Anda di halaman 1dari 8

Nama: Muhammad Daffa Alfarid

Kelas: Beta 2016 (kelompok B5)


NIM: 04011281621143

LEARNING ISSUE
1. Anatomi tulang Hip

Anatomi osteologi tulang femur proksimal terdiri dari caput femur, collum femur,
regio trokhanter dan subtrokhanter. Pada regio trokhanter, terdapat tiga bagian:
Greater trokhanter, Linea intertrokhanter dan Lesser trokhanter. Tulang hip (pinggul)
tergolong tulang yang besar, pipih dan berbentuk irreguler. Pinggul adalah gabungan
bola dan socket sendi yang memenuhi empat karakteristik: memiliki rongga sendi;
permukaan sendi ditutupi dengan kartilago artikular; memiliki membran sinovial yang
memproduksi cairan sinovial, dan; dikelilingi oleh kapsul ligamen.

Hip adalah tulang sendi yang berongga dan berbentuk bola yang memungkinkan
kaki bagian atas dapat bergerak dari depan ke belakang dan ke samping. Hip
merupakan tulang sendi yang memikul beban paling besar di tubuh. Oleh karena itu
dikelilingi oleh ligamen dan otot yang kuat.

Pada sendi coxae (hip joint) terjadi artikulasi antara caput femur dengan
acetabulum dari tulang coxae. Cup-shaped acetabulum dibentuk oleh tulang hip
(innominate) dengan kontribusi dari ilium (40%), ischium (40%) dan pubis (20%).
Seluruh caput femur ditutupi oleh kartilago artikularis kecuali pada tempat dimana
ada perlekatan ligamentum capitis femoris (fovea capitis femoris). Kartilago
artikularis ini paling tebal pada daerah dimana mendapat tekanan berat badan paling
besar. Pada acetabulum, kartilago paling tebal ada pada anterosuperior, sedangkan
pada caput femur kartilago yang paling tebal ada pada anterolateral. Caput femur
menghadap anterosuperomedial, pada permukaan posteroinferiornya terdapat fovea.
Permukaan anterior caput femur dibatasi anteromedial terhadap arteri femoralis oleh
tendo dari otot Psoas mayor, Bursa psoas dan Kapsula artikularis (Moore, 2006).
Caput femur memiliki diameter yang berkisar antara 40 sampai 60 mm dan ditutupi
oleh kartilago artikularis dengan ketebalan 4 mm pada bagian superior serta 3 mm di
bagian perifer

Collum femur merupakan regio antara dasar caput femur dan linea intertrokhanter
pada bagian anterior serta kepala (crista) intertrokhanter pada bagian posterior.
Collum femur menghubungkan caput terhadap corpus femur dengan sudut inklinisi
(Neck Shaft Angle) kurang lebih 125°, hal ini memfasilitasi pergerakan pada sendi
coxae dimana tungkai dapat mengayun secara bebas terhadap pelvis. Sudut inklinisi
berperan dalam menentukan efektivitas abduksi sendi coxae, panjang tungkai dan
gaya yang mengenai sendi coxae. Sudut inklinisi >125° disebut sebagai coxa valga.
Peningkatan ini menyebabkan tungkai lebih panjang, menurunkan efektivitas otot
abduktor, meningkatkan beban pada caput femur dan menurunkan beban collum
femur. Sedangkan sudut inklinisi <120° disebut coxa vara, dimana hal ini
menyebabkan tungkai memendek, meningkatkan efektivitas abduktor, menurunkan
beban pada caput femur namun meningkatkan beban pada collum femur.
2. Fraktur
a. Etiologi
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Dua faktor yang mempengaruhi
terjadinya fraktur:
- Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah
dan kekuatan trauma.
- Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan, dan densitas tulang.
a. Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat
tersebut.
b. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh
dari area benturan.
c. Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa
trauma. Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi
tulang dan tumor tulang.

Fraktur collum femur banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60
tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporosis. Trauma yang dialami oleh
wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi), sedangkan pada
penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan.

Fraktur ini juga dapat terjadi pada penderita osteopenia, diantaranya mengalami
kelainan yang menyebabkan kehilangan jaringan tulang dan kelemahan tulang,
misalnya osteomalasia, diabetes, stroke, alkoholisme dan penyakit kronis lainnya.
Beberapa keadaan ini meningkatkan kecenderungan pasien terjatuh.

b. Faktor risiko
a. Osteoporosis. Penggunaan Vitamin D dan Kalsium diketahui mengurangi
terjadinya fraktur patologis sebanyak 43%.
b. Homosistein, merupakan suatu asam amino alami yang toksik dan menyebabkan
kelainan pada jantung, stroke dan fraktur tulang. Penggunaan vitamin B mengurangi
terjadinya fraktur pada 80% pasien setelah 2 tahun.
c. Penyakit metabolik lain seperti Penyakit Paget, Osteomalasia dan Osteogenesis
Imperfekta.
d. Tumor tulang primer yang jinak atau ganas.
e. Kanker metastasis pada bagian proksimal femur juga dapat melemahkan tulang
dan mempermudah terjadinya fraktur patologis.
f. Infeksi pada tulang.
Elemen lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya fraktur adalah resiko terjatuh
atau cedera. Pencegahan agar pasien tidak terjatuh dilakukan dengan menciptakan
lingkungan yang aman bagi pasien yang beresiko, perawatan harian, penggunaan
alat Bantu untuk berjalan, dsb. Pelindung tulang panggul (Hip Protector) berupa alas
plastic di sepanjang trochanter dapat digunakan pada pasien yang beresiko.

c. Patogenesis
?

d. Patofisiologi
Pada orang usia lanjut khususnya pada wanita, terjadi perubahan struktur pada
bagian ujung atas femur yang menjadi predisposisi untuk terjadinya fraktur collum
femur. Karena hilangnya tonus otot dan perubahan pada keseimbangan, pasien
dituntut untuk mengubah pola berjalan mereka. Fraktur collum femur dapat
disebabkan karena lemahnya collum femur terhadap aksi stress dari arah vertical
dan rotasional yang terus-menerus, seperti ketika ekstremitas bereksorotasi dan
tubuh berotasi ke arah yang berlawanan. Pada mekanisme ini, aspek posterior dari
collum mengenai lingkaran dari acetabulum karena berotasi ke arah posterior; pada
keadaan ini acetabulum berperan sebagai titik tumpu.

Fraktur collum femur terjadi akibat jatuh pada daerah trokhanter baik karena
kecelakaan lalu lintas atas jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti
terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Pada
kondisi osteoporosis insiden fraktur pada posisi ini cukup tinggi.

Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga


mengakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan
oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel
osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa
tulang.

Selama pertumbuhan, rangka tubuh meningkat dalam ukuran dengan pertumbuhan


linier dan dengan aposisi dari jaringan tulang baru pada permukaan luar korteks.
Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama : (1) untuk memperbaiki
kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk mempertahankan kekuatan tulang
rangka, dan (2) untuk mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk mempertahankan
kalsium serum. Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang
sebagai hasil dari kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan akut kalsium
melibatkan resorpsi yang dimediasi-osteoklas sebagaimana juga transpor kalsium
oleh osteosit. Kebutuhan kronik kalsium menyebabkan hiperparatiroidisme
sekunder, peningkatan remodeling tulang, dan kehilangan jaringan tulang secara
keseluruhan.

Remodeling tulang juga diatur oleh beberapa hormon yang bersirkulasi, termasuk
estrogen, androgen, vitamin D, dan hormon paratiroid (PTH), demikian juga faktor
pertumbuhan yang diproduksi lokal seperti IGF-I dan IGF–II, transforming growth
factor (TGF), parathyroid hormone-related peptide (PTHrP), ILs, prostaglandin, dan
anggota superfamili tumor necrosis factor (TNF). Faktor-faktor ini secara primer
memodulasi kecepatan dimana tempat remodeling baru teraktivasi, suatu proses
yang menghasilkan resorpsi tulang oleh osteoklas, diikuti oleh suatu periode
perbaikan selama jaringan tulang baru disintesis oleh osteoblas. Sitokin
bertanggung jawab untuk komunikasi di antara osteoblas, sel-sel sumsum tulang
lain, dan osteoklas telah diidentifikasi sebagai RANK ligan (reseptor aktivator dari
NF-kappa-B; RANKL). RANKL, anggota dari keluarga TNF, disekresikan oleh
oesteoblas dan sel-sel tertentu dari sistem imun. Reseptor osteoklas untuk protein
ini disebut sebagai RANK. Aktivasi RANK oleh RANKL merupakan suatu jalur
final umum dalam perkembangan dan aktivasi osteoklas. Umpan humoral untuk
RANKL, juga disekresikan oleh osteoblas, disebut sebagai osteoprotegerin.
Modulasi perekrutan dan aktivitas osteoklas tampaknya berkaitan dengan interaksi
antara tiga faktor ini. Pengaruh tambahan termasuk gizi (khususnya asupan
kalsium) dan tingkat aktivitas fisik.

Ekspresi RANKL diinduksi di osteoblas, sel-T teraktivasi, fibroblas sinovial, dan


sel-sel stroma sumsum tulang. Ia terikat ke reseptor ikatan-membran RANK untuk
memicu diferensiasi, aktivasi, dan survival osteoklas. Sebaliknya ekspresi
osteoproteregin (OPG) diinduksi oleh faktor-faktor yang menghambat katabolisme
tulang dan memicu efek anabolik. OPG mengikat dan menetralisir RANKL,
memicu hambatan osteoklastogenesis dan menurunkan survival osteoklas yang
sebelumnya sudah ada. RANKL, aktivator reseptor faktor inti NBF; PTH, hormon
paratiroid; PGE2, prostaglandin E2; TNF, tumor necrosis factor; LIF, leukemia
inhibitory factor; TP, thrombospondin; PDGF, plateletderived growth factor; OPG-
L, osteoprotegerin-ligand; IL, interleukin; TGF-, transforming growth factor.

Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang seimbang
jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan setelah massa puncak
tulang sudah tercapai pada masa dewasa. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi
dan formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebih formasi.
Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan bervariasi pada
lokasi tulang rangka yang berbeda; ketidakseimbangan ini terlebih-lebih pada
wanita setelah menopause. Kehilangan massa tulang yang berlebih dapat
disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu penurunan aktivitas
osteoblas. Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang membuat pengurangan
reversibel pada jaringan tulang tetapi dapat juga menghasilkan kehilangan jaringan
tulang dan kekuatan biomekanik tulang panjang.

ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik spesifik dan radiologi?
(disertai gambaran fisik)
Jawab:

Pemeriksaan fisik ditemukan status generalis dalam batas normal didapatkan


deformitas pada regio femur dextra yaitu fleksi dan eksternal rotasi sendi panggul
dekstra. Femur dextra lebih pendek dibandingkan sinistra dengan Limb Length
Discrepancy 3 cm. Neurovaskular distal dalam batas normal. Range of motion hip
joint dextra terbatas karena nyeri. Range of motion knee joint dextra dalam batas
normal. dari pemeriksaan radiologi, didapatkan adanya fraktur collum femur
dextra.
Ket:
Biru: Dalam batas normal
Merah: Abnormal

Gambaran abnormal:

- LLD 3cm - Fraktur collum femur dextra:


(os. Femur dextra < os. Femur
sinistra):

Source by : www.aaos.org (American Academy Of


Orthopaedic Surgeons)

2. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik spesifik dan


radiologi?
Jawab:

1. Deformitas pada regio femur dextra yaitu fleksi dan eksternal rotasi sendi
panggul dekstra.
2. Femur dextra lebih pendek dibandingkan sinistra dengan Limb Length
Discrepancy 3 cm.
3. Range of motion hip joint dextra terbatas karena nyeri.
4. Fraktur collum femur dextra.

3. Mengapa femur dextra lebih pendek dibandingkan sinistra?


Jawab:

Kondisi dimana kedua ekstremitas bawah memiliki panjang yang berbeda disebut
sebagai Limb Length Discrepancy (LLD). Pada hasil pemeriksaan fisik pada Ny.
A, didapatkan LLD 3 cm. LLD dapat disebabkan oleh bebrapa faktor, diantaranya
adalah karena pernah mengalami fraktur pada tulang, displasia (seperti
Neurofibromatosis, ultiple hereditary exostoses, dan Ollier disease), kondisi
neurologis, ataupun inflamasi pada sendi.

Tetapi kemungkinan terbesar penyebab LLD pada Ny. A adalah akibat fraktur
yang dialaminya (berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan radiologi).

Source by : www.aaos.org (American Academy Of Orthopaedic Surgeons)

Anda mungkin juga menyukai