
menjalar ke jari-jari tangan dan adanya atropy otot thenar. Sympttoms
pronator apat diperparah dengan gerakan repetetif pronator dan supinasi .
Manisfestasi klinik yang dirasakan hampir sama dengan carpal tunnel
syndrome, tapi pada pasien pronator syndrome tidak mengeluhkan nokturnal
syndrome karena bukan disebabkan oleh wrist flexion dan penurunan sensai
pada proksimal thenar amenience.

Pasien dengan riwayat CTS dapat diduga pronator syndrome tanpa adanya
provocative sign. Untuk mengidentifikasi pronator teres, diperlukan
pemeriksaan fisik yaitu provocation test yang memfiksasi gerakan pronator,
fleksi elbow dengan antebraachi dalam posisi supinasi. Jika antebrachii
dalam posisi supinasi dengaan wrist dalam posisi netral, tekanan dari otot
pronator teres dapat menghasilkan paresthesia di area sensorik medianus

b. Radikulopati cervical
Radiculopathy Cervical adalah gangguan akar saraf dengan adanya
rasa nyeri disertai atau tanpa penurunan motoric, sensorik,atau reflex yang
disebabkan oleh kompressi pada radix saraf. Biasanya radikulopaty cervical
memiliki riwayat penyakit sebelumnya, yaitu spondylosis atau hernia
nucleus pulposus. Radiculopathy Cervical bisa juga disebabakan karena
trauma, atau tumor. Radiculopathy Cervical terjadi dengan gejala,
weakness, nyeri leher, nyeri lengan, dan numbness atau paresthesia di
dermatom atau myotomal pada penjelaran dari akar sarafnya. Berdasarkan
penelitian dari Rochester, Minnesota insiden Radiculopathy Cervical lebih
banyak terkena pada laki-laki dibandingkan perempuan, dan tidak terjadi
pada orang yang berumur 60 tahun atau di atasnya. Radiculopathy Cervical,
adanya gangguan pada vertebrata servikal plexus brachialis dari C5-T1,
yang berefek pada dermatom dan myotonal ektremitas atas. Hampir semuaa
symptoms yang dimiliki Radiculopathy Cervical sama dengan CTS. Jika
differential diagnosisnya dengan CTS, segmen yang bermasalah ialah C6
atau C7 yang merupakan segmen saraf medianus.

Jika segmen C6 terjadi Radiculopathy, menimbulkan rasa nyeri,


numbness, atau tingling dari arah radial antebrachii hingga ke ibu jari dan
index jari . C6 yang menginnervasi musculus extensor carpi radialis yang
beran untuk me-ekstensikan wrist dapat menjadi lemah dan reflex otot
brachioradialis menurun atau bahkan menghilang. Jika C7 terjadi
Radiculopathy bisa menimbulkan rasa nyeri dari arah radial antebrachii
hingga ke jari tengah. Otot triceps brachii yang diinervasi oleh C7 dapat
menimbulkan efek lemah dan penurunan reflex otot. Untuk lebih
meyakinkan identifikasi Radiculopathy Cervical perlu menggunakan
pemeriksaan penunjang berupa imaging.
c. Thoracic Outlet Syndrome
Definisi
Thoracic outlet syndrome merupakan suatu kondisi dimana
terjadinya kompresi pada struktur neurovascular berupa pleksus brakhialis,
pembuluh darah arteri serta vena subklavia di daerah apertura superior
thoraks. Kelainan ini dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan sensasi
seperti tertusuk-tusuk jarum pada bahu dan lengan.
Epidemologi
Di Amerika Serikat, insiden TOS mencapai 3-80 kasus per 1000
orang, dimana kasus ini 3 kali lebih banyak pada wanita daripada pria.
Kondisi ini banyak dijumpai pada pasien-pasien usia 20-55 tahun. Sebagian
besar atlit yang selalu menggunakan aktivitas overhead sering terkena
kondisi ini dengan gejala-gejala neurologis. Menurut Magnusson et al, ada
31 % pasien yang mengalami injury pada MVA (motor vehicle accident)
dapat terjadi TOS, sedangkan 40 % pasien yang mengalami whiplash injury
akan berkembang TOS post-traumatik.
Lokasi tersering terjadinya kompresi adalah daerah segitiga skaleneus dan
segitiga/ruang subkorakoid, namun secara klinis akan sulit sekali
menentukan lokasi kompresi secara tepat karena kebanyakan gejala berasal
dari tekanan kumulatif yang secara dinamis terjadi berbagai tempat di daerah
tersebut. Bagian tersering adalah Pleksus Brakhialis (95%), selanjutnya vena
subklavia (4%) dan terakhir adalah arteri subklavia (1%).

Etiologi
TOS memiliki berbagai macam penyebab dan penyebab utama
berupa sebab mekanik atau postural. Adanya stress, depresif, overuse, habbit
semuanya akan menyebabkan posisi kepala kearah depan yang diikuti
dengan droopy shoulder dan kolapsnya postur dada sehingga menyebabkan
thoracic outlet menjadi sempit dan menekan struktur neurovascular di
dalamnya. Adanya accesorius ribs atau fibrous band akan meningkatkan
predisposisi dan penyempitan daerah ini sehingga kemungkinan kompresi
akan terjadi. Payudara yang besar juga merupakan penyebab dan kontributor
terdorongnya dinding dada kearah depan (anterior dan inferior). Teori ini
didukung karena menyebabkan peningkatan tekanan diatas otot dada dan
mengiritasi jaringan neurovascular sekitarnya. Trauma bias menyebabkan
terjadinya dekompensasi atau bergesernya struktur di daerah bahu dan
dinding dada, sehingga menyebabkan onset gejala. Sebagai tambahan
adanya trauma dengan fraktur klavikula akan berakibat seccara langsung
pada kompresi pleksus oleh frakmen tulang, exuberant callus, hematom,
atau pseudoaneurisma. Akibat adanya media sternotomi akan
mengakibatkan suatu displacement of ribs, yang biasanya berkaitan dengan
fiber C8 dan perlu dibedakan dengan tipe yang secara primer mengenai T1.
Adanya cedera primer seperti thrombus or aneurysm akan tampak seperti
problem tambahan seperti emboli. Tumor seperti pada daerah lobus atas
paru-paru (Pancoast Tumor) adalah penyebab lain yang mungkin.
Patofisiologi

Suatu TOS terjadi akibat pleksus Brakhialis, arteri dan vena


subklavia merupakan subjek yang rentan terkena kompresi, karena melalui
daerah berupa celah sempit dari basis leher menuju aksila dan lengan bagian
atas/proksimal. TOS ini selain merupakan akibat kompresi, juga merupakan
akibat injuri, atau iritasi struktur neurovascular pada the root of the neck or
upper thoracic region, yang dikelilingi oleh the anterior and middle
skaleneus; Antara klavikula dan kosta pertama (kemungkinan akibat
enlargement/hypertrophy of the subclavius muscle); atau diatas the
pectoralis minor muscle. Beberapa penulis mendefinisikan thoracic outlet
sebagai daerah pembuka yang dibatasi oleh kosta pertama secara lateral, the
vertebral column medially, and the claviculomanubrial complex anteriorly.
Sindrom akibat penekanan pada daerah ini akan bias mengakibatkan
primarily neurologic deficit, menyangkut pleksus brakhialis, dan paling
sering lower trunk or medial cord; juga bisa menyangkut kompresi dari
arteri dan vena subklavia atau keduanya. Terjadinya suatu thrombosis,
embolus, or aneurysm pembuluh darah adalah salah satu kemungkinan yang
dapat terjadi.

Lebih awal ditemukan suatu trapezius weakness due to spinal


accaessory nerve injury (following cervical lymph node biopsy) dikatakan
mempunyai suatu implikasi langsung terhadap penyebab TOS, sehingga
menyebabkan droopy shoulder diikuti dengan secondary compression of the
neurovascular bundle, yang secara khusus diperburuk dengan adanya
elevasi lengan (abduksi).

d. Neuropati
Definisi
Gejala dan tanda neuropati perifer cukup sering ditemukan pada
pasien usia lanjut, dan seringkali dianggap sebagai bagian dari proses
penuaan. Namun, sering ditemukan berbagai kondisi yang menjadi penyebab
neuropati perifer pada usia tua, antara lain diabetes mellitus, keganasan,
gangguan metabolik, defisiensi nutrisi dan pemakaian obat-obatan dalam
jangka waktu lama seperti obat anti kejang atau kemoterapi. Selain itu, juga
terdapat penyebab idiopatik neuropati perifer pada usia tua, yaitu
polineuropati aksonal kronik, dimana keadaan ini sering dijumpai.

Prevalensi neuropati perifer pada usia lanjut tidak banyak diketahui.


Hal ini disebabkan sedikitnya penelitian dan keterbatasan waktu yang
dibutuhkan dalam mempelajari kasus neuropati perifer pada usia lanjut.
1,2,3 2 Selain itu beberapa studi yang dilakukan hanya mencakup gejala
neuropati tertentu, seperti prevalensi neuropati sensorik, otonom atau
neuropati pada keganasan. Dari sedikit penelitian neuropati perifer yang
bersifat umum, prevalensinya berkisar antara 2,4% sampai 8%.3,4
Sedangkan pada penelitian terbaru dari subjek usia lanjut yang tidak bekerja
dilaporkan angka kejadian neuropati perifer mencapai 31%.
Neuropati perifer pada usia lanjut mengakibatkan gangguan kualitas
hidup yang bermakna dan berdampak pada gangguan keseimbangan dan
jatuh. Hal ini akan membatasi fungsi fisik mereka dan menyebabkan mereka
lebih banyak di rumah dan tidak bekerja, sehingga meningkatkan beban bagi
keluarga dan sistem kesehatan.5,6 Karena hal ini dapat menyebabkan
kecacatan yang berat dan keterbatasan fungsi, pendekatan diagnostik yang
baik bisa menjadi langkah awal bagi terapi yang memuaskan.

Epidemiologi
Studi epidemiologi mengenai neuropati perifer pada usia lanjut
masih belum memuaskan, dan banyak menemui kendala. Salah satu masalah
utama dalam studi ini adalah ketidak sepakatan mengenai definisi
operasional yang cocok untuk dipakai. Definisi yang memerlukan
pemeriksaan elektrofisiologi (seperti kecepatan hantaran saraf), peralatan
yang mahal (seperti computer assisted sensory examination), atau uji invasif
(seperti biopsi saraf) menyebabkan studi menjadi tidak praktis.3 Sedangkan
penelitian yang memfokuskan pada gejala saja (seperti the Michigan
Diabetes Neuropathy Score) menyebabkan banyaknya kasus yang
dikeluarkan karena tanpa gejala. Sehingga sebagian besar data epidemiologi
yang ditemukan hanya terbatas pada definisi untuk penyakit tertentu, seperti
diabetes mellitus.
Martyn dan Hughes melaporkan tiga studi populasi dengan
prevalensi masing-masing antara lain di Italia (penduduk usia lebih dari 55
tahun, prevalensi 8%), di Bombay India (semua penduduk dewasa berbagai
usia, 2,4%), dan Sisilia Italia (semua penduduk dewasa berbagai usia, 7%).
7 Odenheim dan kawan-kawan mendapatkan prevalensi neuropati perifer
sensorik meningkat seiring pertambahan usia, dimana ia menemukan
prevalensi gangguan posisi pada 6% populasi usia 65-74 tahun, 9% pada
populasi usia 75-84 tahun, dan 13% pada populasi usia lebih dari 85 tahun.8
Sedangkan Lor dan kawan-kawan yang melakukan penelitian pada
komunitas urban di Petaling Jaya Malaysia menemukan prevalensi neuropati
sensorik sebesar 20%, dimana kecenderungannya juga meningkat sesuai
usia.

Etiologi
Neuropati perifer merupakan gambaran klinis yang sering dijumpai
pada sebagian besar penyakit sistemik. Etiologi neuropati tersering di negara
maju adalah diabetes dan alkoholisme, sedangkan di negara berkembang
adalah lepra. Etiologi lain yang bisa ditemukan pada usia lanjut antara lain
trauma, toksik, metabolik, infeksi, iskemik dan paraneoplastik. Selain itu,
insiden neuropati pada HIV juga meningkat seiring meningkatnya kasus
infeksi HIV.

Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari neuropati perifer tergantung dari
kelainan yang mendasarinya. Diabetes sebagai penyebab tersering, dapat
mengakibatkan neuropati melalui peningkatan stress oksidatif yang
meningkatkan Advance Glycosylated End products (AGEs), akumulasi
polyol, menurunkan nitric oxide, mengganggu fungsi endotel, mengganggu
aktivitas Na/K ATP ase, dan homosisteinemia. Pada hiperglikemia, glukosa
berkombinasi dengan protein, menghasilkan protein glikosilasi, yang dapat
dirusak oleh radikal bebasi dan lemak, menghasilkan AGE yang kemudian
merusak jaringan saraf yang sensitif. Selain itu, glikosilasi enzim
antioksidan dapat mempengaruhi sistem pertahanan menjadi kurang efisien
Glukosa di dalam sel saraf diubah menjadi sorbitol dan polyol lain
oleh enzim aldose reductase. Polyol tidak dapat berdifusi secara pasif ke luar
sel, sehingga akan terakumulasi di dalam sel neuron, yang menganggu
kesetimbangan gradien osmotik sehingga memungkinkan natrium dan air
masuk ke dalam sel dalam jumlah banyak. Selain itu, sorbitol juga
dikonversi menjadi fruktosa, dimana kadar fruktosa yang tinggi
meningkatkan prekursor AGE. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel
saraf menurunkan aktivitas Na/K ATP ase.

Nitric oxide memainkan peranan penting dalam mengontrol aktivitas Na/K


ATP ase. Radikal superoksida yang dihasilkan oleh kondisi hiperglikemia
mengurangi stimulasi NO pada aktivitas Na/K ATP ase. Selain itu
penurunan kerja NO juga mengakibatkan penurunan aliran darah ke saraf
perifer.
e. Carpal Tunnel Syndrome
Definisi

Sindrom terowongan karpal (Carpal Tunnel Syndrome) merupakan suatu


kumpulan gejala akibat kompresi pada nervus medianus di dalam
terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya dibawah flexor
retinaculum.

Etiologi

Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga
dilalui oleh beberapa tendon flexor. Setiap kondisi yang mengakibatkan
semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan
pada nervus medianus sehingga timbullah STK.
Tekanan pada saraf bisa terjadi beberapa cara, termasuk:

• Pembengkakan pada lapisan tendon fleksor, disebut tenosynovitis

• Dislokasi sendi

• Fraktur

• Arthritis

• Retensi cairan selama kehamilan

Situasi yang tercantum di atas dapat mempersempit terowongan karpal atau


menyebabkan bengkak di terowongan. Kondisi tiroid, rheumatoid arthritis
dan diabetes juga bisa dikaitkan dengan sindrom terowongan karpal. Pada
akhirnya, ada banyak penyebab dari kondisi ini.
Faktor-faktor

Banyak faktor berkontribusi sebagai faktor risiko untuk sindrom carpal


tunnel meskipun itu bukan faktor penyebab langsung, tetapi kemungkinan
memperburuk kerusakan saraf median yang terjadi.

Ini termasuk:

 Faktor Anatomi

Karena dislokasi atau fraktur pergelangan tangan atau arthritis


deformasi tulang kecil tetap ada. Perubahan ruang dalam terowongan
karpal dan menciptakan tekanan pada saraf median.

 Faktor Tempat Kerja

Tekanan baneful yang tercipta pada saraf median karena penanganan


alat getar yang membutuhkan pelenturan berulang. pergelangan
tangan yang terkadang menyebabkan kerusakan saraf. Paparan yang
sering dari tangan ke getaran atau suhu dingin bisa juga
menyebabkan sindrom terowongan karpal.

 Sex / Gender

Wanita memiliki faktor risiko tinggi untuk sindrom carpal tunnel


daripada pria. Secara alamiah wanita memiliki terowongan karpal
yang lebih kecil dan

risiko dapat meningkat selama kehamilan, menyusui atau menopause


karena fluktuasi ada dalam hormon. Ini umumnya didiagnosis antara
kelompok wanita usia 30-60 tahun. Sindrom karpal terowongan yang
diinduksi kehamilan biasanya sembuh setelah kehamilan berakhir.
 Faktor Gaya Hidup

Faktor gaya hidup yang dapat meningkatkan risiko sindrom


terowongan karpal termasuk merokok sejak aliran darah ke median
saraf terpengaruh. Faktor-faktor lain termasuk konsumsi garam
tinggi, gaya hidup menetap, dan indeks massa tubuh yang tinggi
(BMI) dan kegemukan.

 Kondisi Saraf-Merusak

Penyakit kronis seperti diabetes meningkatkan risiko kerusakan saraf,


termasuk kerusakan saraf median.

Kondisi Inflamasi penyakit yang ditandai dengan peradangan, seperti


rheumatoid arthritis memiliki pengaruh pada lapisan di sekitar tendon
di pergelangan tangan dan menciptakan tekanan pada saraf median.
Ini juga disebabkan oleh kelenjar pituitari yang terlalu aktif,
hipotiroidisme atau gangguan neurologis lainnya.

 Usia

Keausan normal dari jaringan di tangan dan pergelangan tangan yang


disebabkan oleh penuaan.

Keturunan Ini berdampak besar pada sindrom terowongan karpal.


Biasanya hanya sedikit orang yang memiliki terowongan karpal yang
lebih kecil dan karena anatomi perbedaan yang mengubah jumlah
ruang untuk saraf dan karakteristik ini dapat berjalan dalam keluarga.

 Penggunaan Tangan Berulang

Untuk waktu yang lama menggunakan gerakan tangan dan


pergelangan tangan yang sama atau kegiatan yang mengarah untuk
memperburuk tendon di pergelangan tangan, menyebabkan
pembengkakan yang memberi tekanan pada saraf.

Patofisiologi

Factor mekanik dan vascular memegan peranan yang penting dalam


terjadinya STK. Umumnya STK terjadi secara kronis dimana terjadi
penebalan flexor retinaculum yang menyebabkan tekana terhadap nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan
peninggian tekanan intravaskuler. Akibatnya aliran darah vena intravasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intravasikuler
lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini
akan mengakibatkan kebocoran protein shingga terjadi edema epineural.

Manifestasi Klinis

Terowongan karpal melindungi saraf median dan tendon fleksor yang


menekuk jari dan jempol. Tekanan pada

saraf median adalah penyebab utama sindrom carpal tunnel. Gejala-


gejalanya meliputi:

• Nyeri, mati rasa dan kesemutan di tangan dan lengan. Ini mungkin
memancar ke lengan bawah ke bahu.

• Nyeri yang membakar terutama di ibu jari dan telunjuk, jari tengah dan jari
manis.

• Terkadang kejutan seperti sensasi yang menyebar ke ibu jari, jari telunjuk,
jari tengah dan jari manis.

• Sulit untuk melakukan pekerjaan sehari-hari yang normal karena


kelemahan dan kejanggalan di tangan.
• Kehilangan proprioception, parestesia di tangan.

• Rasa tidak nyaman di tangan, lengan bawah atau lengan atas.

• Kulit kering, pembengkakan atau perubahan warna di tangan.

• Pada pagi hari kekakuan jari diamati.

• Menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan (hypoaesthesia).

Pemeriksaan fisik

-Anamnesis

Riwayat yang detail termasuk kondisi medis, bagaimana tangan telah


digunakan, dan setiap cedera sebelumnya penting dalam mendiagnosis
sindrom carpal tunnel.

-Flick’s sign

Penderita diminta mengibaskan tangan atau ibu jarinya. Bila keluhan


berkurang, maka menyokong diagnosis STK

-Thenar wasting

Pada inspeksi dan palpasi, ditemukan atropi otot thenar

-Phalen’s test

Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, akan menyokong
diagnosis.

-Tourniqet test

Dilakukan pemasangan turniket dengan menggunakan tensimeter diatas siku


dengan tekanan sedikit diatas tekanan sistosilik. Bila dalam waktu 60 detik
timbul gejala seperti STK, akan menyokong diagnosis.
-Tinnel’s test

Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parastesia atau nyeri pada daerah
distribusi n. medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal.

-Luthy’s sign (bottle sign)

Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan
rapat, tes dinyatakan positif.

-pemeriksaan fungsi otonom

Diperhatikan apakah ada perbedaan, kulita yang kering atau licin yang
terbatas pada daerah inervasi n.medianus. Bila ada akan menyokong
diagnosis.

Pemeriksaan Penunjang

-Pemeriksaan lab

Bila etiologic STK belum jelas, dapat dilakukan pemeriksaan gula darah,
kadar hormone tiroid, atau darah lengkap

-Pemeriksaan neurofisiologi

 pemeriksaan EMG dapat dijumpai adanya fibrilasi, polifasik,


gelombang positif, berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar.
 Kecepatan Hantar Saraf pada 15-25% kasus, KHS bias normal. Pada
yang lain, KHS akan menurun menunjukkan adanya gangguan
konduksi saraf di pergelangan tangan.

-pemeriksaan radiologi

Melihat adanya fraktur atau artritis.


Referensi : Rosenbaum, D. Thoracic outlet syndrome

Head KA. Peripheral neuropathy; pathogenic mechanisms and


alternative therapies. Altern Med Rev;11(4):294-329
Shu Guo Xing, MD, Jin Bo Tang. 2012.Tendon Surgery of the Hand.
Elvesier. Hal 567 & 568

Jonathan Tuttle and Norman Chutkan. 2007. Decision Making in Spinal


Care. Elvesier. Hal 132 & 133

6. PENATALAKSANAAN
Konservatif
Kompresi pergelangan tangan pada posisi fleksi ketika tidur yang menimbulkan
nyeri, initial terapi dengan memakai splint yang mempertahankan pergelangan tangan
dalam posisi netral ketika tidur. Modifikasi aktivitas yang menyebabkan nyeri juga
membantu dalam mengurangi nyeri. Pemberian NSAID dan injeksi steroid. Injeksi steroid
mengalami transient relief 80% setelah injeksi, 22% gejala hilang setelah 12 bulan dan 40%
bebas gejala < 1 tahun. Injeksi steroid pada carpal tunnel sering mengurangi keluhan. Dua
puluh lima gauge 1,5 inch jarum disuntikakan pada palmar crease ulnar pada palmaris
longus. Jika palmaris longus tidak ada, garis sepanjang radial border dari ring finger ditarik
ke wrist crease. Sebelum menyuntikkan jarum, pasien diminta untuk merasakan sensasi
tersentrum listrik pada jari-jari. Jika sensasi terjadi, jarum mungkin berada pada nervus
medianus dan injeksi sebaiknya tidak dilanjutkan. Jarum dipindahkan kearah ulnar. Ketika
menyuntikkan jarum akan terasa bunyi pop ketika masuk ke carpal tunnel
Surgical
Pasien yang tidak respon terhadap terapi konservatif, indikasi untuk terapi bedah.
Teknik bedah baik open maupun endoscopic. Open insicion dibuat pada atas palm transper
carpal ligament, menempatkan ulna sebagai axis palmaris longus, sepanjang longitudinal
axis radial border ring finger. Insisi ini menghindari injuri pada cabang palmar cutaneus
nervus medianus. Setelah insisi palmar longitudinal, transver carpal ligament diidentifikasi
dan dipisah longitudinal. Endoscopic, pemisahan tranver carpal ligament menghindari nyeri
pada insisi, endoscopic dapat dilakukan dengan single wrist portal proximal menuju palm
atau dengan kombinasi proximal portal dan short midpalmar portal sepanjang axis open
insisi. Walaupun terapi ini menjanjikan hasil yang baik tetapi risiko untuk terjadi trauma
iatrogenic cukup tinggi. Tingginya komplikasi berhubungan dengan keahlian operator
dibandingkan teknik operasi. Komplikasi terbanyak adalah incomplete division transver
carpal ligament

Referensi : Penatalaksanaan Sindrom Terowongan Karpal. Fakultas Kedokteran


Unversitas Lambung Mangkurat

7. Pencegahan penyakit Carpal tunnel syndrome


Untuk pencegahan, hal yang perlu dilakukan adalah penerapan prinsip-
prinsip ilmu ergonomi pada pekerjaan, peralatan kerja, prosedur kerja dan
lingkungan kerja sehingga dapat diperoleh penampilan pekerja yang optimal. Rotasi
kerja pada jangka waktu tertentu dapat dilakukan, yaitu dengan merotasi pekerja
pada tugas dengan risiko yang berbeda. Penyesuaian peralatan kerja dapat
meminimalkan masalah yang terjadi contohnya penyesuaian peralatan yang
ergonomik kepada pekerja.
Beberapa tahun terakhir telah dikembangkan pekerjaan sedemikian rupa,
sehingga pekerja tidak perlu bekerja dengan rangsangan berulang pada tangan dan
pergelangan tangan. Untuk mengurangi efek beban tenaga pada pergelangan maka
alat dan tugas seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi
gerakan menggenggam atau menjepit dengan kuat. Perancangan alat kerja
contohnya tinggi meja kerja yang dipakai sesuai dengan ukuran antropometri
pekerja, penggunaan alat pemotong atau gunting yang tajam sehingga mengurangi
beban pada pergelangan tangan dan tangan.
Pekerjaan dengan memegang suatu alat seperti pensil, stir mobil, atau alat
lain untuk waktu yang lama, maka pekerja harus menggenggam alat tersebut
senyaman mungkin. Pegangan alat-alat seperti pemutar sekrup, peraut atau
peruncing dan penahannya dapat dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan
genggaman dapat disalurkan melalui otot di antara dasar ibu jari dan jari kelingking,
tidak hanya pada bagian tengah telapak tangan. Alat dan mesin seharusnya
dirancang untuk meminimalkan getaran.
Pelindung alat seperti pemakaian shock absorbers, dapat mengurangi
getaran yang ditimbulkan. Postur kerja yang baik sangat penting untuk mencegah
CTS, contohnya pada pengetik dan pengguna komputer. Operator keyboard
seharusnya duduk dengan tulang belakang bersandar pada kursi dengan bahu rileks,
siku ada di samping tubuh dan pergelangan lurus. Kaki menginjak lantai pada
footrest. Materi yang diketik berada pada ketinggian mata sehingga leher tidak perlu
menunduk saat bekerja. Usahakan leher lentur dan kepala tegak untuk
mempertahankan sirkulasi dan fungsi saraf pada lengan dan tubuh. Buruknya desain
perabot kantor adalah penyumbang utama terhadap postur buruk. Kursi harus dapat
diatur tingginya dan mempunyai sandaran.
Latihan berguna bagi pekerja yang bekerja dengan gerak berulang. Latihan
pada tangan dan pergelangan tangan yang sederhana selama 4-5 menit setiap jam
dapat membantu mengurangi risiko berkembangnya atau mencegah CTS.
Peregangan dan latihan isometrik dapat memperkuat otot pergelangan tangan dan
tangan, leher serta bahu, sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah tersebut.
Latihan harus dimulai dengan periode pemanasan yang pendek disertai periode
istirahat dan bila mungkin menghindari peregangan berlebihan pada otot tangan dan
jari-jari.13 Memberlakukan periode istirahat saat bekerja dan memodifikasi
pekerjaan dapat membantu memecahkan permasalahan CTS. Pemakaian alat
pelindung diri berupa sarung tangan khusus yang terbuat dari karet elastis, agar
dapat menyangga dan membatasi pergerakan pergelangan tangan.

Referensi : Penatalaksanaan Sindrom Terowongan Karpal. Fakultas Kedokteran


Universitas Lambung Mangkurat

8. Perspective Islam

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak akan


menimpa kami kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk kami. Dialah
pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang beriman harus
bertawakal.’” (QS. At Taubah: 51).

Juga firman-Nya, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Al Hadid: 22-23)
Rasulullah  ‫ ﷺ‬bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang
tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan
menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang
menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Anda mungkin juga menyukai