Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 13

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6


KELAS : BETA 2016

Afrida Yolanda (04011281621145)


Biaggi Prawira (04011281621456)
Daffa Alfarid (04011281621143)
Fatrina Mahadewi (04011181621222)
Ima Suryani (04011181621222)
Princessilia Edsha (04011281621136)
Raden Ayu Adelia Safitri (04011281621085)
Syafira Nofwanda (04011281621084)
Vincent Scorsinni (04011281621147)
Zianatul Khoiriyah (04011181621221)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan
Tutorial Skenario A Blok 13” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial
2. dr. Citra Dewi, Sp, PA selaku tutor kelompok 6
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD Beta 2016.
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi
kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan.

Palembang, 14 februari 2018

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR….............................................................................................…ii
DAFTAR ISI…………...............................................................................................…iii
KEGIATAN DISKUSI…………………………………………………………………1
SKENARIO .....….......................................................................................................…2
I. Klarifikasi Istilah........................................………………………………………..3
II. Identifikasi Masalah.........................................……………........................……..4
III. Analisis Masalah…………………………………………………………………5
IV. Sintesis Masalah…………………………………………………………………..48
V. Kerangka Konsep…………………………………………………………………69
VI. Kesimpulan……………………………………………………………………….70
DAFTAR PUSTAKA

iii
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. Citra Dewi, Sp, PA


Moderator : Zianatul Khoiriyah
Sekretaris 1 : Princessilia Edsha
Sekretaris 2 : Fatrina Mahadewi
Pelaksanaan : 1. Senin, 12 februari 2018
Pukul 13.00 – 15.00 WIB
2. Rabu, 14 februari 2018
Pukul 13.00 – 15.00 WIB

Peraturan selama tutorial :


 Semua peserta wajib aktif dalam kegiatan diskusi
 Mengangkat tangan sebelum menyampaikan pendapat.
 Menjawab dan menyampaikan pendapat apabila telah diizinkan oleh
moderator.
 Tidak langsung menyanggah pendapat orang lain.
 Tidak diperbolehkan mengoperasikan hp.
 Meminta izin terlebih dahulu dari moderator jika hendak keluar.

1
SKENARIO A BLOK 13

Mr. Y, 68 years old, a retired from CEO oil company, comes to MH hospital because he has been
having epigastric pain since eight hours ago while he was walking in his garden. The pain radiated to
his lower jaw and ulna area, and it felt like burning. He was unconscious for three minutes. He also
complained shortness of breath, sweating, and nauseous. He has history of hypertension and sedentary
life style. He has been smoking since 17 years old, two packs a day.

Physical Exam :
Dyspnea, height: 175 cm, body weight: 68 kg, BP 160/100 mmHg, PR: 50 bpm, HR: 50 bpm regular
extrasystolic (+). RR: 28 x/min.
Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, left cardiac border ICS VI linea axilaris
anterior sinistra, minimal basal rales (+) on both side, liver: not palpable, ankle edema (-)

Laboratory Results:

Hemoglobin: 14g/dl, WBC: 9.800/mm3 , Diff count : 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm 3 , platelet :
214.000/mm3. CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, ureum 25 mg%, creatinin 0,9 mg%, sodium 138
mg%, potassium 3,0 mg/dl. Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL
25 mg%, SGOT 26 mg/dl, SGPT 30 mg/dl, urin acid 8,8 mg%

ECG Result

Sinus rhythm, normal axis, HR: 50 bpm, regular, PR interval 0,28 sec, ST elevation at lead II, III, Avf
and ST depression at lead V1, V2, V3, VES benigna (+), LVH (+)

Additional Exam :

Chest X-ray: cor: CTR > 50%, boot-shaped. Lungs: bronchovascular marking increased.

2
I. Klarifikasi Istilah

a. Hypertension : peningkatan tekanan darah di atas normal

b. Dyspnea : pernafasan yang sukar atau sesak

c. Pallor : kulit pucat yang tida normal

d. Diaphoresis : berkeringat yang berlebihan

e. Sinus rhythm : irama jantung dimana depolarisasi otot jantung dimulai saat sinus
node

f. ST elevation : kenaikan segmen ST pada EKG

g. ST depression at lead : penurunan segmen ST pada EKG

h. VES benigna : ventrikel ekstra sistol yang timbul sesekali dan tanpa gejala – detak
jantung yang dimulai dari serabut purkinje dan bukan dari sa node timbul sesekali dan
tanpa gejala

i. Muffle heart sounds : penurunan intensitas bunyi jantung pertama yang menyebabkan
bunyi jantung terdengar halus dan menjauh

j. Minimal basal rales (+) : suara tambahan yang terdengar pada paru – paru

k. CK NAC : merupakan enzim berkonsentrasi tinggi pada jantung dan otot rangka

l. CK MB : keratin kinase – miokardia band adalah enzim yg terdapat pada otot jantung

II. Identifikasi Masalah

3
a. Mr. Y, 68 years old, a retired from CEO oil company, comes to MH hospital
beause he has been having epigstric pain since eight hours ago hile he as walking in the his
garden. The pai radiated to his loer ja and ulna area, and it felt like burning. He as
unconscious for three minutes. He also complained shortes of breath, seating, and
nauseous. He has history oh hypertension and sedentary life style. He has been smoking
since 17 years old, to packs a day.

b. Physical Exam :
Dyspnea, height: 175 cm, body weight: 68 kg, BP 160/100 mmHg, PR: 50 bpm, HR: 50
bpm regular extrasystolic (+). RR: 28 x/min.
Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, left cardiac border ICS VI
linea axilaris anterior sinistra, minimal basal rales (+) on both side, liver: not palpable,
ankle edema (-)

c. Laboratory Results:

Hemoglobin: 14g/dl, WBC: 9.800/mm3 , Diff count : 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm 3 , platelet
: 214.000/mm3. CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, ureum 25 mg%, creatinin 0,9 mg%,
sodium 138 mg%, potassium 3,0 mg/dl. Total cholesterol 328 mg%, triglyceride 285 mg
%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg%, SGOT 26 mg/dl, SGPT 30 mg/dl, urin acid 8,8 mg%

d. ECG Result

Sinus rhythm, normal axis, HR: 50 bpm, regular, PR interval 0,28 sec, ST elevation at
lead II, III, Avf and ST depression at lead V1, V2, V3, VES benigna (+), LVH (+)

Additional Exam :

Chest X-ray: cor: CTR > 50%, boot-shaped. Lungs: bronchovascular marking increased.

III. Analisis Masalah

4
1. Mr. Y, 68 years old, a retired from CEO oil company, comes to MH hospital beause he
has been having epigstric pain since eight hours ago hile he as walking in the his garden.
The pai radiated to his loer ja and ulna area, and it felt like burning. He as unconscious for
three minutes. He also complained shortes of breath, seating, and nauseous. He has
history oh hypertension and sedentary life style. He has been smoking since 17 years old,
to packs a day.
a. Apa etiologi nyeri epigastrum pada Mr. Y ?
Faktor resiko (perokok, Hipertensi, Umur > 40 tahun )  endapan lipoprotein di tunika
intima ↓ → atherosklerosis → konstriksi arteri koronaria → aliran darah ke jantung ↓ →
O2 dan nutrisi ↓→ jaringan miokard iskemik → nekrose lebih dari 30 menit → suplai dan
kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang → metabolisme anaerob → timbunan asam
laktat ↑ → nyeri

b. Bagaimana patofisiologi nyeri ( yg menjalar ke rahang baah dan area ulna


serta rasa terbakar) epigastrium pada Mr. Y?

Epigastric pain diawalai dengan dyslipidemia. Dislipidemia menyebabkan deposit


kolestrol meningkat, sehingga LDL juga meningkat. Lalu, dengan terbentuknya bercak lemak
dan terjadinya disfungsi endotel, terbentuklah plak pada endotel. Plak yang mengalami
rupture akan membentuk embolus (pada kasus ini, dipicu juga oleh kebiasaan merokok).
Embolus kemudian menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Pembuluh darah yang
tersumbat (jika terjadi di arteri koroner = arterosklerosis) akan menyebabkan hipoksia atau
iskemia otot miokardium, yang kemudian akan memaksa sel untuk melakukan metabolisme
anaerob karena kekurangan oksigen, sehingga menghasilkan asam laktat dan juga
merangsang pengeluaran zat-zat iritatif lainnya, seperti histamine, kinin, atau enzim
proteolitik seluler. Peningkatan asam laktat menyebabkan penurunan pH darah dan
merangsang serabut saraf nyeri melalui symphatetic afferent pada area korteks sensoris
primer (area 3, 2, 1 Broadmann). Rangsangan inilah yang kemudian menimbulkan rasa nyeri
pada bagian epigastric.

c. Bgaimana interpretasi dari nyeri tuan Y yg timbul disaat ia berjalan?


Nyeri dapat timbul akibat aktivitas ringan bias di srtikan bahwa gangguan pada jantung
sudah semakin berat, di tambah dengan factor resiko yang ada.

d. Bagaimana patofisiologi hilang kesadaran pada kasus ini?

Faktor resiko (perokok, Hipertensi, Umur > 40 tahun )  endapan lipoprotein di tunika
intima ↓ → atherosklerosis → konstriksi arteri koronaria → aliran darah ke jantung ↓ →
O2 dan nutrisi ↓  kehilangan kesadaran

e. bagaimana patofisiologi dari nafas pendek, berkeringat dan mual?

5
Hipertensi, rokok, dyslipidemia  lemak mudah menempel pada endotel pembuluh
darah  terjadi disfungsi endotel plak  ruptur membentuk thrombus  pembuluh darah
tersumbat (jika terjadi di arteri koroner = arterosklerosis)  iskemia (supply O2 berkurang)
 kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 yang kurang dengan bernapas pendek
(sesak napas)
Berawal dari kompensasi tubuh terhadap kardiak out put menurun akibat kerja jantung
yang tidak maksimal yang dikarenakan infark pada jantung. Saat terjadi penurunan kardiak
out put, maka suplai darah akan menurun dan tubuh menerjemahkan ini sebagai suatu stress.
Lalu di aktifkanlah saraf simpatis yang mempunyai efek untuk meningkatkan heart rate.
Aktivasi saraf simpatis juga terjadi di saraf simpatis yang mempersarafi kelenjar
keringat. Aktifasi ini menyebabkan keluarnya keringat.

f. Bagaimana patofisiologi hipertensi?

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi

g. Apa saja klasifikasi hipertensi?

Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

6
h. Bagaimana keterkaitan hipertensi dan kebiasaan merokok sejak usia 17 tahun
dengan gejala yang di alami Mr. y ?

Hipertensi dan merokok merupakan faktor resiko dari penyakit akut koroner syndrome.
Bahan komposisi rokok yang bersifat genotoksik seperti Nikotin (3-[(2S)-1-methylpyrrolidin-
2yl]pyridine) dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, merangsang
pertumbuhan abnormal dari sel endotel pembuluh darah dan menyebabkan kerusakan pada
mikrovaskuler sedangkan riwayat hipertensi membuat terjadinya disfungsi dan jejas endotel
sehingga nantinya timbul atherosklerosis. Adanya faktor presipitasi membuat ruptur
atherosklerosis tersebut dan menyumbat arteri koroner. Penyumbatan ini menyebabkan
gejala-gejala yang dialami Mr.T.

2. Physical Exam

Dyspnea, height: 175 cm, body weight: 68 kg, BP 160/100 mmHg, PR: 50 bpm, HR: 50 bpm
regular extrasystolic (+). RR: 28 x/min.
Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, left cardiac border ICS VI linea
axilaris anterior sinistra, minimal basal rales (+) on both side, liver: not palpable, ankle
edema (-)

a. Interpretasi dari pemeriksaan fisik?

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi


Pernafasan Dsypnea - Gangguan jantung
dan paru/obesitas
BMI Ht: 175 cm, BW: 68 18,5-22,9 Normal

7
kg
BMI22,2 kg/m2
BP 160/100 120/80 Hipertensi II
HR 50 bpm regular 60-100 bpm Bradicardia

RR 28x/menit 12-20 x/menit Takikardi


Warna kulit Pallor Tidak pucat Tidak Normal
JVP <5-2> <5-2> Normal
Basal Rales (+) (-) Tidak Normal
Liver (-) (-) Normal
palpable
Ankle edema (-) (-) Normal
Diaphoresis (+) (-) Tidak normal
Muffle heart (+) (-) Terdapat darah
sound diruang
perikardium

b. Bagaimana mekanisme hasil pemeriksaan yg abnormal?

Dyspnea
Infark miokard  Perfusi O2 menurun  Dyspnea (sebagai mekanisme
kompensasi untuk mencukupi kebutuhan O2.)

Hipertensi

Adanya atherosclerosis sehingga terjadi penyempitan lumen menyebabkan tekanan darah


meningkat.

Bradikardia

AV diperdarahi oleh arteri koroner kanan 90%, dan oleh artei koroner kiri 10%. Pada
kasus ini, terjadi penyumbatan arteri koroner kanan, dan menyebabkan terjadinya iskemia.
Iskemia pada nodus AV seringkali memperlambat atau memblok konduksi dari atrium ke
ventrikel, sehingga akan terjadi pemanjangan interval P-R (bradikardi). Selain itu
dikarenakan cardiac output yang kecil, maka heart rate juga akan mengecil.

CO = HR x SV

CO: Cardiac Output

HR: Heart Rate

SV: Stroke Volume

Takipnea

8
Gangguan fungsi jantung akan mengganggu suplai darah yang mengangkut
oksigen sehingga terjadi hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, akan
terjadi peningkatan usaha bernafas sehingga nafas menjadi cepat.

Pallor

Iskemik jantung yang luas  kegagalan kompensasi << perfusi jaringan perifer 
vasokonstriksi pembuluh darah perifer  Hb tereduksi   pallor
Diaphoresis
HR rendah  perapatan aliran darah  terbentuk konduksi panas oleh darah 
merangsang area preoptik (dibagian anterio hipotalamus)  ke medulla spinalis melalui
jaringan saraf otonom  ke kulit seluruh tubuh melalui jaras simpatis  vasokonstriksi kulit
 merangsang kelenjar keringat  berkeringat (diaphoresis)
Muffle Heart Sound

Peningkatan lemak berlebihan pada cavitas thorax akan menimbulkan


muffleheart sound ini. Ada juga 3-5 hari setelah infark dapat mengakibatkan rupture
myocardial. Adanya rupture ini dapat menyebabkan akumulasi cairan di pericardium.
Sehingga terdengar lahmuffle heart sound.

Minimal Basal Rales


Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan menurunnya
kekuatan kontraksi sehingga kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri berkurang,
dan volume sekuncup akan berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri, dimana kenaikan ini akan disalurkan
ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru melebihi tekanan onkotik
vascular, maka akan terjadi proses transudasi ke dalam ruang intertesial. Hal ini lah yang
menyebabkan pada auskultasi akan terdengar bunyi basal rales.

c. Bagaimana Anatomi dan fisiolgi dari Jantung dan Pembuluh darah jantung?
( general, letak, dll)

ANATOMI JANTUNG
Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu di antara paru. Perikardium
yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan: lapisan dalam (pericardium viseralis) dan
lapisan luar (pericardium parietalis). Kedua lapisan pericardium ini dipisahkan oleh sedikit
cairan pelumas, yang mengurangi gesekan akibat gerakan pompa jantung. Perikardium
parietalis melekat ke depan pada sternum, ke belakang pada kolumna vertebralis, dank e
bawah pada diaphragm. Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya.
Perikardium viseralis melekat secara langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga
melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neplasma dari organ-organ sekitarnya ke
jantung. Jantung terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terluar epikardium, lapisan tengah
merupakan lapisan otot yang disebut myokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan
endotel yang disebut endokardium.

9
Permukaan Jantung
Jantung memiliki tiga permukaan; facies sternocostalis (anterior), facies diphragmatica
(inferior) dan basis cordis (facies posterior). Jantung memiliki apex yang arahnya ke bawah,
depan dan kiri.
– Facies sternocostalis, terutama dibentuk oleh atrium dextrum dan ventriculus
dexter, yang dipisahkan sattu sama lain oleh sulcus atrioventricularis. Pinggir
kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan pinggir kirinya dibentuk oleh
ventriculus sinister dan sebagian auricular sinistra. Ventriculus dexter
dipisahkan dari ventriculus sinister oleh sulcus interventricularis anterior.
– Facies diaphragmatica, terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan sinister
yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Permukaan inferior

atrium dextrum, tempat bermuara vena cava inferior, juga ikut membentuk
facies diaphragmatica.

– Basis cordis (facies posterior), terutama dibentuk oleh atrium sinistrum,


tempat bermuara empat venae pulmonales. Basis cordis terletak berlawanan
dengan apex cordis.
– Apex cordis, dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah ke bawah, depan dan
kiri. Apex terletak setinggi spatium intercostale V sinistra, 9 cm dari garis
tengah. Pada daerah apex, denyut apex biasanya dapat dilihat dan diraba pada
orang hidup.

10
Perhatikan bahwa basis cordis dinamakan basis karena jantung berbentuk piramid dan
basisnya terletak berlawanan dengan apex. Jantung tidak terletak pada basisnya, jantung
terletak pada facies diaphragmatica (inferior).
Batas Jantung
Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri oleh auricular sinistra dan
di bawah oleh ventriculus sinister. Batas bawah terutama dibentuk oleh ventriculus dexter
tetepi juga oleh atrium dextrum dan apex oleh ventriculus sinister.

Struktur Jantung
Bagian atrium jantung relatif memiliki dinding yang tipis dan dibagi dua oleh septum
interatriale menjadi atrium dextrum dan atrium sinsitrum. Septum berjalan dari dinding
anterior jantung menuju belakang dan kanan. Bagian ventrikel jantung mempunya dinidng
yang tebal dan dibagi oleh septum ventriculare (interventriculare) menjadi ventriculus
dextrum dan ventriculus sinsitrum. Septum terletak miring, dengan suatu permukaan
menghadap ke depan dan kanan serta permukaan lainnya menghadap ke depan dan kiri.
Posisi nya diidentifikasi pada permukaan jantung sebagai sulcus interventricularis anterior
dan posterior. Bagian bawah septum tebal, dibentuk oleh otot. Bagian atas lebih kecil, tipis,
membranosa dan terikat pada rangka fibrosa.
Rangka jantung terdiri atas cincin-cincin fibrosa yang mengelilingi ostium
atrioventriculare, ostium trunci pulmonalis dan ostium aortae. Cincin ffibrosa di sekeliling
ostium atriventrikulares memisahkan dinding otot atrium dan ventrikel namun menyediakan
tempat perlekatan serabut-serabut otot. Cincin fibrosa menyokong basis cuspis valva dan
mencegah valva dari peregangan dan menjadi inkompeten.

Ruang Jantung
Jantung dibagi oleh septa vertilak menjadi empat ruang; atrium dextrum, atrium
sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus sinister. Atrium dextrum terletak anterior
terhadap atrium sinistrum dan ventriculus dexter anterior terhadap ventriculus sinister.

11
– Atrium dextrum
Terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil (auricular). Pada
permukaan jantung, tempat pertemuan atrium kanan dan auricular kanan,
terdapat sulcus vertical yaitu sulcus terminalis yang pada permukaan dalamnya
berbentuk rigi disebut crista terminalis. Bagian utama atrium yang terletak
posterior terhadap rigi berdinding licin dan bagian ini pada masa embrio
berasal dari sinus venosus. Bagian atrium di anterior rigi berdinding kasar
(trabekulasi) karena tersusun atas berkas serabut otot, muskulus pectinati, yang
berjalan dari crista terminalis ke auricular dextra. Bagian anterior secara
embrilogis berasal dari atrium primitif.
Atrium kanan berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah, dan sebagai
penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik yang mengalir ke ventrikel
kanan. Adapun pembuluh darah yang bermuara ke atrium kanan adalah:
– Vena cava superior, mengembalikan darah ke jantung dari setengah
bagian atas tubuh, bermuara ke dalam bagian atas atrium kanan; muara ini
tidak memiliki katup.
– Vena cava inferior (lebih besar dari vena cava superior), mengembalikan
darah ke jantung dari setengah bagian bawah tubuh, bermuara ke bagian
bawah atrium kanan; dilindungi oleh katup rudimenter yang tidak
berfungsi.
– Sinus coronaries, mengalirkan darah dari sebagian besar dinding jantung,
bermuara di antara vena cava inferior dan ostium atrioventriculare
dextrum; muara ini dilindungi oleh katup rudimenter yang tidak berfungsi.

12
– Ventriculus Dexter
Ventrikel kanan berhubungan dengan atrium kanan melalui ostium
atrioventriculare dextrum dan dengan truncus pulmonalis melalui ostium
trunci pulmonalis. Waktu rongga mendekati ostium trunci pulmonalis,
bentuknya berubah menjadi seperti corong, disebut infundibulum.
Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal disbanding atrium kanan dan
menunjukkan beberapa rigi yang menonjol ke dalam (dibentuk oleh berkas-
berkas otot), menyebabkan dinding ventrikel seperti busa dan dikenal sebagai
trabeculae carnae. Trabecula carnae terdiri dari tiga. Jenis pertama terdiri dari
musculi papilaris yang menonjol ke dalam, melekat melalui basisnya pada
dinding ventrikel; puncaknya dihubungkan oleh tali-tali fibrosa (chordate
tendineae) ke cuspis valve tricuspidalis. Jenis kedua menonjol ke depan dari
septum intervetrikular ke dinding anterior. Kelompok ini disebut pita
moderator (trabekula septomegali) dan penting dalam konduksi impuls karena
mengandung cabang kanan dari nodus atrioventrukular. Jenis ketiga hanya
terdiri atas rigi-rigi yang menonjol.
Katup yang terdapat pada ventrikel kanan adalah:
1. Valva tricuspidalis, terdiri atas tiga cuspis yang dibentuk oleh lipatan
endocardium disertai sedikit jaringan fibrosa yang meliputinya: cuspis
anterior terletak di anterior, cuspis septalis terletak berhadapan dengan
septum interventriculare dan cuspis inferior atau posterior terletak di
inferior. Basis cuspis melekat di cincin fibrosa rangka jantung, sedangkan
ujung bebas dan permukaan ventrikularnya melekat pada chordate
tendineae sehingga menghubungkan cuspis dengan musculi papillares.
Bila ventrikel berkontraksi, musculi papillares berkontraksi sehingga
mencegah cuspis terdorong masuk ke dalam atrium dan terbalik waktu
tekanan intraventrikular meningkat.
2. Valva trunci pulmonalis, terdiri atas tiga valvula semilunaris yang
dibentuk yang dibentuk oleh lipatan endocardium disertai sedikit jaringan
fibrosa yang meliputinya. Pinggir bawah dan samping seriap cuspis yang
melengkung melekat pada dinding arteri. Ketiga valvula semilunaris
tersusun sebagai satu yang terletak di posterior (valvula semilunaris
sinistra) dan dua yang terletak anterior (valvula semilunaris anterior dan
dextra). Mulut muara mengarah ke atas, masuk ke dalam truncus
pulmonalis. Tidak ada cordae tendineae atau musculi papillares yang
berhubungan dengan cuspis valva ini. Pada pangkal truncus pulmonalis
terdapat tiga pelebaran dinamakan sinus. Selama sistolik ventrikel, cuspis-
cuspis valve tertekan pada dinding truncus pulmonalis oleh darah yang
keluar. Selama diastolic, darah mengalir kembali ke jantungdan masuk ke
sinus; cuspis terisi, terletak berhadapan di dalam lumen dan menutup
ostium trunci pulmonalis.
– Atrium Sinistrum
Sama seperti atrium dextrum, atrium sinistrum terdiri atas rongga utama
dan auricular sinistra. Atrium sinistrum terletak di belakang atrium dextrum
dan membentuk sebagian besar basis dan facies posterior. Di belakang atrium
sinistrum terdapat sinus obliquus percardii serosum dan pericardium fibrosum
memisahkannya dari eosephagus. Empat venae pulmonales, dua dari masing-
masing paru-paru bermuara ke dinding posterior dan tidak mempunyai katup.
Ostium atriventriculare sinistrum dilindungi oleh valva mitralis.
– Ventriculus sinister

13
Berhubungan dengan atrium sinistrum melalui ostium atrioventriculare
sinistrum dan dengan aorta melalui ostium aotae. Dinding ventriculus sinister
tiga kali lebih tebal disbanding dinding ventrikulus dexter. Tekanan darah di
dalam ventrikulus sinister enam kali lebih tinggi dibandingkan tekanan darah
di ventriculus dexter. Terdapat trabeculae carnae yang berkembang baik, dua
buah musculi papillares yang besar, tetapi tidak terdapat trabecul
septomarginalis. Bagian ventrikel di bawah ostiumaortae disebut vestibulum
aortae. Katup yang terdapat pada ventrikel sinister adalah:
– Valva mitralis, terdiri atas dua cuspis, cuspis anterior dan cuspis posterior,
yang strukturnya sama dengan cuspis pada valva tricuspidalis. Cuspis
anterior lebih besar dan terletak antara ostium atrioventriculare dan ostium
aortae. Perlekatan chordate tendineae sama dengan pada valve
tricuspidalis.
– Valva aortae, terdiri dari tiga cuspis. Satu cuspis terletak di anterior
(valvula semilunaris dextra) dan dua cuspis terletak di dinding posterior
(valvula semilunaris sinistra dan posterior). Di belakang setiap cuspis
dinding aorta menonjol membentuk sinus aortae. Sinus aortae anterior
merupakan tempat asal arteria coronaria dextra, dan sinus posterior
sinistra tempat asal arteria coronaria sinistra.

Sistem Konduksi Jantung


Sistem konduksi jantung terdiri atas otot jantung khusus yang terdapat pada nodus
sinuatrialis, nodus atrioventricularis, fasciculus atrioventricularis beserta dengan crus
dextrum dan crus sinistrumnya, dan plexus sub-endocardial serabut purkinje.
– Nodus sinuatrialis
Terletak pada dinding atrium dextrum di bagian atas sulcus terminalis,
tepat di sebelah kanan muara vena cava superior. Nodus ini merupakan asal
impuls ritmik elektronik yang secara spontan disebarkan ke seluruh otot-otot
jantung atrium dan menyebabkan otot-otot ini berkotraksi
– Nodus atrioventricularis
Terletak pada bagian bawah septum interatriale tepat di atas tempat
perlekatan cuspis spetalis valva tricuspidalis. Dari sini impuls dikirim ke
ventrikel oleh fasciculus atrioventricularis. Nodus atrioventricularis distimulasi
oleh gelombang eksitasi pada waktu gelombang ini melalui myocardial atrium.
Kecepatan konduksi impuls jantung melalui nodus atrioventricularis (sekitar
0,11 detik) memberikan waktu yang cukup untuk atrium mengosongkan
darahnya ke dalam ventrikel sebelum ventrikel mulai berkontraksi.
– Fasciculus atrioventricularis
Fasciculus atrioventricularis (berkass His) merupakan satu-satunya jalan
yang dipergunakan oleh impuls jantung dari atrium ke ventrikel. Fasciculus
atrioventricularis berjalan turun melalui rangka fibrosa jantung. Fasciculus ini
kemudian berjalan turun di belakang cuspis septalis valva tricuspidalis untuk
mencapai pinggir inferior pars membranacea septum interventricularis. Pada
pinggir pars muscularis septum, fasciculus ini terbelah menjadi dua cabang.
Cabang berkas kanan (right bundle branch; RBB) berjalan turun pada sisi
kanan septum interventricularis untuk mencapai trabecula septomarginalis,
tempat cabang ini menyilang dinding anterior ventriculus dextrer. Di sini
cabang tersebut melanjut sebagai serabut-serabut plexus Purkinje. Cabang
berkas kiri (left bundle branch; LBB) menembus septum dan berjalan turun
pada sisi kiri di bawah endocardium. Biasanya cabang ini bercabang dua,

14
anterior dan posterior, yang akhirnya melanjutkan diri sebagai serabut-serabut
plexus Purkinje ventriculus sinister.

FISIOLOGI JANTUNG
Siklus Jantung
Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait.
Gelombang rangsangan listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju
miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan otot ini disebut sebagai
depolarisasi, dan diikuti pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi. Respon
mekaniknya adalah sistolik dan diastolik.
– Elektrofisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat aliran ion-ion natrium, kalium dan
kalsium (Na+, K+ dan Ca++) melewati membran sel jantung. Seperti semua sel dalam tubuh,
Na+ dan Ca++ terutama merupakan ion ekstrasel, dan K + terutama merupakan ion intrasel.
Perpindahan ion-ion ini melewati membrane sel jantung dipengaruhi oleh berbagai hal,
termasuk difusi pasif, sawar yang bergantung pada waktu dan voltase, serta pompa Na +, K+-
ATPase.

– Potensial Aksi
Hasil perpindahan ion antar membrane merupakan suatu perbedaan listrik
melewati membran sel yang dapat digambarkan secara grafik sebagai suatu potensial aksi.
Potensial aksi yang menggambarkan muatan listrik bagian dalam sel dalam hubungannya
dengan muatan listrik bagian luar sel disebut potensial transmembran. Perubahan potensial
transmembran akibat perpindahan ion digambarkan sebagai fase 0 hingga fase 4. Dua tipe
utama potensial aksi merupakan potensial aksi respon cepat dan lambat.

– Potensial aksi respon cepat

1. Terdapat dalam sel-sel otot ventrikel dan atrium, serta serabut purkinje.
2. Potensial transmembran pada saat istirahat adalah -90mV. Potensial
transmembran yang negative dipertahankan oleh dua hal, yang pertama adalah
permeabilitas selektif membrane sel terhadap ion K+ dimana ion K+ dapat
bergerak lebih bebas dibandingkan dengan ion Na+. Faktor kedua adalah
adanya pompa Na+, K+-ATPase, dimana pompa yang terdapat di dalam
membrane sel ini secara kontinu memompa Na+ dan K+ apabila terdapat
perbedaan konsentrasi.
3. Fase pontensial aksi respon cepat terjadi ketika terdapat rangsangan yang
meningkatkan potensial transmembran menjadi -65mV (mencapai potensial
ambang), berperan dalam memulai depolarisasi atau fase 0 potensial aksi.

15
Potensial transmembran -65mV mengaktifkan saluran Na+ cepat sehingga
Na+ tercurah ke dalam sel karena adanya perbedaan listrik dan konsentrasi.
Perubahan positif potensial transmembran hingga 0 mV menyebabkan
inaktivasi saluran Na+.
4. Fase repolarisasi awal, digambarkan oleh fase 1 potensial aksi. Fase 1
menggambarkan kembalinya negatifitas karena adanya perpindahan ion K+ ke
luar sel sebagai respon terhadap perbedaan listrik dan kimiawi.
5. Fase plateu dalam potensial transmembran. Saluran Ca++ disebut saluran
lambat karena meskipun telah teraktivasi selama fase 0 (ketika potensial
membran -10mV), perpindahan ion Ca++ baru terjadi pada fase 2 potensial
aksi. Hal ini menyebabkan plateu dimana jumlah ion K+ yang keluar
dinetralkan oleh jumlah Ca++ yang masuk.
6. Fase repolarisasi akhir disebut juga fase 3 potensial aksi, terjadi setelah
saluran Ca++ menutup sedangkan ion K+ terus berpindah ke luar sel sehingga
negativitas potensial transmembran kembali seperti fase istirahat (fase 4
potensial aksi).

– Potensial aksi respon lambat


 Nodus SA maupun AV menunjukkan potensial aksi respon lambat.
 Sel-sel nodus ini memiliki lebih sedikit saluran K+ dan leboh bocor terhadap
saluran Na+, oleh karena itu potensial transmembran tidak terlalu negative (-
60 mV)
 Karena sejumlah besar Na+ bocor ke dalam sel, menyebabkan potensial
membrane akhirnya mencapai -40 mV, yang merupakan potensial ambang
saluran Ca++ respon lambat. Saluran Ca++ respon lambat teraktivasi, influks
Ca++ sehingga terjadi depolarisasi
 Pada potensial aksi respon lambat tidak terjadi fase 1 dan fase 2 tidak jauh dari
fase 3. Fase 3 segera timbul setelah fase 0 karena saluran Ca++ lambat
menjadi segera tidak teraktivasi. Pada waktu bersamaan ion K+ berpindah ke
luar sel.

– Sel Pacemaker
Serabut sistem hantaran khusus jantung (nodus SA , nodus AV, dan serabut Purkinje)
memiliki ciri khas automatisasi. Serabut ini dapat mengeksitasi diri sendiri yaitu
menghasilkan potensial aksu secara spontan. Nodus SA merupakan pacemaker dominan pada
jantung, karena mampu mengeksitasi diri sendiri dengan laju yang lebih cepat dari AV dan
serabut Purkinje. Namun demikian, apabila nodus SA mengalami cedera, nodus AV dan
serabut Purkinje dapat mengambil alih peran pace maker meskipun dengan laju yang lebih
lambat.
– Fase Siklus Jantung
Siklus jantung menjelaskan urutan kontraksi dan pengosongan ventrikel (sistolik), serta
pengisian dan relaksasi ventrikel (diastolic). Pada awal diastolic, darah mengalir cepat dari
atrium, melewati katup mitral, dan ke dalam ventrikel. Dengan mulai seimbangnya tekanan
antara atrium dan ventrikel, darah mengalir dari atrium ke ventrikel melambat. Hal ini disebut
periode diastasis. Kontraksi atrium kemudian terjadi, berperan dalam bertambahnya 20
hingga 30% pengisian ventrikel. Kemudian terjadi kontraksi ventrikel, dank arena tekanan
dalam ventrikel lebih besar dibandingkan dengan yang terdapat dalam atrium, maka katup
mitral menutup (suara jantung S1). Hal ini memulai terjadinya sistolik dan kontraksi
isovolemik (volume intraventrikel tetap konstan meskipun terjadi peningktaan tekanan).

16
Dengan berlanjutnya kontraksi ventrikel maka tekanan dalam ventrikel akan semakin
meningkat hingga melebihi tekanan dalam aorta. Perbedaan tekanan, mendorong katup aorta
membuka, dan darah tercurah ke luar ventrikel. Sekitar 70% pengosongan ventrikel terjadi
pada sepertiga pertama periode pemompaan disebut sebagai pemompaan ventrikel cepat.Dua
pertiga sisa dari periode pemompaan ventrikel disebut sebagai pemompaan ventrikel lambat,
karena hanay terjadi 30% pengosongan ventrikel. Ventrikel kemudian mengalami relaksasi
menyebabkan tekanan dalam ventrikel menurun di bawah tekanan aorta, katup aorta menutup
(suara jantung S2), menyebabkan awitan diastolic.
Dengan menutupnya katup aorta dan mitral, volume darah dalam ventrikel tetap konstan
meskipun tekanan ventrikel turun (relaksasi isovolemik). Karena ventrikel mulai berelaksasi,
tekanan ventrikel menurun, terbentuk tekanan ventrikel akibat aliran balik vena melawan
katup mitral yang tertutup. Perbedaan tekanan yang terjadi menyebabkan terbukanya katup
mitral dan kemudian tercurahnya darah dari atrium ke ventrikel. Terjadi periode pengisian
ventrikel cepar dan siklus jantung dimulai lagi.

– Hubungan Peristiwa Listrik dengan Siklus Jantung

Curah Jantung

17
Volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit disebut curah jantung.
Kebutuhan curah jantung bervariasi sesuai ukuran tubuh, sehingga indikator yang lebih
akurat untuk fungsi jantung adalah indeks jantung (cardiac index). Indeks jantung diperoleh
dengan membagi curah jantung dengan luas permukaan tubuh, yaitu sekitar 3L/menit/m 2
permukaan tubuh.
Curah jantung = frekuensi x volume sekuncup

Volume sekuncup adalah volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per detik.
Jumlah darah yang dikeluarkan dari ventrikel disebut fraksi ejeksi, sedangkan volume darah
yang tersisa di dalam ventrikel pada akhir fase sistolik disebut volume akhir sistolik.
– Pengaturan Denyut Jantung
Frekuensi jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan ekstrinsik
sistem saraf otonom; serabut parasimpatis dan simpatis mempersyarafi nodus
SA dan AV, memengaruhi kecepatan dan frekuensi hantaran impuls. Stimulasi
serabut saraf parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut jantung,
sedangkan stimulasi simpatis akan mempercepat denyut jantung.
– Pengaturan Volume Sekuncup
Tiga variable yang memengaruhi volume sekuncup: beban awal (preload),
beban akhir (afterload) dan kontraktilitas jantung.
a. Beban awal (preload)
Adalah derajat peregangan serabut miokardium segera sebelum kontraksi. Peregangan
serabut miokardium bergantung pada volume darah yang meregangkan ventrikel pada akhir-
diastolik. Aliran balik darah vena ke jantung menentukan volume akhir diastolic ventrikel.
Peningkatan aliran balik vena meningkatkan volume akhir-diastolik ventrikel, yang kemudian
memperkuat peregangan serabut miokardium.
Mekanisme Frank-Starling, menyatakan bahwa dalam batas fisiologis, semakin besar
peregangan serabut miokardium pada akhir-diastolik, semakin besar kekuatan kontraksi pada
saat sistolik.
b. Beban akhir (afterload)
Adalah tegangan serabut miokardium yang harus terbentuk untuk kontraksi dan
pemompaan darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban akhir dapat dijelaskan dalam
versi sederhana persamaan lapace:
Persamaan tersebut menunjukkan tekanan intraventrikulel maupun ukuran ventrikel
meningkat, maka akan terjadi peningkatan tegangan dinding ventrikel. Tegangan dinding
ventrikel menurun bia ketebalan dinding ventrikel meningkat.
c. Kontraktilitas
Adalah perubahan kekuatan kontraksi yang terbentuk yang terjadi tanpa tergantung
perubahan pada panjang serabut miokardium. Kekuatan interaksi ini berkaintan dengan
konsentrasi Ca++ bebas intrasel. Kontraksi miokardium secara langsung sebanding dengan
jumlah kalsium intrasel.
Peningkatan frekuensi denyut jantung dapat meningkatkan kekuatan kontraksi. Apabila
jantung berdenyut lebih sering, kalsium tertimbun dalam sel jantung, menyebabkan
peningkatan kekuatan kontraksi. Stimulasi jantung melalui saraf simpatis, pengikatan
norepinefrin terhadap resptor beta-1, membebaskan kalsium intrasel dan meningkatkan
kekuatan kontraksi. Peningkatan kontraksi tanpa memandang penyebabnya, meningkatkan
volume sekuncup yang memperkuat curah jantung.

d. Bagaimana proyeksi katup jantung?

18
1. Valva tricuspidalis terletak di belakang setengah bagian kanan sternum pada spatium
intercostale.
2. Valva mitralis terletak di belakang setengah bagian kiri sternum setinggi cartilage
costalis.
3. Valva trunci pulmonalis terletak di belakang ujung medial cartilage costalis III sinistra
dan bagian yang berhubungan dengan sternum.
4. Valva aortae terletak di belakang setengah bagian kiri sternum pada spatium
intercostale III.

e. Bagaimana teknik pemeriksaan JVP?

a. Pemeriksaan tekanan vena jugularis

 Pasien berbaring dalam posisi supinasi, dengan sudut leher 45° terhadap bidang
horizontal. Disarankan untuk relaks agar vena jugularis jelas terlihat. Pemeriksa berdiri di sisi
kanan pasien.
 Identifikasi vena jugularis interna kanan dengan pedoman pulsasi darah yang mengisi
vena jugularis interna. Vena jugularis interna terletak di bawah muskulus
sternokleidomastoideus.
 Tentukan titiki acuan bidang horizontal dengan indentifikasi angulus sterni. Tentukan
titik nol setinggi pertengahan atrium kanan, lalu tentukan konstanta jarak titik acuan dengan
titik nol (5cm).
 Melakukan bendungan pada daerah proksimal di atas klavikula dan distal di bawah
mandibula akan terlihat pengisian atau pulsasi vena. Gunakan mistar untuk mengukur tinggi
isi vena dari titik acuan, misal tinggi isi vena 2 cm di atas titik acuan maka nilai tekanan vena
jugularis adalah 5+2 cm h2o

b. Pemeriksaan fisik jantung

 Pasien dalam posisi supinasi, relaks.


 Tentukan titik acuan angulus sterni, sela iga II, garis-garis imajiner linea mid sternalis,
sternalis, parasternalis, mid klavikularis, aksilaris anterior-media-posterior.
 Lakukan inspeksi mengenai bentuk toraks, lokasi pulsasi apeks jantung.
 Palpasi pulsasi apeks dan lokasinya, palpasi adanya thrill. Perkusi batas jantung dari
lateral ke medial. Menentukan batas jantung kanan, batas jantung kiri, pinggang jantung,
batas paru hepar.

19
 Auskultasi bunyi jantung dengan menentukan lokasi proyeksi katup pada dinding toraks.
Menentukan lokasi auskultasi bunyi jantung yang berasal dari katup mitral, pulmonal, aortal,
dan trikuspidal.
 Menentukan bunyi jantung I & II

f. Apa saja klasifikasi suara jantung normal dan abnormal?

BUNYI JANTUNG UTAMA

Bunyi jantung utama terdiri dari bunyi jantung I, II, III, dan IV.

(1) Bunyi jantung I


Bunyi jantung I ditimbulkan karena getaran akibat menutupnya katup atrioventrikular
terutama katup mitral. Pada keadaan normal terdengar tunggal. Faktor-faktor yang
memengaruhi intensitas BJ I adalah:

a. Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, makin Kuta dan cepat, makin keras
bunyinya.
b. Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel. Makin
dekat terhadap posisi tertutup, makin kecil kesempatan akselerasi darah yang keluar
dari ventrikel, dan makin pelan terdengarnya BJ I. Sebaliknya, makin lebar
terbukanya katup atrioventrikular sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena
akselerasi darah dan gerakan katup lebih cepat.
c. Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus, BJ akan
terdengar lebih keras dibandingkan dengan pasien gemuk. Demikian juga pada pasien
dengan emfisema pulmonum, BJ akan terdengar lebih lemah.

Untuk membedakan BJ I dengan BJ II, pemeriksaan auskultasi dapat disertai dengan


pemeriksaan nadi. BJ I akan terdengar bersamaan dengan denyutan nadi.

(2) Bunyi jantung II


Bunyi jantung II (BJ II) timbul karena getaran menutupnya katup semilunar Aorta maupun
Pulmonal. Pada keadaan normal, terdengar pemisahan (splitting) dari kedua komponen yang
bervariasi dengan pernapasan pada anak-anak atau orang muda. Bunyi jantung II terdiri dari
komponen aorta dan pulmonal (BJ II = A2 + P2). Komponen A2 lebih keras terdengar pada
area aorta di sekitar ruang intercostal II kanan. Komponen P2 hanya dapat terdengar keras di
sekitar area pulmonal.

(3) Bunyi jantung III


Bunyi jantung III (BJ III) disebabkan oleh getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat
(rapid filling phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau dewasa muda atau
keadaan dimana compliance otot ventrikel menurun (hipertrofi atau dilatasi).

(4) Bunyi jantung IV


Bunyi jantung IV (BJ IV) disebabkan oleh kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke
ventrikel yang compliance menurun. Jika atrium tidak berkontraksi dengan efisien, misalnya
pada atrial fibrilasi, maka bunyi jantung IV tidak terdengar.

20
Bunyi jantung sering dinamakan berdasarkan daerah katup dimana bunyi tersebut didengar.
M1 berarti bunyi jantung I di daerah mitral. P2 berarti bunyi jantung II di daerah pulmonal.
Bunyi jantung I akan terdengar jelas di daerah apeks, sedangkan bunyi jantung II dikatakan
mengeras jika intensitasnya terdengar sama keras dengan bunyi jantung I di apeks.

Lokasi Auskultasi untuk mendengar bunyi jantung

BUNYI JANTUNG TAMBAHAN

Bunyi jantung tambahan merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan anatomis
atau aliran darah yang dalam keadaan normal tidak akan menimbulkan bunyi atau getaran.

Bunyi jantung tambahan terdiri dari:

a. Klik ejeksi (ejection click): adalah bunyi yang disebabkan karena


pembukaan katup semilunar pada stenosis/penyempitan.
b. Ketukan perikardial: bunyi ekstrakardial yang terdengar akibat
getaran/gerakan perikardial pada perikarditis/efusi perikardium.

BISING JANTUNG (MURMUR)

Bising jantung (murmur) merupakan bunyi yang ditimbulkan akibat getaran yang timbul
dalam intensitas waktu yang lebih lama. Jadi, perbedaan antara bunyi dan bising terutama
berkaitan dengan lamanya bunyi/getaran berlangsung.

Bising jantung terdiri dari:

21
 Bising holosistolik: mengisi seluruh fase siklus jantung. Ditemukan pada mitra
insuffisiensi atau ventricular sepal defect (VSD).
 Bising sistolik-diastolik: mengisi baik fase sistolik maupun diastolik siklus jantung.
 Bising sistolik: terdengar pada fase sistolik, ditemukan pada Atrial Stenosis (AS),
Pulmonal Stenosis (PS), Ventrikular Septal Defect (VSD), Mitral Insuffisiensi (MI).
 Bising diastolik: terdengar pada fase diastolik, misalnya pada Insuffisiensi Aorta
(AI).
 Continous Murmur: terdengar terus-menerus, misalnya pada Patent Ductus
Arteriosus (PDA).
Bising yang terdengar pada sebagian dari satu fase siklus jantung: (1) Late systolic
murmur, misalnya pada prolaps katup mitral, (2) Early diastolic murmur, misalnya
pada aorta insuffiency (AI) atau pulmonal inssufisiency (PI) (3) Late diastolic
murmur, misalnya pada mitral stenosis.

g. Bagaiamana suara paru – paru normal dan abnormal?

Pada suara paru-paru normal, dapat dibagi lagi menjadi 4 bagian. Pembagian ini
didasarkan pada posisi stetoskop pada saat auskultasi (Ramadhan, M,Z. 2012).. Pembagian
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Tracheal Sound, yaitu suara yang terdengar pada bagian tracheal, yaitu pada bagian
larik dan pangkal leher.
2. Bronchial Sound, yaitu suara yang terdengar pada bagian bronchial, yaitu suara pada
bagian percabangan antara paru-paru kanan dan paru-paru kiri.
3. Bronchovesicular Sound, suara ini didengar pada bagian ronchus, yaitu tepat pada
bagian dada sebelah kanan atau kiri.
4. Vesicular Sound, suara yang dapat didengar pada bagian vesicular, yaitu bagian dada
samping dan dada dekat perut.

Suara Paru-Paru Abnormal


Pada saat dilakukan auskultasi, tidak jarang dapat didengar suara paru-paru yang normal
(normal sound) namun terdengar di tempat yang tidak seharusnya pada bagian interior dan
posterior. Hal ini menyebabkan suara paru-paru yang didengar digolongkan pada suara
abnormal. Beberapa bagian dari suara abnormal menurut Ramadhan,M,Z (2012) seperti
berikut :

1. Decreased Breath Sound (Absent) Sering ditemukan suara paru-paru tidak terdengar
pada bagian dada atau dapat dikatakan suara menghilang yang dapat berarti terdapat
suatu masalah pada bagian tersebut. Masalah yang terjadi dapat disebabkan oleh
penyakit seperti daging yang tumbuh hingga paru-paru yang mengecil.
2. Bronchial Terdengar suara inspirasi keras disusul dengan ekspirasi yang lebih keras
lagi. Suara bronchial sangat nyaring, pitch tinggi, dan suara terdengar dekat dengan
stetoskop. Terdapat gap antara fasa inspirasi dan ekspirasi pada pernafasan, dan suara
ekspirasi terdengar lebih lama dibanding suara inspirasi. Jika suara ini terdengar
dimana-mana kecuali di manubrium, hal tersebut biasanya mengindikasikan terdapat
daerah konsolidasi yang biasanya berisi udara tetapi berisi air.

22
3. Harsh Vesicular Suara pernafasan vesikular merupakan suara pernafasan normal yang
paling umum dan terdengar hampir di semua permukaan paru-paru. Suaranya lembut
dan pitch rendah. Suara inspirasi lebih panjang dibanding suara ekspirasi. Apabila
suara terdengar lebih kuat dari biasanya dapat berarti tergolong suara abnormal dan
dapat digolongkan sebagai harsh vesicular.

Suara paru-paru tambahan (Adventitious Sounds)


Kategori terakhir dari suara paru-paru yaitu suara tambahan (adventitious sound). Suara
paru-paru tambahan ini muncul karena adanya kelainan pada paru-paru yang disebabkan
oleh penyakit. Beberapa contoh suara tambahan pada paru-paru menurut Ramadhan,M,Z
(2012), yaitu :
a. Crackles Crackles adalah jenis suara yang bersifat discontinuous (terputus-putus),
pendek, dan kasar. Suara ini umumnya terdengar pada proses inspirasi. Suara crackles
ini juga sering disebut dengan nama rales atau crepitation. Suara ini dapat
diklasifikasikan sebagai fine, yaitu memiliki pitch tinggi, lembut, sangat singkat. Atau
sebagai coarse, yaitu pitch rendah, lebih keras, tidak terlalu singkat. Spectrum
frekuensi suara crackles antara 100-2000Hz (Sovijarvi, et al. 2000). Suara crackles
dihasilkan akibat dua proses yang terjadi. Proses pertama yaitu ketika terdapat saluran
udara yang sempit tiba-tiba terbuka hingga menimbulkan suara mirip seperti suara
“plop” yang terdengar saat bibir yang dibasahi tiba-tiba dibuka. Apabila terjadi di
daerah bronchioles maka akan tercipta fine crackles. Proses kedua, ketika gelembung
udara keluar pada pulmonary edema. Kondisi yang berhubungan dengan terjadinya
crakle :
• Asma
• Bronchiectasis
• Chronic bronchitis
• ARDS
• Early CHF
• Consolidation
• Interstitial lung disease
• Pulmonary edema
b. Wheeze Suara ini dihasilkan oleh pergerakan udara turbulen melalui lumen jalan nafas
yang sempit. Wheeze merupakan jenis suara yang bersifat kontiniu, memiliki pitch
tinggi, lebih sering terdengar pada proses ekspirasi. Suara ini terjadi saat aliran udara
melalui saluran udara yang menyempit karena sekresi, benda asing ataupun luka yang
menghalangi. Jika Wheeze terjadi, terdapat perubahan setelah bernafas dalam atau
batuk. Wheeze yang terdengar akan menandakan peak ekspirasi yang 50% lebih
rendah dibandingkan dengan pernafasan normal. Terdapat dua macam suara Wheeze,
yaitu :
• Suara monophonic yaitu suara yang terjadi karena adanya blok pada satu saluran
nafas, biasanya sering terjadi saat tumor menekan dinding bronchioles.
• Suara polyphonic yaitu suara yang terjadi karena adanya halangan pada semua
saluran nafas pada saat proses ekspirasi. Kondisi yang menyebakan wheezing :
• Asthma
• CHF
• Cronic bronchitis
• COPD

23
• Pulmonary edema
c. Ronchi Ronchi merupakan jenis suara yang bersifat kontiniu, pitch rendah, mirip
seperti Wheeze. Tetapi dalam ronchi jalan udara lebih besar, atau sering disebut coarse
ratling sound. Suara ini menunjukkan halangan pada saluran udara yang lebih besar
oleh sekresi. Kondisi yang berhubungan dengan terjadinya ronchi yaitu :
• Pneumonia
• Asthma
• Bronchitis
• Bronkopasme
d. Stridor Merupakan suara Wheeze pada saat inspirasi yang terdengar keras pada
trachea. Stridor menunjukkan indikasi luka pada trachea atau pada larynx sehingga
sangat dianjurkan pertolongan medis.
e. Pleural Rub Pleural rub merupakan suara yang terdengar menggesek atau menggeretak
yang terjadi saat permukaan pleural membengkak atau menjadi kasar dan bergesekan
satu dan lainnya. Suaranya dapat bersifat kontiniu atau diskontiniu. Biasanya terlokasi
pada suatu tempat di dinding dada dan terdengar selama fase inspirasi atau ekspirasi.
Beberapa kondisi yang menyebabkan pleural rub :
• Pleurisy
• Pneumonia
• Tuberculosis
• Pleural effusion

3. Lab Results

Hemoglobin: 14g/dl, WBC: 9.800/mm3 , Diff count : 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3 ,


platelet : 214.000/mm3. CK NAC 473 U/L, CK MB 72 U/L, ureum 25 mg%, creatinin
0,9 mg%, sodium 138 mg%, potassium 3,0 mg/dl. Total cholesterol 328 mg%,
triglyceride 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25 mg%, SGOT 26 mg/dl, SGPT 30
mg/dl, urin acid 8,8 mg%

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan lab?

Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

Hemoglobin 13 gr% – 18 gr% (Lk) Normal (14 g/dL)


11,5 gr% – 16,5 gr% (Pr)

Trombosit 150.000 – 400.000/mm3 Normal (214.000/mm3)

Leukosit 5.000 – 10.000/mm3 Normal (9.800/mm3)

Diff. Count 0,4-1/1-3/0-5/50-65/25-35/4-6 Normal (0/2/5/65/22/6)

24
LED/ESR 0 – 10 mm/jam (Lk) Tinggi (20/mm3)
0 – 20 mm/jam (Pr)
Kolesterol total 150 – 200 mg/dL Tinggi (328 mg%)
HDL 45 – 65 (P) Rendah(25 mg%)
35 – 55 (L) mg/dL

LDL <100 mg/dL Tinggi(194 mg%)


Trigliserid 120 – 190 mg/dL Tinggi (285 mg%)
CK NAC LK: 30 – 180 IU/L Tinggi (473 U/L)
CK MB <24 U/L Tinggi (72 U/L)

b. Bagaimana gambaran X-ray pada kasus?

CTR>50%

Tidak Normal

CTR=A+B/C
Keterangan :
A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung.
B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung.
C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri.
Jika CTR >0.5 maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly
pembuluh darah jantung (koroner) yang memberikan pasokan oksigen dan
nutrisi ke jantung terganggu sehingga otot-otot jantung berusaha bekerja lebih
keras dari biasanya menggantikan sebagian otot jantung yang lemah atau mati
karena kekurangan pasokan darah. keadaan yang memaksa jantung untuk
bekerja lebih keras dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada otot
jantung sehingga jantung akan membesar.

Boot-Shaped Bronchovascular Pattern

25
4. EKG Results

Sinus rhythm, normal axis, HR: 50 bpm, regular, PR interval 0,28 sec, ST elevation at
lead II, III, Avf and ST depression at lead V1, V2, V3, VES benigna (+), LVH (+)

Additional Exam :

Chest X-ray: cor: CTR > 50%, boot-shaped. Lungs: bronchovascular marking
increased.

 Bagaiamana interpretasi hasil EKG pada kasus?

Hasil Keadaan normal Interpretasi

Sinus rhythm Sinus Normal

Left axis Berada pada ventrikel kiri Normal

CTR >50% CTR < 50% Tidak normal


Menunjukkan adanya
perbesaran jantung
Heart rate: 50 60–100 bpm Tidak normal
bpm
PR interval 0,12 –0,20 second Tidak normal
0,28 second
Elevasi ST Tidak terjadi elevasi Tidak normal
LII, III, aVf
STdepresi Tidak terjadi depresi ST Tidak normal
V1, V2, V3
VES benigna
(+)
LVH (+) LVH (-) Tidak normal

 Bagaimana gambaran EKG yang normal?

26
 Gelombang P : gelombang pertama kali terlihat. Terjadi defleksi positif akibat
depolarsasi atrium.
 Interval P-R : waktu antara permulaan gelombang P dengan awal kompleks
QRS. Menunjukkan waktu terjadinya penjalaran gelombang depolarisasi dari
atrium ke ventrikel.
 Segmen P-R : dibentuk dari akhir gelombang P sampai dengan awal kompleks
QRS dan merupakan penentu garis isoelektris
 Gelombang Q : defleksi negatif pertama yang terlihat. Gelombang Q tidak
selalu nampak, bergantung letak pencatatan dan sifat otot ventrikel
 Gelombang R : defleksi positif pertama pada depolarisasi ventrikel
 Gelombang S : defleksi negatif pertama setelah defleksi positif (R) pada
depolarisasi ventrikel
 Kompleks QRS : menunjukkan depolarisasi ventrikel
 Gelombang T : defleksi akibat repolarisasi ventrikel
 Gelombang U : defleksi setelah gelombang T sebelum gelombang P;
menunjukkan repolarisasi serabut purkinje
 Interval QRS : waktu depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang Q
(atau R bila Q tidak ada) samapi akhir gelombang S.
 Interval QT : waktu depolarisasi dan repolarisasi ventrikel; diukur dari awal
gelombang Q sampai akhir gelombang T
 Segmen ST : jarak antara akhir dari gelombang S dan awal dari gelombang
T; menunjukkan waktu anatara depolarisasi ventrikel dan awal dari
repolarisasi ventrikel

 Bagaimana gambaran EKG pada kasus?

Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi,
yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru,
elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen
ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.

27
Sementara itu, NSTEMI dibedakan dari UA dengan terdeteksinya biomarker serum penanda
nekrosis miokardium. Selain itu, pada NSTEMI terdapat abnormalitas ST atau gelombang T
yang lebih persisten. Pada STEMI, gambaran EKG menunjukan adanya elevasi segmen ST
ditambah dengan terdeteksinya penanda serum untuk nekrosis miokardium.

Abnormalitas EKG pada Unstable Angina dan NSTEMI2

28
Evolusi EKG Selama STEMI2

Stratifikasi Risiko dengan TIMI Score 3,4

Pada saat melakukan diagnosis kasus sindrom koroneri akut, prognosis pasien juga perlu
dipertimbangkan. Saat ini, salah satu sistem skoring yang sering digunakan adalah TIMI
Score (Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI). Skor TIMI berbeda antara kasus
STEMI (ST-elevation myocardial infarction) dengan kasus NSTEMI (non ST-elevation
myocardial infarction).

Pada kasus N-STEMI, sebelumnya kita perlu perhatikan tanda dan gejala berupa: nyeri dada
iskemi pada saat istirahat dalam 24 jam terakhir, dengan disertai bukti penyakit jantung
koroner (dapat berupa deviasi segmen ST atau peningkatan penanda enzim jantung). Dalam
menentukan skor TIMI untuk kasus N-STEMI, informasi yang perlu digali adalah sebagai
berikut.

a. Usia >=65 tahun


b. 3 atau lebih faktor resiko penyakit jantung coroner
c. Riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya serta diketahui terdapat stenosis
>50%
d. Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir
e. Angina berat dalam 24 jam terakhir
f. Peningkatan penanda enzim jantung
g. Deviasi segmen ST >0,5 mm
Masing-masing kriteria mendapatkan 1 poin.

Kaitan Skor TIMI tersebut dengan kematian dalam 2 minggu, resiko kematian akibat infark
miokard, terjadinya miokard infark adalah sebagai berikut

a. 0-1 point: 3-5%


b. 2 poin : 3-8%
c. 3 poin: 5-13%
d. 4 poin: 7-20%
e. 5 poin: 12-26%
f. 6-7 poin: 19-41%

Sementara itu, untuk skoring TIMI pada kasus STEMI, kriteria sedikit berbeda, yaitu:
(sebelumnya pertimbangkan tanda dan gejala berikut: nyeri dada lebih dari 30 menit, ST
elevasi, onset kurang dari 6 jam).

 DM, riwayat hipertensi atau riwayat angina (1 poin)


 Tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg (3 poin)
 Denyut nadi > 100 BPM (2 poin)
 Kelas Killip II-IV (2 poin)
 Berat badan kurang dari 67 kg (1 poin)

29
 ST elevasi pada lead anterior atau terdapat LBBB (1 poin)
 Waktu onset hingga penatalaksanaan lebih dari 4 jam (1 poin)

ditambah dengan kriteria usia:

o usia lebih dari atau sama dengan 75 tahun (3 poin)


o 65-74 tahun (2 poin)
o kurang dari 65 (0 poin)

Skor ini memberikan informasi prediksi kematian dalam 30 hari sesudah terjadi infark
miokard sebagai berikut.

1. 0 poin: 0,8%
2. 1 poin: 1,6%
3. 2 poin: 2,2%
4. 3 poin: 4,4%
5. 4 poin: 7,3%
6. 5 poin: 12%
7. 6 poin: 16%
8. 7 poin: 23%
9. 8 poin: 27%
10. 9-14 poin: 36%

5. Diagnosis : sindrom koroner akut


 Definisi ?

Sindrom koroner akut merupakan bagian dari PJK (penyakit jantung koroner) yang
biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan dimana aliran darah koroner
terganggu secara parsial hingga total menuju ke miokard secara akut. Terdapat 3 jenis SKA,
yaitu angina pektoris tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi ST segmen (NSTEMI), dan
infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI).

 Etiologi ?

 Penyebab dari Sindroma Koroner Akut ini adalah

 Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada

 Obstruksi dinamik ( spasme koroner atau vasokonstriksi )

 Obstruksi mekanik yang progresif

 Inflamasi dan/atau infeksi o Faktor atau keadaan pencetus

 Epidemiologi?
Global

30
Di Amerika Serikat pada tahun 2013 angka mortalitas akibat penyakit kardiovaskular
mencapai 222,9 per 100.000 penduduk. Sementara hanya penyakit jantung koroner saja
menyebabkan 1 dari 7 total kematian di Amerika Serikat.

Di negara Tiongkok, terjadi peningkatan tren prevalensi pasien yang dirawat inap karena
STEMI dari 3,5 per 100.000 tahun 2011 menjadi 15,4 per 100.000 pada tahun 2011.

IndonesiaData pasti tingkat kejadian, morbiditas, dan mortalitas infark miokard di


Indonesia terbatas. Namun secara nasional terdapat 0,5% prevalensi penyakit jantung koroner
yang didiagnosis dokter menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 di mana prevalensi
paling tinggi berada di provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta dan Aceh.

Data Jakarta Acute Coronary Syndrome Registry menyebutkan bahwa pada tahun 2008-
2009 terdapat 654 pasien dengan STEMI. Dari pasien yang mengalami STEMI hanya 59%
yang mendapat terapi reperfusi. Hampir 80% kasus infark datang setelah lewat 12 jam sejak
onset serangan.

 Factor resiko?

Ada empat faktor resiko infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga.
1. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit
yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun.
2. Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama
kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki.Wanita agaknya relatif kebal
terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama
rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan
estrogen (Santoso, 2005).
Faktor resiko yang dapat diubah antara lain abnormalitas kadar serum lipid,
hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi
buahbuahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).
 Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab
penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan
mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).
 Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah
sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri
hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis
terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya

31
kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya
kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006)
 Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris,
sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan
rokok (Ramrakha, 2006).
 Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungandengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweightdidefinisikan sebagai
IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentra
Adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya
keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti
peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah,
inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha,
2006).

 Patofisiologi?

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner
yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan
tudung brus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white
thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20
menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).

Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya
iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis,
adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah
iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas.
Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria
epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner
Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.

32
 Pathogenesis?

Ruptur Plak Aterosklerosis


Plak ateroma terdiri dari beberapa morfologi dan dapat ditemukan diberbagai
lokasi berbeda pada arteri koroner seorang pasien. Lesi awal ditandai dengan infiltrasi sel
foam (lesi tipe I), kemudian berkembang dan menjadi matang dengan infiltrasi otot polos dan
lipid (lesi tipe II “Fatty Streak”) serta deposisi jaringan ikat (Lesi tipe III). Lesi awal
berkembang dalam kurun waktu tiga dekade awal kehidupan pada daerah dengan aliran
turbulen yang terlokalisir pada arteri koroner. Perkembangan lesi ini dipercepat oleh beberapa
keadaan , seperti hipertensi, DM, hiperkolesterolemia, dan merokok. Seiring dengan
pertumbuhan plak yang menjadi lebih lunak dengan kandungan lipid ekstraselular yang tinggi
dan cholesteryl ester serta cap fibrosa yang lebih tipis secara progresif (lesi tipe IV-Va
“atheroma”) maka plak akan menjadi semakin rentan mengalami gangguan. Plak yang ruptur
dilapisi oleh trombus (lesi tipe VI) dikenal sebagai lesi kompleks. Ketika lesi ini
menyebabkan derajat stenosis koroner yang signifikan tanpa asupan kolateral yang adekuat
maka akan terjadi SKA. Setelah terjadinya serangan, trombus pada lesi yang kompleks ini
akan terorganisasi dan mengalami kalsifikasi (lesi tipe Vb) atau fibrosis (lesi tipe Vc) dan
pada akhirnya akan mejadi lesi stenosis kronik. Lesi kompleks dapat mengandung kumpulan
trombus dari episode plak ruptur sebelumnya, diikuti dengan lisis klot spontan, sel inflamasi,
dan sel otot polos. Kebanyakan lesi culprit pada SKA cenderung memiliki lebih sedikit
kalsifikasi (Davies, 2000, Overbaugh, 2009, Gutstein and Fuster, 1999).
Perkembangan dan pertumbuhan plak aterosklerosis dapat dibagi menjadi lima
tahap berdasarkan morfologi lesinya. Fase 1, merupakan perkembangan tanpa gejala dari lesi
tipe I-III yang terjadi pada beberapa dekade awal kehidupan. Fase 2 , adalah perkembangan
ateroma (lesi tipe IV dan Va), dimana biasanya tanpa gejala namun dapat pula disertai suatu
angina pektoris stabil. Disrupsi plak terjadi pada fase 3 sehingga terjadi trombus mural yang
tidak menyebabkan oklusi dan pertumbuhan tiba tiba dari lesi kompleks. Fase 3 ini dapat
memberikan gejala angina namun dapat juga tidak bergejala. Fase 4 berkaitan dengan

33
terjadinya SKA dimana terjadi disrupsi lesi plak (Type VI) yang disertai trombus besar yang
oklusif. Fase 5 merupakan fase kronik dimana terjadi kalsifikasi atau fibrosis plak (lesi tipe
Vb dan Vc) (Gutstein and Fuster, 1999).
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya plak ruptur, yaitu faktor dari
luar dan dari dalam. Faktor dari luar adalah adanya aliran darah yang bertabrakan dengan
plak , tekanan terhadap dinding pembuluh darah merupakan kunci dari faktor luar yang
mempengaruhi stabilisasi plak. Tekanan dari luar ini dapat dipengaruhi oleh faktor
sistemik seperti pengaruh lingkungan atau farmakologi. Faktor dari dalam yaitu ukuran
plak, lokasi, dan kandungan dari lipid core serta integritas dari cap fibrosa mempengaruhi
kesensitifan plak terhadap tekanan dari luar. Tekanan dari dalam yang mempengaruhi
stabilitas plak berasal dari aktivitas sel inflamasi didalam plak sklerotik (Gutstein and
Fuster, 1999).
Makrofag akan melepaskan metalloprotein yang mana memiliki aktivitas yang
melawan komponen kolagen plak sehingga merapuhkan cap fibrosa. Makrofag yang
berasal dari sel foam juga telah menunjukkan akan mengaktifkan matrix
metalloproteinases (MMPs) dengan menguraikan spesies reaktif oksigen. Makrofag pada
plak sklerotik berasal dari monosit disirkulasi, yang terikat pada dinding pembuluh darah
di area aliran yang turbulen. Monosit tertarik ke dinding pembuluh darah melalui faktor
kemotaktik seperti Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1), yang juga berperan
merangsang paparan faktor jaringan di monosit dan sel otot polos. Selain makrofag,
limfosit T juga ditemukan dalam jumlah banyak pada plak ateroma. Infeksi sistemik
dikatakan berkaitan dengan kelainan aterosklerotik. Agen infeksi dapat mempengaruhi
fungsi endotel dan mengaktifkan monosit serta makrofag untuk mengeluarkan sitokin
inflamasi. Sitokin ini akan merangsang produksi spesies reaktif oksigen dan enzim
proteolitik yang akan mempengaruhi stabilitas plak. Stress oksidatif dan kapasitas
antioksidan dinding pembuluh darah memiliki peranan yang penting terhadap
pertumbuhan plak hingga rupturnya plak. Makrofag dan limfosit-T akan mengalami
apoptosis pada plak aterosklerosis tingkat lanjut, kematian sel apoptosis akan
mempengaruhi stabilitas plak. Plak yang rapuh dikatakan terdiri dari lipid core dengan luas
setidaknya 50% dari keseluruhan volume plak, makrofag dengan densitas tinggi, sel otot
polos densitas rendah di cap, faktor jaringan dalam jumlah tinggi, dan cap plak yang tipis
dimana struktur kolagennya tidak teratur (Gutstein and Fuster, 1999, Libby and Theroux,
2005, Fischer,Gutstein, et al., 2000).

34
Presentasi Skematik
dari Tahapan
Progresi Lesi
Aterosklerosis dan
Lesi Patologi
Terkait serta
Sindroma Klinis
(Gutstein and
Fuster, 1999).

Trombositosis
Trombosis plak terjadi akibat dua proses yang berbeda. Pertama disebabkan
adanya perluasan proses denudasi endotel sehingga permukaan jaringan ikat
subendotel mengalami paparan dalam area yang besar. Pembentukan trombus
terjadi kemudian terikat di permukaan plak. Proses ini dikenal dengan istilah erosi
endotel. Beberapa studi obervasional menunjukkan bahwa hilangnya sel endotel
berkaitan dengan aktivasi makrofag yang mengakibatkan kematian sel endotel
melalui apoptosis dan produksi protease yang memangkas sel endotel dari
perlekatannya dengan dinding pembuluh darah. Mekanisme kedua adalah
pembentukan trombus akibat rupturnya plak. Pada keadaan ini cap plak ruptur dan
terjadi paparan lipid core dengan darah pada lumen arteri. Area lipid core bersifat
sangat trombogenik, mengandung faktor jaringan, fragmen kolagen, dan
permukaan crystalline yang mempercepat terjadinya koagulasi. Pembentukan
trombus pada awalnya terjadi di plak itu sendiri kemudian meluas dan distorsi dari
dalam, trombus dapat meluas sampai ke lumen arteri (Libby and Simon, 2001,
Libby and Theroux, 2005, Crea and Liuzzo, 2013).

Mikroanatomi Trombosis dan Oklusi Akut pada Arteri.

35
(Libby and Theroux, 2005)

Disrupsi plak seperti erosi endotel merupakan cerminan meningkatnya


aktivitas sel inflamasi didalam plak. Cap plak memiliki struktur yang dinamis,
kekuatannya tergantung terhadap matriks jaringan ikat didalamnya yang secara
konstan diganti dan diatur oleh sel otot polos.
Proses inflamasi mengurangi sintesis kolagen dengan menghambat sel otot polos
dan menyebabkan kematian sel melalui apoptosis. Makrofag juga memproduksi
metalloproteinase yang mampu memecah semua komponen matriks jaringan ikat,
termasuk kolagen. Metalloproteinase ini dilepaskan ke jaringan dalam bentuk tidak
aktif yang kemudian diaktivasi oleh plasmin. Produksi metalloproteinase oleh
makrofag dirangsang oleh sitokin inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF) .
Oleh sebab itu disrupsi plak saat ini dianggap sebagai fenomena auto-destruct yang
dirangsang oleh aktivitas inflamasi (Davies, 2000, Suryana, 2013).
Disrupsi plak merupakan penyebab dominan sekitar > 80% dari trombus koroner
pada pria kulit putih dengan konsentrasi plasma low density lipoprptein (LDL)
yang tinggi dan konsentrasi yang rendah dari high density lipoprotein (HDL).
Sedangkan pada perempuan, erosi endotel bertanggung jawab terhadap 50% kasus
trombus koroner. Proses disrupsi memiliki komponen intra plak yang lebih resisten
terhadap terapi (Epstein, Fuster, et al., 1992, Gutstein and Fuster, 1999).

Pembentukan, Perluasan, dan Durasi Trombosis Plak Arteri.


(Libby and Theroux, 2005).

Proses Inflamasi, Ruptur Plak, dan Trombosis yang Menyebabkan


SKA (Libby, Ridker, et al., 2011).

36
 Penegakan diagnosis?

Diagnosis ACS ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu:
A. Adanya nyeri dada
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal, dan prekordial.
Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas
dan dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Kadang- kadang nyeri dapat
dirasakan di daerah epigastrium dan terjadi salah diagnosis dengan dispepsia. Nyeri
membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat, atau tidak menghilang. Nyeri
dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat
disertai gejala mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, pusing seperti melayang,
sinkop dan lemas.
B. Perubahan elektrokardiografi
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen
ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika
trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien
dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable
angina atau Non STEMI.
C. Peningkatan marker biokimia
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh
sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah
yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate
aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-
MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan
cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein
ini mengkonfirmasi adanya infark miokard. Enzim meningkat minimal 2x batas atas
nilai normal.

 Klasifikasi?

37
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),
dan pemeriksaan marka jantung, Acute Coronary Syndrome (ACS) dibagi menjadi:

1). Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI: ST segmen elevation


myocardial infraction)

2). Infark Miokard dengan Non Elevasi Segmen ST (NSTEMI: Non ST segmen
elevation myocardial infraction)

3). Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP: Unstable Angina Pectoris)


Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator
kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan
revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya;
secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi
koroner perkutan primer (PCI). Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil
peningkata marka jantung (PERKI, 2015)
Diagnosis NSTEMI dan UAP ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Sedangkan UAP dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang
ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan
adalah Troponin I/T atau CKMB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung
terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi NSTEMI. Pada UAP, marka
jantung tidak meningkat secara bermakna (PERKI, 2015).

 Manifestasi klinis?

Mengatakan gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri ditengah dada, seperti:
rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati,
rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa
merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada
juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag.

Menambahkan gejala kliniknya meliputi:

1) Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke


otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
2) Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada
(angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada
dan berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat
menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta ke
punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini dapat
pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah
mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami
angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat
atau lebih seri
Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh
seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati.
Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin

38
 Komplikasi?

Disfungsi Ventrikular
a. Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya
gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada
apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang
nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
b. Gangguan Hemodinamik
c. Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)
dan sesudahnya.
d. Syok kardiogenik
e. Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90%
terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok
kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
f. Infark ventrikel kanan
g. Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang
berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau
tanpa hipotensi.
h. Aritmia paska STEMI
i. Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem
saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di
zona iskemi miokard
j. Ekstrasistol ventrikel
k. Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien
STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam
mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
l. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
m. Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia
sebelumnya dalam 24 jam pertama.
 Fibrilasi ventrikel
 Fibrilasi atrium
 Aritmia supraventrikular
 Asistol Ventrikel

39
 Bradiaritmia dan blok
 Komplikasi mekanik
 Perikarditis

 Tata laksana dan Edukasi?

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat, menghilangkan


nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin
dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat penunjang.
Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST
yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan
dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang
ada.

Pengontrolan nyeri dan rasa tidak nyaman

a. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi


oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan
dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
c. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
d. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.
e. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik

Stabilisasi keadaan hemodinamik


 Istirahat
 Kontrol tekanan darah dan denyut jantung
 Stool softener
40
Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang
maligna.
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI
dapat dicapai dalam 90 menit.
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting
terhadap luas infark dan outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolitik dalam
menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan
dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark
miokard dan menurunkan angka kematian.
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada
pasien.Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik),
semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat
keputusan untuk memilih PCI.Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi
farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya fasilitas
kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.

 Percutaneous Coronary Interventions (PCI)


Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama
infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka
arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka
pendek dan jangka panjang yang lebih baik.11,16 PCI primer lebih dipilih jika
terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan
meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan
darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun,
PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas
berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.

 Fibrinolitik

41
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to
needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan utamanya
adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa
macam obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA),
streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan
memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus
fibrin.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan
penurunan elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik.
Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien
paska CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :
 Kontraindikasi absolut
 Setiap riwayat perdarahan intraserebral
 Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
 Terdapat neoplasia ganas intrakranial
 Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3
jam
Dicurigai diseksi aorta
 Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
 Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3
bulan

 Kontraindikasi relatif
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau TDS>110
mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui patologi
intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar (<3
minggu)
5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi

42
7. Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau
reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko
perdarahan.
Obat Fibrinolitik
 Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang
pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya
karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan.
Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah.
 Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of
Strategies to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan
penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang
mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal
disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.
 Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan
sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis
bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.
 Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki
spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator
inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan
tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan
yang sama dibandingkan dengan tPA.

Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang
manfaatnya sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan.

Terapi Lainnya
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan
STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel,
thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular

43
Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin
Receptor Blocker.

1. Anti trombotik
Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal STEMI berperan
dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait
infark.Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Menurut penelitian ISIS-2
pemberian aspirin menurunkan mortalitas vaskuler sebesar 23% dan infark non fatal
sebesar 49%.
Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi
trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL
membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan hasil
penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6 bulan
pada kelompok abciximab dan stenting.
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah
unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan
terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu
trombolisis dan memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang terkait
infark.Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U)
dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam).Activated partial
thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali.
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung
kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi
atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan harus mendapatkan
terapi antitrombin kadar terapetik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat,
dilanjutkan terapi warfarin minimal 3 bulan.
2. Thienopiridin
Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk pasien
dengan hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang
menjalani reperfusi primer atau fibrinolitik.
Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators mempelajari
pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI yang mendapat
perawatan dengan atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan kejadian kasus
jantung dan pembuluh darah serebral (kematian, reinfark non fatal, dan stroke non

44
fatal). Manfaat dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok pasien tanpa terapi
reperfusi awal (8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun tertinggi (18%).

3. Penyekat Beta
Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu manfaat yang
terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka
panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Penyekat beta
intravena memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi
nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel
yang serius.
Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien
termasuk yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan
kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat
menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau riwayat asma).

4. Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan manfaat
terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat beta.
Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE pada
pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark
sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian infark berulang
juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian
inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal
jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi
ventrikel kiri secara global, atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau
pasien hipertensif

 Pencegahan?

Kita dapat mengurangi resiko serangan jantung dengan gaya hidup yang sehat sebagai
berikut:

1. Jangan merokok.
2. Makan makanan yang sehat yang rendah kolesterol, lemak jenuh, dan
garam.
3. Melakukan latihan aerobik selama minimal 30 menit per hari, tiga
hari dalam seminggu.

45
4. Menurunkan berat badan berlebih.
5. Kunjungi dokter secara teratur untuk memeriksa kolesterol darah dan
tekanan darah.

 Prognosis?

TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi fibrinolitik

Klasifikasi Killip : berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana,S3


gallop,kongesti paru dan syok kardiogenik.
Klasifikasi forrester : berdasarkan monitoring hemodinamik indeks
jantung dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP).

 SKDI?

Infark Miokard termasuk dalam SKDI tingkat kemampuan 3B yang berarti gawat
darurat, dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

 Bagaimana pembentukan thrombus ( masukan gambar agregasi platelet) ?

Secara normal ––> darah mengalir tetap cair karena adanya keseimbangan
tertentu yang sangat kompleks, namun dalam keadaan tertentu keseimbangan ini
dapat terganggu shg terjadi trombosis.
Pada keadaan ini trombosit melekat pd permukaan endotel pembuluh atau jantung.
Darah yg mengalir –> banyaknya trombosit melekat pd tempat tersbt –> trombosit dpt
saling melekat –>terbentuk suatu massa yang menonjol kedalam lumen.

46
Pd saat tertentu bila aliran darah cepat (spt dlm arteri-arteri), massa yang terbentuk
dari trombosit akan terlepas dari dinding pembuluh tetapi kemudian diganti dengan
trombosit yang lain
Jika terjadi kerusakan pada trombosit ––> dilepaskan suatu zat tromboplastin, zat
inilah yang merangsang proses pembentukan bekuan darah. Tromboplastin akan
mengubah protrombin —>trombin yang bereaksi dengan fibrinogen ––> fibrin. Selain
itu trombin menyebabkan pecahnya trombosit —> pembentukan tromboplastin
Trombus mempunyai bentuk khas tda lapisan trombosit dan diliputi oleh Leukosit,
eritrosit dan fibrin. Dari luar permukaan trombus nampak sebagai batu karang dengan
garis-garis –> Line of zahn. Trombus warnanya putih dan merah berbutir-butir. Bila
dipotong maka tampak garis-garis yang berlapis-lapis putih kelabu

IV. Sintesis

What I don’t What I have to


Pokok Bahasan What I Know How will I learn
know prove

47
Sindrome Definisi, - Hubungan Buku ajar,
Koroner Akut etiologi, sindrome Internet, Jurnal.
epidemiologi, koroner akut
factor resiko, dengan
pathogenesis, kebiasaan sehari
patofisiologis - hari
EKG Cara membaca Interpretasi Dampak dari
EKG, EKG setiap
Pergerakan
EKG,
Interpretasi
Poto Thorax Gambaran Kelainan Gambaran dan
Kelainannya

ANATOMI JANTUNG
Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu di antara paru.
Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan: lapisan dalam
(pericardium viseralis) dan lapisan luar (pericardium parietalis). Kedua lapisan
pericardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang mengurangi gesekan
akibat gerakan pompa jantung. Perikardium parietalis melekat ke depan pada sternum,
ke belakang pada kolumna vertebralis, dank e bawah pada diaphragm. Perlekatan ini
menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya. Perikardium viseralis melekat
secara langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap
penyebaran infeksi atau neplasma dari organ-organ sekitarnya ke jantung. Jantung
terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terluar epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan
otot yang disebut myokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel
yang disebut endokardium.
Permukaan Jantung
Jantung memiliki tiga permukaan; facies sternocostalis (anterior), facies
diphragmatica (inferior) dan basis cordis (facies posterior). Jantung memiliki apex
yang arahnya ke bawah, depan dan kiri.
– Facies sternocostalis, terutama dibentuk oleh atrium dextrum dan
ventriculus dexter, yang dipisahkan sattu sama lain oleh sulcus
atrioventricularis. Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan
pinggir kirinya dibentuk oleh ventriculus sinister dan sebagian
auricular sinistra. Ventriculus dexter dipisahkan dari ventriculus sinister
oleh sulcus interventricularis anterior.

48
– Facies diaphragmatica, terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan
sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior.

Permukaan inferior atrium dextrum, tempat bermuara vena cava


inferior, juga ikut membentuk facies diaphragmatica.

– Basis cordis (facies posterior), terutama dibentuk oleh atrium


sinistrum, tempat bermuara empat venae pulmonales. Basis cordis
terletak berlawanan dengan apex cordis.
– Apex cordis, dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah ke bawah,
depan dan kiri. Apex terletak setinggi spatium intercostale V sinistra, 9
cm dari garis tengah. Pada daerah apex, denyut apex biasanya dapat
dilihat dan diraba pada orang hidup.

49
Perhatikan bahwa basis cordis dinamakan basis karena jantung berbentuk piramid
dan basisnya terletak berlawanan dengan apex. Jantung tidak terletak pada basisnya,
jantung terletak pada facies diaphragmatica (inferior).
Batas Jantung
Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri oleh auricular
sinistra dan di bawah oleh ventriculus sinister. Batas bawah terutama dibentuk oleh
ventriculus dexter tetepi juga oleh atrium dextrum dan apex oleh ventriculus sinister.

Struktur Jantung
Bagian atrium jantung relatif memiliki dinding yang tipis dan dibagi dua oleh
septum interatriale menjadi atrium dextrum dan atrium sinsitrum. Septum berjalan
dari dinding anterior jantung menuju belakang dan kanan. Bagian ventrikel jantung
mempunya dinidng yang tebal dan dibagi oleh septum ventriculare (interventriculare)
menjadi ventriculus dextrum dan ventriculus sinsitrum. Septum terletak miring,
dengan suatu permukaan menghadap ke depan dan kanan serta permukaan lainnya
menghadap ke depan dan kiri. Posisi nya diidentifikasi pada permukaan jantung
sebagai sulcus interventricularis anterior dan posterior. Bagian bawah septum tebal,
dibentuk oleh otot. Bagian atas lebih kecil, tipis, membranosa dan terikat pada rangka
fibrosa.
Rangka jantung terdiri atas cincin-cincin fibrosa yang mengelilingi ostium
atrioventriculare, ostium trunci pulmonalis dan ostium aortae. Cincin ffibrosa di
sekeliling ostium atriventrikulares memisahkan dinding otot atrium dan ventrikel
namun menyediakan tempat perlekatan serabut-serabut otot. Cincin fibrosa
menyokong basis cuspis valva dan mencegah valva dari peregangan dan menjadi
inkompeten.

Ruang Jantung
Jantung dibagi oleh septa vertilak menjadi empat ruang; atrium dextrum, atrium
sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus sinister. Atrium dextrum terletak
anterior terhadap atrium sinistrum dan ventriculus dexter anterior terhadap ventriculus
sinister.

50
-Atrium dextrum
Terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil (auricular). Pada permukaan
jantung, tempat pertemuan atrium kanan dan auricular kanan, terdapat sulcus vertical
yaitu sulcus terminalis yang pada permukaan dalamnya berbentuk rigi disebut crista
terminalis. Bagian utama atrium yang terletak posterior terhadap rigi berdinding licin
dan bagian ini pada masa embrio berasal dari sinus venosus. Bagian atrium di anterior
rigi berdinding kasar (trabekulasi) karena tersusun atas berkas serabut otot, muskulus
pectinati, yang berjalan dari crista terminalis ke auricular dextra. Bagian anterior
secara embrilogis berasal dari atrium primitif.
Atrium kanan berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah, dan sebagai penyalur
darah dari vena-vena sirkulasi sistemik yang mengalir ke ventrikel kanan. Adapun
pembuluh darah yang bermuara ke atrium kanan adalah:
-Vena cava superior, mengembalikan darah ke jantung dari setengah bagian atas
tubuh, bermuara ke dalam bagian atas atrium kanan; muara ini tidak memiliki katup.
-Vena cava inferior (lebih besar dari vena cava superior), mengembalikan darah ke
jantung dari setengah bagian bawah tubuh, bermuara ke bagian bawah atrium kanan;
dilindungi oleh katup rudimenter yang tidak berfungsi.
– Sinus coronaries, mengalirkan darah dari sebagian besar dinding
jantung, bermuara di antara vena cava inferior dan ostium
atrioventriculare dextrum; muara ini dilindungi oleh katup

rudimenter yang tidak berfungsi.


-Ventriculus Dexter

51
Ventrikel kanan berhubungan dengan atrium kanan melalui ostium
atrioventriculare dextrum dan dengan truncus pulmonalis melalui ostium trunci
pulmonalis. Waktu rongga mendekati ostium trunci pulmonalis, bentuknya berubah
menjadi seperti corong, disebut infundibulum.
Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal disbanding atrium kanan dan
menunjukkan beberapa rigi yang menonjol ke dalam (dibentuk oleh berkas-berkas
otot), menyebabkan dinding ventrikel seperti busa dan dikenal sebagai trabeculae
carnae. Trabecula carnae terdiri dari tiga. Jenis pertama terdiri dari musculi papilaris
yang menonjol ke dalam, melekat melalui basisnya pada dinding ventrikel; puncaknya
dihubungkan oleh tali-tali fibrosa (chordate tendineae) ke cuspis valve tricuspidalis.
Jenis kedua menonjol ke depan dari septum intervetrikular ke dinding anterior.
Kelompok ini disebut pita moderator (trabekula septomegali) dan penting dalam
konduksi impuls karena mengandung cabang kanan dari nodus atrioventrukular. Jenis
ketiga hanya terdiri atas rigi-rigi yang menonjol.
Katup yang terdapat pada ventrikel kanan adalah:
-Valva tricuspidalis, terdiri atas tiga cuspis yang dibentuk oleh lipatan endocardium
disertai sedikit jaringan fibrosa yang meliputinya: cuspis anterior terletak di anterior,
cuspis septalis terletak berhadapan dengan septum interventriculare dan cuspis
inferior atau posterior terletak di inferior. Basis cuspis melekat di cincin fibrosa
rangka jantung, sedangkan ujung bebas dan permukaan ventrikularnya melekat pada
chordate tendineae sehingga menghubungkan cuspis dengan musculi papillares. Bila
ventrikel berkontraksi, musculi papillares berkontraksi sehingga mencegah cuspis
terdorong masuk ke dalam atrium dan terbalik waktu tekanan intraventrikular
meningkat.
-Valva trunci pulmonalis, terdiri atas tiga valvula semilunaris yang dibentuk yang
dibentuk oleh lipatan endocardium disertai sedikit jaringan fibrosa yang meliputinya.
Pinggir bawah dan samping seriap cuspis yang melengkung melekat pada dinding
arteri. Ketiga valvula semilunaris tersusun sebagai satu yang terletak di posterior
(valvula semilunaris sinistra) dan dua yang terletak anterior (valvula semilunaris
anterior dan dextra). Mulut muara mengarah ke atas, masuk ke dalam truncus
pulmonalis. Tidak ada cordae tendineae atau musculi papillares yang berhubungan
dengan cuspis valva ini. Pada pangkal truncus pulmonalis terdapat tiga pelebaran
dinamakan sinus. Selama sistolik ventrikel, cuspis-cuspis valve tertekan pada dinding
truncus pulmonalis oleh darah yang keluar. Selama diastolic, darah mengalir kembali
ke jantungdan masuk ke sinus; cuspis terisi, terletak berhadapan di dalam lumen dan
menutup ostium trunci pulmonalis.

-Atrium Sinistrum
Sama seperti atrium dextrum, atrium sinistrum terdiri atas rongga utama dan
auricular sinistra. Atrium sinistrum terletak di belakang atrium dextrum dan
membentuk sebagian besar basis dan facies posterior. Di belakang atrium sinistrum
terdapat sinus obliquus percardii serosum dan pericardium fibrosum memisahkannya
dari eosephagus. Empat venae pulmonales, dua dari masing-masing paru-paru
bermuara ke dinding posterior dan tidak mempunyai katup. Ostium atriventriculare
sinistrum dilindungi oleh valva mitralis.

-Ventriculus sinister
Berhubungan dengan atrium sinistrum melalui ostium atrioventriculare sinistrum
dan dengan aorta melalui ostium aotae. Dinding ventriculus sinister tiga kali lebih
tebal disbanding dinding ventrikulus dexter. Tekanan darah di dalam ventrikulus

52
sinister enam kali lebih tinggi dibandingkan tekanan darah di ventriculus dexter.
Terdapat trabeculae carnae yang berkembang baik, dua buah musculi papillares yang
besar, tetapi tidak terdapat trabecul septomarginalis. Bagian ventrikel di bawah
ostiumaortae disebut vestibulum aortae. Katup yang terdapat pada ventrikel sinister
adalah:

-Valva mitralis, terdiri atas dua cuspis, cuspis anterior dan cuspis posterior, yang
strukturnya sama dengan cuspis pada valva tricuspidalis. Cuspis anterior lebih besar
dan terletak antara ostium atrioventriculare dan ostium aortae. Perlekatan chordate
tendineae sama dengan pada valve tricuspidalis.

-Valva aortae, terdiri dari tiga cuspis. Satu cuspis terletak di anterior (valvula
semilunaris dextra) dan dua cuspis terletak di dinding posterior (valvula semilunaris
sinistra dan posterior). Di belakang setiap cuspis dinding aorta menonjol membentuk
sinus aortae. Sinus aortae anterior merupakan tempat asal arteria coronaria dextra, dan
sinus posterior sinistra tempat asal arteria coronaria sinistra.

Sistem Konduksi Jantung


Sistem konduksi jantung terdiri atas otot jantung khusus yang terdapat pada
nodus sinuatrialis, nodus atrioventricularis, fasciculus atrioventricularis beserta
dengan crus dextrum dan crus sinistrumnya, dan plexus sub-endocardial serabut
purkinje.
– Nodus sinuatrialis
Terletak pada dinding atrium dextrum di bagian atas sulcus terminalis, tepat
di sebelah kanan muara vena cava superior. Nodus ini merupakan asal impuls ritmik
elektronik yang secara spontan disebarkan ke seluruh otot-otot jantung atrium dan
menyebabkan otot-otot ini berkotraksi
– Nodus atrioventricularis
Terletak pada bagian bawah septum interatriale tepat di atas tempat
perlekatan cuspis spetalis valva tricuspidalis. Dari sini impuls dikirim ke ventrikel
oleh fasciculus atrioventricularis. Nodus atrioventricularis distimulasi oleh gelombang
eksitasi pada waktu gelombang ini melalui myocardial atrium. Kecepatan konduksi
impuls jantung melalui nodus atrioventricularis (sekitar 0,11 detik) memberikan
waktu yang cukup untuk atrium mengosongkan darahnya ke dalam ventrikel sebelum
ventrikel mulai berkontraksi.
– Fasciculus atrioventricularis
Fasciculus atrioventricularis (berkass His) merupakan satu-satunya jalan
yang dipergunakan oleh impuls jantung dari atrium ke ventrikel. Fasciculus
atrioventricularis berjalan turun melalui rangka fibrosa jantung. Fasciculus ini
kemudian berjalan turun di belakang cuspis septalis valva tricuspidalis untuk
mencapai pinggir inferior pars membranacea septum interventricularis. Pada pinggir
pars muscularis septum, fasciculus ini terbelah menjadi dua cabang. Cabang berkas
kanan (right bundle branch; RBB) berjalan turun pada sisi kanan septum
interventricularis untuk mencapai trabecula septomarginalis, tempat cabang ini
menyilang dinding anterior ventriculus dextrer. Di sini cabang tersebut melanjut
sebagai serabut-serabut plexus Purkinje. Cabang berkas kiri (left bundle branch;
LBB) menembus septum dan berjalan turun pada sisi kiri di bawah endocardium.
Biasanya cabang ini bercabang dua, anterior dan posterior, yang akhirnya melanjutkan
diri sebagai serabut-serabut plexus Purkinje ventriculus sinister.

53
FISIOLOGI JANTUNG
Siklus Jantung
Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling
terkait. Gelombang rangsangan listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem konduksi
menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan otot ini disebut
sebagai depolarisasi, dan diikuti pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi.
Respon mekaniknya adalah sistolik dan diastolik.
– Elektrofisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat aliran ion-ion natrium, kalium dan
kalsium (Na+, K+ dan Ca++) melewati membran sel jantung. Seperti semua sel dalam
tubuh, Na+ dan Ca++ terutama merupakan ion ekstrasel, dan K+ terutama merupakan
ion intrasel. Perpindahan ion-ion ini melewati membrane sel jantung dipengaruhi oleh
berbagai hal, termasuk difusi pasif, sawar yang bergantung pada waktu dan voltase,
serta pompa Na+, K+-ATPase.

– Potensial Aksi
Hasil perpindahan ion antar membrane merupakan suatu perbedaan
listrik melewati membran sel yang dapat digambarkan secara grafik sebagai suatu
potensial aksi. Potensial aksi yang menggambarkan muatan listrik bagian dalam sel
dalam hubungannya dengan muatan listrik bagian luar sel disebut potensial
transmembran. Perubahan potensial transmembran akibat perpindahan ion
digambarkan sebagai fase 0 hingga fase 4. Dua tipe utama potensial aksi merupakan
potensial aksi respon cepat dan lambat.

– Potensial aksi respon cepat

7. Terdapat dalam sel-sel otot ventrikel dan atrium, serta serabut purkinje.
8. Potensial transmembran pada saat istirahat adalah -90mV. Potensial
transmembran yang negative dipertahankan oleh dua hal, yang pertama
adalah permeabilitas selektif membrane sel terhadap ion K+ dimana
ion K+ dapat bergerak lebih bebas dibandingkan dengan ion Na+.
Faktor kedua adalah adanya pompa Na+, K+-ATPase, dimana pompa
yang terdapat di dalam membrane sel ini secara kontinu memompa
Na+ dan K+ apabila terdapat perbedaan konsentrasi.
9. Fase pontensial aksi respon cepat terjadi ketika terdapat rangsangan
yang meningkatkan potensial transmembran menjadi -65mV (mencapai
potensial ambang), berperan dalam memulai depolarisasi atau fase 0
potensial aksi. Potensial transmembran -65mV mengaktifkan saluran
Na+ cepat sehingga Na+ tercurah ke dalam sel karena adanya

54
perbedaan listrik dan konsentrasi. Perubahan positif potensial
transmembran hingga 0 mV menyebabkan inaktivasi saluran Na+.
10. Fase repolarisasi awal, digambarkan oleh fase 1 potensial aksi. Fase 1
menggambarkan kembalinya negatifitas karena adanya perpindahan
ion K+ ke luar sel sebagai respon terhadap perbedaan listrik dan
kimiawi.
11. Fase plateu dalam potensial transmembran. Saluran Ca++ disebut
saluran lambat karena meskipun telah teraktivasi selama fase 0 (ketika
potensial membran -10mV), perpindahan ion Ca++ baru terjadi pada
fase 2 potensial aksi. Hal ini menyebabkan plateu dimana jumlah ion
K+ yang keluar dinetralkan oleh jumlah Ca++ yang masuk.
12. Fase repolarisasi akhir disebut juga fase 3 potensial aksi, terjadi setelah
saluran Ca++ menutup sedangkan ion K+ terus berpindah ke luar sel
sehingga negativitas potensial transmembran kembali seperti fase
istirahat (fase 4 potensial aksi).

– Potensial aksi respon lambat


 Nodus SA maupun AV menunjukkan potensial aksi respon lambat.
 Sel-sel nodus ini memiliki lebih sedikit saluran K+ dan leboh bocor
terhadap saluran Na+, oleh karena itu potensial transmembran tidak
terlalu negative (-60 mV)
 Karena sejumlah besar Na+ bocor ke dalam sel, menyebabkan
potensial membrane akhirnya mencapai -40 mV, yang merupakan
potensial ambang saluran Ca++ respon lambat. Saluran Ca++ respon
lambat teraktivasi, influks Ca++ sehingga terjadi depolarisasi
 Pada potensial aksi respon lambat tidak terjadi fase 1 dan fase 2 tidak
jauh dari fase 3. Fase 3 segera timbul setelah fase 0 karena saluran Ca+
+ lambat menjadi segera tidak teraktivasi. Pada waktu bersamaan ion
K+ berpindah ke luar sel.

– Sel Pacemaker
Serabut sistem hantaran khusus jantung (nodus SA , nodus AV, dan serabut
Purkinje) memiliki ciri khas automatisasi. Serabut ini dapat mengeksitasi diri sendiri
yaitu menghasilkan potensial aksu secara spontan. Nodus SA merupakan pacemaker
dominan pada jantung, karena mampu mengeksitasi diri sendiri dengan laju yang
lebih cepat dari AV dan serabut Purkinje. Namun demikian, apabila nodus SA
mengalami cedera, nodus AV dan serabut Purkinje dapat mengambil alih peran pace
maker meskipun dengan laju yang lebih lambat.
– Fase Siklus Jantung
Siklus jantung menjelaskan urutan kontraksi dan pengosongan ventrikel (sistolik),
serta pengisian dan relaksasi ventrikel (diastolic). Pada awal diastolic, darah mengalir
cepat dari atrium, melewati katup mitral, dan ke dalam ventrikel. Dengan mulai
seimbangnya tekanan antara atrium dan ventrikel, darah mengalir dari atrium ke
ventrikel melambat. Hal ini disebut periode diastasis. Kontraksi atrium kemudian
terjadi, berperan dalam bertambahnya 20 hingga 30% pengisian ventrikel. Kemudian
terjadi kontraksi ventrikel, dank arena tekanan dalam ventrikel lebih besar
dibandingkan dengan yang terdapat dalam atrium, maka katup mitral menutup (suara
jantung S1). Hal ini memulai terjadinya sistolik dan kontraksi isovolemik (volume
intraventrikel tetap konstan meskipun terjadi peningktaan tekanan).

55
Dengan berlanjutnya kontraksi ventrikel maka tekanan dalam ventrikel akan semakin
meningkat hingga melebihi tekanan dalam aorta. Perbedaan tekanan, mendorong
katup aorta membuka, dan darah tercurah ke luar ventrikel. Sekitar 70% pengosongan
ventrikel terjadi pada sepertiga pertama periode pemompaan disebut sebagai
pemompaan ventrikel cepat.Dua pertiga sisa dari periode pemompaan ventrikel
disebut sebagai pemompaan ventrikel lambat, karena hanay terjadi 30% pengosongan
ventrikel. Ventrikel kemudian mengalami relaksasi menyebabkan tekanan dalam
ventrikel menurun di bawah tekanan aorta, katup aorta menutup (suara jantung S 2),
menyebabkan awitan diastolic.
Dengan menutupnya katup aorta dan mitral, volume darah dalam ventrikel tetap
konstan meskipun tekanan ventrikel turun (relaksasi isovolemik). Karena ventrikel
mulai berelaksasi, tekanan ventrikel menurun, terbentuk tekanan ventrikel akibat
aliran balik vena melawan katup mitral yang tertutup. Perbedaan tekanan yang terjadi
menyebabkan terbukanya katup mitral dan kemudian tercurahnya darah dari atrium ke
ventrikel. Terjadi periode pengisian ventrikel cepar dan siklus jantung dimulai lagi.

– Hubungan Peristiwa Listrik dengan Siklus Jantung

Curah Jantung
Volume darah yang dipompa
oleh tiap ventrikel per menit disebut
curah jantung. Kebutuhan
curah jantung bervariasi sesuai
ukuran tubuh, sehingga

56
indikator yang lebih akurat untuk fungsi jantung adalah indeks jantung (cardiac
index). Indeks jantung diperoleh dengan membagi curah jantung dengan luas
permukaan tubuh, yaitu sekitar 3L/menit/m2 permukaan tubuh.
Curah jantung = frekuensi x volume sekuncup

Volume sekuncup adalah volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per
detik. Jumlah darah yang dikeluarkan dari ventrikel disebut fraksi ejeksi, sedangkan
volume darah yang tersisa di dalam ventrikel pada akhir fase sistolik disebut volume
akhir sistolik.
– Pengaturan Denyut Jantung
Frekuensi jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan ekstrinsik sistem
saraf otonom; serabut parasimpatis dan simpatis mempersyarafi nodus SA dan AV,
memengaruhi kecepatan dan frekuensi hantaran impuls. Stimulasi serabut saraf
parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut jantung, sedangkan stimulasi simpatis
akan mempercepat denyut jantung.
– Pengaturan Volume Sekuncup
Tiga variable yang memengaruhi volume sekuncup: beban awal (preload), beban
akhir (afterload) dan kontraktilitas jantung.
Beban awal (preload)
Adalah derajat peregangan serabut miokardium segera sebelum kontraksi. Peregangan
serabut miokardium bergantung pada volume darah yang meregangkan ventrikel pada
akhir-diastolik. Aliran balik darah vena ke jantung menentukan volume akhir diastolic
ventrikel. Peningkatan aliran balik vena meningkatkan volume akhir-diastolik
ventrikel, yang kemudian memperkuat peregangan serabut miokardium.
Mekanisme Frank-Starling, menyatakan bahwa dalam batas fisiologis, semakin besar
peregangan serabut miokardium pada akhir-diastolik, semakin besar kekuatan
kontraksi pada saat sistolik.
d. Beban akhir (afterload)
Adalah tegangan serabut miokardium yang harus terbentuk untuk kontraksi dan
pemompaan darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban akhir dapat dijelaskan
dalam versi sederhana persamaan lapace:
Persamaan tersebut menunjukkan tekanan intraventrikulel maupun ukuran ventrikel
meningkat, maka akan terjadi peningkatan tegangan dinding ventrikel. Tegangan
dinding ventrikel menurun bia ketebalan dinding ventrikel meningkat.
e. Kontraktilitas
Adalah perubahan kekuatan kontraksi yang terbentuk yang terjadi tanpa
tergantung perubahan pada panjang serabut miokardium. Kekuatan interaksi ini
berkaintan dengan konsentrasi Ca++ bebas intrasel. Kontraksi miokardium secara
langsung sebanding dengan jumlah kalsium intrasel.
Peningkatan frekuensi denyut jantung dapat meningkatkan kekuatan kontraksi.
Apabila jantung berdenyut lebih sering, kalsium tertimbun dalam sel jantung,
menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi. Stimulasi jantung melalui saraf
simpatis, pengikatan norepinefrin terhadap resptor beta-1, membebaskan kalsium
intrasel dan meningkatkan kekuatan kontraksi. Peningkatan kontraksi tanpa
memandang penyebabnya, meningkatkan volume sekuncup yang memperkuat curah
jantung.

57
Sindroma Koroner Akut (Infark Miokard)
Terminologi ACS digunakan unutk menggambarkan keadaan gangguan aliran
darah koroner parsial hingga total ke miokard secar akut. ACS atau Sindrom koroner
akut (SKA) adalah sebuah kondisi yang melibatkan ketidaknyamanan dada atau gejala
lain yang disebabkan oleh kurangnya oksigen ke otot jantung (miokardium). Sindrom
koroner akut ini merupakan sekumpulan manifestasi atau gejala akibat gangguan pada
arteri koronaria. ACS dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu angina pectoris tidak
stabil, infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan infark miokard dengan
elevasi segmen ST (STEMI).

1. Diagnosis Banding
Berbagai diagnosa banding sindrom koroner akut antara lain:
1) Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi ulkus
peptikum atau saluran cerna, emboli paru, dan tension pneumothorax.
2) Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik, sindrom Brugada,
sindrom wolf-Parkinson-White.
3) Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis, GERD, nyeri
otot dinding dada, serangan panik dan gangguan psikogenik.
2. Diagnosis Kerja
Diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu:
1) Adanya nyeri dada
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal, dan prekordial.
Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas
dan dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Kadang- kadang nyeri dapat
dirasakan di daerah epigastrium dan terjadi salah diagnosis dengan dispepsia. Nyeri
membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat, atau tidak menghilang. Nyeri
dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat
disertai gejala mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, pusing seperti melayang,
sinkop dan lemas.
2) Perubahan elektrokardiografi
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut,
EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen
ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika
trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST.
Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam
unstable angina atau Non STEMI.
3) Peningkatan marker biokimia
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh
sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah
yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate
aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-
MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan
cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein
ini mengkonfirmasi adanya infark miokard. Enzim meningkat minimal 2x batas atas
nilai normal.

58
3. Etiologi dan Faktor Resiko
Infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:
1) Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan
nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2) Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan
aliran darah miokard.
3) Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4) Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali
lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention
(PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5) Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark
miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin,
ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar serum lipid,
hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh,
kolesterol, serta kalori.
4. Epidemiologi
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk
Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang
diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih
sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan
dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung koroner juga merupakan
penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.
Di Indonesia, data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%)
untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali
didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan
persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di
Makassar, didasari data yang dikumpulkan oleh Alkatiri7 diempat rumah sakit (RS)
selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan
ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus
menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka
kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%.
5. Patogenesis dan/atau Patofisiologi
Patofisiologi Aterosklerosis

59
Lapisan endotel pembuluh darah yang normal akan mengalami kerusakan oleh adanya
faktor risiko antara lain, faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor,
mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi oleh
Low Density Lipoprotein-C (LDL-C). Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel
menghasilkan cell molecule adhesion seperti sitokin (interleukin-1), tumor nekrosis
faktor (TNF-α), kemokin (monocyte chemoatractant factor-I), dan platelet derived
growth factor. Sel inflamasi seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel
dan bermigrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi

60
makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih aterogenik. Makrofag ini
terus membentuk sel busa. LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan
menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan terjadi respon dari angiotensin II yang
menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mengaktifkan efek protrombin dengan
melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respon
protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak yang
stabil bisa menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami rupture.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis seperti kolagen, adenosin
diphosphate (ADP), epinefrin dan serotonin memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya
akan memproduksi dan melepaskan tromboksan-A2 (vasokonstriktor lokal yang poten).
Selain itu aktivasi trombosit memicu reseptor glikoprotein II/IIIa yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin)
seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen. Dimana keduanya adalah molekul
multivalent yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan
ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombus dan
fibrin.

Patofisiologi Sindroma Koroner Akut

61
IMA STE umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMA STE karena
timbulnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi
jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi ruptur lokal
akan menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologi menunjukkan plak koroner
cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid.
Pada IMA STE gambaran klasik terdiri dari fibrin rich red trombus yang dipercaya
menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan
elevasi ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan
trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada
elevasi ST adalah trombus komplet/oklusif.
Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST
segmen. Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable
angina atau infark jantung akut tanpa elevasi segmen ST.
6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang terasa
berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang,
epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. IMA sering
didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada
IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan
aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi
biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil
pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia
lanjut.
Gambaran klinis awal sangat prediktif untuk prognosis awal. Timbulnya gejala saat
istirahat menandakan prognosis lebih buruk dibanding gejala yang hanya timbul pada
saat aktivitas fisik. Pada pasien dengan gejala intermiten, peningkatan jumlah episode
yang mendahului kejadian acuan juga mempunyai dampak terhadap hasil akhir klinis.
Adanya takikardia, hipotensi atau gagal jantung pada saat masuk rumah sakit juga
mengindikasikan prognosis buruk dan memerlukan diagnosis serta tatalaksana segera
(PERKI,2012).Faktor risiko yang tinggi termasuk angina yang memberat, nyeri dada
yang berkelanjutan (> 20 menit), edema paru (Killip klas ≥2 ), hipotensi dan aritmia.
Tabel 5. Klasifikasi Killip

62
7. Pemeriksaan Penunjang Tambahan
1) Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam
10 menit sejak kedatangan IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk
STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG
serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu
harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. pada
pasien dengan STEMI inferior. EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika
obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya
mengalami angina pectoris tak stabil atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa
elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.
sbelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan
gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika
EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun
ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark
(mural/ transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q
menggantikan IMA mural/ nontransmural.
gambaran Perubahan EKG Berdasarkan Lokasi Infark
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal
(depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama
gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V 1 – V2 sebagi mirror image dari
perubahan sedapan V7 – V9.
LAD = Left Anterior Descending artery
PL = Posterio rDescending Artery.
LCX = Left Circumflex
RCA = Right Coronary Artery
2) Laboratorium
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai
petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena
pada keadaan ini juga akan diikuto peningkatan CKMB, pada pasoen dengan elevasi
ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera meungkin dan tidak tergantung
pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatn nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada
nekrosis jantung (infark miokard).
- CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10- 24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

63
- cTn: ada 2 jenis cTnT dan cTnI. enzim ini meningkat setelah 2jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5- 14 hari, sedangkan cTnI setelah 5- 10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
- Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-
8 jam.
- Creatinine Kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
- Latic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.
3) Ekokardiogram
Ekokardiogram dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk
melihat luasnya iskemia bila dilakukan waktu dada sedang berlangsung.
4) Angiografi Koroner
Angiografi korone merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak
sumbatan pada arteri koroner.
8. Penatalaksanaan Non Farmakologi dan Farmakologi
Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien
segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terapi awal untuk semua SKA, yang diberikan
oleh tenaga medik ataupun pada unit/instalasi gawat darurat sebenarnya sama.
Manifestasi unstable angina dan MI akut seringkali berbeda. Umumnya, gejala MI akut
bersifat parah dan mendadak, sedangkan infark miokard non‐ST elevasi (NSTEMI)
atau unstable angina berkembang dalam 24‐72 jam atau lebih.
Pada kedua kasus tersebut tujuan awal terapi adalah untuk menstabilkan kondisi,
mengurangi rasa nyeri dan kecemasan pasien. Stabilisasi akan tercapai dengan berbagai
tindakan. Oksigen diberikan untuk menjaga kadar saturasi dan memperbaiki oksigen
yang sampai ke miokard.
1) Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera mengantar pasien
mencari pertolongan ke Rumah sakit atau menelpon RS terdekat meminta dikirimkan
ambulan beserta petugas kesehatan terlatih.
2) Petugas kesehatan atau dokter umum di klinik:
- Katup pulmonal
- Mengenali gejala SKA dan pemeriksaan EKG bila ada
- Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit
- Berikan aspirin 160-325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat alergi aspirin
- Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5-
15 menit sampai 3 kali
- Bila memungkinkan pasang infus
- Segera kirim ke RS terdekat dengan fasilitas ICCU yang memadai dengan pemasangan
selang oksigen dan didampingi dokter/paramedik yang terlatih
9. Komplikasi
1) Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling
ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan
yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca
infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang
nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
2) Gangguan Hemodinamik

64
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
3) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama
perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.
4) Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi
vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
5) Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard
6) Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI
dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas
ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
7) Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam
24 jam pertama.
10. Prognosis
Miokard Infark akut berhubungan dengan 30% tingkat kematian; setengahnya terjadi
ketika dibawa ke rumah sakit. 5-10% pasien bertahan meninggal pada tahun pertama
setelah miokard infark. Namun, secara umum, prognosis tergantung pada besar, lama,
dan keparahan kejadian infark.
Prognosis akan semakin baik jika diikuti faktor:
1) Referfusi dini (tujuan STEMI: pasien diberi infus fibrinolisis selama 30 menit)
2) Fungsi ventrikel kiri masih memadai
3) Terapi jangka pendek dan jangka panjang dengan bet bloker, aspirin, dan ACE
inhibitor
Prognosis akan semakin buruk jika diikuti faktor:
1) Bertambahnya usia
2) Diabetes
3) Penyakit vaskular sebelumnya (misalnya penyakit serebrovaskular
4) Reperfusi yang terlambat
5) Fungsi ventrikel kiri yang tidak lagi memadai
11. Kompetensi Dokter Umum (SKDI)
Infark Miokard termasuk dalam SKDI tingkat kemampuan 3B yang berarti gawat
darurat, dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kececeatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
EKG
1. EKG Normal
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel
berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak
menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi
negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark
gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak
menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan
daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥

65
0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1,
karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Gambaran EKG Normal

2.
EKG

pada Miokard Infark


Perubahan Gambaran EKG Berdasarkan Lokasi Infark (2)

Pada injury miokard, area


yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut lebih positif
dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda
diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi
segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area
injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi.
ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari
daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang
menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif
dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah
iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai
gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang
T, mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard.
Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka
gelombang T terekam sangat tinggi.
Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark
dapat ditentukan dari perubahan EKG.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.
Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi

66
miokard yang terkena. Bagi pria usia≥40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi
segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun
(Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung
hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005).
Pada miokardial infark, terbagi menjadi dua yaitu yang mengalami elevasi ST dan tidak
mengalami elevasi ST.
Gambaran Elevasi dan Depresi Segmen ST

67
Kerangka Konsep
merokok
hiperorisemin Gaya hidup hipertensi
tidak sehat

Disfungsi
endotel
Dyslipidemia Aktivitas simpatis
Aesterosklerosis

LDL HDL TGA


RR
Disfungsi
endotel Blaptoresis
O2

HR nausea
Trombus Dispnea

Pallor

PR Internal
ACS Panjang
Stelevasi

At lead
VES ST Deppression

Benigna II, III, avf


LKH At lead
Nyeri
dada

68
IV. Kesimpulan

Mr. Y mengalami MIA dengan ST Clorosi ( STEMI ) karena gaya hidup tidak
sehat, merokok, hipertensi, dan dispidemia.

69
70
DAFTAR PUSTAKA
Alwi I. Infark Miokard Akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk
(editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV:1615.
Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.9. Jakarta: EGC.
Harrison. 2015. Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit dalam Vol 3 Edisi 13. Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Jakarta.
Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi 6. Jakarta. EGC:
2007. h.149-5;295-7Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrison’s Principles of
Internal Medicine Seventeenth Edition. United States: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard dengan Elevasi ST. Idrus Alwi(eds). Buku ajar
IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2009.h.1741-54.
Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Stabil. A. Muin Rahman(eds). Buku ajar IPD.
Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2009.h.1735-9.
Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. A. Muin Rahman(eds).
Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;2009.h.1757-65.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai