Anda di halaman 1dari 8

RIFAMPICIN

1. Struktur dan Gugus fungsi

Modifikasi struktur pada bagian alifatik dari molekul rifamfisin umumnya menekan
atau menurunkan aktivitas obat. N,N-diasetoksi amida pada C 4 memberikan senyawa
yang aktif. Substitusi turunan aldehida pada C 3 memberikan hasil rifampin yang
paling aktif.

2. Informasi

 Nama Generik : Rifampisin


 Nama Kimia : Rifampin

 Struktur Kimia :C43H58N4O12

 Keterangan :
Rifampisin adalah turunan semisintetik dari Rifamisin B, suatu antibiotika
yang diturunkan dari Streptomyces meditarranei.

 Sifat Fisikokimia

Rifampisin merupakan serbuk kristal merah-coklat dan sangat sedikit larut


dalam air dan sedikit larut dalam alkohol. Obat ini mempunyai pKa 7,9;Larut
dalam kloroform, DMSO, etil asetat, metanol, tetrahidrofuran.;Dalam
perdagangan, rifampisin tersedia dalam bentuk serbuk steril untuk injeksi
mengandung Natrium formaldehid, sulfoksilat, natrium hidroksida yang
ditambahkan untuk mengatur pH.;Dalam perdagangan sediaan oral rifampin
tersedia sebagai obat tunggal, dalam bentuk kombinasi tetap dengan isoniazid,
serta dalam kombinasi tetap dengan isoniasid dan pirazinamid.

Rifampisin bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang


tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Mekanisme kerja, Berdasarkan
perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri Ribose Nukleotida Acid (RNA)-
polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.
Rifampisin merupakan turunan semisintetik dari Rifamisin B, suatu
antibiotika yang diturunkan dari Streptomyces meditarranei. Rifampicin
mempunyai efek bakterisid terhadap mikobakteri dan organisme Gram positif.
Pada dosis tinggi juga efektif terhadap organisme Gram negatif. Mekanisme
kerja Rifampicin dengan menghambat sintesa RNA dari mikobakterium.
Rifampisin adalah salah satu obat antibiotik TBC yang digunakan untuk
mengobati infeksi bakteri. Rifampicin sering digunkan untuk pengobatan
tuberculosis (TBC). Obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah infeksi
setelah berkontak langsung dengan seseorang yang sedang terkena infeksi
TBC serius. Obat ini hanya diberikan dengan menggunakan resep dokter.
Rifampisin akan membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi. Cara kerja
obat ini yaitu dengan menonaktifkan enzim bakteri yang biasa disebut RNA
polimerase. Bakteri yang menggunakan RNA polimerase untuk membuat
protein serta untuk menyalin informasi genetik (DNA) mereka sendiri. Tanpa
enzim ini bakteri tersebut tidak dapat berkembang biak sehingga bakteri
tersebut akan mati.

 Sub Kelas Terapi :Anti Infeksi

 Farmakologi
- Durasi : < 24 jam

- Absorbsi : Oral : diabsorpsi dengan baik; makanan dapat mengakibatkan


penundaan absorpsi (delay) atau sedikit menurunkan kadar puncak

- Distribusi : sangat lipofilik , dapat menembus sawar darah otak (bood-


brain barrier) dengan baik

- Difusi relatif dari darah ke dalam cairan serebrospinal : adekuat dengan


atau tanpa inflamasi

- CSF : inflamasi meninges : 25%

- Metabolisme : Hepatik; melalui resirkulasi enterohepatik

- Ikatan protein : 80%

- T1/2 eliminasi : 3-4 jam; waktu tersebut akan memanjang pada gagal hepar;
gagal ginjal terminal : 1,8-11 jam.

- Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral : 2-4 jam

- Ekskresi : Feses (60% - 65%) dan urin (~ 30%) sebagai obat yang tidak
berubah

 Stabilitas Penyimpanan

Serbuk rifampisin berwarna merah kecoklatan.;Vial yang utuh harus disimpan


pada suhu kamar dan dihindarkan dari cahaya dan panas yg berlebihan.
Rekonstitusi serbuk untuk injeksi dengan SWFI; untuk injeksi larutkan dalam
sejumlah volume yg tepat dengan cairan yang kompatibel (contoh : 100 ml
D5W).;Vial yang telah direkontitusi stabil selama 24 jam pada suhu
kamar.Stabilitas parenteral admixture pada penyimpanan suhu kamar (25oC)
adalah 4 jam untuk pelarut D5W dan 24 jam untuk pelarut NS

 Indikasi
Untuk pengobatan tuberkulosa dalam kombinasi dengan antituberkulosis lain.
Untuk pengobatan lepra, digunakan dalam kombinasi dengna senyawa leprotik
lain.

 Kontra Indikasi

Hipersensitivitas terhadap rifampisin atau komponen lain yang terdapat dalam


sediaan; penggunaan bersama amprenavir, saquinafir/rotonavir (kemungkinan
dengan proease inhibitor), jaundice (penyakit kuning)

 Dosis
Sebaiknya obat diminum 30 menit – 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah
makan.
Diberikan dalam dosis tunggal:
- Tuberkulosa:
Dewasa
Berat badan > 50 kg : 600 mg sehari.
Berat badan < 50 kg : 450 mg sehari.
Untuk penderita dengan gangguan fungsi hati, dosis tidak boleh lebih dari
8 mg/kg BB.
Anak – anak (sampai usia 12 tahun) : 10 – 20 mg/kg BB (jangan melebihi
600 mg sehari).
- Lepra:
Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/kg BB.
Dosis lazim pasien dengna berat 50 kg atau lebih adalah 600 mg perbulan
dan dengan berat badan kurang dari 50 kg adalah 450 mg perbulan.
- Peringatan dan Perhatian
Pemberian pada penderita gangguan fungsi hati hanya jika diperlukan.
Pada pengobatan jangka panjang dianjurkan untuk melakukan
pemerikasaan fungsi hati dan hitung jenis darah secara periodik.
Apabila ada tanda – tanda komplikasi serius, seperti gagal ginjal, anemia
hemolitik, thrombositopenia atau kelainan fungsi hati maka pengobatan
harus dihentikan.
Keamanan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui belum jelas
diketahui.
Rifampicin menyebabkan warna urin, feses, air mata, air ludah, keringat
menjadi kemerah – merahan terutama pada permulaan pengobatan,
sehingga perlu diberitahukan sebelumnya kepada pasien.
Rifampicin juga dapat menyebabkan pewarnaan yang menetap pada lensa
kontak yang lunak.

 Interaksi obat
Rifampicin menurunkan respons antikoagulansia, antidiabetik, kinidin, preparat
digitalis, kortikosteroid, siklosporin, fenitoin, analgesik.
Penggunaan bersama PAS akan menghambat absorbsi, sehingga harus ada
selang waktu  8 – 12 jam.
Rifampicin mengganggu efektivitas absorbsi tolbutamid, ketokonazole.

 Efek Samping

Gangguan saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, diare (dilaporkan


terjadi kolitis karena penggunaan antibiotika); sakit kepala, drowsiness; gejala
berikut terjadi terutama pada terapi intermitten termasuk gelala ;mirip
influenza ( dengan chills, demam, dizziness, nyeri tulang), gejala pada
respirasi (termasuk sesak nafas), kolaps dan shock, anemia hemolitik, gagal
ginjal akut, dan trombositopenia purpura; gangguan fungsi liver,
jaundice(penyakit kuning); ;flushing, urtikaria dan rash; efek samping lain
dilaporkan : edema, muscular weakness dan myopathy, dermatitis exfoliative,
toxic epidermal necrolysis, reaksi pemphigoid, leucopenia, eosinophilia,
gangguan menstruasi; urin, saliva dan sekresi ;tubuh yang lain berwarna
orange-merah; tromboflebitis dilaporkan pada penggunaan secara infus pada
periode yang lama.
 Resistensi Terhadap Rifampisin

Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan berikatan


pada sub unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah pembentukan RNA.
Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB resisten terhadap rifampisin.
Resisten terhadap rifampisin dapat dianggap mewakili MDR – TB sejak
dijumpai paling banyak strain kuman TB yang resisten terhadap rifampisin
juga resisten terhadap isoniazid.

Rifampisin (rifampin) terikat pada subunit β-RNA polimerase bakteri dan


menghambat fungsi enzim ini dalam transkripsi mRNA. Rifampisin memiliki
afinitas terhadap RNA polimerase bakteri yang lebih tinggi dibandingkan
terhadap RNApolimerase mamalia, sehingga rifampisin dapat mengeblok
transkripsi mRNA dan sintesis protein pada sel manusia. Resistensi terhadap
rifampisi muncul akibat mutasi pada gen subunit RNA polimerase. RNA
polimerase yang berubah akibat mutasi tersebut berfungsi secara normal,
namun tidak dapat dihambat oleh rifampisin.

3. Mekanisme Obat

Rifampicin menghambat DNA-dependent RNA polimerase pada sel-sel bakteri


dengan mengikat versi beta-subunit, sehingga mencegah transkripsi RNA dan
selanjutnya untuk terjemahan pada protein. Sifat lipofilik yang membuat calon yang
baik untuk mengobati bentuk meningitis tuberkulosis, yang membutuhkan distribusi
ke sistem saraf pusat dan penetrasi melalui sawar darah-otak.

4. Metabolisme Obat

Jalur metabolisme rifampisin adalah deasetilasi menjadi 3-formilrifampisin dan


hidrolisismenjadi 25-O-desasetilrifampisin. Deasetilasi rifampisin dilaporkan
dipengaruhi oleh β-esterase. Senyawa inhibitor atau induktor enzim pemetabolisme
rifampisin dapat mempengaruhi metabolisme rifampisin (Dollery, 1991; Mandelldan
Petri, 1996; Jamis-Dow, et al.,. 1977).Jamis-Dow, C. A., Katki, A. G., and Collins, J.
M., 1977, Rifampin and Rifabutin and theirmetabolism by human liver esterase,
Xenobiotica,27, 1015-1024.
Metabolisme rifampicin dimulai dari deasetilasi rifampicin menjadi
deasetilrifampicin, kemudian dihidrolisis menjadi 3-formyl rifampicin. Namun tidak
ada bukti bahwa mekanisme hepatotoksik oleh rifampicin berasal dari metabolitnya.
Walaupun demikian, pemakaian rifampicin menginduksi aktivitas CYP450.
Penggunaan rifampicin bersama isoniazid dapat meningkatkan resiko
hepatotoksisitas (Khadka dkk, 2009).

5. Perkembangan Obat

Rifampisin ditemukan pada tahun 1965, penemuan pengobatan tuberkulosis


mempunyai perkembangan besar yaitu dengan ditemukannya rifampisin. dan
beberapa ahli melakukan evaluasi terhadap anti-TB ,sehingga dalam prakteknya telah
terbukti rifampisin merupakan obat anti-TB yang baik.

Peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC)


melaporkan adanya multi drug resisten terhadap dua obat yang sering digunakan
sebagai obat lini pertama, rifampisin dan isoniazid. Namun sekarang ditemukan 6,7
persen resisten obat secara luas, dimana tidak merespon sejumlah obat, termasuk
pengobatan lini pertama, pengobatan lini kedua, seperti kuinolon dan obat suntik
terbaru.

Menurut Eric Nuermberger, seorang spesialis di bagian penyakit Infeksi di


The John Hopkins University School Of medicine mengatakan, hasil penelitian di tim
nya menunjukan bahwa pada tikus, Rifapentine dapat mempercepat penyembuhan
pada tikus dengan TB aktif 2-3x lipat bila dibandingkan dengan rifampisin, yang
merupakan salah satu obat standar yang sekarang digunakan untuk pengobatan TB.
Walaupun demikian sebenarnya antibiotik Rifapentine ini sudah di legalkan oleh FDA
(semacam BPOM versi Amerika) sejak tahun 1998. Rifapentine aman dikonsumsi
oleh manusia tapi untuk efektifitas penggunaanya pada penderita TB lebih
diintensifkan lagi belakangan ini. Nuermberber menambahkan, melihat hasil yang
menggembirakan ini, tim nya akan menliti efektifitasnya bila digunakan pada manusia
mulai tahun depan yang akan dilakukan di 8 negara. Dari hasil penelitian ini
Rifapentine diproyeksikan sebagai obat pengganti rifampisin sebagai salah satu
“cocktail” obat untuk mengatasi penyakit TB. Bila nanti penelitian pada manusia
sama dengan penelitian pada tikus, maka diperkirakan penyembuhan penyakit TB
yang bisanya sembuh dalam 6 bulan bisa dipersingkat menjadi 3-4 bulan lamanya.

Penelitian terhadap efektifitas Rifapentine sebenarnya tidak terlepas dari


penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Richard Chaisson, direktur Hopkin’s
center untuk penelitian TB pada oktober lalu. Chaisson dan timnya menemukan
bahwa antibiotik moxifloxacin bila digunakan sebagai pengganti ethambutol dalam
pengobatan TB dapat mempercepat masa penyembuhan dari 6 bulan menjadi 4 bulan.

http://adimasmw.wordpress.com/tag/farmakologi/

Anda mungkin juga menyukai