BLOK MUSCULOSKELETAL
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 07 Oktober 2018
MODUL 2
Tutor :
dr. Rasfayanah
Dibuat oleh :
GROUP 15
Vania Almira (11020170121)
Andi Bau Syatirah (11020170138)
Rosmelidian Safari Ode (11020170153)
Ririn Ramadhani Ridwan (11020170070)
Radhi Ijtihadi (11020170119)
Nurafni (11020170065)
Andi Nurul Hikmah R.A (11020170079)
Muhammad Fakhri (11020170069)
Widya Islamiyah Tahir (11020170036)
Muthi’ah Salsabila T (11020170048)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami
kirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu membuat
laporan ini serta kepada tutor yang telah membimbing kami selama proses PBL
berlangsung.
Semoga laporan hasil tutorial ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri. Semoga setelah
membaca laporan ini dapat memperluas ilmu pengetahuan pembaca mengenai Bengkak.
KELOMPOK 15
MODUL 2
SINDROM JEBAKAN SARAF PERIFER DAN RADIKS
Skenario 1
Perempuan 35 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan ibu jari kanan melemah, dialami
1 minggu terakhir disertai nyeri pada jari telunjuk dan jari tengah, rasa seperti kesemutan
pada ibu jari dan dirasakan nyeri berkurang jika tangan dikibaskan
Kata Kunci
1. Perempuan 35 tahun
2. Keluhan ibu jari kanan melemah, dialami 1 minggu terakhir
3. Nyeri pada jari telunjuk dan jari tengah
4. Rasa seperti kesemutan pada ibu jari
5. Nyeri berkurang jika tangan dikibas-kibaskan
1. NERVUS
- N. Medianus
Dibentuk oleh radix superior [ radix lateralis ] dari fasciculus lateralis dan
radix inferior [ radix medialis ] dari fasciculus medialis, berada di sebelah lateral
arteria axillaris. Dibentuk oleh serabut-serabut saraf yang berpusat pada medulla
spinalis segmental C 5 – Thoracal 1.
Sepanjang brachium n.medianus berjalan berdampingan dengan arteria
brachialis, mula-mula berada di sebelah lateral, lalu menyilang di sebelah ventral
arteria tersebut kira-kira pada pertengahan brachium; selanjutnya memasuki fossa
cubiti dan berada di sebelah medial arteria brachialis. Di daerah brachium nervus ini
tidak memberi percabangan. Memasuki daerah antebrachium n.medianus berada di
antara kedua caput m.pronator teres, berjalan ke distal di bagian medial
antebrachium, oleh karena itu disebut nervus medianus, berada di sebelah profunda
m.flexor digitorum sublimis. Memberikan rami musculares untuk :
1. m.pronator teres
2. m.palmaris longus
3. m.flexor carpi radialis
4. m.flexor digitorum superficialis.
Segera setelah n.medianus masuk ke dalam regio antebrachium,
dipercabangkan ramus interosseus anterior yang berjalan pada permukaan ventral
membrana interossea, dan mempersarafi m.flexor pollicis longus, pars lateralis
m.flexor digitorum profundus dan m.pronator quadratus. Cabang ini berakhir pada
m.pronator quadratus. Ramus palmaris nervi mediani adalah cabang yang
menembusi fascia antebrachii, berjalan ke distal menuju ke pergelangan tangan dan
terbagi menjadi ramus medialis dan ramus lateralis. Ramus medialis mempersarafi
kulit manus dan megadakan anastomose dengan ramus palmaris nervi ulnaris,
sedangkan ramus lateralis mempersarafi kulit daerah thenar dan mengadakan
anastomose dengan nervus cutaneus antebrachii lateralis. Pada daerah pergelangan
tangan n.medianus berada di sebelah profundal tendo m.palmaris longus, berjalan di
antara tendo m.flexor digitorum superficialis [di sebelah medial] dan tendo m.flexor
carpi radialis [di sebelah lateral], kemudian berjalan di dalam canalis carpi, melekat
pada facies profundal ligamentum carpi transversum. Di tempat tersebut seringkali
n.medianus terjepit dan memberi “The carpal Tunnel Syndrome”.
Referensi : Atlas Anatomi Sobotta Jilid 1
2. Pada skenario ditemukan penderita mengalami keluhan nyeri pada jari telunjuk
dan jari tengah.Berdasarkan waktu durasi nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan
nyeri kronik. Nyeri akut berlangsung dalam waktu kurang dari 3 bulan secara
mendadak akibat trauma atau inflamasi, dan tanda respon simpatis. Nyeri kronik
apabila nyeri lebih dari 3 bulan, hilang timbul atau terus menerus dan merepukan
tanda respon parasimpatis.
Menurut etiologinya dibagi ke dalam nyeri nosiseptik serta nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptik ialah nyeri yang ditimbulkan oleh mediator nyeri,
seperti pada pasca trauma-operasi dan luka bakar. Nyeri neuropatik yaitu nyeri
yang ditimbulkan oleh rangsang kerusakan saraf atau disfungsi saraf seperti pada
diabetes mellitus dan herpes zoster. Menurut lokasinya nyeri dibagi menjadi 6 tipe.
Nyeri superfisial yaitu nyeri pada kulit, nyeri pada subkutan, bersifat tajam, serta
nyeri terlokasi. Nyeri viseral yakni nyeri yang berasal dari organ internal atau
organ pembungkusnya, seperti nyeri kolik gastrointestinal dan kolik ureter. Nyeri
alih adalah nyeri masukan dari organ. dalam pada tingkat spinal disalah artikan
oleh penderita sebagai masukan dari daerah kulit pada segmen spinal yang sama.
Nyeri proyeksi misalnya pada herpes zoster, kerusakan saraf menyebabkan nyeri
yang dialihkan ke sepanjang bagian tubuh yang diinervasi oleh saraf yang rusak
tersebut. Nyeri phantom yaitu persepsi dihubungkan dengan bagian tubuh yang
hilang seperti pada amputasi ekstrimitas.
Berdasarkan intensitas nyeri dibagi menjadi skala visual analog score : 1-8
dan skala wajah Wong Baker menjadi tanpa nyeri, nyeri ringan, sedang, berat, dan
tak tertahankan.
Pengukuran nyeri unidimensional dapat menggunakan beberapa skala. Cara
yang paling mudah yaitu menggunakan Visual Analog Scale (VAS). VAS
merupakan skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasaya 10 cm (atau
100 mm), dengan penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya, seperti
angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 100 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - 4 mm =
tidak nyeri, 5- 44 mm = nyeri ringan, 45-74 mm = nyeri sedang, dan 75-100 mm =
nyeri berat.18 Penilaian tersebut dilakukan sendiri oleh pasien. Pasien dengan
penglihatan terganggu, anak anak, serta orang dewasa dengan kognitif yang
terganggu tidak dapat menggunakan skala ini.
Nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan sebagai respon dari luka baik
secara fisik maupun fisiologi. Respon nyeri di transmisikan dari sistem saraf
perifer ke sistem saraf pusat dan diatur dari pusat yang lebih tinggi.
Umumnya nyeri dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu nyeri nosiseptif
dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang disebabkan oleh
kerusakan jaringan, proses penyakit ataupun fungsi abnormal dari otot atau orgam
dalam. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui spinalis, batang otak, talamus,
dan korteks serebri. Pencegahan terhadap terjadinya kerusakan jaringan
Nyeri nosiseptif terdiri dari empat rangkaian proses yang terlibat yaitu,
transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Proses tersebut merupakan proses yang
sangat rumit. Tahap pertama yang terjadi ialah transduksi. Transduksi merupakan
konversi stimulus noksious termal, mekanik, atau kimia menjadi aktivitas listrik
pada akhiran serabut sensorik nosiseptif. Proses ini diperantarai oleh reseptor ion
channel yang spesifik.
Konduksi merupakan perjalanan aksi potensial dari akhiran saraf perifer ke
sepanjang akson menuju akhiran nosiseptor di sistem saraf pusat. Kerusakan
jaringan menyebabkan pelepasan mediator kimia, seperti prostaglandin, bradikinin,
serotonin, substansi P, dan histamin. Mediator-mediator ini kemudian mengaktifkan
nosiseptor, sehingga terjadilah proses yang disebut transduksi. Pertukaran ion
natrium dan kalium terjadi pada membran sel sehingga mengakibatkan potensial aksi
dan terjadinya impuls nyeri.
Tahap kedua yaitu proses transmisi. Transmisi merupakan bentuk transfer
sinaptik dari satu neuron ke neuron lainnya. Potensial aksi dari tempat cedera
Perjalanan nyeri merupakan lalu lintas dua arah, yaitu jalur asenden dan
desenden. Efek inhibisi dicapai melalui arah desenden yang menjangkau dari otak
sadar sampai kegerbang otak setengah sadar dan medulla spinalis. Kornu dorsalis
pada medulla spinalis merupakan zona mayor yang menerima akson aferen
primer (nosiseptor) yang mengirim informasi dari reseptor sensorik pada kulit,
visceral, sendi, dan otot pada tungkai dan lengan ke sistem saraf sentral. Kornu
dorsalis juga menerima input dari akson yang turun dari berbagai area di otak.
Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan
dan tangan .Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan
tangan.
Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang
berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering
mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan pemain
gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari carpal
turner syndrome.
Degeneratif: osteoartritis.
Faktor stress
Referensi : Zairin Noor. Buku ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salambe Medika
Auto anamnesis, yaitu anamnesis atau Tanya jawab yang ditujukan langsung kepada
pasien atau penderita. Syarat-syarat dapat terjadinya auto anamnesis sehingga
anamnesis dalam penentuan diagnose penyakit dapat akurat, valid dan hasil
diagnosis pasti adalah pasien dalam keadaan sadar, pasien sudah dewasa dan pasien
komunikatif [mampu berkomunikasi dengan baik]
Allo anamnesis, yaitu anamnesis tanya jawab yang ditujukan kepada keluarga
pasien misalnya orang tua penderita, teman, kerabat, sahabat. Umumnya anamnesis
tipe ini dilakukan ketika : pasien atau penderita masih anak-anak, pasien dalam
keadaan tidak sadar, pasien tidak komunkatif, dan pasein yang mengalami
gangguan ingatan.
Pemeriksaanfisik
Dalam menentukan diagnosis penyakit, langkah kedua adalah dengan
melakukan pemeriksaan fisik dengan sopan, berada dalam ruang tertutup [untuk
menjaga kerahasiaan dari keadaan yang berkaitan dengan tubuh pasien-privasi],
tidak terburu-buru dan teliti. Hal-hal yang dilakukan dalam pemeriksaan fisik antara
lain:
Inspeksi, yaitu melihat, mengamati keadaan penderita secara garis besar.
Misalnya: cara pasien masuk ke rumah sakit dalam posisi jalan, tidur, dan
lain sebagainya.
Palpasi atau perabaan, misalnya merasakan panas badan pasien, meraba
adanya massa tumor, meraba adanya rasa nyeri pada bagian tertentu dari
tubuh pasein.
Perkusi [ketukan], adalah dengan cara mengetuk bagian tubuh yang sedang
diperiksa, misalnya mengetuk peruk, dada, dan lainnya untuk menemukan
adanya kelainan pada fisik pasien.
Auskultasi [mendengarkan], yaitu dengan menggunakan alat dengan seperti
stetoskop. Misalnya mendengarkan adanya bising pada pernafasan, bunyi
usus, arteri/nadi, denyut jantung, dan lain-lain.
PemeriksaanPenunjang
Cara dan langkah ketiga untuk menentukan diagnosis penyakit penderita
adalah dengan melakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang ini
umumnya dilakukan apabila langkah-langkah pemeriksaan penentuan diagnosis di
atas belum dapat dengan pasti mendiagnosis suatu penyakit yang diderita pasien
sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti penyakit.
Suatu contoh pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menentukan
diagnosis antara lain : pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan foto rontgen,
pemeriksaan USG [ultra sonografi], pemeriksaan CT Scan, pemeriksaan MRI dan
masih banyak lagi pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan untuk
membantu dalam menentukan diagnosis penyakit.
Thenar wasting
Phalen’s test
Torniquet test
Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas
siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit
timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
Tinel’s sign
Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal
dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
Pressure test
Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan
rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.
Pemeriksaan sensibilitas
Pasien dengan riwayat CTS dapat diduga pronator syndrome tanpa adanya
provocative sign. Untuk mengidentifikasi pronator teres, diperlukan
pemeriksaan fisik yaitu provocation test yang memfiksasi gerakan pronator,
fleksi elbow dengan antebraachi dalam posisi supinasi. Jika antebrachii
dalam posisi supinasi dengaan wrist dalam posisi netral, tekanan dari otot
pronator teres dapat menghasilkan paresthesia di area sensorik medianus
b. Radikulopati cervical
Radiculopathy Cervical adalah gangguan akar saraf dengan adanya
rasa nyeri disertai atau tanpa penurunan motoric, sensorik,atau reflex yang
disebabkan oleh kompressi pada radix saraf. Biasanya radikulopaty cervical
memiliki riwayat penyakit sebelumnya, yaitu spondylosis atau hernia
nucleus pulposus. Radiculopathy Cervical bisa juga disebabakan karena
trauma, atau tumor. Radiculopathy Cervical terjadi dengan gejala,
weakness, nyeri leher, nyeri lengan, dan numbness atau paresthesia di
dermatom atau myotomal pada penjelaran dari akar sarafnya. Berdasarkan
penelitian dari Rochester, Minnesota insiden Radiculopathy Cervical lebih
banyak terkena pada laki-laki dibandingkan perempuan, dan tidak terjadi
pada orang yang berumur 60 tahun atau di atasnya. Radiculopathy Cervical,
adanya gangguan pada vertebrata servikal plexus brachialis dari C5-T1,
yang berefek pada dermatom dan myotonal ektremitas atas. Hampir semuaa
symptoms yang dimiliki Radiculopathy Cervical sama dengan CTS. Jika
differential diagnosisnya dengan CTS, segmen yang bermasalah ialah C6
atau C7 yang merupakan segmen saraf medianus.
Etiologi
TOS memiliki berbagai macam penyebab dan penyebab utama
berupa sebab mekanik atau postural. Adanya stress, depresif, overuse, habbit
semuanya akan menyebabkan posisi kepala kearah depan yang diikuti
dengan droopy shoulder dan kolapsnya postur dada sehingga menyebabkan
thoracic outlet menjadi sempit dan menekan struktur neurovascular di
dalamnya. Adanya accesorius ribs atau fibrous band akan meningkatkan
predisposisi dan penyempitan daerah ini sehingga kemungkinan kompresi
akan terjadi. Payudara yang besar juga merupakan penyebab dan kontributor
terdorongnya dinding dada kearah depan (anterior dan inferior). Teori ini
didukung karena menyebabkan peningkatan tekanan diatas otot dada dan
mengiritasi jaringan neurovascular sekitarnya. Trauma bias menyebabkan
terjadinya dekompensasi atau bergesernya struktur di daerah bahu dan
dinding dada, sehingga menyebabkan onset gejala. Sebagai tambahan
adanya trauma dengan fraktur klavikula akan berakibat seccara langsung
pada kompresi pleksus oleh frakmen tulang, exuberant callus, hematom,
atau pseudoaneurisma. Akibat adanya media sternotomi akan
mengakibatkan suatu displacement of ribs, yang biasanya berkaitan dengan
fiber C8 dan perlu dibedakan dengan tipe yang secara primer mengenai T1.
Adanya cedera primer seperti thrombus or aneurysm akan tampak seperti
problem tambahan seperti emboli. Tumor seperti pada daerah lobus atas
paru-paru (Pancoast Tumor) adalah penyebab lain yang mungkin.
Patofisiologi
d. Neuropati
Definisi
Gejala dan tanda neuropati perifer cukup sering ditemukan pada
pasien usia lanjut, dan seringkali dianggap sebagai bagian dari proses
penuaan. Namun, sering ditemukan berbagai kondisi yang menjadi penyebab
neuropati perifer pada usia tua, antara lain diabetes mellitus, keganasan,
gangguan metabolik, defisiensi nutrisi dan pemakaian obat-obatan dalam
jangka waktu lama seperti obat anti kejang atau kemoterapi. Selain itu, juga
terdapat penyebab idiopatik neuropati perifer pada usia tua, yaitu
polineuropati aksonal kronik, dimana keadaan ini sering dijumpai.
Epidemiologi
Studi epidemiologi mengenai neuropati perifer pada usia lanjut
masih belum memuaskan, dan banyak menemui kendala. Salah satu masalah
utama dalam studi ini adalah ketidak sepakatan mengenai definisi
operasional yang cocok untuk dipakai. Definisi yang memerlukan
pemeriksaan elektrofisiologi (seperti kecepatan hantaran saraf), peralatan
yang mahal (seperti computer assisted sensory examination), atau uji invasif
(seperti biopsi saraf) menyebabkan studi menjadi tidak praktis.3 Sedangkan
penelitian yang memfokuskan pada gejala saja (seperti the Michigan
Diabetes Neuropathy Score) menyebabkan banyaknya kasus yang
dikeluarkan karena tanpa gejala. Sehingga sebagian besar data epidemiologi
yang ditemukan hanya terbatas pada definisi untuk penyakit tertentu, seperti
diabetes mellitus.
Martyn dan Hughes melaporkan tiga studi populasi dengan
prevalensi masing-masing antara lain di Italia (penduduk usia lebih dari 55
tahun, prevalensi 8%), di Bombay India (semua penduduk dewasa berbagai
usia, 2,4%), dan Sisilia Italia (semua penduduk dewasa berbagai usia, 7%).
7 Odenheim dan kawan-kawan mendapatkan prevalensi neuropati perifer
sensorik meningkat seiring pertambahan usia, dimana ia menemukan
prevalensi gangguan posisi pada 6% populasi usia 65-74 tahun, 9% pada
populasi usia 75-84 tahun, dan 13% pada populasi usia lebih dari 85 tahun.8
Sedangkan Lor dan kawan-kawan yang melakukan penelitian pada
komunitas urban di Petaling Jaya Malaysia menemukan prevalensi neuropati
sensorik sebesar 20%, dimana kecenderungannya juga meningkat sesuai
usia.
Etiologi
Neuropati perifer merupakan gambaran klinis yang sering dijumpai
pada sebagian besar penyakit sistemik. Etiologi neuropati tersering di negara
maju adalah diabetes dan alkoholisme, sedangkan di negara berkembang
adalah lepra. Etiologi lain yang bisa ditemukan pada usia lanjut antara lain
trauma, toksik, metabolik, infeksi, iskemik dan paraneoplastik. Selain itu,
insiden neuropati pada HIV juga meningkat seiring meningkatnya kasus
infeksi HIV.
Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari neuropati perifer tergantung dari
kelainan yang mendasarinya. Diabetes sebagai penyebab tersering, dapat
mengakibatkan neuropati melalui peningkatan stress oksidatif yang
meningkatkan Advance Glycosylated End products (AGEs), akumulasi
polyol, menurunkan nitric oxide, mengganggu fungsi endotel, mengganggu
aktivitas Na/K ATP ase, dan homosisteinemia. Pada hiperglikemia, glukosa
berkombinasi dengan protein, menghasilkan protein glikosilasi, yang dapat
dirusak oleh radikal bebasi dan lemak, menghasilkan AGE yang kemudian
merusak jaringan saraf yang sensitif. Selain itu, glikosilasi enzim
antioksidan dapat mempengaruhi sistem pertahanan menjadi kurang efisien
Glukosa di dalam sel saraf diubah menjadi sorbitol dan polyol lain
oleh enzim aldose reductase. Polyol tidak dapat berdifusi secara pasif ke luar
sel, sehingga akan terakumulasi di dalam sel neuron, yang menganggu
kesetimbangan gradien osmotik sehingga memungkinkan natrium dan air
masuk ke dalam sel dalam jumlah banyak. Selain itu, sorbitol juga
dikonversi menjadi fruktosa, dimana kadar fruktosa yang tinggi
meningkatkan prekursor AGE. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel
saraf menurunkan aktivitas Na/K ATP ase.
Etiologi
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga
dilalui oleh beberapa tendon flexor. Setiap kondisi yang mengakibatkan
semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan
pada nervus medianus sehingga timbullah STK.
Tekanan pada saraf bisa terjadi beberapa cara, termasuk:
• Dislokasi sendi
• Fraktur
• Arthritis
Ini termasuk:
Faktor Anatomi
Sex / Gender
Kondisi Saraf-Merusak
Usia
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
• Nyeri, mati rasa dan kesemutan di tangan dan lengan. Ini mungkin
memancar ke lengan bawah ke bahu.
• Nyeri yang membakar terutama di ibu jari dan telunjuk, jari tengah dan jari
manis.
• Terkadang kejutan seperti sensasi yang menyebar ke ibu jari, jari telunjuk,
jari tengah dan jari manis.
Pemeriksaan fisik
-Anamnesis
-Flick’s sign
-Thenar wasting
-Phalen’s test
Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, akan menyokong
diagnosis.
-Tourniqet test
Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parastesia atau nyeri pada daerah
distribusi n. medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal.
Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan
rapat, tes dinyatakan positif.
Diperhatikan apakah ada perbedaan, kulita yang kering atau licin yang
terbatas pada daerah inervasi n.medianus. Bila ada akan menyokong
diagnosis.
Pemeriksaan Penunjang
-Pemeriksaan lab
Bila etiologic STK belum jelas, dapat dilakukan pemeriksaan gula darah,
kadar hormone tiroid, atau darah lengkap
-Pemeriksaan neurofisiologi
-pemeriksaan radiologi
6. PENATALAKSANAAN
Konservatif
Kompresi pergelangan tangan pada posisi fleksi ketika tidur yang menimbulkan
nyeri, initial terapi dengan memakai splint yang mempertahankan pergelangan tangan
dalam posisi netral ketika tidur. Modifikasi aktivitas yang menyebabkan nyeri juga
membantu dalam mengurangi nyeri. Pemberian NSAID dan injeksi steroid. Injeksi steroid
mengalami transient relief 80% setelah injeksi, 22% gejala hilang setelah 12 bulan dan 40%
bebas gejala < 1 tahun. Injeksi steroid pada carpal tunnel sering mengurangi keluhan. Dua
puluh lima gauge 1,5 inch jarum disuntikakan pada palmar crease ulnar pada palmaris
longus. Jika palmaris longus tidak ada, garis sepanjang radial border dari ring finger ditarik
ke wrist crease. Sebelum menyuntikkan jarum, pasien diminta untuk merasakan sensasi
tersentrum listrik pada jari-jari. Jika sensasi terjadi, jarum mungkin berada pada nervus
medianus dan injeksi sebaiknya tidak dilanjutkan. Jarum dipindahkan kearah ulnar. Ketika
menyuntikkan jarum akan terasa bunyi pop ketika masuk ke carpal tunnel
Surgical
Pasien yang tidak respon terhadap terapi konservatif, indikasi untuk terapi bedah.
Teknik bedah baik open maupun endoscopic. Open insicion dibuat pada atas palm transper
carpal ligament, menempatkan ulna sebagai axis palmaris longus, sepanjang longitudinal
axis radial border ring finger. Insisi ini menghindari injuri pada cabang palmar cutaneus
nervus medianus. Setelah insisi palmar longitudinal, transver carpal ligament diidentifikasi
dan dipisah longitudinal. Endoscopic, pemisahan tranver carpal ligament menghindari nyeri
pada insisi, endoscopic dapat dilakukan dengan single wrist portal proximal menuju palm
atau dengan kombinasi proximal portal dan short midpalmar portal sepanjang axis open
insisi. Walaupun terapi ini menjanjikan hasil yang baik tetapi risiko untuk terjadi trauma
iatrogenic cukup tinggi. Tingginya komplikasi berhubungan dengan keahlian operator
dibandingkan teknik operasi. Komplikasi terbanyak adalah incomplete division transver
carpal ligament
8. Perspective Islam
Juga firman-Nya, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Al Hadid: 22-23)
Rasulullah ﷺbersabda, “Tidaklah seorang muslim yang
tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan
menggugurkan bersama dengannya dosa-dosanya, sebagaimana pohon yang
menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)